Auman Singa Kepada Kaum Udumbarikà

Auman Singa Kepada Kaum Udumbarikà

[36] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagavà sedang menetap di Puncak Nasar. Dan pada saat itu, Pengembara Nigrodha 747 sedang menetap di perkemahan Udumbarikà 748 yang disediakan bagi para pengembara beserta tiga ratus pengembara. Dan suatu pagi, perumah tangga Sandhàna datang ke Ràjagaha untuk menemui Sang Bhagavà. Kemudian ia berpikir: ‘Saat ini bukan waktu yang tepat untuk menemui Sang Bhagavà, Beliau sedang bermeditasi; saat ini bukan waktu yang tepat untuk menemui para bhikkhu yang sedang bermeditasi. Mungkin sebaiknya aku pergi ke perkemahan Udumbarikà untuk para pengembara dan mengunjungi Nigrodha.’ Dan ia melakukan hal itu.

2. Dan saat itu, Nigrodha sedang duduk di tengah-tengah kerumunan para pengembara yang semuanya ribut berteriak membuat kegaduhan, dan terlibat dalam berbagai percakapan yang tidak bertujuan 749 tentang raja-raja, [37] perampok, menteri, tentara, bahaya, perang, makanan, minuman, pakaian, tempat tidur, karangan bunga, pengharum, sanak saudara, kereta, desa, pasar dan kota, negeri, perempuan, kuda, gosip-jalanan dan –sumur, pembicaraan tentang orang yang meninggal dunia, percakapan yang tidak menentu, spekulasi mengenai daratan dan lautan, pembicaraan mengenai ke-ada-an dan ke-tiada-an.

Auman Singa Kepada Kaum Udumbarika 393

3. Kemudian Nigrodha melihat Sandhàna mendekat dari kejauhan, dan ia berkata kepada para pengikutnya: ‘Tenanglah, Tuan-tuan, jangan bersuara, Tuan-tuan! Perumah tangga Sandhàna, seorang pengikut Petapa Gotama, sedang mendekat. Ia adalah salah satu dari siswa perumah tangga berjubah putih dari Petapa Gotama di Ràjagaha. Dan orang-orang baik ini menyukai ketenangan, mereka diajarkan untuk bersikap tenang dan memuji ketenangan. Jika ia melihat kelompok ini tenang, ia hampir pasti ingin datang dan mengunjungi kita.’ Mendengar kata-kata ini, para pengembara terdiam.

4. Kemudian Sandhàna mendekati Nigrodha dan saling bertukar sapa dengannya, dan kemudian duduk di satu sisi. Kemudian ia berkata: ‘Tuan-tuan, cara para pengembara dari kepercayaan lain berperilaku saat mereka berkumpul adalah satu hal: [38] mereka membuat kegaduhan dan terlibat dalam segala jenis percakapan yang tidak bertujuan … cara Sang Bhagavà berbeda: Beliau mencari tempat tinggal di dalam hutan, jauh di tengah hutan, bebas dari keributan, dengan sedikit suara, jauh dari kerumunan yang membuat gila, tidak terganggu oleh banyak orang, sangat sesuai untuk mengasingkan diri.’

5. Kemudian Nigrodha menjawab: ‘Perumah tangga, apakah engkau tahu dengan siapa Petapa Gotama berbicara? Dengan siapakah Beliau bercakap-cakap? Dari siapakah Beliau mendapatkan penerangan kebijaksanaan? Kebijaksanaan Petapa Gotama dirusak oleh kehidupan-Nya yang menyendiri, Beliau tidak berguna bagi banyak kelompok, Beliau tidak berguna dalam percakapan, Ia tidak tersentuh. Bagaikan bison 750 yang berputar-putar di sekeliling pagar, demikian pula Petapa Gotama. Sesungguhnya, perumah tangga, jika Petapa Gotama datang ke perkumpulan ini, kami akan membuat-Nya bingung dengan satu pertanyaan, kami akan menjatuhkan-Nya seperti kendi kosong.’

