Pertanyaan Sakka Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha **********

Pertanyaan Sakka Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha **********

[263] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. 567 Suatu ketika, Sang Bhagavà sedang menetap di Magadha, di timur Ràjagaha, di dekat desa Brahmana bernama Ambasaõóa, di utara desa itu di Gunung Vediya, di Gua Indasàla. 568 Dan pada saat itu, Sakka, raja para dewa, 569 merasakan keinginan kuat untuk bertemu dengan Sang Bhagavà. Dan Sakka berpikir: ‘Di manakah Sang Bhagavà, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, sekarang berada?’ Kemudian, setelah melihat di mana Sang Bhagavà berada, Sakka berkata kepada Tiga-Puluh-Tiga Dewa: ‘Tuan-tuan, Sang Bhagavà sedang menetap di Magadha … di Gua Indasàla. Bagaimana jika kita pergi dan mengunjungi Sang Bhagavà?’ ‘Baiklah, Tuanku, dan semoga nasib baik menyertaimu,’ jawab Tiga-Puluh-Tiga Dewa.

1.2. Kemudian Sakka berkata kepada Gandhabba Pa¤casikha: [264] ‘Sang Bhagavà sedang menetap di Magadha … di Gua Indasàla. Aku mengusulkan untuk pergi mengunjungi Beliau.’ ‘Baiklah, Tuanku,’ jawab Pa¤casikha dan, membawa kecapi-beluva kuning miliknya, 570 ia mengikuti sebagai pelayan Sakka. Dan, bagaikan seorang kuat merentangkan tangannya yang terlipat, atau melipatnya lagi, Sakka, dikelilingi oleh Tiga-Puluh-Tiga Dewa dan disertai oleh Pa¤casikha, lenyap dari alam surga Tiga-Puluh-Tiga dan muncul di Magadha … di Gunung Vediya.

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 315

1.3. Kemudian cahaya yang luar biasa bersinar di seluruh Gunung Vediya, menerangi seluruh Desa Ambasaõóa – betapa dahsyat kekuatan para dewa – sehingga di pedesaan di sekeliling mereka mengatakan: ‘Lihat, Gunung Vediya terbakar hari ini – terbakar – dilahap api! Ada apakah, Gunung Vediya dan Ambasaõóa menyala seperti ini?’ dan mereka begitu ketakutan sampai merinding.

1.4. Kemudian Sakka berkata: ‘Pa¤casikha, [265] sulit bagi kami untuk mendekati Para Tathàgata ketika Mereka sedang menikmati kebahagiaan meditasi, 571 dan karenanya hanya memerhatikan ke dalam. Tetapi jika engkau, Pa¤casikha, terlebih dulu menarik perhatian 572 dari telinga Sang Bhagavà, maka setelahnya kami akan dapat mendekati dan menghadap Sang Bhagavà, Buddha yang Mencapai Penerangan Sempurna.’ ‘Baiklah, Tuanku,’ jawab Pa¤casikha dan, membawa kecapi-beluva kuning miliknya, ia mendekati Gua Indasàla. Ia berpikir: ‘Selama tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat pada Sang Bhagavà, dan Beliau akan mendengar suaraku.’ Ia berdiri di satu sisi. Kemudian, dengan iringan kecapinya, ia menyanyikan syair-syair berikut yang memuji Buddha, Dhamma, para Arahat, dan cinta kasih: 573

1.5. ‘Nona, ayahmu Timbaru menyapa, Oh, cahaya matahari 574 indah, aku menghormatinya dengan semestinya, Yang darinya gadis secantik engkau dilahirkan, Siapakah yang menyebabkan semua kegembiraan hatiku.

Menyenangkan bagaikan angin sejuk bagi ia yang berkeringat, Bagaikan mata air sejuk bagi ia yang kehausan, Aku sangat menyukai kecantikanmu yang memancar, Bagaikan Dhamma bagi para Arahat. [266]

Bagaikan obat bagi ia yang sakit, Atau Makanan bagi ia yang kelaparan, Berikan aku, Nona agung, obat mujarab

316 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta Dengan air sejuk untuk api yang membakar.

Gajah, yang kepanasan oleh musim panas, 575 Mencari kolam teratai yang di sana terdapat Kelopak dan tepung sari dari bunga itu, Demikian pula aku akan melompat ke dalam pelukanmu.

