Tentang Pàñika Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan **********

Tentang Pàñika Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan **********

[1] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. 720 Suatu ketika, Sang Bhagavà sedang menetap di antara orang Malla. Anupiya adalah nama kota Malla, dan Sang Bhagavà, setelah merapikan jubah di pagi hari dan membawa jubah dan mangkuk, pergi ke Anupiya untuk menerima dana makanan. Kemudian Beliau berpikir: ‘Masih terlalu pagi untuk pergi ke Anupiya untuk menerima dana makanan. Bagaimana jika Aku mengunjungi pertapaan 721 pengembara Bhaggava-gotta?’ Dan Beliau melakukan hal itu. [2]

1.2. Dan pengembara Bhaggava-gotta berkata: ‘Mari, Bhagavà, selamat datang, Bhagavà! Akhirnya Bhagavà berkunjung ke sini. Silakan duduk, Bhagavà, tempat duduk telah dipersiapkan.’ Sang Bhagavà duduk di tempat yang telah dipersiapkan, dan Bhaggava mengambil bangku kecil dan duduk di satu sisi. Kemudian ia berkata: ‘Bhagavà, beberapa hari yang lalu Sunakkhatta si Licchavi 722 mengunjungiku dan berkata: “Bhaggava, aku telah meninggalkan Sang Bhagavà, aku tidak lagi di bawah peraturan-Nya.” Apakah memang demikian, Bhagavà?’ ‘Itu benar, Bhaggava. 723

1.3. Beberapa hari yang lalu Sunakkhatta mengunjungi-Ku, memberi hormat kepada-Ku, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhaggava, aku meninggalkan Sang Bhagavà, aku tidak lagi di bawah peraturan Bhagavà.” Maka Aku berkata kepadanya: “Sunakkhatta, apakah

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 377 Aku pernah berkata kepadamu: ‘Mari, Sunakkhatta, tunduklah di

bawah peraturan-Ku?’” “Tidak, Bhagavà.” [3] “Atau apakah engkau pernah berkata kepada-Ku: ‘Bhagavà, aku akan tunduk di bawah peraturan-Mu?’” “Tidak, Bhagavà.” “Jadi, Sunakkhatta, jika Aku tidak mengatakan hal itu kepadamu dan engkau tidak mengatakan hal itu kepada-Ku – engkau orang bodoh, siapakah yang engkau dan apakah yang engkau tinggalkan? Pertimbangkanlah, orang dungu, seberapa besar kesalahanmu.”

1.4. ‘“Bhagavà, Engkau tidak pernah melakukan keajaiban apa pun.” 724 “Dan apakah Aku pernah berkata kepadamu: ‘Tunduklah di bawah peraturan-Ku, Sunakkhatta, dan Aku akan memperlihatkan keajaiban kepadamu?’” “Tidak, Bhagavà.” “Atau apakah engkau pernah berkata kepada-Ku: ‘Bhagavà, aku akan tunduk di bawah peraturan-Mu jika Engkau memperlihatkan keajaiban kepadaku?’” “Tidak, Bhagavà.” “Maka, sepertinya, Sunakkhatta, Aku tidak pernah menjanjikan demikian, dan engkau tidak menuntut syarat demikian. Oleh karena itu, engkau orang bodoh, siapakah yang engkau dan apakah yang engkau tinggalkan?”

“Bagaimana menurutmu, Sunakkhatta? Apakah keajaiban dilakukan atau tidak – apakah tujuan dari Dhamma ajaran-Ku membimbing siapa pun yang mempraktikkannya 725 menuju hancurnya penderitaan secara total?” [4] “Benar, Bhagavà.” “Jadi, Sunakkhatta, apakah keajaiban dilakukan atau tidak, tujuan dari Dhamma ajaran- Ku membimbing siapa pun yang mempraktikkannya menuju hancurnya penderitaan secara total. Karena itu, apakah gunanya keajaiban-keajaiban itu? Pertimbangkanlah, orang dungu, seberapa besar kesalahanmu.”’

1.5. ‘“Bhagavà, Engkau tidak mengajarkan asal-usul segala sesuatu.” “Dan apakah Aku pernah berkata kepadamu: ‘Tunduklah di bawah peraturan-Ku, Sunakkhatta, dan Aku akan mengajarkan asal-usul segala sesuatu?’” “Tidak, Bhagavà.” .… Oleh karena itu, engkau orang bodoh, siapakah yang engkau dan apakah yang engkau tinggalkan?”’ [5]

378 D฀ãgha Nikà฀ya 24: Pàñika Sutta

1.6. ‘“Sunakkhatta, engkau telah memuji Aku di tengah-tengah para Vajji dalam berbagai cara, mengatakan: ‘Bhagavà Yang Terberkahi ini adalah seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, Sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Sang Buddha, Yang Terberkahi.’ Engkau telah memuji Dhamma dalam berbagai cara, mengatakan: ‘Dhamma telah diajarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavà, terlihat di sini dan saat ini, tanpa batas waktu, mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dipahami oleh para bijaksana untuk dirinya sendiri.’ Engkau telah memuji Sangha dalam berbagai cara, mengatakan: ‘Sangha, siswa Sang Bhagavà, terarah baik, berperilaku lurus, berada di jalan yang benar, berada di jalan yang sempurna; yaitu empat pasang individu, delapan jenis manusia. Sangha, siswa Sang Bhagavà layak menerima persembahan, layak menerima keramahan, layak menerima pemberian, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada bandingnya di dunia.’”’

