Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Putusan Nomor 22-24PUU-

Dalam kaitannya dengan cara pembentukan lembaga perwakilan ini Maurice Duverger membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu: melalui tata cara yang otokratis, melalui tata cara yang demokratis, dan melalui tata cara campuran. 133 Terhadap ketiga cara diatas selanjutnya Duverger menentukan bahwa cara yang otokratis meliputi cara perebutan kekuasaan, penunjukan berdasarkan keturunan dan secara kooptasi. Cara yang demokratis, menurutnya hanya terjadi lewat pemilihan umum. Sedangkan cara campuran dapat ditempuh melalui pengangkatan. Karena pengangkatan ini sebenarnya, pada bagian kecil mengandung corak yang demokratis. Di dalam negara demokrasi modern, hal yang menjadi substansial adalah bahwa lembaga perwakilan rakyat dilembagakan berdarkan paham kedaulatan rakyat. Rakyat tetap sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, sehingga karena kedaulatannya itulah terbentuk lembaga perwakilan rakyat karena alasan yang teknis, perkembangan negara, kompleksitas kehidupan manusia, dan lainnya membawa kepada suatu keadaan yang tidak memungkinkan bagi rakyat sendiri untuk sendiri-sendiri menyalurkan aspirasinya. Maka muncullah konsep demokrasi tidak langsung dengan melembagakan kedaulatan rakyat melalui lembaga perwakilan rakyat yang nantinya diisi oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih sendiri oleh rakyat melalui pemilihan umum. Mereka ini membawa aspirasi rakyat yang bersifat formal, dan tentunya melakukan pengawasan terhadap lembaga eksekutif. Di sini jelas terlihat bahwa salah satu prinsip yang paling diutamakan dalam negara demokrasi modern adalah prinsip bahwa kehendak rakyat merupakan unsur penentu.

2. Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Putusan Nomor 22-24PUU-

VI2008 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan 133 Maurice Duverger dalam Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat…, Op.Cit., hlm. 14. Universitas Sumatera Utara Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Hubungan Wakil Rakyat dengan Pemilih. Pasal 214 huruf e UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30 tiga puluh perseratus dari BPP, maka calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut, 134 kemudian ketentuan pada undang-undang 135 yang sama yang memberikan kebebasan dalam hal penentuan calon anggota legislatif dan pemberian nomor urut bagi para calon tersebut memberikan gambaran betapa pentingnya peran partai politik dalam penentuan keterpilihan seorang calon anggota lembaga perwakilan rakyat. Hal ini berimplikasi pada renggangnya hubungan dengan calon wakil rakyat yang terpilih dengan para pemilihnya. Pembatalan ketentuan Pasal 214 UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan alasan penegakan prinsip kedaulatan rakyat yang selengkapnya adalah: “Ketentuan Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU 102008 yang menentukan bahwa calon terpilih adalah calon yang mendapat di atas 30 tiga puluh per seratus dari BPP, atau menempati nomor urut lebih kecil, jika tidak ada yang memperoleh 30 tiga puluh per seratus dari BPP, atau yang menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30 tiga puluh per seratus dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta Pemilu adalah inkonstitusional. Inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat sebagaimana telah diuraikan di atas dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif akan benar-benar melanggar kedaulatan rakyat dan keadilan, jika ada dua orang calon yang mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem terpaksa calon yang mendapat 134 Pasal 214 huruf e UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51. 135 Pasal 52 dan Pasal 55 UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51. Universitas Sumatera Utara suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil, karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil” 136 Manurut Mahkamah Konstitusi bahwa UUD 1945 137 mengamanatkan agar penyelenggaraan Pemilu lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas prinsip demokrasi, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, harus menjadi landasan utama dalam penyelenggaraan Pemilu, untuk dikembangkan dan diimplementasikan oleh undang-undang mengenai Pemilu secara singkat dan sederhana, yang dipergunakan untuk memberi landasan bagi seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu agar dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, rakyat sebagai subjek utama dalam prinsip kedaulatan rakyat, tidak hanya ditempatkan sebagai objek oleh peserta Pemilu dalam mencapai kemenangan semata. Mahkamah Konstitusi menambahkan bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota merupakan pemilu yang dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dengan demikian adanya keinginan rakyat memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud, harapan agar wakil yang terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih. Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih, maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak. 138 Pandangan bahwa kedaulatan rakyatlah yang menentukan calon-calon wakil rakyat yang akan duduk di lembaga kedaulatan rakyat menjadikan hubungan rakyat atau pemilih dengan wakilnya menjadi semakin erat karena wakil rakyat menyadari bahwa keberadaanya 136 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24PUU-VI2008 tentang Pengujian Undang-Undang PUU UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. 137 Pasal 22E ayat 1 UUD 1945. 138 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24PUU-VI2008 tentang Pengujian Undang-Undang PUU UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Universitas Sumatera Utara di lembaga perwakilan rakyat adalah berdasarkan legitimasi dan dukungan dari rakyat. Hal ini berbeda sangat signifikan apabila kita bandingkan hubungan antara wakil rakyat dengan pemilihnya sebelum dibatalkannya ketentuan yang memberikan peluang besar bagi partai politik untuk menciderai kedaulatan rakyat dan membuat wakil rakyat sangat tergantung dengan partai politik sehingga timbul kesan tentang terlaksananya kedaulatan partai politik bukan kedaulatan rakyat. C. PARTAI POLITIK

1. Partai Politik dan Demokrasi

Dokumen yang terkait

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 41 285

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM.

0 2 15

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 2 11

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 0 2

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 0 1