6. Sang Bhagavà, dengan indria-telinga-dewa-Nya, yang murni dan melampaui jangkauan manusia, mendengar percakapan antara Sandhàna dan Nigrodha. Dan, menuruni Puncak Nasar,

394 D฀ãgha Nikà฀ya 25: Udumbarika-Sãhanad ā Sutta Beliau pergi ke tempat memberi makan merak di sebelah Kolam

Sumàgadhà, dan [39] berjalan mondar-mandir di sana di ruang terbuka. Kemudian Nigrodha melihat Beliau, dan ia berkata kepada para pengikutnya: ‘Tenanglah, Tuan-tuan, kurangi suara, Tuan- tuan! Petapa Gotama sedang berjalan mondar-mandir di sebelah Kolam Sumàgadhà. Beliau menyukai ketenangan, Beliau memuji ketenangan. Jika ia melihat kelompok ini tenang, Beliau hampir pasti ingin datang dan mengunjungi kita. Jika Beliau datang, kita akan mengajukan pertanyaan ini kepada-Nya: “Bhagavà, apakah ajaran yang Bhagavà ajarkan kepada para siswa-Nya, dan para siswa itu yang telah begitu terlatih sehubungan dengan manfaat dari ajaran itu menerimanya sebagai pendukung utama, dan kesempurnaan dari hidup suci?”’ Mendengar kata-kata ini, para pengembara terdiam.

7. Kemudian Sang Bhagavà mendatangi Nigrodha, dan Nigrodha berkata: ‘Mari, Bhagavà, selamat datang, Bhagavà! Akhirnya Bhagavà berkunjung ke sini. Silakan duduk, Bhagavà, tempat duduk telah dipersiapkan.’ Sang Bhagavà duduk di tempat yang telah dipersiapkan, dan Nigrodha mengambil bangku kecil dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavà berkata kepadanya: ‘Nigrodha, apakah topik pembicaraan kalian tadi? Percakapan apakah yang terhenti karena-Ku?’ Nigrodha menjawab: ‘Bhagavà, kami melihat Bhagavà sedang berjalan mondar-mandir di tempat memberi makan merak di sebelah Kolam Sumàgadhà, [40] dan kami berpikir: “Jika Bhagavà datang, kami akan mengajukan pertanyaan ini kepada-Nya: ‘Bhagavà, apakah ajaran yang Bhagavà ajarkan kepada para siswa-Nya, dan para siswa itu yang telah begitu terlatih sehubungan dengan manfaat dari ajaran itu menerimanya sebagai pendukung utama, dan kesempurnaan dari hidup suci?’”’

‘Nigrodha, sulit bagimu, yang menganut pandangan yang berbeda, yang memiliki kecenderungan berbeda dan mengalami pengaruh- pengaruh berbeda, memiliki guru yang berbeda, untuk memahami ajaran yang Kuajarkan kepada para siswa-Ku … silakan, Nigrodha, tanyakan tentang ajaranmu sendiri, tentang latihan kerasmu. Bagaimanakah kondisi dari latihan keras dan penyiksaan-diri

Auman Singa Kepada Kaum Udumbarika 395 Mendengar kata-kata ini, para pengembara membuat kegaduhan,

dan berseru: ‘Sungguh indah, sungguh menakjubkan, betapa besarnya kekuatan Petapa Gotama dalam menahan teori-Nya sendiri dan mengundang pihak lain mendiskusikan teori mereka!’

8. Setelah menenangkan mereka, Nigrodha berkata: ‘Bhagavà, kami mengajarkan latihan keras yang lebih tinggi, kami menganggapnya perlu, kami mengikutinya. Oleh karena itu, apakah yang merupakan pemenuhan atau bukan pemenuhannya?’