Bagaikan seekor gajah, dikendalikan oleh tongkat kendali, Tidak memedulikan tusukan tombak dan anak panah, Demikian pula aku, tidak peduli, tidak mengetahui apa yang kulakukan, Mabuk oleh rupamu yang cantik.

Padamu hatiku terikat erat dalam belenggu, Semua pikiranku berubah, dan aku Tidak lagi mampu menemukan jalanku yang sebelumnya, Aku seperti seekor ikan yang tertangkap di mata kail.

Mari, peluklah aku, Nona berkaki indah, 576 Tangkap dan peluklah aku dengan mata indahmu, Peluklah aku, hanya itu yang kuminta! Keinginanku sedikit, pada mulanya, O, Nona, Bagai gelombang rambut perempuan, tetapi tumbuh dengan cepat, Bagaikan tumbuhnya persembahan yang diterima para Arahat.

Jasa apa pun yang kuterima dengan memberi Kepada Para Mulia, semoga buah yang kuterima Saat telah matang, adalah cintamu, yang tercantik! [267]

Bagaikan Putra Sakya dalam kenikmatan jhàna Tekun dan penuh perhatian, mencari tujuan keabadian, Demikianlah aku mencari cintamu, Matahariku!

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 317 Bagaikan Sang Bijaksana yang bergembira, saat ia

Mencapai Penerangan Sempurna, Demikian pula aku bergembira berkumpul denganmu. 577

Jika Sakka, Raja dari Tiga-Puluh-Tiga Dewa Seandainya ingin memberikan anugerah kepadaku, Engkaulah yang kuinginkan, cintaku kepadamu sangatlah kuat.

Ayahmu, Nona, sungguh bijaksana, Aku menghormatinya Bagaikan pohon-sàl yang mekar indah, Agar keturunannya, manis dan indah.’

1.6. Ketika mendengarkan ini, Sang Bhagavà berkata: ‘Pa¤casikha, suara kecapimu mengiringi lagumu dengan indah, dan lagumu mengiringi kecapimu dengan indah, sehingga tidak ada yang menutupi yang lain. 578 Kapankah engkau menggubah syair-syair ini tentang Buddha, Dhamma, para Arahat, dan cinta?’ ‘Bhagavà, ketika Sang Bhagavà sedang berada di tepi Sungai Nera¤jarà, di bawah pohon banyan penggembala [268] sebelum mencapai Penerangan Sempurna. Pada waktu itu, aku jatuh cinta kepada Nona Bhaddà, cerah bagai matahari, putri dari Raja Timbarå dari para gandhabba. Tetapi nona itu jatuh cinta kepada orang lain. Yaitu Sikhaddi, putra Màtali si kusir, yang lebih ia sukai. Dan ketika aku mengetahui bahwa aku tidak dapat memenangkan nona itu dengan cara apa pun, aku mengambil kecapi kayu-beluva kuning milikku dan pergi ke rumah Raja Timbarå dari para gandhabba, dan di sana aku menyanyikan syair-syair ini:’

1.7. (Syair-syair seperti 1.5). ‘Dan Bhagavà, setelah mendengar syair ini, Nona Bhadda Suriyavaccasà berkata kepadaku: “Tuan, aku belum pernah melihat Sang Bhagavà secara pribadi, meskipun aku telah mendengar-Nya saat aku pergi ke Aula Sudhamma Tiga- Puluh-Tiga Dewa untuk menari. Dan karena, Tuan, engkau memuji Sang Bhagavà begitu tinggi, marilah kita bertemu hari ini.” [269]

318 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta Dan demikianlah, Bhagavà. Aku bertemu nona itu, bukan saat itu,

tapi setelah itu.’

1.8. Kemudian Sakka berpikir: ‘Pa¤casikha dan Sang Bhagavà sedang dalam pembicaraan bersahabat,’ maka ia memanggil Pa¤casikha: ‘Anakku, Pa¤casikha, sampaikan hormat kepada Sang Bhagavà dariku, dan katakan: “Bhagavà, Sakka, raja para dewa, bersama para menteri dan pengikutnya, memberi hormat di kaki Bhagavà.”’ ‘Baiklah, Tuanku,’ jawab Pa¤casikha, dan melakukan apa yang diperintahkan.

‘Pa¤casikha, semoga Sakka, raja para dewa, para menteri, dan pengikutnya berbahagia, demi kebahagiaan mereka semua: dewa, manusia, asura, nàga, gandhabba, dan kelompok makhluk apa pun juga!’ Karena demikianlah cara Sang Tathàgata menyapa makhluk- makhluk agung seperti mereka. Setelah menyapa, Sakka memasuki Gua Indasàla, memberi hormat kepada Sang Bhagavà, dan berdiri di satu sisi, dan Tiga-Puluh-Tiga Dewa, beserta Pa¤casikha, melakukan hal yang sama.

