BAGIAN KE DUA: KELOMPOK PANJANG

BAGIAN KE DUA: KELOMPOK PANJANG

14. Mahàpadàna Sutta: Khotbah Panjang tentang Silsilah. Ini merujuk pada tujuh Buddha, kembali ke ‘sembilan puluh satu kappa’ yang lalu. Kehidupan Buddha Vipassã jauh di masa lampau

Rangkuman Tiga-puluh Empat Sutta lvii diceritakan dalam kisah-kisah yang mirip dengan versi kehidupan

Gotama. Semua Buddha menjalani pengalaman yang serupa dalam kehidupan terakhir mereka di bumi. Pencapaian Kebuddhaan yang sama dengan pemahaman akan sebab-akibat yang saling bergantungan (baca Sutta berikutnya).

15. Mahànidàna Sutta: Khotbah Panjang tentang Asal-mula. ânanda ditegur karena mengatakan bahwa hukum sebab-akibat yang saling bergantungan telah terlihat ‘sejelas-jelasnya’ olehnya. Sang Buddha menjelaskannya pertama-tama dalam urutan mundur, namun kembali hanya sampai batin-dan-jasmani dan kesadaran (yaitu, faktor 4 dan 3 dari 12 urutan biasa), dan juga melompati bagian enam landasan-indria (No. 5). Penjelasan berakhir dengan rujukan pada tujuh bidang kesadaran dan dua alam.

16. Mahàparinibbàna Sutta: Wafat Agung (Hari-hari terakhir Sang Buddha). Sutta terpanjang dari seluruh sutta, menceritakan tentang (tanpa mengabaikan beberapa sulaman legendaris) kisah hari-hari terakhir Sang Buddha. Raja Ajàtasattu, ingin menyerang suku Vajji, mengirim utusan untuk menghadap Sang Buddha untuk mengetahui bagaimana hasilnya. Sang Buddha menjawab secara tidak langsung, menunjukkan keunggulan sistem Republik suku Vajji, dan selanjutnya menasihati para bhikkhu agar menjalankan peraturan-peraturan serupa di dalam Sangha. Bersama ânanda, Beliau mengunjungi serangkaian tempat dan membabarkan khotbah-khotbah kepada para bhikkhu dan umat- awam. Di Pàñaligàma, Beliau meramalkan kemakmuran di masa depan dari tempat itu (kelak menjadi ibu kota kerajaan Asoka bernama Pàñaliputra). Di Vesàli, si pelacur Ambapàli mengundang Beliau untuk makan, dan mempersembahkan hutan mangganya kepada Sangha. Beliau memberitahu ânanda bahwa, Beliau akan meninggal dunia dalam tiga bulan. Di Pàvà, Cunda si pandai besi mempersembahkan makanan yang mengandung ‘kesukaan babi’ (daging babi, jamur? -- ada berbagai pendapat berbeda) yang hanya dapat dimakan oleh Sang Buddha. Kemudian Beliau sakit keras, namun dengan hati-hati membebaskan Cunda dari kesalahan. Di Kusinàra, Sang Buddha beristirahat di antara pohon sàl-kembar.

lviii Khotbah-khotbah Panjang Sang Buddha ânanda memohon agar Beliau tidak meninggal dunia di tempat

yang sangat tidak penting itu, namun Beliau berkata bahwa, tempat itu pernah menjadi sebuah ibu kota terkenal (baca Sutta 17). Setelah memberikan nasihat-nasihat terakhir kepada Sangha (dan menolak menunjuk seorang penerus), Beliau mengucapkan nasihat terakhir ‘berjuanglah dengan tanpa mengenal lelah’ -- appamàdena sampàdetha -- dan meninggal dunia. Sutta ditutup dengan kisah pemakaman dan pembagian abu jenazah dalam delapan bagian.

17. Mahàsudassana Sutta: Kemegahan Agung (Pelepasan Keduniawian seorang Raja). Sebagian besar kisah terdapat dalam Jàtaka 95. Raja Mahàsudassana hidup dalam kemegahan bagaikan dalam dongeng dan memiliki tujuh pusaka, tetapi akhirnya mengundurkan diri ke dalam istana Dhamma (yang dibangun oleh para dewa) untuk menjalani kehidupan bermeditasi.

18. Janavasabha Sutta: Tentang Janavasabha (Brahmà berbicara kepada para Dewa). Sesosok yakkha (dari jenis yang baik) muncul di hadapan Sang Buddha menyatakan bahwa, ia sekarang dipanggil Janavasabha, namun ketika di alam manusia, ia adalah Raja Bimbisàra dari Magadha, seorang penyokong besar Sang Buddha, yang dibunuh oleh putranya, Ajàtasattu. Ia mengatakan bahwa pada pertemuan Tiga-Puluh-Tiga Dewa, di sana Brahmà menyatakan bagaimana, sejak misi Sang Buddha di alam manusia, peringkat para dewa meningkat dan peringkat musuh mereka, para asura, menurun.