‘Misalkan, Nigrodha, seorang penyiksa-diri bertelanjang badan, tidak ada pengendalian kesopanan, menjilat tangannya, tidak mendekat dan hanya berdiri diam saat diminta datang. [41] Ia tidak menerima makanan dari kendi atau panci … (seperti Sutta 8, paragraf 4). Ia mengenakan rami kasar, potongan kain dari tumpukan sampah … ia adalah pencabut rambut dan janggut, mengabdikan diri [42] pada latihannya; ia adalah seorang yang berselimut-duri, membuat alas tidurnya dari duri, tidur sendirian berselimut lumpur basah, menetap di ruang terbuka, menerima tempat duduk apa pun yang diberikan, seorang yang tidak meminum air dan menyukai praktik demikian, atau ia berdiam dengan mencurahkan dirinya pada praktik mandi tiga kali sebelum malam. Bagaimana menurutmu, Nigrodha, apakah dengan cara demikian latihan keras telah terpenuhi, atau tidak?’ ‘Terpenuhi, Bhagavà.’ ‘Tetapi, Nigrodha, Aku mempertahankan pendapat bahwa latihan keras yang lebih tinggi dapat menjadi gagal dalam berbagai cara.’

9. ‘Dalam cara bagaimanakah, Bhagavà, Engkau mempertahankan pendapat bahwa latihan keras yang lebih tinggi dapat menjadi gagal?’ ‘Ambil kasus, Nigrodha, dari seorang penyiksa-diri yang mempraktikkan latihan keras tertentu. Sebagai hasilnya, ia menjadi senang dan puas karena telah mencapai akhir latihannya. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. Atau dalam mempraktikkan latihannya, ia mengangkat dirinya sendiri dan mencela orang lain. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa- diri itu. Atau ia menjadi mabuk oleh keangkuhan, bersikap bodoh dan oleh karena itu, tidak berhati-hati. Dan ini [43] adalah kegagalan

396 D฀ãgha Nikà฀ya 25: Udumbarika-Sãhanad ā Sutta

10. ‘Kemudian, seorang penyiksa-diri mempraktikkan latihan keras tertentu, dan hal itu memberikan perolehan, penghormatan, dan kemasyhuran baginya. Sebagai akibatnya, ia menjadi senang dan puas karena telah mencapai akhir latihannya …. Atau dalam mempraktikkan latihannya, ia mengangkat dirinya sendiri dan mencela orang lain …. Atau ia menjadi mabuk oleh keangkuhan, bersikap bodoh dan oleh karena itu, tidak berhati-hati. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. Kemudian lagi, seorang penyiksa-diri mempraktikkan latihan keras tertentu, dan ia membagi makanannya menjadi dua bagian, dan berkata: “Yang ini cocok untukku, yang itu tidak cocok untukku!” Dan apa yang tidak cocok dengannya ia tolak, sedangkan yang cocok untuknya ia makan dengan rakus, tanpa perhatian, dan bernafsu, tidak melihat bahayanya. Tidak memikirkan akibatnya. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. [44] Kemudian lagi, seorang penyiksa-diri mempraktikkan latihan keras tertentu demi mendapatkan perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran, berpikir: “Para raja dan para menteri akan menghormatiku, para Khattiya dan para Brahmana dan para perumah tangga, dan para guru-guru spiritual.” Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu.’

11. ‘Kemudian lagi, seorang penyiksa-diri mencela beberapa petapa dan Brahmana, dengan mengatakan: “Lihat bagaimana ia hidup berlimpah, memakan segala jenis makanan! Apakah yang dihasilkan dari akar, dari tangkai, dari ruas-ruas, dari irisan, atau ke lima dari biji, 751 ia mengunyahnya semua dengan rahangnya yang kuat, dan mereka menyebutnya seorang petapa!” Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. Atau ia melihat petapa atau Brahmana lain dibutuhkan, dihormati, dan dihargai dan dipuja, dan ia berpikir: “Mereka membutuhkan orang kaya itu, mereka menghargainya, mereka menghormatinya, dan memujanya, sedangkan aku yang adalah seorang petapa sesungguhnya dan penyiksa-diri tidak mendapatkan perlakuan demikian!” Demikianlah ia iri dan cemburu karena para perumah tangga itu. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu.’