1.9. Kemudian, di dalam Gua Indasàla, jalan yang kasar menjadi halus, bagian yang sempit menjadi luas, dan gua yang gelap gulita menjadi terang benderang, berkat [270] kekuatan para dewa. Kemudian Sang Bhagavà berkata kepada Sakka: ‘Sungguh menarik, sungguh menakjubkan bahwa Yang Mulia Kosiya, 579 yang memiliki begitu banyak kesibukan sudi datang ke sini!’ ‘Bhagavà, sejak lama aku memiliki keinginan untuk mengunjungi Bhagavà, tetapi aku selalu sibuk mewakili Tiga-Puluh-Tiga sehingga aku tidak bisa datang. Suatu ketika, Bhagavà sedang berada di Sàvatthi di gubuk Sahaëa, dan aku pergi ke sana untuk menemui Bhagavà.’

1.10. ‘Pada saat itu, Sang Bhagavà sedang duduk bermeditasi, dan istri Raja Vessavaõa melayani Beliau, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan. Aku berkata kepadanya: “Nyonya, mohon sampaikan hormatku kepada Sang Bhagavà, dan katakan: ‘Sakka, raja para dewa, bersama para menteri dan pengikutnya, memberi hormat di kaki Bhagavà.’” Tetapi ia berkata: “Tuan, ini

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 319 bukan saat yang tepat untuk menemui Sang Bhagavà, Beliau sedang

bermeditasi.” [271] “Baiklah kalau begitu, Nyonya, ketika Sang Bhagavà keluar dari meditasi-Nya, sampaikanlah kepada-Nya apa yang kukatakan.” Bhagavà, apakah nyonya itu menyampaikan hormatku, dan apakah Bhagavà ingat apa yang ia katakan?’ ‘Ia menyampaikan hormatmu kepada-Ku, Raja Para Dewa, dan Aku ingat apa yang ia katakan. Aku juga ingat bahwa karena suara roda keretamulah, Aku bangun dari meditasi-Ku.’ 580

1.11. ‘Bhagavà, para dewa yang muncul di alam surga Tiga-Puluh- Tiga sebelum aku telah mengatakan kepadaku dan memastikan bahwa ketika seorang Tathàgata, Buddha Arahat yang telah mencapai Penerangan Sempurna muncul di dunia, peringkat para dewa meningkat, dan para asura menurun dalam hal jumlah. Sesungguhnya aku telah menyaksikannya sendiri. Ada, Bhagavà, di sini di Kapilavatthu, seorang gadis Sakya bernama Gopikà yang berkeyakinan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan yang melaksanakan peraturan sãla dengan saksama. Ia menolak statusnya sebagai seorang perempuan dan mengembangkan pikiran untuk menjadi seorang laki-laki. Kemudian, setelah kematiannya, saat hancurnya jasmani, ia terlahir kembali di alam bahagia, di alam surga di antara Tiga-Puluh-Tiga Dewa, sebagai salah satu dari putra kami, dan dikenal dengan nama Gopaka, putra para dewa. 581 Juga, ada tiga bhikkhu yang, setelah menjalani kehidupan suci di bawah Bhagavà, terlahir kembali di alam yang lebih rendah di antara para gandhabba. Mereka menikmati kenikmatan lima indria, sebagai pelayan atau pembantu kami. Mengetahui ini, Gopaka [272] memarahi mereka dengan mengatakan: “Ada apa dengan kalian, Tuan-tuan, kalian tidak mendengarkan ajaran Sang Bhagavà? Aku adalah seorang perempuan yang berkeyakinan di dalam Buddha … aku menolak status sebagai seorang perempuan … dan terlahir kembali di antara Tiga-Puluh-Tiga Dewa dan sekarang dikenal sebagai Gopaka, putra para dewa. Tetapi kalian, setelah menjalani kehidupan suci di bawah Sang Bhagavà, telah terlahir kembali dalam kondisi rendah di antara para gandhabba! Suatu pemandangan yang menyedihkan melihat teman dalam Dhamma kami terlahir kembali dalam kondisi rendah di antara para

320 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta gandhabba!” Dan karena dimarahi demikian, dua di antara dewa

itu seketika mengembangkan perhatian, 582 dan segera mencapai Alam Pengikut Brahmà. 583 Tetapi satu dari mereka tetap menyukai kenikmatan-indria.’