‘“Dengan cara-cara ini engkau telah memuji Aku, Dhamma, dan Sangha di tengah-tengah para Vajji. Dan Aku mengatakan kepadamu, Aku nyatakan kepadamu, Sunakkhatta, ada orang- orang yang akan berkata: ‘Sunakkhatta si Licchavi tidak mampu mempertahankan kehidupan suci di bawah Petapa Gotama, dan karena ketidakmampuannya itu, ia meninggalkan latihan, dan kembali menjalani kehidupan rendah.’ 726 Itu, Sunakkhatta, adalah apa yang akan mereka katakan.” [6] Dan, Bhaggava, setelah mendengar kata-kata-Ku, Sunakkhatta meninggalkan Dhamma dan disiplin ini bagaikan seseorang yang divonis ke neraka.’

1.7. ‘Suatu ketika, Bhaggava, Aku sedang menetap di tengah- tengah para Khulu. 727 Di suatu tempat yang bernama Uttarakà, kota mereka. Di pagi hari, Aku pergi membawa jubah dan mangkuk menuju Uttarakà untuk menerima dana makanan, dengan Sunakkhatta sebagai pelayan-Ku. Dan ketika itu, petapa telanjang “manusia-anjing” 728 sedang mengumpulkan dana makanan dalam seluruh empat postur, merangkak di tanah, dan mengunyah dan

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 379 memakan makanannya hanya dengan mulutnya saja. Melihat

itu, Sunakkhatta berpikir: “Ini adalah petapa Arahat sejati, yang mengumpulkan dana makanan dalam seluruh empat postur, merangkak di tanah, dan mengunyah dan memakan makanannya hanya dengan mulutnya saja.” Dan Aku, mengetahui pikirannya dengan pikiran-Ku, berkata kepadanya: “Engkau orang dungu, apakah engkau mengaku sebagai seorang pengikut Sakya?” “Bhagavà, apakah maksud-Mu dengan pertanyaan itu?” [7] “Sunakkhatta, tidakkah engkau, ketika melihat petapa telanjang itu berkeliling mengumpulkan dana makanan dalam seluruh empat postur, berpikir: ‘Ini adalah petapa Arahat sejati, yang mengumpulkan dana makanan dalam seluruh empat postur, merangkak di tanah, dan mengunyah dan memakan makanannya hanya dengan mulutnya saja?’” “Benar, Bhagavà. Apakah Bhagavà iri akan Kearahatan orang lain?” “Aku tidak iri akan Kearahatan mereka, engkau orang dungu! Hanya karena dalam dirimu muncul pandangan salah ini. Singkirkanlah pandangan itu agar engkau tidak membuatmu celaka dan menderita selama waktu yang lama! Petapa telanjang Korakkhattiya ini, yang engkau anggap Arahat sejati, akan meninggal dunia dalam tujuh hari karena penyakit pencernaan, 729 dan ketika ia mati, ia akan muncul kembali di antara para asura Kàlaka¤ja, yang adalah asura tingkat terendah. 730 Dan setelah ia meninggal dunia, ia akan dibuang di tumpukan rumput- bãraõa di tanah pekuburan. Jika engkau menginginkan, Sunakkhatta, engkau boleh pergi dan bertanya kepadanya apakah ia mengetahui takdirnya. Dan mungkin ia akan memberitahukan kepadamu: ‘Teman Sunakkhatta, aku tahu takdirku. Aku akan terlahir kembali di antara para asura Kàlaka¤ja, asura tingkat terendah.’”’

1.8. ‘Kemudian Sunakkhatta mendatangi Korakkhattiya dan memberitahukan apa yang Kuramalkan, [8] menambahkan: “Oleh karena itu, teman Korakkhattiya, berhati-hatilah dengan apa yang engkau makan dan minum, agar kata-kata Petapa Gotama terbukti salah!” Dan Sunakkhatta begitu yakin bahwa kata-kata Tathàgata akan terbukti salah sehingga menghitung hari demi hari hingga tujuh hari. Tetapi di hari ke tujuh, Korakkhattiya meninggal dunia karena penyakit pencernaan, dan ketika meninggal dunia,

380 D฀ãgha Nikà฀ya 24: Pàñika Sutta ia muncul kembali di antara para asura Kàlaka¤ja, dan mayatnya

dibuang di tumpukan rumput-bãraõa di tanah pekuburan.’