19. Mahàgovinda Sutta: Pelayan Mulia (Kehidupan Lampau Gotama). Gandabbha Pa¤casikha muncul di hadapan Sang Buddha dan melaporkan, mirip dengan Sutta 18, dalam suatu pertemuan para dewa. Kemudian berlanjut dengan kisah pelayan mulia yang melaksanakan tugas-tugas dari tujuh raja dan kemudian mengundurkan diri untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, membawa banyak orang ke alam-Brahmà yang merupakan tujuan tertinggi yang dapat dicapai oleh orang-orang pada masa ketika tidak ada Buddha. Di akhir cerita, Sang Buddha memberitahu Pa¤casikha bahwa Beliau adalah sang pelayan itu, tetapi jalan yang

Rangkuman Tiga-puluh Empat Sutta lix sekarang Beliau ajarkan, sebagai seorang Buddha, jauh melampaui

apa yang Beliau ajarkan masa itu.

20. Mahàsamaya Sutta: Pertemuan Agung (Para Dewa Datang Menemui Sang Buddha). Sebuah Sutta yang praktis terdiri dari syair-syair yang berisikan pengetahuan mitologis.

21. Sakkapa¤ha Sutta: Pertanyaan Sakka (Dewa Berkonsultasi pada Sang Buddha). Sakka, raja dari Tiga-Puluh-Tiga Dewa, mendekati Sang Buddha dengan bantuan Pa¤casikha, yang menyanyikan lagu-cinta (!) untuk Beliau untuk menarik perhatian Beliau. Sakka mengajukan berbagai pertanyaan tentang hidup suci kepada Sang Buddha. Kita juga membaca kisah bhikkhuni Gopikà yang menjadi seorang laki-laki, dan mencela tiga orang bhikkhu yang terlahir kembali di alam surga terendah, mendesak mereka agar berusaha lebih keras dan mencapai lebih tinggi, yang mana dua di antaranya berhasil melakukannya. Sakka sendiri berhasil menjalani jalan yang benar dan menghadiahkan Pa¤casikha (yang tidak begitu maju) gadis gandhabba yang ia cintai.

22. Mahàsatipaññhàna Sutta: Khotbah Panjang Landasan-landasan Perhatian. Sangat berbeda dalam hal karakteristik dibandingkan dengan Sutta-Sutta sebelumnya, ini dianggap oleh banyak orang sebagai Sutta paling penting dalam Tipitaka. Kata demi kata dalam Sutta ini diulang lagi dalam Sutta No. 10 dari Majjhima Nikàya dengan pengecualian paragraf 18-21. ‘Satu Jalan’ untuk pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan dan tekanan, untuk mencapai Nibbàna adalah Empat Landasan Perhatian: Perhatian pada jasmani, perasaan, pikiran, dan objek-objek pikiran. Instruksi terperinci atas kesadaran penuh perhatian pada pernafasan, dan seterusnya, diberikan dalam Sutta ini. Demikianlah, pada bagian objek-objek pikiran, misalnya, kita membaca: ‘jika keinginan indria muncul dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui kemunculannya. Jika keinginan indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui ketiadaannya. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan indria yang belum muncul menjadi muncul, dan ia mengetahui bagaimana pelenyapan keinginan 22. Mahàsatipaññhàna Sutta: Khotbah Panjang Landasan-landasan Perhatian. Sangat berbeda dalam hal karakteristik dibandingkan dengan Sutta-Sutta sebelumnya, ini dianggap oleh banyak orang sebagai Sutta paling penting dalam Tipitaka. Kata demi kata dalam Sutta ini diulang lagi dalam Sutta No. 10 dari Majjhima Nikàya dengan pengecualian paragraf 18-21. ‘Satu Jalan’ untuk pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan dan tekanan, untuk mencapai Nibbàna adalah Empat Landasan Perhatian: Perhatian pada jasmani, perasaan, pikiran, dan objek-objek pikiran. Instruksi terperinci atas kesadaran penuh perhatian pada pernafasan, dan seterusnya, diberikan dalam Sutta ini. Demikianlah, pada bagian objek-objek pikiran, misalnya, kita membaca: ‘jika keinginan indria muncul dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui kemunculannya. Jika keinginan indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui ketiadaannya. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan indria yang belum muncul menjadi muncul, dan ia mengetahui bagaimana pelenyapan keinginan

ketidakmunculan di masa depan dari keinginan-indria yang telah dilenyapkan itu terjadi.’ (‘Bhikkhu’ di sini, menurut Komentar, berarti siapa saja yang melakukan praktik ini). Sutta ini diakhiri dengan penjelasan Empat Kebenaran Mulia.