1.12. [Gopaka berkata:] ‘“Siswa dari Ia-Yang-Melihat, Namaku saat itu adalah Gopikà. Berkeyakinan kuat di dalam Buddha, Dhamma Dengan gembira aku melayani Sangha. Berkat pengabdian setia kepada-Nya Lihatlah aku sekarang, seorang putra-Sakka, Berkuasa, di tiga alam surga, 584 Gilang-gemilang, Gopaka namaku. Aku melihat, yang dulunya adalah para bhikkhu, Mencapai tidak lebih dari peringkat gandhabba, Yang sebelumnya terlahir sebagai manusia Dan menjalani kehidupan yang diajarkan Sang Buddha. Kami mempersembahkan makanan dan minuman untuk mereka Dan melayani mereka di rumah-rumah kami. 585 [273] Mereka tidak menggunakan telinga, yang mereka miliki, Masih tidak dapat menangkap ajaran Buddha? Masing-masing harus memahami untuk dirinya sendiri Dhamma yang diajarkan oleh Ia-Yang-Melihat, Dan telah dibabarkan dengan sempurna. Aku, melayani kalian, Mendengarkan kata-kata baik dari Para Mulia, Dan karenanya, aku terlahir menjadi seorang putra Sakka Berkuasa, di tiga alam surga, Dan gilang-gemilang, sedangkan kalian, Walaupun kalian melayani Pangeran Manusia Dan menjalani kehidupan tanpa tandingan yang Beliau ajarkan, Telah muncul dalam kondisi rendah, Dan tidak mencapai peringkat yang seharusnya,

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 321 Pemandangan menyedihkan untuk dilihat

Teman-teman dalam Dhamma tenggelam begitu rendah Menjadi, para gandhabba, kalian Datang untuk melayani para dewa, Sedangkan aku – aku berubah! Dari kehidupan rumah tangga, dan seorang perempuan, aku, sekarang terlahir kembali sebagai laki-laki, dewa, Bergembira dalam kebahagiaan surgawi!”

Ketika dikecam demikian oleh Gopaka, Siswa sejati Gotama, Dengan sedih mereka menjawab: “Aduh, marilah kita pergi, dan berusaha keras, Dan jangan lagi menjadi budak yang lain!” [274]

Dan dari tiga itu, dua berusaha keras, Dan mengingat-ingat kata-kata Sang Guru. Mereka memurnikan hati mereka dari nafsu, Melihat bahaya dalam keinginan, Dan bagaikan gajah yang mengamuk Semua belenggu yang mengikat, mereka patahkan Belenggu dan ikatan nafsu, Belenggu-belenggu jahat itu Begitu sulit diatasi – dan demikianlah Para dewa, Tiga-Puluh-Tiga, Dengan Indra dan Pajàpati, Yang duduk di singgasana dalam Aula Pertemuan, Kedua pahlawan ini, dengan nafsu tersingkirkan, Melampaui, dan meninggalkan mereka jauh di belakang.

Melihat hal ini, Vasavà, 586 terkejut, Pemimpin di tengah-tengah kerumunan para dewa, Berteriak: “Lihat bagaimana mereka yang rendah ini Melampaui para dewa, Tiga-Puluh-Tiga Dewa!” Kemudian mendengar ketakutan pemimpinnya, Gopaka berkata kepada Vasava:

322 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta “Tuan Indra, di alam manusia

Seorang Buddha, yang disebut Sang Bijaksana Sakya, 587 Telah menguasai nafsu Dan para siswa ini, yang telah gagal Dalam perhatian, ketika meninggal dunia, Sekarang telah mendapatkannya kembali dengan bantuanku. [275] Walaupun satu dari mereka tertinggal di belakang Dan masih bersama para gandhabba, Dua ini, dengan mengerahkan kebijaksanaan tertinggi, Dalam pencerapan mendalam menolak alam dewa! Jangan ada siswa yang ragu Bahwa kebenaran dapat dicapai Oleh mereka yang berada di alam ini. 588 Bagi ia yang menyeberangi banjir dan mengakhiri keraguan, hormat yang selayaknya kepada, Sang Buddha, Pemenang, Bhagavà, kita persembahkan.”