1.9. ‘Dan Sunakkhatta mendengar hal ini, maka ia pergi ke tumpukan rumput-bãraõa di tanah pekuburan di mana Korakkhattiya terbaring, memukul tubuhnya tiga kali dengan tangannya, dan berkata: “Teman Korakkhattiya, apakah engkau mengetahui takdirmu?” Dan Korakkhattiya duduk dan mengusap punggungnya dengan tangannya, dan berkata: “Teman Sunakkhatta, aku tahu takdirku. Aku telah terlahir kembali di antara para asura Kàlaka¤ja, asura tingkat terendah.” Dan setelah itu, ia terjatuh kembali.’

1.10. ‘Kemudian Sunakkhatta mendatangi-Ku, memberi hormat kepada-Ku, dan duduk di satu sisi. Dan Aku berkata kepadanya: “Jadi, Sunakkhatta, bagaimana menurutmu? Apakah yang Kukatakan kepadamu tentang Korakkhattiya si ‘manusia- anjing’ benar atau tidak?” “Terjadi seperti yang Engkau katakan, Bhagavà, dan bukan sebaliknya.” [9] “Jadi, bagaimana menurutmu, Sunakkhatta? Apakah suatu keajaiban telah diperlihatkan atau tidak?” “Tentu saja, Bhagavà, karena hal ini, suatu keajaiban telah diperlihatkan, dan bukan sebaliknya.” “Jadi, engkau orang bodoh, apakah engkau masih mengatakan kepada-Ku, setelah Aku memperlihatkan keajaiban demikian: ‘Bhagavà, Engkau tidak melakukan keajaiban apa pun?’ Pertimbangkanlah, orang dungu, seberapa besar kesalahanmu.” Dan, Bhaggava, setelah mendengar kata-kata-Ku, Sunakkhatta meninggalkan Dhamma dan disiplin ini bagaikan seseorang yang divonis ke neraka.’

1.11. ‘Suatu ketika, Bhaggava, Aku sedang menetap di Vesàlã, di Aula Beratap Segitiga di Hutan Besar. Dan pada waktu itu, seorang petapa telanjang yang menetap di Vesàlã bernama Kaëàramuññhaka 731 yang menikmati banyak pendapatan dan kemasyhuran di ibu kota para Vajji. Ia melaksanakan tujuh peraturan latihan: “Seumur hidup aku akan menjadi petapa telanjang dan tidak akan mengenakan pakaian apa pun; seumur hidup aku akan menjalani hidup suci dan menghindari hubungan seksual; seumur hidup aku akan bertahan dengan minuman keras dan daging, menghindari nasi

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 381 yang dimasak dan susu asam; seumur hidup aku tidak akan pernah

pergi lebih jauh dari Kuil Udena di timur Vesàlã, Kuil Gotamaka di selatan, Kuil Sattamba [10] di barat, dan Kuil Bahuputta di utara.” 732 Dan adalah karena ia melaksanakan tujuh peraturan latihan ini, maka ia menikmati banyak pendapatan dan kemasyhuran di ibu kota para Vajji.’

1.12. ‘Kemudian Sunakkhatta mengunjungi Kaëàramuññhaka dan mengajukan pertanyaan yang tidak dapat ia jawab, karena ia tidak dapat menjawab, ia menjadi terganggu, gusar, marah. Tetapi Sunakkhatta berpikir: “Aku mungkin telah menyinggung perasaan petapa Arahat sejati ini. Aku tidak ingin mengalami kemalangan dan penderitaan selama waktu yang lama!”’

1.13. ‘Kemudian Sunakkhatta mendatangi-Ku, memberi hormat kepada-Ku, dan duduk di satu sisi. Aku berkata kepadanya: “Engkau orang dungu, apakah engkau mengaku sebagai seorang pengikut Sakya?” “Bhagavà, apakah maksud-Mu dengan pertanyaan itu?” “Sunakkhatta, tidakkah engkau mengunjungi Kaëàramuññhaka dan mengajukan pertanyaan yang tidak dapat ia jawab, karena ia tidak dapat menjawab, ia menjadi terganggu, gusar, marah. Dan tidakkah engkau berpikir: ‘Aku mungkin telah menyinggung perasaan petapa Arahat sejati ini. Aku tidak ingin mengalami kemalangan dan penderitaan selama waktu yang lama?’” “Benar, Bhagavà. Apakah Bhagavà iri akan Kearahatan orang lain?” [11] “Aku tidak iri akan Kearahatan mereka, engkau orang dungu! Hanya karena dalam dirimu muncul pandangan salah ini. Singkirkanlah pandangan itu agar engkau tidak membuatmu celaka dan menderita selama waktu yang lama! Petapa telanjang Kaëàramuññhaka ini, yang engkau anggap Arahat sejati, tidak lama lagi akan hidup mengenakan pakaian dan menikah, bertahan hidup dengan nasi yang dimasak dan susu asam. Ia akan pergi lebih jauh dari semua kuil di Vesàlã, dan akan meninggal dunia setelah kehilangan seluruh reputasinya.” Dan semua itu memang benar terjadi.’