‘Kemudian lagi, seorang penyiksa-diri menempati posisi

Auman Singa Kepada Kaum Udumbarika 397 menonjol. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri

itu. Atau ia berkeliling dan memamerkan 752 di antara keluarga, seolah-olah mengatakan: “Lihat, ini adalah caraku meninggalkan keduniawian!” Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. [45] Atau ia berperilaku tidak jujur. Ketika ditanya “Apakah engkau menyetujui hal ini?” Walaupun ia tidak menyetujui, ia akan mengatakan: “Ya, aku menyetujui,” atau walaupun ia menyetujui, ia akan mengatakan: “Aku tidak menyetujui.” Demikianlah ia menjadi seorang pembohong yang berbohong dengan sengaja. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu.’

12. ‘Kemudian lagi, seorang penyiksa-diri, ketika Sang Tathàgata atau seorang siswa Tathàgata membabarkan Dhamma dengan cara yang memerlukan persetujuannya, ia akan menahan persetujuannya. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. Atau ia marah dan berwatak cepat marah. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. Atau ia kikir dan pendendam, berwatak iri dan cemburu, licik dan tidak jujur, keras kepala dan angkuh, dengan keinginan jahat dan terpengaruh olehnya, dengan pandangan salah dan berpendapat ekstrem; ia ternoda oleh keduniawian, memegang teguh, tidak ingin melepaskan. Dan ini adalah kegagalan dalam diri penyiksa-diri itu. Bagaimana menurutmu, Nigrodha? Apakah hal- hal ini menggagalkan latihan keras yang lebih tinggi atau tidak?’ ‘Tentu saja menggagalkan, Bhagavà. Mungkin saja ada seorang penyiksa-diri yang memiliki semua kegagalan ini, apalagi hanya satu kegagalan.’

13.-14. ‘Sekarang, Nigrodha, ambil kasus seorang penyiksa-diri tertentu yang mempraktikkan latihan keras tertentu. Sebagai akibatnya, ia tidak senang dan puas setelah mencapai akhir dari latihannya. Karena itu, [46] dalam hal ini, ia murni. Kemudian lagi, ia tidak mengangkat dirinya dan mencela orang lain … (serupa dengan semua contoh dalam 10-11). [47] Dengan demikian, ia tidak menjadi pembohong yang berbohong dengan sengaja. Dalam hal ini, ia murni.’

15. ‘Kemudian lagi, seorang penyiksa-diri, ketika Sang Tathàgata

398 D฀ãgha Nikà฀ya 25: Udumbarika-Sãhanad ā Sutta atau seorang siswa Tathàgata membabarkan Dhamma dengan cara

yang memerlukan persetujuannya, ia memberikan persetujuannya. Dalam hal ini, ia murni. Dan ia tidak marah atau berwatak cepat marah. Dalam hal ini, ia murni. Dan ia tidak kikir dan pendendam, berwatak iri dan cemburu, licik dan tidak jujur, keras kepala dan [48] angkuh, ia tidak memiliki keinginan jahat dan tidak terpengaruh olehnya, tidak berpandangan salah dan tidak berpendapat ekstrem; ia tidak ternoda oleh keduniawian, tidak memegang teguh, ingin melepaskan. Dalam hal ini, ia murni. Bagaimana menurutmu, Nigrodha? Apakah hal-hal ini memurnikan latihan keras yang lebih tinggi atau tidak?’ ‘Tentu saja, Bhagavà. Latihan keras itu mencapai puncaknya di sana, menembus inti.’ ‘Tidak, Nigrodha, latihan keras tidak mencapai puncaknya, hanya mencapai kulit luarnya saja.’ 753

16. ‘Jadi, Bhagavà, bagaimanakah latihan keras mencapai puncaknya, menembus intinya? Baik sekali jika Bhagavà membantu latihan kerasku mencapai puncaknya, menembus intinya.’

‘Nigrodha, ambil kasus seorang penyiksa-diri yang melaksanakan empat pengendalian. Dan apakah ini? Di sini, seorang penyiksa- diri tidak menyakiti makhluk hidup, tidak menyebabkan makhluk hidup terluka, tidak menyetujui tindakan melukai demikian; [49] ia tidak mengambil apa yang tidak diberikan, atau menyebabkan suatu benda diambil atau menyetujui pengambilan demikian; ia tidak mengatakan kebohongan, atau menyebabkan kebohongan diucapkan, atau menyetujui kebohongan demikian; ia tidak menginginkan kenikmatan-indria, 754 atau menyebabkan orang lain demikian, atau menyetujui keinginan demikian. Demikian pula, seorang penyiksa-diri melaksanakan empat pengendalian. Dan melalui pengendalian ini, dengan membuat pengendalian ini sebagai latihan kerasnya, ia mengambil jalan naik dan tidak akan terjatuh ke dalam hal-hal rendah.’

‘Kemudian ia mencari tempat tinggal yang sunyi, di bawah pohon di hutan, di gua di gunung atau jurang, tanah pekuburan, di hutan belantara, atau di ruang terbuka di atas tumpukan jerami. Dan setelah memakan makanan dari hasil mengumpulkan dana makanan,

Auman Singa Kepada Kaum Udumbarika 399 ia duduk bersila, menegakkan tubuhnya, setelah mengukuhkan

perhatian di depannya. 755 Ia meninggalkan keserakahan terhadap dunia, ia berdiam dengan pikiran bebas dari keserakahan demikian, dan pikirannya dimurnikan darinya. Meninggalkan permusuhan dan kebencian, ia berdiam dengan pikiran bebas darinya, dan dengan belas kasihan terhadap kesejahteraan semua makhluk hidup, pikirannya dimurnikan dari mereka. Meninggalkan kelambanan-dan-ketumpulan, … dengan persepsi cahaya, 756 penuh perhatian dan sadar jernih, pikirannya dimurnikan dari kelambanan-dan-ketumpulan. Meninggalkan kekhawatiran-dan- kegelisahan, … dan dengan menenangkan pikirannya, pikirannya 757 bebas dari kekhawatiran-dan-kegelisahan. Meninggalkan keragu- raguan, ia berdiam dengan keraguan ditinggalkan, tanpa keraguan sehubungan dengan hal-hal yang baik, pikirannya dimurnikan dari keraguan.’

17. ‘Setelah meninggalkan lima rintangan ini, dan untuk melemahkan kekotoran-kekotoran 758 batin melalui pandangan terang, ia berdiam, membiarkan pikirannya, dipenuhi dengan cinta-kasih, mencurahkan ke satu arah, kemudian arah ke dua, kemudian ke tiga, kemudian ke empat. Dan demikianlah ia melanjutkan dengan mencurahkan ke seluruh dunia, ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru dengan pikiran yang penuh dengan cinta-kasih, meluas, [50] terkembang, 759 tidak terbatas, bebas dari kebencian dan permusuhan. Dan ia berdiam, membiarkan pikirannya, dipenuhi belas kasihan, … kegembiraan simpatik, … keseimbangan, mencurahkan ke satu arah, … meluas, terkembang, tidak terbatas, bebas dari kebencian dan permusuhan. Bagaimana menurutmu, Nigrodha? Apakah latihan keras yang lebih tinggi dimurnikan melalui hal-hal ini, atau tidak?’ ‘Tentu saja, Bhagavà. Latihan keras itu mencapai puncaknya di sana, menembus inti.’ ‘Tidak, Nigrodha, latihan keras tidak mencapai puncaknya, hanya mencapai kulit dalamnya saja.’ 760

18. ‘Jadi, Bhagavà, bagaimanakah latihan keras mencapai puncaknya, menembus intinya? Baik sekali jika Bhagavà membantu latihan kerasku mencapai puncaknya, menembus intinya.’