Bahkan di sini, mereka mencapai kebenaran, dan dengan demikian Telah melewati melampaui kemuliaan yang lebih tinggi. Dua itu telah mencapai alam yang lebih tinggi daripada yang ini, Alam Pengikut Brahmà. Dan kita Telah datang, dan, Jika Tuan mengizinkan kami pergi, Untuk mengajukan pertanyaan kepada Sang Bhagavà.’

1.13. Kemudian Sang Bhagavà berpikir: ‘Sakka telah menjalani kehidupan murni sejak waktu yang lama. Pertanyaan apa pun yang ia tanyakan pasti langsung pada intinya dan bukan basa-basi, dan ia akan cepat memahami jawaban-Ku.’ Maka Sang Bhagavà menjawab Sakka dalam syair ini:

‘Tanyakanlah, Sakka, semua yang engkau inginkan! Dan pada setiap pertanyaanmu, Aku akan menenangkan pikiranmu.’

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 323 [Akhir dari bagian pembacaan pertama] [276]

2.1. Setelah diundang demikian, Sakka, raja para dewa, mengajukan pertanyaan pertama kepada Sang Bhagavà: ‘Dengan belenggu apakah, Yang Mulia, 589 makhluk-makhluk terikat – dewa, manusia, asura, nàga, gandhabba, dan jenis apa pun yang ada – yang mana, walaupun mereka ingin hidup tanpa kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan, dan memfitnah, dan dalam kedamaian, tetapi mereka masih tetap hidup dalam kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan dan memfitnah?’ Ini adalah pertanyaan pertama Sakka kepada Sang Bhagavà, dan Sang Bhagavà menjawab: ‘Raja para Dewa, adalah belenggu kecemburuan dan ketamakan 590 yang membelenggu makhluk-makhluk sehingga, walaupun mereka ingin hidup tanpa kebencian … tetapi mereka masih tetap hidup dalam kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan dan memfitnah.’ Ini adalah jawaban Sang Bhagavà, dan Sakka gembira, berseru: ‘Jadi, demikian, Bhagavà. Jadi, demikian, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan! Melalui jawaban Bhagavà, aku telah mengatasi keraguanku dan melenyapkan keraguanku!’

mengungkapkan penghargaannya, menanyakan pertanyaan selanjutnya: ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang memunculkan kecemburuan dan ketamakan, apakah asal-mulanya, bagaimanakah hal itu muncul? Karena adanya apakah, hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya apakah, hal-hal tersebut tidak muncul?’ ‘Kecemburuan dan ketamakan, Raja para Dewa, muncul dari rasa suka dan tidak suka, 591 ini adalah asal-mula, inilah bagaimana hal-hal tersebut muncul, ketika suka dan tidak suka ini muncul, maka muncullah kecemburuan dan ketamakan, ketika suka dan tidak suka tidak ada, maka kecemburuan dan ketamakan tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan suka dan tidak suka? … karena adanya apakah, hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya apakah, hal-hal tersebut tidak muncul?’ ‘Hal-hal tersebut muncul, Raja para Dewa, dari keinginan 592 … karena ada keinginan, maka hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya keinginan, maka hal-hal tersebut tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah

2.2. Kemudian

Sakka, setelah

324 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta yang menimbulkan keinginan? ….’ ‘Keinginan, Raja para Dewa,

muncul dari pemikiran 593 … ketika pikiran memikirkan sesuatu, maka keinginan muncul; ketika pikiran tidak memikirkan apa- apa, maka keinginan tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan pemikiran? .…’ ‘Pemikiran, Raja para Dewa, muncul dari kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak 594 … ketika kecenderungan ini ada, maka pemikiran muncul, ketika kecenderungan ini tidak ada, maka pemikiran tidak muncul.’

2.3. ‘Jadi, Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, 595 yang telah mencapai jalan benar yang diperlukan yang menuju kepada lenyapnya kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak?’ [278]

‘Raja para Dewa, Aku menyatakan ada dua jenis kebahagiaan: 596 jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku bagi ketidakbahagiaan 597 dan keseimbangan. 598 Mengapakah Aku menyatakan hal ini sehubungan dengan kebahagiaan? Beginilah Aku memahami kebahagiaan: Ketika Aku mengamati bahwa dalam mengejar kebahagiaan demikian, faktor- faktor tidak baik meningkat dan faktor-faktor yang baik berkurang, maka kebahagiaan demikian harus dihindari. Dan ketika Aku mengamati bahwa dalam mengejar kebahagiaan demikian, faktor- faktor tidak baik berkurang dan faktor-faktor yang baik meningkat, maka kebahagiaan demikian harus dikejar. Sekarang, kebahagiaan demikian yang disertai awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, 599 dan yang tidak disertai awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, yang ke dua adalah lebih luhur. Hal yang sama berlaku bagi ketidakbahagiaan dan [279] keseimbangan. Dan ini, Raja para Dewa, adalah praktik yang dijalankan oleh bhikkhu itu yang telah mencapai jalan benar … menuju kepada lenyapnya kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak.’ Dan Sakka mengungkapkan kegembiraannya atas jawaban Sang Bhagavà.