1.14. ‘Kemudian Sunakkhatta, setelah mendengar apa yang telah terjadi, mendatangi-Ku … dan Aku berkata: “Jadi, Sunakkhatta,

382 D฀ãgha Nikà฀ya 24: Pàñika Sutta bagaimana menurutmu? Apakah yang Kukatakan kepadamu tentang

Kaëàramuññhaka benar terjadi atau tidak? … apakah keajaiban telah dilakukan atau tidak?” …. [12] Dan setelah mendengar kata-kata- Ku, Sunakkhatta meninggalkan Dhamma dan disiplin ini bagaikan seseorang yang divonis ke neraka.’

1.15. ‘Suatu ketika, Bhaggava, Aku sedang menetap di Vesàlã, di Aula Beratap Segitiga di Hutan Besar. Dan pada waktu itu, seorang petapa telanjang yang menetap di Vesàlã bernama Pàñikaputta, yang menikmati banyak pendapatan dan kemasyhuran di ibu kota para Vajji. Dan ia mengatakan pernyataan ini dalam suatu pertemuan di Vesàlã: “Petapa Gotama mengaku sebagai seorang bijaksana, dan aku mengakui hal yang sama. Adalah benar bahwa seorang bijaksana harus memperlihatkannya dengan melakukan keajaiban. Jika Petapa Gotama sudi datang setengah jalan untuk bertemu denganku, aku akan melakukan hal yang sama. Kemudian kami berdua akan melakukan keajaiban, dan jika Petapa Gotama melakukan satu keajaiban, aku akan melakukan dua. Jika Beliau melakukan dua, aku akan melakukan [13] empat. Dan jika Beliau melakukan empat, aku akan melakukan delapan. Berapa pun banyaknya keajaiban yang Petapa Gotama lakukan, aku akan melakukan dua kali lebih banyak!”’

1.16. ‘Kemudian Sunakkhatta mendatangi-Ku, memberi hormat kepada-Ku, duduk di satu sisi, dan mengatakan kepada-Ku apa yang dikatakan oleh Pàñikaputta. Aku berkata: “Sunakkhata, petapa telanjang Pàñikaputta itu tidak akan mampu bertemu muka dengan-Ku jika ia tidak menarik kembali kata-katanya, melepaskan pikiran itu, dan meninggalkan pandangan itu. Dan jika ia berpikir sebaliknya, kepalanya akan pecah berkeping-keping.” 733 ’

1.17. ‘“Bhagavà, harap Bhagavà berhati-hati terhadap apa yang Bhagavà katakan, harap Yang Sempurna menempuh Sang Jalan berhati-hati terhadap apa yang Beliau katakan!” [14] “Apa maksudmu mengatakan hal itu kepada-Ku?” “Bhagavà, Sang Bhagavà mengucapkan pernyataan pasti tentang kedatangan Pàñikaputta. Tetapi ia mungkin saja datang dengan bentuk yang

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 383

1.18. ‘“Tetapi, Sunakkhatta, akankah Tathàgata membuat pernyataan yang membingungkan?” “Bhagavà, apakah Bhagavà mengetahui dengan pikiran-Nya sendiri tentang apa yang akan terjadi dengan Pàñikaputta? Atau dewa telah memberitahukan kepada Tathàgata?” “Sunakkhatta, Aku mengetahuinya dengan pikiran-Ku sendiri, dan Aku juga telah diberitahu oleh dewa. [15] Karena Ajita, Jenderal Licchavi, meninggal dunia beberapa hari yang lalu dan telah terlahir kembali di alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa. Ia mengunjungi-Ku dan memberitahukan kepada-Ku: ‘Bhagavà, Pàñikaputta si petapa telanjang adalah pembohong yang tidak tahu malu! Ia menyatakan di ibu kota Vajji: “Ajita, jenderal Licchavi, telah terlahir kembali di neraka!” namun aku tidak terlahir kembali di neraka, melainkan di alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa. Ia adalah seorang pembohong yang tidak tahu malu ….’ Demikianlah, Sunakkhatta, Aku mengetahui dengan pikiran-Ku sendiri, tetapi Aku juga telah diberitahu oleh dewa. Dan sekarang, Sunakkhatta, Aku akan pergi ke Vesàlã untuk menerima dana makanan. Saat kembali nanti, setelah makan, Aku akan pergi untuk beristirahat siang di Taman Pàñikaputta. Engkau boleh mengatakan apa pun yang engkau inginkan kepadanya.”’ [16]

