EKSISTENSI MASYARAKAT HINDU TOLOTANG, SULAWESI SELATAN Oleh: Budiana Setiawan

EKSISTENSI MASYARAKAT HINDU TOLOTANG, SULAWESI SELATAN Oleh: Budiana Setiawan

This article describes the existence of Hindu Tolotang in Bugisnese society, which most of them are domiciled in Sidenreng Rappang District, South Sulawesi Province. Tolotang at the firstly is the ancient local religion of Bugisnese that have been affiliated to Hindu since 1966, so have been known as Hindu Tolotang now. Their option to affiliate to Hinduism was caused by pressures from other religious communities for several centuries.

Despite affiliation to Hinduism, many ordinary people argument if there was no link between the Tolotang local religion and Hinduism, so the Hindus considered was inappropriate, especially when juxtaposed with the Balinese Hindus. However, based on historical evidence in South Sulawesi, mainly from the remains of non physical, shows the influence of Hinduism into Bugisnese community in the past, such as the Dewata SeuwaE to mention the God, sewata to mention gods, toponymy, believing the concept baliwindru (karma phala), and the tradition of ancestor worship and veneration of rice plant.

Thus, the decision of the leaders of Tolotang local religion to affiliate into Hinduism in 1966, actually have the right foundation. The implementation of the differences between Hindu Tolotang and Hinduism communties from other ethnic groups are caused by the principles of desa (place), kala (time), and patra (situation and condition), also the differences expressing of the concept of satwam (obedience), siwam (greatness), and

sundaram (beauty) in Hinduism.

Pengantar

Di Indonesia terdapat beberapa etnis yang mempunyai kepercayaan lokal dengan konsep ajaran yang jelas dan tradisinya masih dijalankan oleh masyarakat pendukungnya hingga sekarang, seperti: kepercayaan Kaharingan pada masyarakat Dayak, Aluk Todolo pada masyarakat Toraja, Tolotang pada masyarakat Bugis, Kejawen pada masyarakat Jawa, Sunda Wiwitan atau Karuhunan pada masyarakat Sunda, dan lain-lain. Namun dalam kenyataannya kepercayaan-kepercayaan lokal yang terdapat di dalam suku-suku di Indonesia kurang mendapat perhatian pemerintah, dibandingkan dengan agama-agama resmi yang diakui oleh negara, seperti Islam,

Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi

Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Hal ini terbukti dengan tidak terdapatnya instansi yang menangani kepercayaan-kepercayaan lokal di Kementerian Agama.

Tidak diakuinya kepercayaan-kepercayaan lokal setingkat dengan agama-agama resmi negara menyebabkan masyarakat yang tetap ingin mempertahankan kepercayaan lokalnya terpaksa berkompromi dengan berafiliasi ke salah satu dari agama-agama resmi negara. Hal yang menarik, banyak di antara penganut kepercayaan lokal tersebut yang memilih berafiliasi ke agama Hindu. Meskipun telah berafiliasi ke Hindu, mereka tetap mempraktikkan upacara- upacara dari ajaran leluhurnya. Hal ini menyebabkan munculnya penggabungan nama antara kepercayaan lokal dengan agama Hindu, seperti: Hindu Kaharingan, Hindu Alukta, Hindu Tolotang, Hindu Kejawen, dan lain-lain. Di lain pihak, masyarakat awam masih beranggapan bahwa praktik-praktik upacara agama Hindu yang dianggap benar selama ini adalah praktik-praktik upacara yang mengacu pada penganut Hindu di Bali, sehingga implementasi tradisi Hindu di luar Bali dianggap salah.

Salah satu kepercayaan lokal yang berafiliasi dengan agama Hindu yang hendak dipaparkan dalam tulisan ini adalah Hindu Tolotang pada masyarakat Bugis. Penganut Hindu Tolotang sebagian besar berdomisili di Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah penganut sekitar 30 ribu jiwa (Roswanairah Kiran, 2005:54).

Meskipun secara resmi telah berafiliasi ke agama Hindu, komunitas Hindu Tolotang masih mengalami permasalahan, baik yang disebabkan oleh faktor dari luar maupun dari dalam. Faktor dari luar, antara lain dalam menjalin hubungan sosial-keagamaan dengan penganut agama lainnya, terutama sesama komunitas Bugis yang pada umumnya menganut agama Islam. Sedangkan faktor dari dalam, antara lain: mensinergikan ajaran agama Hindu dengan kepercayaan Tolotang, pendidikan agama Hindu untuk anak-anak mereka selaku generasi muda penerus tradisi Tolotang, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, muncul beberapa pertanyaan yang hendak dijelaskan dalam artikel ini, yaitu:

1. Bagaimana hubungan sosial-keagamaan antara penganut Hindu Tolotang dengan umat agama lain, terutama dengan sesama komunitas Bugis yang pada umumnya menganut agama Islam?

2. Bagaimana mensinergikan antara ajaran kepercayaan Tolotang dengan agama Hindu? Apakah ada keterkaitan sejarah antara

Eksistensi Masyarakat Hindu Tolotang, Sulawesi Selatan

kepercayaan Tolotang dengan agama Hindu, sehingga dapat digunakan sebagai entry point (jalan masuk) untuk mensinergikan ajaran kepercayaan Tolotang dengan agama Hindu?

3. Bagaimana interaksi antara penganut Hindu Tolotang dengan umat Hindu pada umumnya? Bagaimana hubungannya dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia selaku lembaga yang membina kehidupan umat Hindu di Indonesia?