400 D฀ãgha Nikà฀ya 25: Udumbarika-Sãhanad ā Sutta ‘Nigrodha, ambil kasus seorang penyiksa-diri yang melaksanakan

empat pengendalian … (seperti paragraf 16-17), bebas dari kebencian dan permusuhan. Ia mengingat berbagai kehidupan lampaunya … di sana namaku adalah ini-dan-itu, … kastaku adalah ini- dan-itu … (seperti Sutta 1, paragraf 1.31). Aku mengalami kondisi menyenangkan dan menyakitkan begini-dan-begitu … setelah meninggal dunia di sana, aku muncul di sana …. [51] Demikianlah ia mengingat berbagai kehidupan lampaunya, kondisi-kondisinya, dan rinciannya. Bagaimana menurutmu, Nigrodha? Apakah latihan keras yang lebih tinggi dimurnikan melalui hal-hal ini, atau tidak?’ ‘Tentu saja, Bhagavà. Latihan keras itu mencapai puncaknya di sana, menembus inti.’ ‘Tidak, Nigrodha, latihan keras tidak mencapai puncaknya, hanya mencapai sekeliling intinya saja.’

19. ‘Jadi, Bhagavà, bagaimanakah latihan keras mencapai puncaknya, menembus intinya? Baik sekali jika Bhagavà membantu latihan kerasku mencapai puncaknya, menembus intinya.’

‘Nigrodha, ambil kasus seorang penyiksa-diri yang melaksanakan empat pengendalian …, bebas dari kebencian dan permusuhan. Demikianlah [52] ia mengingat berbagai kehidupan lampaunya, kondisi-kondisinya, dan rinciannya. Dan kemudian, dengan mata- dewa yang murni, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali: rendah dan mulia, sejahtera atau menderita. Di alam bahagia atau sengsara sesuai kamma yang mengarahkan mereka. Bagaimana menurutmu, Nigrodha? Apakah latihan keras yang lebih tinggi dimurnikan melalui hal-hal ini, atau tidak?’ ‘Tentu saja, Bhagavà. Latihan keras itu mencapai puncaknya di sana, menembus inti.’

‘Jadi, demikianlah, Nigrodha, latihan keras itu dimurnikan hingga mencapai puncaknya dan menembus intinya. Dan dengan demikian, Nigrodha, ketika engkau bertanya: “Apakah, Bhagavà, ajaran yang Bhagavà ajarkan kepada para siswa-Nya, dan para siswa itu yang telah begitu terlatih sehubungan dengan manfaat dari ajaran itu menerimanya sebagai pendukung utama, dan kesempurnaan dari hidup suci?” Aku mengatakan bahwa melalui sesuatu yang

Auman Singa Kepada Kaum Udumbarika 401 mencapai lebih jauh dan lebih mulia, Aku mengajarkan mereka,

yang dengan ajaran itu mereka … menerimanya sebagai pendukung utama, dan kesempurnaan dari hidup suci.’

Mendengar kata-kata ini, para pengembara membuat kegaduhan dan berteriak: ‘Kita dan guru kita telah hancur! Kita tidak mengetahui apa pun yang mencapai lebih jauh dari ajaran kita!’ [53]

20. Dan ketika perumah tangga Sandhàna menyadari: ‘Para pengembara dari kepercayaan lain ini sebenarnya mendengarkan dan memerhatikan kata-kata Sang Bhagavà, dan mencurahkan batin mereka kepada kebijaksanaan yang lebih tinggi, ia berkata kepada Nigrodha: ‘Yang Mulia Nigrodha, engkau mengatakan kepadaku: ‘Ayolah, perumah tangga, apakah engkau tahu dengan siapa Petapa Gotama berbicara? … kebijaksanaan Petapa Gotama dirusak oleh kehidupan-Nya yang menyendiri, Beliau tidak berguna dalam percakapan, Ia tidak tersentuh ....” Sekarang Bhagavà telah datang ke sini, mengapa engkau tidak membuat-Nya bingung dengan satu pertanyaan, dan menjatuhkan-Nya seperti kendi kosong?’ Mendengar kata-kata ini, Nigrodha hanya berdiam diri dan merasa kalah, bahunya merosot, ia menggantung kepalanya dan duduk menatap ke bawah dan bingung.

21. Melihat situasi yang ia alami, Sang Bhagavà berkata: ‘Benarkah, Nigrodha, bahwa engkau mengatakan hal itu?’ [54] ‘Bhagavà, benar bahwa aku telah mengatakan kata-kata bodoh, keliru, dan jahat itu.’ ‘Bagaimana menurutmu, Nigrodha? Pernahkah engkau mendengarkan apa yang dikatakan oleh para pengembara yang tua, terhormat, guru dari para guru, bahwa para Arahat, Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna di masa lampau biasanya bercakap-cakap ketika mereka berkumpul, dengan berteriak dan membuat kegaduhan, dan terlibat dalam pembicaraan yang tidak menentu … seperti yang dilakukan oleh engkau dan gurumu? Atau tidakkah mereka mengatakan bahwa para Buddha itu bertempat tinggal di dalam hutan, jauh di tengah hutan, bebas dari keributan, dengan sedikit suara, jauh dari kerumunan yang

402 D฀ãgha Nikà฀ya 25: Udumbarika-Sãhanad ā Sutta membuat gila, tidak terganggu oleh banyak orang, sangat sesuai

untuk mengasingkan diri, seperti yang Kulakukan sekarang?’ ‘Bhagavà, aku telah mendengar dikatakan bahwa mereka yang Arahat, para Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna tidak melibatkan diri dalam pembicaraan dengan suara keras … tetapi bertempat tinggal di dalam hutan, … seperti yang dilakukan oleh Bhagavà sekarang.’

‘Nigrodha, engkau adalah orang yang cerdas yang telah matang dalam usia. Tidakkah engkau berpikir: “Sang Bhagavà tercerahkan dan mengajarkan ajaran pencerahan, Beliau terkendali dan mengajarkan ajaran pengendalian, Beliau tenang dan mengajarkan ajaran ketenangan. Beliau telah pergi melampaui [55] dan mengajarkan ajaran untuk pergi melampaui, Beliau telah mencapai Nibbàna dan mengajarkan ajaran untuk mencapai Nibbàna?”’

22. Mendengar kata-kata ini, Nigrodha berkata kepada Bhagavà: ‘Pelanggaran menguasaiku, Bhagavà! Betapa bodoh, buta, dan jahatnya aku, sehingga aku berkata demikian tentang Bhagavà. Sudilah Bhagavà menerima pengakuanku atas kesalahan ini, agar aku dapat mengendalikan diri di masa depan!’ 761 ‘Sungguh, Nigrodha, Pelanggaran menguasaimu! karena kebodohan, kebutaan, dan kejahatan sehingga engkau berkata demikian tentang Aku. Tetapi karena engkau menyadari pelanggaran itu dan memperbaiki dengan semestinya, kami menerima pengakuanmu. Karena, Nigrodha, adalah tanda kemajuan dalam disiplin para Mulia, jika seseorang menyadari pelanggarannya dan memperbaiki dengan semestinya, mengendalikan dirinya di masa depan.’

‘Tetapi, Nigrodha, Aku mengatakan kepadamu: Biarlah seorang yang cerdas datang kepada-Ku, ia yang tulus, jujur, dan lurus, dan Aku akan menasihatinya, mengajarinya Dhamma. Jika ia mempraktikkan apa yang diajarkan, maka dalam tujuh tahun, ia akan mencapai kehidupan dan tujuan suci yang tanpa tandingan dalam kehidupan ini, yang dicari oleh para pemuda yang berasal dari keluarga mulia yang meninggalkan rumah dan menjalani kehidupan tanpa rumah, dengan pengetahuan dan pencapaiannya

Auman Singa Kepada Kaum Udumbarika 403 sendiri, dan ia akan berdiam di sana. Jangankan tujuh tahun – dalam

enam tahun, lima, empat, tiga, dua, satu tahun … tujuh bulan, enam bulan, [56] lima, empat, tiga, dua, satu, setengah bulan. Jangankan setengah bulan – dalam tujuh hari, ia akan dapat mencapai tujuan itu. 762 ’

23. ‘Nigrodha, engkau mungkin berpikir: “Petapa Gotama mengatakan hal ini untuk mendapatkan murid.” Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah ia yang menjadi gurumu tetap menjadi gurumu. 763 Atau engkau mungkin berpikir: “Beliau ingin kami meninggalkan peraturan-peraturan kami.” Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah peraturanmu tetap berlaku seperti apa adanya. Atau engkau mungkin berpikir: “Beliau ingin kami meninggalkan gaya hidup kami.” Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah gaya hidupmu tetap seperti apa adanya. Atau engkau mungkin berpikir: “Beliau ingin kami mengukuhkan kami dalam melakukan hal-hal yang menurut ajaran kami adalah salah, dan yang dianggap demikian oleh kami.” Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah hal-hal yang kalian anggap salah tetap dianggap demikian. Atau engkau mungkin berpikir: “Beliau ingin menarik kami dari hal-hal yang menurut ajaran kami adalah baik, dan yang dianggap demikian oleh kami.” Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah hal- hal yang kalian anggap baik tetap dianggap demikian. Nigrodha, Aku tidak berbicara karena alasan-alasan ini ….’ [57]

‘Ada, Nigrodha, hal-hal tidak baik yang belum ditinggalkan, ternoda, mendukung kelahiran kembali, 764 menakutkan, menghasilkan akibat menyakitkan di masa depan, berhubungan dengan kelahiran, kerusakan, dan kematian, adalah untuk meninggalkan hal-hal ini, maka Aku mengajarkan Dhamma. Jika engkau mempraktikkan dengan benar, hal-hal ternoda ini akan ditinggalkan, dan hal-hal yang memurnikan akan tumbuh dan berkembang, dan engkau akan mencapai dan berdiam, dalam kehidupan ini, dengan pandangan terang dan pencapaianmu sendiri, kesempurnaan kebijaksanaan sepenuhnya.’

404 D฀ãgha Nikà฀ya 25: Udumbarika-Sãhanad ā Sutta

24. Mendengar kata-kata ini, para pengembara duduk diam dan merasa kalah, bahu mereka merosot, mereka menggantung kepalanya dan duduk menatap ke bawah dan bingung, pikiran mereka dikuasai oleh Màra. 765 Kemudian Sang Bhagavà berkata: ‘Semua orang-orang ini dikuasai oleh yang jahat, sehingga tidak seorang pun dari mereka berpikir: “Marilah kita menjalani kehidupan suci seperti yang dinyatakan oleh Petapa Gotama, kita akan mempelajarinya – apalah artinya tujuh hari?”’

Kemudian Sang Bhagavà, setelah mengaumkan auman singa di taman Udumbarikà, melayang ke angkasa dan turun di Puncak Nasar. Dan si perumah tangga Sandhàna juga kembali ke Ràjagaha. 766

Cakkavati-Sãhanadà Sutta