1.19. ‘Kemudian, setelah merapikan jubah, Aku mengambil jubah dan mangkuk, pergi ke Vesàlã untuk menerima dana makanan. Saat kembali, Aku pergi ke Taman Pàñikaputta untuk beristirahat siang. Sementara itu, Sunakkhatta bergegas pergi ke Vesàlã dan menyatakan kepada para Licchavi yang terkemuka: “Teman-teman, Sang Bhagavà telah pergi ke Vesàlã untuk menerima dana makanan, dan setelah itu, Beliau akan pergi ke Taman Pàñikaputta untuk beristirahat siang. Marilah, Teman-teman, marilah! Dua petapa besar akan melakukan keajaiban!” dan semua Licchavi terkemuka itu berpikir: “Dua petapa besar akan melakukan keajaiban! Marilah kita pergi ke sana!” dan ia juga mendatangi para Brahmana terkenal dan kaya, dan para petapa dan Brahmana dari berbagai aliran, dan memberitahukan hal yang sama, dan mereka juga berpikir: “Mari kita ke sana!” [17] Dan demikianlah semua orang datang ke Taman Pàñikaputta, ratusan dan ribuan dari mereka.’

384 D฀ãgha Nikà฀ya 24: Pàñika Sutta

1.20. ‘Dan Pàñikaputta mendengar bahwa semua orang ini telah datang ke tamannya, dan bahwa Petapa Gotama telah pergi ke sana untuk beristirahat siang. Dan mendengar berita itu, ia gemetar ketakutan, dan merinding. Dan dengan gemetar ketakutan dan merinding, ia pergi menuju Tinduka, perkemahan para pengembara. 734 Ketika kerumunan itu mendengar bahwa ia telah pergi ke perkemahan Tinduka, mereka menginstruksikan seseorang untuk menemui Pàñikaputta dan mengatakan: “Teman Pàñikaputta, marilah! Semua orang telah datang ke tamanmu, dan Petapa Gotama telah pergi ke sana untuk beristirahat siang. Karena engkau telah menyatakan dalam suatu pertemuan di Vesàlã: “Petapa Gotama mengaku sebagai seorang bijaksana, dan aku mengakui hal yang sama … (seperti paragraf 15). [18] Berapa pun banyaknya keajaiban yang Petapa Gotama lakukan, aku akan melakukan dua kali lebih banyak!” Karena itu, marilah datang setengah perjalanan: Petapa Gotama telah menempuh setengah perjalanan untuk bertemu denganmu, dan sedang duduk dalam istirahat siang-Nya di taman Yang Mulia.”’

1.21. ‘Utusan itu pergi dan menyampaikan pesan itu. Dan mendengar hal itu, Pàñikaputta berkata: “Aku datang, Teman, [19] aku datang!” Tetapi, bagaimanapun ia menggeliat, ia tidak dapat bangkit dari duduknya. Kemudian utusan itu berkata: “Ada apa denganmu, teman Pàñikaputta? Apakah pantatmu menempel di tempat duduk, atau tempat duduk itu menempel di pantatmu? Engkau terus mengatakan: ‘Aku datang, Teman, aku datang!’ tetapi engkau hanya menggeliat dan tidak bangkit dari dudukmu.” Dan bahkan setelah mendengar kata-kata ini, Pàñikaputta masih terus menggeliat tanpa bisa bangkit.’

1.22. ‘Dan ketika utusan itu menyadari bahwa Pàñikaputta tidak mampu bangkit, ia kembali ke kerumunan dan melaporkan situasi tersebut. Dan kemudian Aku berkata kepada mereka: “Pàñikaputta si petapa telanjang tidak mampu bertemu muka dengan-Ku jika ia tidak mencabut kata-katanya, melepaskan pikirannya, dan meninggalkan pandangan itu. Dan jika ia berpikir sebaliknya, kepalanya akan pecah berkeping-keping.”’

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 385 [Akhir dari bagian pembacaan pertama]

2.1. ‘Kemudian, Bhaggava, salah satu menteri Licchavi bangkit dari duduknya dan berkata: “Baiklah, Teman-teman, tunggulah sebentar hingga aku [20] mencoba untuk membawa Pàñikaputta ke sini.” Maka ia pergi ke perkemahan Tinduka dan berkata kepada Pàñikaputta: “Marilah, Pàñikaputta, sebaiknya engkau datang. Semua orang ini telah datang ke tamanmu dan Petapa Gotama telah pergi ke sana untuk beristirahat siang. Jika engkau datang, kami akan menjadikan engkau pemenang dan membiarkan Petapa Gotama kalah.”’

2.2. ‘Dan Pàñikaputta berkata: “Aku datang, Teman, aku datang.” Tetapi, bagaimanapun ia menggeliat, ia [21] tidak dapat bangkit dari duduknya ….’

2.3. ‘Maka menteri itu kembali ke kerumunan dan melaporkan situasi tersebut. Kemudian Aku berkata: “Pàñikaputta si petapa telanjang tidak mampu bertemu muka dengan-Ku …. Bahkan jika para Licchavi yang baik berpikir: ‘Mari kita mengikatnya dengan tali kulit dan berusaha menariknya dengan sepasang sapi!,’ ia akan memutuskan tali. Ia tidak mampu bertemu muka dengan-Ku ….”’ [22]

2.4. ‘Kemudian Jàliya, seorang murid petapa bermangkuk-kayu, 735 bangkit dari duduknya … pergi ke perkemahan Tinduka dan berkata kepada Pàñikaputta: “Marilah, Pàñikaputta, jika engkau datang, kami akan menjadikan engkau pemenang dan membiarkan Petapa Gotama kalah.”’ [23]

2.5. ‘Dan Pàñikaputta berkata: “Aku datang, Teman, aku datang.” Tetapi, bagaimanapun ia menggeliat, ia tidak dapat bangkit dari duduknya ….’

