Tinjauan Umum Hukum Humaniter Internasional

4. Ruang Lingkup Hukum Humaniter Internasional

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, hukum humaniter internasional dapat dibahas dalam beberapa prespektif dari para

39 Haryomat aram , KGPH. Pengantar Hukum Humanit er. Rajawali Press, Jakart a 2005. hal. 63 40 Ambarw ati, Op.Cit., halam an 46. 41 Ibid.

ahli/sarjana di bidang hukum internasional. Dari berbagai macam definisi tersebut, maka berdasarkan pendapat para ahli ruang lingkup hukum humaniter dapat dibedakan menjadi tiga macam,

yaitu: 42

a. Ruang lingkup aliran luas

b. Ruang lingkup aliran sempit

c. Ruang lingkup aliran tengah (moderat) Mereka yang menganut aliran atau ruang lingkup yang luas,

pada umumnya mengatakan bahwa hukum humaniter tidak saja terdiri dari Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa, melainkan juga mencakup Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, sebagaimana dikemukakan Jean Pictet. Walaupun demikian tidak semua ahli yang menganut aliran atau ruang lingkup luas berpendapat seperti itu. Ada juga yang memasukan ketentuan-ketentuan mengenai keabsahan suatu sengketa bersenjata atau lebih dikenal dengan konsep “jus ad bellum” sebagai hal yang dipelajari dalam kajian hukum humaniter internasional. Intinya, menurut golongan ini, ruang lingkup yang dicakup hukum humaniter internasional tidak selalu terpatok pada hukum Jenewa dan hukum Den Haag saja. Sedangkan mereka yang menganut ruang lingkup aliran sempit tentu saja berpendapat bahwa hukum humaniter internasional

42 M asyhur Effendi, Hukum Humaniter Internasional dan Pokok-Pokok Doktrin Hankamrata, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), halaman 49.

hanya terbatas pada dua sumber ini saja, sedangkan golongan menengah berpendapat bahwa kedua sumber hukum yang ada (Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa) merupakan sumber utama dari hukum humaniter namun bukanlah satu-satunya, terdapat sumber-sumber hukum lain yang dapat dijadikan dasar dan pegangan meskipun golongan ini sepakat bahwa rujukan utama

tetaplah mengacu pada kedua konvensi diatas. 43

Keberadaan ruang lingkup ini hanyalah untuk keperluan akademis saja, setidak-tidaknya dapat membantu memahami pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengapa banyak perbedaan pendapat dari para ahli/sarjana. Menurut penulis, urgensi yang diperlukan adalah bagaimana aplikasi atau implementasi hukum humaniter internasional itu sendiri.

5. Pengertian dan Jenis Konflik Bersenjata

Konsep konflik bersenjata tidak didefinisikan di dalam konvensi-konvensi Jenewa atau protokol-protokol, meskipun sudah disebutkan bahwa “segala perbedaan yang timbul diantara negara- negara dan menimbulkan intervensi dari anggota angkatan bersenjata adalah konflik bersenjata” dan “konflik bersenjata terjadi setiap kali ada penggunaan angkatan bersenjata di antara

43 Jean Pict et , The Principles of Int ernational Humanitarian Law , dalam Haryomat aram , Op.Cit , halam an 15.

negara-negara atau kekerasan bersenjata yang berlarut-larut di antara otoritas pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata

terorganisasi di dalam satu negara. 44 Dapatlah dikatakan ketika angkatan bersenjata atau militer di suatu negara terlibat dalam

suatu sengketa dapat dikatakan sebagai konflik bersenjata. Mengenai konflik bersenjata diatur dalam Protokol Tambahan I dan II Konvensi Jenewa 1949. Protokol Tambahan I membahas perlindungan korban perang pada situasi konflik bersenjata internasional dan Protokol Tambahan II membahas perlindungan korban perang pada situasi konflik bersenjata non- internasional. Kedua protokol tersebut sama-sama membahas perlindungan korban pada konflik bersenjata, tapi perbedaannya adalah jenis konfliknya, jika Protokol Tambahan I diaplikasikan untuk konflik bersenjata internasional sedangkan Protokol Tambahan II diaplikasikan untuk konflik bersenjata non- internasional. Maka dari itu dapatlah diketahui bahwa terdapat dua jenis konflik bersenjata yaitu konflik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non-internasional.

Perbedaan itu didasarkan pada perbedaan diantara hubungan antar negara, yang menjadi fokus bagi hukum internasional, dan urusan intra negara yang secara tradisional termasuk yurisdiksi negara-negara sehingga secara teori tidak

44 M alcolm N. Shaw , Op.Cit ., halaman 1197.

terpengaruh hukum internasional. 45 Namun pada praktiknya di lapangan pembedaan antara konflik bersenjata internasional dan

non-internasional tersebut mulai memudar. Hal ini karena konflik bersenjata yang terjadi di dunia saat ini menjadi semakin sulit dikategorikan apakah itu termasuk konflik bersenjata internasional atau konflik bersenjata non-internasional.

Kasus yang pernah terjadi di Libya pada sekitar tahun 2012 sekiranya menggambarkan sulitnya membedakan konflik bersenjata internasional atau non-internasional yang terjadi di sana. Konflik bersenjata awalnya terjadi antara pasukan loyalis Presiden Muammar Khadafi dan pasukan revolusi Libya, namun ditengah konflik itu NATO (North Atlantic Treaty Organization) yang notabene adalah organisasi pertahanan negara-negara Atlantik Utara turut campur tangan di Afrika yang bukan kewenangannya. Selain NATO adapula PBB yang juga memberlakukan larangan terbang di seluruh wilayah Libya serta memerintahkan melalui resolusi Dewan Keamanan agar jet-jet tempur negara NATO melakukan serangan udara (air raid) terhadap pasukan loyalis. Terlihat bahwa konflik bersenjata di Libya tersebut memiliki aspek internasional dan non-internasional karena sudah ada rezim hukum internasional yang masuk.

45 Ibid.

Perkembangan ini muncul sebagian dikarenakan tingginya frekuensi konflik internal (konflik bersenjata non-internasional) dan sebagian dikarenakan tingginya kebrutalan dalam

pelaksanaannya. 46 Semakin berkembangnya saling ketergantungan di antara negara-negara di dunia modern menjadikan semakin lama

semakin sulit bagi negara pihak ketiga dan organisasi internasional untuk mengabaikan konflik sipil (konflik bersenjata non- internasional), terutama melihat lingkup dari desakan dari adanya komunikasi modern, sementara itu perkembangan hukum hak-hak asasi manusia internasional juga turut andil dalam menyudahi kepercayaan bahwa apapun yang terjadi di negara lain bukanlah

urusan negara lain atau orang lain. 47 Maka kini masyarakat internasional semakin siap sedia menuntut penerapan hukum

humaniter internasional untuk konflik internal (konflik bersenjata non-internasional). 48