2.4. Kemudian Sakka, setelah mengungkapkan penghargaannya, menanyakan pertanyaan selanjutnya: ‘Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 325 ‘Raja para Dewa, Aku menyatakan ada dua jenis perbuatan

jasmani: jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku bagi ucapan dan dalam mengejar tujuan. [280] Mengapakah Aku menyatakan hal ini sehubungan dengan perbuatan jasmani? Beginilah Aku memahami perbuatan jasmani: Ketika Aku mengamati bahwa dengan melakukan suatu perbuatan tertentu, faktor-faktor tidak baik meningkat dan faktor-faktor yang baik berkurang, maka perbuatan jasmani demikian harus dihindari. Dan ketika Aku mengamati bahwa dengan melakukan suatu perbuatan tertentu, faktor-faktor tidak baik berkurang dan faktor- faktor yang baik meningkat, maka perbuatan jasmani demikian harus diikuti. Itulah sebabnya, Aku membuat perbedaan ini. Hal yang sama berlaku untuk ucapan dan dalam mengejar tujuan. [281] Dan ini, Raja para Dewa, adalah praktik yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian yang diharuskan oleh peraturan.’ Dan Sakka mengungkapkan kegembiraannya atas jawaban Sang Bhagavà.

2.5. Kemudian Sakka mengajukan pertanyaan selanjutnya: ‘Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian atas indria-indrianya?’

‘Raja para Dewa, Aku menyatakan hal-hal yang terlihat oleh mata ada dua jenis: jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku untuk hal-hal yang dikenali oleh telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran.’ Sampai di sini, Sakka berkata: ‘Bhagavà, aku mengerti makna selengkapnya dari apa yang Bhagavà sampaikan secara singkat. Bhagavà, objek apa pun yang dilihat oleh mata, jika pengejaran ini mengarah pada meningkatnya faktor-faktor tidak baik dan berkurangnya faktor-faktor baik, maka ini sebaiknya tidak dikejar; jika pengejaran ini mengarah pada berkurangnya faktor-faktor tidak baik dan meningkatnya faktor- faktor baik, maka objek ini [282] sebaiknya dikejar. Hal yang sama berlaku untuk hal-hal yang dikenali oleh telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran. Demikianlah aku mengerti makna selengkapnya dari apa yang Bhagavà sampaikan secara singkat, dan dengan demikian melalui jawaban Bhagavà, aku telah mengatasi keragu-

326 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta

2.6. Kemudian Sakka mengajukan pertanyaan selanjutnya: ‘Yang Mulia, apakah semua petapa dan Brahmana mengajarkan ajaran yang sama, mempraktikkan disiplin yang sama? Menginginkan hal yang sama 601 dan mengejar tujuan yang sama?’ ‘Tidak, Raja para Dewa.’ ‘Tetapi, mengapakah, Yang Mulia, mereka tidak melakukan hal yang sama?’ ‘Dunia ini, Raja para Dewa, terdiri dari banyak unsur. Karena itu, makhluk-makhluk melekat pada satu atau lainnya dari berbagai unsur ini, dan apa pun yang mereka lekati, mereka menjadi sangat menyukainya, dan menyatakan: ‘Ini adalah kebenaran, semua yang lain adalah salah!’ Oleh karena itu, tidak semuanya mereka mengajarkan ajaran yang sama, mempraktikkan disiplin yang sama, menginginkan hal yang sama, dan mengejar tujuan yang sama.’

‘Yang Mulia, apakah semua Petapa dan Brahmana yang memiliki keterampilan [283] sempurna, terbebas dari belenggu, sempurna dalam hidup suci, sudahkah mereka dengan sempurna mencapai tujuan?’ ‘Tidak, Raja para Dewa.’ ‘Mengapakah, Yang Mulia?’ ‘Hanya mereka, Raja para Dewa, yang terbebas melalui hancurnya keinginan, yang memiliki keterampilan sempurna, terbebas dari belenggu, sempurna dalam hidup suci, dan telah dengan sempurna mencapai tujuan.’ Dan Sakka bergembira mendengar jawaban ini seperti sebelumnya.