Gambaran Umum Lokasi Masyarakat Hindu Tolotang

1. Kabupaten Sidenreng Rappang Selayang Pandang

Kabupaten Sidenreng Rappang atau yang biasa disingkat Sidrap secara geografis terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara astronomis terletak pada koordinat 3 o 43’ s.d. 4 o 09’ LS dan 119 o 41’ s.d. 120 o 10’ BT. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Enrekang, sebelah timur dengan Kabupaten Luwu dan Kabupaten Wajo, sebelah selatan dengan Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng, sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang dan Kotamadya Pare-Pare. Ibukota Kabupaten Sidenreng Rappang adalah Pangkajene (termasuk dalam wilayah Kecamatan MaritengngaE) yang berjarak 183 km dari Kota Madya Makassar.

Gambar 2.3. Peta Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappeng

Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi

Luas wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang mencapai 1.883,25 km 2 . Secara topografis kabupaten ini terletak pada ketinggian antara 10 m s.d. 1.500 m dari permukaan laut. Komposisi topografi daerah ini bervariasi, antara lain berupa wilayah datar seluas 879,85

km 2 (46,72%), berbukit seluas 290,17 km 2 (15,43%), dan bergunung- gunung seluas 712,81 km 2 (37,85%) (Kabupaten Sidenreng Rappang dalam Angka 2008, BPS: 4). Jumlah penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang mencapai 248.769 jiwa, terdiri dari laki-laki 120.241 jiwa dan perempuan 128.528 jiwa, dengan kepadatan penduduk mencapai 132 jiwa/ km 2 (sensus tahun 2007). Secara administrasi Kabupaten Sidenreng Rappang terbagi atas 11 kecamatan, 38 kelurahan, dan 65 desa (Kabupaten Sidenreng Rappang dalam Angka 2008, BPS: 26).

Berdasarkan agama yang dianutnya, sebagian besar penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang beragama Islam (239.224 jiwa), disusul dengan Hindu (9.069 jiwa), dan Kristen (476 jiwa). Sedangkan penganut agama Buddha dan Kepercayaan kepada Tuhan YME tidak ada. Adapun uraian mengenai pemeluk agama Islam, Hindu, dan Kristen di tiap-tiap kecamatan adalah sebagai berikut.

Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Sidenreng Rappang

No Kecamatan

Islam

Kristen

Hindu Jumlah

1. Panca Lautang

2. Tellu LimpoE

3. Watang Pulu

6. Panca Rijang

9. Pitu Riawa

10. Dua PituE

11. Pitu Riase

(Kabupaten Sidenreng Rappang dalam Angka 2008, BPS: 83)

Eksistensi Masyarakat Hindu Tolotang, Sulawesi Selatan

Mayoritas penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang adalah etnis Bugis. Sebagian besar penduduk bermatapencaharian di bidang pertanian. Lahan pertanian di kabupaten ini dikenal sangat subur, sehingga daerah ini disebut sebagai lumbung padi bagi Provinsi Sulawesi Selatan dan pemasok beras terbesar di Indonesia bagian timur. Sawah-sawah mendapat pengairan yang baik, sehingga dapat panen rata-rata tiga kali dalam setahun. (“Kabupaten Sidenreng Rappang,” Profil Daerah Kabupaten dan Kota, Jilid 3, 2003: 539). Motto Kabupaten Sidenreng Rappang adalah “resopa tummangingi malomo nalatei pammase dewata ”, yang artinya: hanya dengan bekerja keras yang dilandasi dengan niat suci dan doa, rahmat Tuhan akan mudah tercurah (“Kabupaten Sidenreng Rappang, Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 3, 2003: 541).

2. Kecamatan Tellu LimpoE

Kecamatan Tellu LimpoE terletak di bagian selatan dari Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan luas wilayah 103,20 km 2 . Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Watang Pulu dan MaritengaE, sebelah timur dengan Kecamatan Sidenreng, sebelah selatan dengan Kecamatan Panca Lautang, dan sebelah barat dengan Kotamadya Pare-Pare. Jumlah penduduk di kecamatan ini mencapai 23.351 jiwa, terdiri dari laki-laki 11.007 jiwa dan perempuan 12.344

jiwa. Kepadatan penduduk mencapai 226 jiwa tiap km 2 . Kecamatan ini Tellu LimpoE terdiri dari sembilan desa/ kelurahan. Berdasarkan agama yang dianutnya, penduduk Kecamatan Tellu LimpoE terdiri dari penganut Islam (14.255 jiwa), Kristen (12 jiwa), dan Hindu (6.907 jiwa). 1 Adapun uraian mengenai pemeluk agama Islam, Hindu, dan Kristen di tiap-tiap desa/ kelurahan adalah sebagai berikut. 2

1 Terdapat perbedaan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik antara Kecamatan Tellu LimpoE dengan Kabupaten Sidenreng Rappang. Berdasarkan data dari Kecamatan

Tellu LimpoE, jumlah penganut Hindu jauh lebih banyak (6.907 jiwa) daripada data dari Kabupaten Sidenreng Rappang (2.119 jiwa).

2 Menurut informasi dari Camat Tellu LimpoE, jumlah penganut Hindu Tolotang mencapai 12 ribu orang, atau 60 % dari sekitar 23 ribu penduduk kecamatan.

Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi