Cyber/Cyber-space sebagai Domain Perang Masa Depan

1. Cyber/Cyber-space sebagai Domain Perang Masa Depan

Menjamurnya penggunaan internet di dunia memunculkan sebuah dunia virtual yang bernama cyber. Di dalamnya semua aktivitas manusia terekam dan terhubung satu sama lain. Aktivitas itu tentunya beraneka ragam seperti media sosial yang dapat mengetahui informasi pribadi seseorang, perbankan (e-banking), perdagangan saham (e- forex ), penerbangan/pelayaran, pemerintahan, kesehatan, militer, industri, perkantoran, dll. Hal ini karena hampir segala macam hal dapat ditemukan di dunia virtual tersebut. Aktivitas itu terhubung dengan cyber/cyberspace ketika komputer yang digunakan untuk menyimpan data dan informasi mengenai aktivitas tersebut terhubung dengan koneksi internet.

Ketika aktivitas-aktivitas manusia terhubung dengan koneksi/sambungan internet dan kemudian tergabung dalam cyber/cyberspace, memberikan keuntungan kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh informasi dan koordinasi antar aktivitas. Misalnya:

1) Media sosial (facebook, twitter, path, instagram, dll) Media sosial menyimpan informasi pribadi setiap orang yang membuat akun dalam media sosial tertentu. Setiap orang dimungkinkan mengetahui dimana keberadaan seseorang dan apa saja yang ia bagikan dalam media sosial tersebut (tulisan,foto, video, musik, dll).

2) Perbankan

a) Pengiriman uang / transfer uang antar rekening nasabah;

b) Bank online (e-banking)

3) Perdagangan saham

a) Informasi perdagangan saham dunia;

b) Pembelian saham online.

4) Penerbangan/pelayaran

a) Informasi navigasi (cuaca, rute, dll);

b) Pencitraan satelit (Geographic Position Service)

5) Pemerintahan

a) Informasi institusi pemerintah;

b) Administrasi kependudukan.

6) Kesehatan

a) Informasi rumah sakit;

b) Catatan kesehatan pribadi / rekam medis;

7) Militer

a) Publikasi umum;

b) Pencitraan satelit (GPS);

c) Komunikasi rantai komando.

8) Industri

a) ICS (Industrial Control Systems);

b) Pencitraan satelit untuk pemetaan sumber daya alam.

9) Obyek vital lainnya (pembangkit listrik, reaktor nuklir, dll)

Semua aktivitas itu tergabung menjadi satu dalam cyber/cyberspace apabila komputer yang digunakan dalam aktivitas itu terhubung dengan jaringan komputer (offline) atau jaringan internet (online). Dimana semua pihak termasuk sipil dan militer mempunyai akses yang sama dalam cyber/cyberspace.

Oleh karena itu cyber menjadi sebuah sistem yang rentan akan serangan-serangan (cyber-attack) yang sifatnya merusak dan menghancurkan karena dapat berdampak pada aktivitas yang bergantung padanya. Oleh karena itu dalam kaitan perang atau konflik bersenjata, komputer yang saling terhubung dalam cyber/cyberspace tersebut dimungkinkan menjadi target serangan oleh pihak-pihak berupa hacker dan cracker berdasarkan komando dari entitas seperti negara atau pihak dalam sengketa (belligerent) demi mendapatkan keunggulan dalam perang atau konflik bersenjata.

Beberapa angkatan bersenjata/militer dan pemerintah di beberapa negara sudah membekali pertahanannya dengan organisasi/satuan/unit khusus cyber-warfare dan berikut doktrin perangnya. Berikut ini daftar negara-negara yang sudah mempunyai kemampuan cyber-warfare yang dikoordinasikan dengan militernya:

Tabel 1. Negara Dengan Organisasi M iliter Cyber-W arfare 91

No. Negara Nama Organisasi/Satuan/Unit Cyber-Warfare

1. Albania Interinstitutional Maritime Operational Center (IMOC)

2. Argentina

Jefatura VI

3. Austria

Abwehramt

4. Australia Cyber Security Policy and Coordination Branch of The Attorney-General’s Department

5. Belarusia Belarus Cyber Armed Forces

6. Brazil Cyber-Warfare Communication Centre, Center of Cyber Defense

7. Canada Canadian Forces Information Operations Group

8. China Tidak diketahui (di bawah komando militer China (People’s Liberation Army))

9. Colombia Colombia Computer Emergency Response Team (Colombia CERT)

10. Korea Utara Tidak diketahui (di bawah komando militer Korea Utara)

11. Denmark rd 3 Electronic Warfare Company

12. Estonia Defence League, Cyber Security Alliance

13. Perancis National Agency For The Security of

91 James A. Lew is dan Katrina Timlin, Cybersecurity and Cyberw arfare: Preliminary Assessment of National Doctrine and Organization , (Washingt on DC: Cent re for St rategic and Int ernat ional

St udies UNIDIR, 2011), halaman 5-22.