23. Pàyàsi Sutta: Tentang Pàyàsi (Perdebatan dengan seorang Skeptis). Pangeran Pàyàsi tidak meyakini kehidupan setelah kematian, atau dalam hal imbalan dan hukuman dari perbuatan baik dan buruk. Yang Mulia Kumàra-Kassapa meyakinkannya akan pandangannya yang keliru dengan membabarkan serangkaian perumpamaan- perumpamaan cerdas. Akhirnya, Pàyàsi beralih keyakinan, mengadakan persembahan kepada para petapa dan orang-orang miskin, namun melakukannya dengan enggan. Akibatnya, ia terlahir kembali di alam surga terendah.

BAGIAN KE TIGA: KELOMPOK ‘PâòIKA’

24. Pàñika Sutta: Tentang Pàñikaputta (Sang Pembual). Sang Buddha memiliki seorang siswa yang sangat bodoh bernama Sunakkhatta, yang akhirnya meninggalkan Beliau. Sunakkhatta sangat terkesan dengan beberapa ‘orang suci’ meragukan yang ia anggap sebagai Arahat. Petapa telanjang pembual, Pàñikaputta menantang Sang Buddha untuk melakukan adu kesaktian. Sang Buddha menunggu kedatangannya, namun -- seperti yang diramalkan oleh Sang Buddha -- ia bahkan tidak dapat bangkit dari duduknya untuk menjumpai Sang Buddha. Sutta ini bukannya tidak lucu, tetapi jelas merupakan materi yang tidak memenuhi standar. Bagian terakhir pada ‘Asal-mula ajaran’ sepertinya ditambahkan.

25. Udumbarika-Sãhanàda Sutta: Auman Singa Kepada Kaum Udumbarika. Pengembara Nigrodha, berdiam di perkemahan Udumbarika, membual bahwa ia mampu ‘menjatuhkan Petapa Gotama’ dengan satu pertanyaan. Tentu saja, ia yang ditaklukkan, dan Sang Buddha menunjukkan jalan yang melampaui penyiksaan- diri -- ‘untuk mencapai puncak’.

Rangkuman Tiga-puluh Empat Sutta lxi

26. Cakkavatti-Sihànàda Sutta: Auman Singa tentang Pemutaran Roda. Di awal dan akhir khotbah ini, Sang Buddha menasihati para bhikkhu agar ‘memelihara lahan mereka masing-masing’ dengan mempraktikkan perhatian. Kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah ‘raja pemutar roda’ (penguasa bijaksana) yang memiliki pusaka-Roda, yang harus dijaga dengan hati-hati. Ia diikuti oleh barisan raja-raja bijaksana, namun akhirnya mereka merosot dan masyarakat berubah dari buruk menjadi lebih buruk, sementara itu, umur kehidupan manusia merosot hingga sepuluh tahun dan segala jenis moralitas lenyap. Setelah masa ‘interval-pedang’ yang singkat namun menakutkan, hal-hal mulai membaik, dan akhirnya Buddha lainnya, Metteya (Sanskrit Maitreya) akan muncul.

27. Aga¤¤a Sutta: Tentang Pengetahuan Asal-usul. Perumpamaan yang serupa, kali ini disampaikan kepada para Brahmana, yang pengakuannya dibantah oleh Sang Buddha. Tidak ada perbedaan antara para Brahmana dengan orang lain jika mereka berperilaku buruk. Kisah asal-usul kasta yang agak fantastis.

28. Sampasàdanãya Sutta: Keyakinan Tenang. Sàriputta menjelaskan alasan-alasannya tentang keyakinan penuhnya terhadap Sang Buddha.

29. Pàsàdika Sutta: Khotbah yang menggembirakan. Sebuah khotbah tentang guru-guru yang baik dan buruk, dan mengapa Sang Buddha tidak memperlihatkan hal-hal tertentu.

30. Lakkhaõa Sutta: Tanda-tanda Manusia Luar Biasa. Syair-syair tentang ‘tiga-puluh-dua tanda manusia luar biasa’ yang aneh yang disukai oleh para Brahmana. Disajikan dalam berbagai irama dalam naskah aslinya.

31. Sigàlaka Sutta: Kepada Sigàlaka (nasihat kepada orang-awam). Nasihat kepada pemuda-awam Sigàëaka tentang moralitas, sehubungan dengan empat penjuru, atas dan bawah yang, dalam mengenang ayahnya, yang ia sembah.

lxii Khotbah-khotbah Panjang Sang Buddha

32. âñànàñiya Sutta: Syair-syair Perlindungan âñànàñà.

33. Sangãti Sutta: Bersama-sama Mengulangi Khotbah-khotbah. (Menguraikan istilah-istilah untuk pembacaan).

34. Dasuttara Sutta: Memperluas Kelompok Sepuluh. Materi yang sama dengan Sutta 33, yang ditata dalam kelompok sepuluh.