Pengaruh Kemajuan Teknologi dalam Bidang Persenjataan dalam Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional

1. Pengaruh Kemajuan Teknologi dalam Bidang Persenjataan dalam Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional

Sejak pecahnya Perang Dunia I, banyak senjata baru diketemukan, beberapa diantaranya mempunyai daya penghancur yang Sejak pecahnya Perang Dunia I, banyak senjata baru diketemukan, beberapa diantaranya mempunyai daya penghancur yang

1) Roket V2 dan V1 Senjata ini merupakan cikal bakal rudal balistik antar benua yang berkembang pesat pada era perang dingin. Ditemukan oleh ahli peroketan Nazi Jerman Wernher von Braun. Roket ini telah meluluhlantakan ibu kota Inggris London yang mana roket ini diluncurkan dari jarak jauh yaitu pantai barat Perancis.

2) Bom atom (fatman dan little boy) Senjata ini merupakan hasil pengembangan dari proyek Manhattan yang dilakukan sekutu untuk digunakan awalnya menyerang ibu kota Jerman Berlin, namun pada Mei 1945 Jerman Nazi dapat ditaklukan sebelum bom ini rampung dikerjakan. Target serangan dialihkan pada Jepang yang masih bertahan yaitu di kota Hiroshima dan Nagasaki. Akibat serangan ini, dua kota tersebut rata dengan tanah dan banyak korban warga sipil Jepang. Belum lagi efek radiasi nuklir di kota itu sampai puluhan tahun yang mengakibatkan kelainan genetika pada warga sipil Jepang di Hiroshima dan Nagasaki.

Senjata mutahir yang digunakan selama Perang Dunia II itu menyebabkan ketakutan internasional akan dampak yang dihasilkan.

110 M orris Greenspan, The M odern Law of Land W arfare, dalam Syahmin AK, Hukum Humaniter Int ernasional 1 Bagian Umum , (Bandung, CV Armico, 1985), halaman 23.

Dikhawatirkan apabila senjata ini digunakan dalam perang selanjutnya akan menyebabkan kepunahan manusia dan rusaknya alam akibat efek radiasi nuklir. Ditambah lagi blok barat (Amerika Serikat dkk) dan blok timur (Uni Sovyet dkk) terus mengembangkan senjata rudal balistik antar benua berhulu ledak nuklir yang sangat meresahkan warga dunia. Selain senjata nuklir beberapa senjata lain juga tidak kalah menakutkannya seperti penyembur api (flamethrower), bom napalm, ranjau, senjata nubika (nuklir, kimia, biologi), dll. Ketakutan ini karena senjata-senjata ini tidak dapat membedakan sasaran militer dan objek sipil (non militer).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka berikut ini dikemukakan beberapa perjanjian internasional sebagai akibat

kemajuan teknologi dalam bidang persenjataan, yaitu: 111

1) Protocol For The Prohibition of Use in War of Asphyxiating, Poisonous or Other Gases, and Bacteriological Methods of Warfare;

2) Convention on The Prohibition of The Development Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and On Their Destruction;

3) Treaty on The Prohibition of Emplacement of Nuclear Weapon and Other Weapon of Mass Destruction on The Sea Bed and Ocean Floor and in the subsoil there of ;

111 Syahmin AK, Op, Cit , halaman 46-50.

4) Treaty of Non Proliferation of Nuclear Weapons;

5) Treaty For The Prohibition of Nuclear Weapon;

6) Antartic Treaty;

7) Treaty of Principles Governing The Activities of State In The Exploration and Use of Outer Space Including The Main and Other Celestial Bodies ;

8) Treaty Banning Nuclear Weapon Test In The Atmosphere, in Outer Space, and Under Water ;

9) Convention on The Prohibition of Military of Any Other Hostile of

Enviromental Modification Techniques (ENMOD);

10) Convention on Prohibition or Restrictions on The Use of Specific Conventional Weapons.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa penemuan dalam bidang teknologi memberikan pengaruh yang nyata dalam hukum

internasional. 112 Kemajuan teknologi di bidang persenjataan ini haruslah dikontrol sehingga tidak ditujukan semata-mata untuk

mendapatkan senjata guna menghancurkan manusia dan peradabannya. 113

Mengenai kemajuan teknologi yang melahirkan suatu metode perang cyber-warfare hal ini belum diatur dalam bentuk konvensi internasional. Pengaturan cyber-warfare dalam hukum humaniter

112 Ibid, halaman 50. 113 Ibid, halaman 51.

internasional sangatlah diperlukan agar konflik bersenjata yang terjadi di dalam cyber/cyberspace tidak sampai mengakibatkan kerugian yang tidak perlu (unneccessary suffering) pada penduduk sipil yang juga memanfaatkan cyber/cyberspace.

Walaupun ketiadaan konvensi hukum humaniter internasional tentang cyber-warfare, tidak berarti cyber-warfare bukanlah objek dari ketentuan dalam hukum humaniter internasional. Secara khusus, Article

36 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1949 mengakomodirnya: 114

mengembangkan- menghasilkan atau mendapatkan suatu senjata baru, alat-

alat baru atau cara peperangan, suatu pihak Peserta Agung berkewajiban menetapkan apakah di dalam keadaan tertentu atau segala keadaan penggunaannya tidak akan dilarang oleh Protokol ini atau sesuatu peraturan lain dari Hukum Internasional yang berlaku terhadap Pihak Peserta Agung tersebut”. (In the study, development, acquisition of a new weapon, means or method or warfare, a High Contracting Party is under an obligation to determine whether its employment would, in some or all circumstances, be prohibited by this Protocol or by any other rule of international law applicable to the High Contracting Party ).

Ketentuan Article 36 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1949 menunjukan bahwa aturan hukum humaniter internasional berlaku untuk setiap teknologi baru seperti cyber-warfare.