SISTEM RUJUKAN (REFERRAL SYSTEM) DAN CASE REFERRAL IN COMMUNITY

BAB XII SISTEM RUJUKAN (REFERRAL SYSTEM) DAN CASE REFERRAL IN COMMUNITY

dr.Yudha Patria,SpA(K) dan dr.Detty,MSc., PhD., SpOG(K) Kontributor: dr.Fransisca Kurnia Chandra dan dr.Fitriana

Sistem rujukan kesehatan adalah tatacara pengelolaan strategis, pragmatis, dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan paripurna dan komprehensif bagi masyarakat Indonesia. Dengan sistem ini masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada dan dari golongan sosial-ekonomi manapun, dapat menjangkau layanan optimal sesuai masalahnya.

Pelayanan untuk kesehatan perorangan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas), merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (non spesialistik) yang meliputi

pelayanan rawat jalan dan rawat inap (BPJS, 2013 dan Kementrian Kesehatan, 2013). Rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik yang dilaksanankan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. Rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya. Di sini peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat satu hari (Kementrian Kesehatan, 2013).

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (RS tipe C dan D/RS Kabupaten), merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang

menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik (BPJS, 2013)

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga, merupakan Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (RS tipe A/RS Pusat dan B/ RS Propinsi) merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang

dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik (BPJS, 2013).

Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien

Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang

lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dilakukan apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik dan perujuk tidak dapat memberikan pelayanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan (BPJS, 2013). Pelayanan kesehatan dimulai dari fasilitas kesehatan primer. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder. Fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan primer. Fasilitas kesehatan tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan primer. Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan tersier (Kementrian Kesehatan, 2013).

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:

a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi;

b. Kewenangannya dan kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;

c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka

panjang; dan/atau

d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan (BPJS, 2013).

Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang ini dapat tidak dilakukan (tidak harus rujukan dari fasilitas kesehatan primer) dalam kondisi:

a. Gawat darurat,

b. Bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah, b. Bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah,

dilakukan difasilitas kesehatan lanjutan pertimbangan geografi

d. Pertimbangan ketersediaan fasilitas (BPJS, 2013). Mekanisme rujukan berjenjang sangat bermanfaat dalam upaya mengurangi kecacatan,

komplikasi, dan kematian, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, serta pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.

Setiap institusi pelayanan kesehatan mempunyai unit yang mempunyai tanggung jawab terhadap sistem rujukan. Minimal unit ini akan menyelenggarakan: a) surat rujukan dan yang menerima rujukan, b) kartu anggota (misalnya BPJS), c) pencatatan yang tepat dan benar d) kartu monitoring rujukan (misalnya untuk ibu bersalin dan bayi, untuk geritatri). Jenis rujukan oleh pelayanan kesehatan yang akan melakukan rujukan bisa berupa

a. Rujukan medis, misalnya rujukan pasien, dan rujukan laboratorium atau bahan pemeriksaan.

b. Rujukan kesehatan, misalnya pengiriman tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan, tenaga laboratorium, dsb) untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan ketrampilan.

c. Rujukan manajemen, misalnya pengiriman informasi diagnosis; kebutuhan obat, biaya, tenaga, peralatan,; permintaan bantuan monitoring epidemiologi, mengatasi wabah (KLB),

dsb. Sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Masyarakat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan stakeholder terkait tentu perlu mengetahui prosedur dan kebijakan pelayanan dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya (BPJS, 2011).

Sistem rujukan juga berlaku pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dengan demikian tetap mewajibkan pasien datang ke puskesmas terlebih dulu, kemudian kalau tidak bisa ditangani di puskesmas, akan dirujuk ke jenjang atasnya (RS kabupaten) demikian seterusnya.

Hal ini berlaku bukan untuk kondisi darurat. Jika kondisi pasien dalam keadaan darurat, bisa langsung datang ke rumah sakit. Pelayanan-pelayanan BPJS harus dilakukan atas pertimbangan dan permintaan dokter, bukan atas permintaan pribadi pasien ( BPJS, 2011 ) .

Semua warga negara Indonesia disarankan menjadi peserta BPJS ini, termasuk karyawan swasta, pegawai negeri sipil/TNI, penduduk miskin dan rentan yakni yang temasuk dalam data kemiskinan BPS; penduduk yang tidak terdata BPS tapi mudah terkena dampak kebijakan pemerintah dan belum memiliki asuransi; penduduk miskin yang diverifikasi petugas Dinas Kesehatan; penghuni panti sosial dan rumah singgah yang direkomendasikan Kepala Dinas Sosial; Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga; korban perdagangan orang; korban bencana. Demikian juga masyarakat yang termasuk mendapatkan penghargaan yakni lansia; anggota forum komunikasi dermawan daerah; anggota legiun veteran RI DKI; kader posyandu dan jumantik yang sudah lima tahun mengabdi; tokoh agama; seniman dan budayawan daerah; pengurus LMK, RW, dan RT yang masih aktif ( BPJS, 2011 ) .