2.7. Kemudian Sakka berkata: ‘Nafsu, 602 Yang Mulia, adalah penyakit, borok, anak panah. Nafsu merayu seseorang, menariknya ke dalam kondisi kelahiran ini atau itu, sehingga ia terlahir kembali dalam alam tinggi atau rendah. Sementara para petapa dan Brahmana lain yang berpandangan berbeda tidak memberi kesempatan kepadaku untuk menanyakan hal-hal ini, Bhagavà menjelaskan secara terperinci, dan dengan demikian mencabut anak panah keragu-raguan dari diriku.’ [284] ‘Raja para Dewa, apakah engkau mengakui telah menanyakan pertanyaan yang sama ini kepada para petapa dan Brahmana lain?’ ‘Ya, Bhagavà.’ ‘Jika engkau tidak keberatan, mohon katakan kepada-Ku apa yang mereka katakan.’ ‘Aku tidak keberatan mengatakan kepada Bhagavà.’ 603 ‘Kalau begitu, katakanlah, Raja para Dewa.’

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 327 ‘Bhagavà, aku mendatangi mereka yang kuanggap petapa dan

Brahmana karena mereka mengasingkan diri di dalam hutan, dan aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini kepada mereka. Tetapi bukannya memberikan jawaban yang benar kepadaku, 604 mereka malah bertanya kepadaku: “Siapakah engkau, Yang Mulia?” Aku menjawab bahwa aku adalah Sakka, raja para dewa, dan mereka bertanya kepadaku apa yang telah membawaku ke sana. Kemudian aku mengajarkan kepada mereka Dhamma sejauh yang pernah kudengar dan kupraktikkan. Tetapi mereka menjadi lebih gembira lagi, dan mereka berkata: “Kami telah melihat Sakka, raja para dewa dan ia telah menjawab pertanyaan yang kami ajukan kepadanya!” dan mereka menjadi muridku dan bukannya aku menjadi murid mereka. Tetapi aku, Bhagavà, adalah seorang siswa Sang Bhagavà, seorang Pemenang-Arus, tidak akan terlahir kembali di alam sengsara, kokoh dan pasti mencapai Pencerahan.’ 605 ‘Raja dari para dewa, apakah engkau mengakui pernah sebelumnya mengalami kegembiraan dan kebahagiaan seperti yang engkau alami saat ini?’ [285] ‘Ya, Bhagavà.’ ‘Dan karena apakah itu?’ ‘Di masa lalu, Bhagavà, pecah perang antara para dewa dan para asura, dan para dewa mengalahkan asura. Dan setelah perang selesai, sebagai pemenang, aku berpikir: “Apa pun yang menjadi makanan para dewa sekarang, 606 dan apa pun makanan para asura sekarang, mulai sekarang kami akan menikmati semuanya.” Tetapi, Bhagavà, kebahagiaan dan kepuasan demikian, yang disebabkan oleh pukulan, luka-luka, tidak mengarah pada kebosanan, kekecewaan, pelenyapan, kedamaian, pengetahuan yang lebih tinggi, pencerahan, Nibbàna. Tetapi kebahagiaan dan kepuasan yang diperoleh dari mendengarkan Dhamma dari Bhagavà, yang bukan disebabkan oleh pukulan dan luka-luka, mengarah pada kebosanan, kekecewaan, pelenyapan, kedamaian, pengetahuan yang lebih tinggi, pencerahan, Nibbàna.’

2.8. ‘Dan, Raja para Dewa, hal-hal apakah yang muncul dalam pikiranmu ketika engkau mengalami kepuasan dan kebahagiaan seperti ini?’ ‘Bhagavà, pada saat ini, enam hal muncul dalam pikiranku yang membuatku gembira:

328 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta “Aku yang hanyalah dewa, telah memperoleh

Kesempatan, karena kamma, kehidupan duniawi selanjutnya.” 607

Itu, Bhagavà, adalah hal pertama yang muncul dalam pikiranku. [286]

“Meninggalkan alam bukan manusia, alam dewa di belakang, Dengan ketakutan, aku akan mencari rahim yang ingin kudapatkan.”