Information Systems

14. Jerman National Cyberdefence Centre

15. India The Defence Information Warfare Agency, The Defence Intelligence Agency, dan National Technical Intelligence Communication

16. Israel C41 Corps, Centre For Encryption and Information Security (Matzov)

17. Iran

Iranian Cyber Army

18. Italia Telematics Section of Carabineri, Defence Innovation Centre, dan Division For Information Security

19. Kazakhstan Kazakh Computer Emergency Response Team

20. Malaysia

Cyber Security Malaysia

21. Myanmar Defense Services Computer Directorate

22. Belanda National Cyber Security Centre

23. Polandia Independent Information Force

24. Korea Selatan Cyber War Centre dan Computer Emergency Response Teams

25. Rusia

Federal

of Governement Communications and Information

Agency

26. Swiss Centre for Electronic Operations of The Armed Forces Command Support Organization , yang terdiri dari:

- Computer Emergency Response Team - Computer Network Operations

27 Britania Cyber Security Operations Centre, The Office of Raya/Inggris

Cyber Security and Information Assurance

28. Amerika Serikat Department of Homeland Security - National Cyber Security Division US Strategic Command (STARTCOM) - US Cyber Command (CYBERCOM)

29. Ukraina Ministry’s Donetsk Law Institute

30. Finlandia Security and Defence Committee

31. Georgia Tidak diketahui (di bawah komando kementerian pertahanan Georgia)

32. Norwegia Tidak diketahui (di bawah komando kementerian pertahanan Norwegia)

Sedangkan beberapa negara lainnya belum mempunyai doktrin atau organisasi militer terkait cyber-warfare. Negara-negara ini baru memfokuskan dari segi keamanan (cyber-security) terhadap ancaman kriminal dan vandalisme namun belum mengkoordinasikannya dengan militer atau belum bertujuan untuk mempunyai kemampuan cyber- warfare . Negara-negara tersebut antara lain: Antigua, Belgia, Brunei Darussalam, Bulgaria, Kroasia, Cuba, Siprus, Ceko, Ghana, Hungaria, Indonesia, Jepang, Yordania, Kenya, Latvia, Lithuania, Luxemburg,

Maladewa, Malta, Moroko, Selandia Baru, Nigeria, Oman, Pakistan, Portugal, Filipina, Serbia, Singapura, Slovakia, Slovenia, Afrika

Selatan, Spanyol, Swedia, Uni Emirat Arab, Vietnam, Zimbabwe. 92 Sedangkan negara-negara yang belum disebutkan diatas kemungkinan

besar pemerintahnya belum berinisiatif melakukan pengamanan aset cyber nya yang mungkin disebabkan karena belum menjadi kepentingan nasionalnya, kebutuhan penggunaan cyber dalam negerinya masih sedikit, dan kemampuan ekonominya masih jauh dari pembangunan infrastruktur berbasis cyber.

Dalam article 2 ayat (4) piagam PBB:

All members shall refrain in their international relations from threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other, manner inconsistent with the Purposes of the United Nations .

Dalam ketentuan tersebut disebutkan mengenai territorial integrity , maka penggunaan angkatan bersenjata di laut, darat, dan udara di dasarkan pada adanya teritorial yang dimiliki suatu negara, dan teritorial sangat erat hubungannya dengan kedaulatan (souvereignty). Demikian halnya dengan cyber/cyberspace, untuk dapat dikatakan sebagai domain di dalam peperangan atau konflik bersenjata, terlebih dahulu harus ditentukan kedaulatan (souvereignty) suatu Negara di dalam cyber/cyberspace.

92 James A. Lew is dan Katrina Timlin, Op.Cit ., halaman 23-35.

Menurut Bodley, kedaulatan terdiri dari kedaulatan eksternal dan internal. Dimana kedaulatan eksternal adalah semua hal yang berkaitan dengan luar negeri serta kekuatan pertahanan untuk melindungi teritorial Negara dari serangan Negara lain. Sedangkan kedaulatan internal adalah kewenangan yang dimiliki oleh suatu Negara untuk menjalankan fungsinya dalam lingkup nasional. Dalam Tallinn Manual The International Applicable to Cyber Warfare pada Rule I. Souvereignty menyatakan bahwa A State may exercise control over cyber infrastructure and activities within its souvereign

territory 93 . Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa suatu negara dapat menjalankan kontrol terhadap infrastruktur cyber/cyberspace dan

aktivitas cyber/cyberspace yang ada di dalam wilayah kedaulatannya.

Dari definisi yang diberikan oleh Bodley dan ketentuan dalam Tallinn Manual dapat dikatakan bahwa ketika suatu Negara memiliki kapabilitas dalam hal infrastruktur cyber/cyberspace, Negara tersebut telah memiliki kedaulatan di dalam cyber/cyberspace, dan syarat umum yang terdapat dalam hukum internasional mengenai cyber/cyberspace untuk dapat dikatakan sebagai domain terpenuhi.

Jika dilihat ada kepentingan yang dilindungi atau menjadi target yaitu infrastruktur berbasis cyber dan beberapa negara sudah atau akan mempunyai kemampuan pertahanan atau serang terhadap

93 M ichael N. Schmit t , Tallinn M anual on The Int ernational Law Applicable to Cyber W arfare, (Cambridge: Cambridge Universit y Press, 2013), halaman 25.

cyber baik itu ada dalam struktur organisasi militer atau tidak. Menurut hemat penulis karena kedua hal tersebut dimungkinkan terjadinya serangan-serangan dalam dunia virtual (cyber/cyberspace) yang dikoordinasikan oleh negara demi memperoleh keunggulan politik dan militer terhadap musuhnya. Sehingga cyber/cyberspace menjadi domain/matra perang/konflik bersenjata baru setelah darat, laut, darat udara di masa depan.