2.6. ‘Kemudian, ketika Jàliya menyadari situasinya, ia berkata: “Pàñikaputta, suatu ketika, seekor singa, raja binatang buas, berpikir: ‘Bagaimana jika aku bersarang di dekat suatu hutan. Kemudian aku

386 D฀ãgha Nikà฀ya 24: Pàñika Sutta akan keluar di malam hari, menguap, mengamati empat penjuru,

mengaumkan auman singa tiga kali, dan kemudian mengejar binatang pemakan rumput. Aku dapat memilih yang terbaik dari kelompok itu sebagai mangsaku, dan setelah memakan makanan lezat dari daging lembut, kemudian kembali ke sarangku.’ Dan ia melakukan hal itu.”’ [24]

2.7. ‘“Kemudian ada seekor serigala yang tumbuh besar setelah singa itu pergi, dan ia sombong dan kuat. Dan ia berpikir: ‘Apakah bedanya antara aku dan singa itu, raja binatang buas? Bagaimana jika aku bersarang di dekat hutan ….’ Demikianlah ia bersarang di sana dan keluar di malam hari, ia mengamati empat penjuru, dan kemudian berpikir: ‘Sekarang aku akan mengaumkan auman singa tiga kali,’ - dan ia menggonggong sesuai jenisnya, gonggongan serigala. Tetapi apakah gonggongan serigala malang itu sama dengan auman singa? Demikian pula, Pàñikaputta, engkau jauh dari pencapaian Yang Sempurna menempuh Sang Jalan dan makan dari sisa-sisa Yang Sempurna menempuh Sang Jalan, membayangkan engkau dapat berdampingan dengan Sang Tathàgata, Arahat dan Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna. Tetapi apakah Pàñikaputta yang malang sama dengan Sang Tathàgata?”’

2.8. ‘Kemudian, karena bahkan dengan perumpamaan ini masih tidak mampu memaksa Pàñikaputta bangkit dari duduknya, Jàliya mengucapkan syair ini: [25]

“Berpikir bahwa dirinya adalah seekor singa, si serigala berkata: ‘Aku adalah raja binatang buas,’ dan mencoba untuk mengaumkan Auman singa, namun hanya gonggongan yang dihasilkan. Singa adalah singa dan serigala tetap serigala.

Demikian pula, Pàñikaputta, engkau jauh dari pencapaian Yang Sempurna menempuh Sang Jalan ….”’

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 387

2.9. ‘Dan, karena bahkan dengan perumpamaan ini masih tidak mampu memaksa Pàñikaputta bangkit dari duduknya, Jàliya mengucapkan syair ini:

“Mengikuti jejak yang lain, dan makan Dari sisa-sisa, sifat serigalanya ia lupakan, Berpikir: ‘aku adalah singa,’ mencoba mengaum Auman dahsyat, tetapi hanya gonggongan yang keluar Singa adalah singa dan serigala tetap serigala.

Demikian pula, Pàñikaputta, engkau jauh dari pencapaian Yang Sempurna menempuh Sang Jalan .…”’

2.10. ‘Dan, karena bahkan dengan perumpamaan [26] ini masih tidak mampu memaksa Pàñikaputta bangkit dari duduknya, Jàliya mengucapkan syair ini:

“Dengan rakus memakan kodok dan tikus di tempat penumbukan padi, Dan mayat-mayat yang dibuang di tanah pekuburan Dalam kesunyian hutan, sang serigala berpikir: ‘Aku adalah Raja binatang buas’, dan mencoba mengaum Auman dahsyat, tetapi hanya gonggongan yang keluar Singa adalah singa dan serigala tetap serigala.

Demikian pula, Pàñikaputta, engkau jauh dari pencapaian Yang Sempurna menempuh Sang Jalan dan makan dari sisa-sisa Yang Sempurna menempuh Sang Jalan, membayangkan engkau dapat berdampingan dengan Sang Tathàgata, Arahat dan Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna. Tetapi apakah Pàñikaputta yang malang sama dengan Sang Tathàgata?”’

2.11. ‘Kemudian, karena bahkan dengan perumpamaan ini masih tidak mampu memaksa Pàñikaputta bangkit dari duduknya, Jàliya kembali ke kerumunan dan melaporkan situasinya.’