Itu, Bhagavà, adalah hal ke dua yang muncul dalam pikiranku. “Persoalanku terpecahkan, aku akan dengan gembira hidup

dalam Ajaran Buddha Terkendali dan penuh perhatian, dan dipenuhi kesadaran jernih.”

Itu, Bhagavà, adalah hal ke tiga yang muncul dalam pikiranku. “Dan jika karenanya pencerahan muncul dalam diriku,

Sebagai seorang-yang-mengetahui, aku akan berdiam, dan di sana menunggu akhirku.”

Itu, Bhagavà, adalah hal ke empat yang muncul dalam pikiranku. “Kemudian ketika aku hidup di alam manusia lagi, aku

akan melebihi dewa, dan seorang dengan peringkat tertinggi.”

Itu, Bhagavà, adalah hal ke lima yang muncul dalam pikiranku.

“Lebih agung daripada dewa adalah para Dewa yang tanpa tandingan, 608 Berdiam di antara mereka, aku akan membuat rumah terakhirku.” [287]

Dewa Berkonsultasi Kepada Sang Buddha 329 Itu, Bhagavà, adalah hal ke enam yang muncul dalam pikiranku.

Itu, Bhagavà, adalah enam hal yang muncul dalam pikiranku, dan ini adalah enam hal yang membuatku gembira.’

2.9. ‘Lama aku mengembara, belum memenuhi, dalam keraguan, Dalam mencari Sang Tathàgata, aku berpikir Para petapa yang hidup menyendiri dan keras Pasti telah tercerahkan: aku akan mencari mereka. “Apa yang harus kulakukan untuk memperoleh keberhasilan, dan jalan apakah yang menuju kegagalan?” – Tetapi, ditanya demikian, Mereka tidak dapat memberitahukan kepadaku bagaimana menapak jalan. Sebaliknya, ketika mereka mengetahui bahwa aku adalah raja para dewa, mereka bertanya mengapa aku mendatangi mereka, Dan mengajarkan kepada mereka apa yang kuketahui Tentang Dhamma, dan mendengar itu, dengan gembira mereka Berteriak: “Ini adalah Vàsava, Sang Raja, kami telah melihatnya!” Tetapi sekarang – aku telah melihat Buddha, dan keraguanku Semuanya tersingkirkan, ketakutanku ditenangkan, Dan sekarang, kepada Yang Tercerahkan aku memberikan

Penghormatan selayaknya, pada-Nya yang telah mencabut anak panah Keinginan, Sang Buddha, Raja yang tanpa tandingan, Pahlawan besar, sanak saudara matahari! 609 [288] Bagaikan para Brahmà disembah oleh para dewa, Demikian pula hari ini kami menyembah Engkau, Yang Tercerahkan, dan Guru yang tidak terlampaui, Yang tidak seorang pun dapat menandingi di alam manusia, Atau di alam surga, tempat kediaman para dewa!’

330 D฀ãgha Nikà฀ya 21: Sakkapa¤ha Sutta

2.10. Kemudian Sakka, raja para dewa, berkata kepada Pa¤casikha si gandhabba: ‘Anakku Pa¤casikha, engkau telah memberikan bantuan besar kepadaku untuk mendapatkan telinga Sang Bhagavà. Karena engkau berhasil mendapatkan telinga-Nya, maka kami diperkenankan menghadap Sang Bhagavà, Sang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna. Aku akan menjadi ayah bagimu, engkau akan menjadi raja para gandhabba, dan aku akan memberikan kepadamu Bhaddà Suriyavaccasà yang engkau inginkan.’

Dan kemudian Sakka, raja para dewa, menyentuh tanah dengan tangannya dan mengucapkan tiga kali:

‘Terpujilah Sang Bhagavà, Sang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna!’ ‘Terpujilah Sang Bhagavà, Sang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna!’ ‘Terpujilah Sang Bhagavà, Sang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna!’

Dan sewaktu ia sedang berbicara dalam percakapan ini, 610 Mata- Dhamma yang murni dan tanpa-noda muncul dalam diri Sakka, raja para dewa, dan ia mengetahui: ‘Segala sesuatu yang berasal- mula, pasti akan lenyap.’ Dan hal yang sama terjadi pada delapan puluh [289] ribu dewa juga.

Demikianlah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan 611 oleh Sakka, raja para dewa, dan yang dijawab oleh Sang Bhagavà. Oleh karena itu, khotbah ini disebut ‘Pertanyaan Sakka’.

Mahàsatipaññhàna Sutta