Upacara Sipulung

4. Upacara Sipulung

Upacara Sipulung dilaksanakan setiap tahun sekali, tepatnya setiap bulan Januari, namun hari dan tanggalnya baru ditentukan beberapa minggu sebelumnya berdasarkan kesepakatan para uwata. Secara harafiah kata Sipulung berarti berkumpul, bersatu bersama. Memang dalam pelaksanaannya ribuan umat berdatangan, baik yang tinggal di Kabupaten Sidenreng Rappang maupun yang telah merantau ke kota-kota lain, berkumpul menjadi satu untuk mengikuti upacara ini.

Foto 2.8 Umat Hindu Tolotang yang datang dari luar kota dengan berbagai jenis kendaraan

Kriteria penetapan Upacara Sipulung adalah menentukan hari baik berdasarkan sistem kalender kuno yang terdapat pada Lontara Pacenga . Lontara Pacenga juga digunakan untuk penentuan upacara perkawinan, pertanian, dan lain-lain. Lontara berarti naskah dari daun lontar, sedangkan Pacenga berarti diterawang. Dalam hal ini yang diterawang adalah peristiwa-peristiwa alam dan cuaca yang terjadi selama satu pariama atau delapan tahun. Penerawangan selama delapan tahun tersebut kemudian digunakan sebagai patokan penentuan berbagai upacara pada masyarakat Hindu Tolotang, seperti pertanian, perkawinan, dan lain-lain.

Eksistensi Masyarakat Hindu Tolotang, Sulawesi Selatan

Foto 2.9 Berduyun-duyun berangkat menuju Parinyameng

Upacara Sipulung dipusatkan di Parinyameng, Kecamatan Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang, yang terletak sekitar tiga kilometer di sebelah barat Pasar Amparita. Parinyameng berasal dari kata pari yang berarti susah dan nyameng yang berarti senang. Dengan demikian, Parinyameng berarti bersusah-susah terlebih dahulu, baru kemudian bersenang-senang. Parinyameng sendiri adalah tempat makam Ipabbere, seorang wanita leluhur masyarakat Hindu Tolotang. Upacara ini memang diwujudkan dalam bentuk ziarah ke Makam Ipabbere, namun inti dari upacara ini adalah mengucapkan rasa syukur atas karunia yang diberikan oleh Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa), serta memohon perlindungan dan anugerah dalam menghadapi masa-masa yang akan datang.

Upacara Sipulung mulai dilaksanakan pada pagi, sekitar pukul

08.00 WITA. Sebelum pukul 08.00 WITA ribuan umat telah berkumpul di lapangan parkir dan halaman-halaman rumah penduduk di depan Pasar Amparita. Mereka bersiap-siap akan melakukan ritual berjalan kaki menuju Makam Ipabbere di Parinyameng, yang berjarak sekitar tiga kilometer di sebelah barat Pasar Amparita, melalui jalan-jalan desa yang sempit. Kaum wanita mengenakan kain batik untuk bawahan, kebaya untuk atasan, dan sarung untuk dililitkan di pinggang. Sedangkan kaum pria mengenakan sarung, kemeja, dan peci. Sepintas pakaian untuk kaum pria sama seperti yang umum dipakai oleh umat muslim ketika beribadah ke masjid.

Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi

Ritual berjalan kaki menuju makam dimulai sekitar pukul 9.00 WITA. Anak-anak pun diikutsertakan orangtuanya berjalan kaki menuju Parinyameng. Karena banyaknya orang yang berjalan kaki, jarak sekitar tiga kilometer tersebut harus ditempuh sekitar satu jam.

Foto 3.0 Pelaksanaan Upacara Sipulung di Parinyameng

Areal makam tersebut terletak di dalam hutan kecil dengan luas sekitar dua hektar. Di dalam areal makam ini hanya para uwata dan sebagian umat yang bertugas dalam upacara yang diperkenankan untuk masuk. Sarana upacara yang digunakan dalam upacara di makam disebut dengan bakultepa, yang terdiri dari: air, minyak, sirih, pinang, kain, kapas, dan api. Para tamu undangan dan umat yang tidak tertampung di dalam areal makam duduk-duduk di tempat yang telah disediakan di luar areal makam. Hal yang menarik, meskipun melibatkan ribuan umat dan mengundang para pejabat, di tempat upacara sama sekali tidak ada sambutan-sambutan seremonial dari pejabat pemerintah maupun tokoh-tokoh umat Hindu Tolotang.

Dalam rangkaian Upacara Sipulung juga diadakan permainan masempek , yaitu saling menendang lawan. Permainan ini hanya melibatkan anak laki-laki saja, tidak melibatkan orang dewasa. Tujuannya adalah memupuk rasa keberanian dan sportivitas pada diri anak laki-laki. Dalam permainan ini, dua orang anak laki-laki yang sepadan, baik umur maupun ukuran fisiknya, saling berhadap- hadapan dalam jarak beberapa meter. Beberapa orang lelaki dewasa bertindak sebagai wasit yang mengawasi permainan ini. Setelah salah seorang wasit memberi aba-aba mulai, mereka berlari menyongsong lawan dan saling menendang. Adegan berlari dan saling menendang ini biasanya dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah selesai melakukan

Eksistensi Masyarakat Hindu Tolotang, Sulawesi Selatan

permainan ini kedua orang anak yang bertanding kemudian saling berjabat tangan. Dalam permainan ini tidak ditentukan siapa yang menang dan yang kalah.

Foto 3.1 Pertandingan masempek

Upacara Sipulung berakhir sekitar pukul 13.00 WITA. Umat kemudian membuka bekal makan siang yang dibawa dari rumah. Mereka pun saling berbagi makanan dengan sesama umat yang duduk di sekitarnya, walaupun barangkali tidak saling mengenal. Tampak terasa suasana kebersamaan dan kesatuan di antara umat, seperti nama upacaranya, Sipulung.

Selain di Parinyameng, ada beberapa tempat suci lainnya bagi umat Hindu Tolotang, antara lain: Bulawe di Kabupaten Wajo, Bacukiki di Kotamadya Pare-Pare, Oting di Kecamatan Pitu Riawa, dan Pajakan di Kecamatan Tellu LimpoE.