388 D฀ãgha Nikà฀ya 24: Pàñika Sutta

2.12. Kemudian Aku berkata: “Pàñikaputta tidak mampu bertemu muka dengan-Ku jika ia tidak mencabut kata-katanya, melepaskan pikirannya, dan meninggalkan pandangan itu …. Bahkan jika para Licchavi yang baik berpikir: ‘Mari kita mengikatnya dengan tali kulit dan berusaha menariknya dengan sepasang sapi,’ [27] ia akan memutuskan tali. Ia tidak mampu bertemu muka dengan-Ku … jika ia berpikir sebaliknya, kepalanya akan pecah berkeping-keping.”

2.13. ‘Kemudian, Bhaggava, Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat, dan menggembirakan kerumunan itu dengan khotbah Dhamma. Dan setelah membebaskan kelompok itu dari belenggu besar, 736 dengan demikian menyelamatkan delapan puluh empat ribu makhluk dari jalan berbahaya, Aku memasuki unsur-api 737 dan terbang ke angkasa hingga setinggi tujuh pohon palem, dan memancarkan cahaya setinggi tujuh pohon palem lagi sehingga bersinar dan menebarkan keharuman, kemudian Aku muncul kembali di Aula Beratap Segitiga di Hutan Besar.’ 738

‘Dan di sana, Sunakkhatta mendatangi-Ku, memberi hormat dan duduk di satu sisi. Aku berkata: “Bagaimana menurutmu, Sunakkhatta? Apakah yang Kukatakan kepadamu tentang Pàñikaputta benar atau tidak?” “Benar, Bhagavà.” “Dan apakah keajaiban sudah dilakukan, atau tidak?” “Sudah, Bhagavà.” “Jadi, engkau orang dungu, apakah engkau masih mengatakan, setelah Aku melakukan [28] keajaiban demikian: ‘Bhagavà, Engkau tidak melakukan keajaiban apa pun?’ Pertimbangkanlah, orang dungu, seberapa besar kesalahanmu.” Dan, Bhaggava, setelah mendengar kata-kata-Ku, Sunakkhatta meninggalkan Dhamma dan disiplin ini bagaikan seseorang yang divonis ke neraka.’

2.14. ‘Bhaggava, Aku mengetahui asal-usul dari segala sesuatu, 2739 Aku bukan hanya mengetahui hal itu, tetapi apakah yang lebih dari itu dalam hal nilai. 740 Aku tidak terpengaruh oleh apa yang Aku tahu, dan bukan karena pengaruhnya Aku mengetahui untuk diri- Ku sendiri pemadaman itu, 741 dengan pencapaian yang karenanya Sang Tathàgata tidak mungkin jatuh ke jalan berbahaya. 742 Ada, Bhaggava, beberapa petapa dan Brahmana yang menyatakan

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 389 ajaran mereka bahwa segala sesuatu adalah ciptaan para dewa, 743

atau Brahmà. Aku mendatangi mereka dan berkata: “Tuan- tuan, benarkah bahwa kalian menyatakan bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Dewa, atau Brahmà?” “Benar,” mereka menjawab. Kemudian Aku bertanya: “Kalau begitu, bagaimanakah Tuan- tuan menyatakan bagaimana munculnya ini?” Tetapi mereka tidak mampu menjawab, dan sebaliknya mereka bertanya kepada-Ku. Dan Aku menjawab:’

2.15-17. ‘“Akan tiba saatnya, teman-teman, cepat atau lambat setelah kurun waktu yang lama, ketika alam ini mengerut .… Makhluk-makhluk terlahir di alam Brahmà Abhassara dan berdiam di sana selama waktu yang sangat lama. Ketika alam ini mengembang, salah satu makhluk jatuh dari sana dan muncul di sebuah istana Brahmà yang kosong. Ia merindukan teman, makhluk-makhluk lain muncul, dan

ia dan mereka percaya bahwa ia menciptakan mereka (Sutta 1, paragraf 2.2-6). [29-30] Itu, Tuan-tuan, adalah bagaimana segala sesuatu terjadi sebagaimana yang kalian ajarkan bahwa segala sesuatu adalah ciptaan dewa, atau Brahmà.” Dan mereka berkata: “Kami telah mendengar hal ini, Yang Mulia Gotama, seperti yang Engkau jelaskan.” Tetapi Aku mengetahui asal-usul dari segala sesuatu … dan bukan karena pengaruh oleh apa yang Aku tahu, Aku mengetahui pemadaman itu, dengan pencapaian yang karenanya Sang Tathàgata tidak mungkin jatuh ke jalan berbahaya.’

2.18. ‘Ada beberapa petapa dan Brahmana yang menyatakan bahwa asal-usul segala sesuatu adalah karena kekotoran oleh kenikmatan. Aku mendatangi mereka dan bertanya apakah itu adalah pandangan mereka. “Benar,” mereka menjawab. [31] Aku bertanya bagaimanakah asal-usul itu, dan ketika mereka tidak mampu menjawab, Aku berkata: “Ada, Tuan-tuan, para dewa tertentu yang dikotori oleh kenikmatan. Mereka menghabiskan banyak waktu dengan bersenang-senang …. Perhatian mereka jatuh (Sutta 1, paragraf 2.7-9). Itu, [32] Tuan-tuan, adalah apa yang kalian ajarkan bahwa asal-usul segala sesuatu adalah karena kekotoran oleh kenikmatan.” Dan mereka berkata: “Kami telah mendengar hal ini, Yang Mulia Gotama, seperti yang Engkau jelaskan.”’

390 D฀ãgha Nikà฀ya 24: Pàñika Sutta

2.19. ‘Ada beberapa petapa dan Brahmana yang menyatakan bahwa asal-usul segala sesuatu adalah karena kekotoran pikiran. Aku mendatangi mereka dan bertanya apakah itu adalah pandangan mereka. “Benar,” mereka menjawab. Aku bertanya bagaimanakah asal-usul itu, dan ketika mereka tidak mampu menjawab, Aku berkata: “Ada, Tuan-tuan, para dewa tertentu yang disebut berpikiran kotor. Mereka menghabiskan banyak waktu dengan saling iri-hati satu sama lain …. Pikiran mereka menjadi kotor, dan mereka terjatuh (Sutta 1, paragraf 2.10-13). [33] Itu, Tuan-tuan, adalah apa yang kalian ajarkan bahwa asal-usul segala sesuatu adalah karena kekotoran pikiran.” Dan mereka berkata: “Kami telah mendengar hal ini, Yang Mulia Gotama, seperti yang Engkau jelaskan.”’

2.20. ‘Ada, Bhaggava, beberapa petapa dan Brahmana yang menyatakan bahwa asal-usul segala sesuatu adalah terjadi secara kebetulan. Aku mendatangi mereka dan bertanya apakah itu adalah pandangan mereka. “Benar,” mereka menjawab. Aku bertanya bagaimanakah asal-usul itu, dan ketika mereka tidak mampu menjawab, Aku berkata: “Ada, Tuan-tuan, para dewa tertentu yang disebut tanpa kesadaran. Ketika mendadak suatu persepsi muncul dalam diri mereka, para dewa itu jatuh dari alam itu … tidak mengingat apa-apa (Sutta 1, paragraf 2.31) mereka berpikir: ‘Sekarang dari tidak ada, aku telah menjadi ada.’ [34] Itu, Tuan-tuan, adalah apa yang kalian ajarkan bahwa asal-usul segala sesuatu adalah terjadi secara kebetulan.” Dan mereka berkata: “Kami telah mendengar hal ini, Yang Mulia Gotama, seperti yang Engkau jelaskan.” Aku mengetahui asal-usul dari segala sesuatu, Aku bukan hanya mengetahui hal itu, tetapi apakah yang lebih dari itu dalam hal nilai. Aku tidak terpengaruh oleh apa yang Aku tahu, dan bukan karena pengaruhnya Aku mengetahui untuk diri- Ku sendiri pemadaman itu, dengan pencapaian yang karenanya Sang Tathàgata tidak mungkin jatuh ke jalan berbahaya.’

2.21. ‘Dan Aku, Bhaggava, yang mengajarkan ini dan menyatakan ini dituduh secara salah, sia-sia, bohong, dan keliru oleh beberapa petapa dan Brahmana yang mengatakan: “Petapa Gotama berada

Seorang Yang Berbohong Memiliki Pengetahuan 391 di jalan yang salah, 744 dan demikian pula para bhikkhu siswa-

Nya. Beliau menyatakan bahwa siapa saja yang telah mencapai tingkat kebebasan yang disebut ‘indah’ 745 melihat segala sesuatu menjijikkan.” Tetapi Aku tidak mengatakan hal ini. Apa yang Kukatakan adalah bahwa ketika seseorang telah mencapai tingkat kebebasan yang disebut ‘indah’, ia mengetahui bahwa itu adalah indah.’

‘Sesungguhnya, Bhagavà, merekalah yang berada di jalan yang salah yang menuduh Bhagavà dan para bhikkhu salah. Aku sangat gembira dengan Bhagavà [35] sehingga aku berpikir bahwa Bhagavà mampu mengajarkan aku bagaimana mencapai dan berdiam di dalam kebebasan yang disebut “indah”.’

‘Sulit bagimu, Bhaggava, yang menganut pandangan yang berbeda, yang memiliki kecenderungan berbeda, dan mengalami pengaruh- pengaruh berbeda, mengikuti disiplin yang berbeda dan memiliki guru yang berbeda, untuk mencapai dan berdiam dalam kebebasan yang disebut ‘indah’. Engkau harus berusaha keras, percaya kepada-Ku, Bhaggava.’

‘Bhagavà, bahkan jika adalah sulit bagiku untuk mencapai dan berdiam dalam kebebasan yang disebut ‘indah’, aku tetap percaya kepada-Mu.’ 746

Demikianlah Sang Bhagavà berbicara, dan Bhaggava si pengembara senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavà.

Udumbarika-Sãhanadà Sutta