Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa – bangsa. Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan.

secara dinamis berkembang serta mencari bentuk-bentuk baru sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. 23

1. Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa – bangsa.

Perkembangan studi tentang nasionalisme telah berkembang dengan pengertian yang secara general dapat kita mengerti sekarang ini. Di antara penggunaan-penggunaan itu, yang paling penting adalah : 2. Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa yang bersangkutan. 3. Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.

4. Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan.

5. Suatu doktrin danatau idiologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus. 24 Pendefenisian istilah nasionalisme telah melalui proses panjang yang dalam setiap perumusannya selalu parsial dan mengacu pada kondisi sosial politik yang dicakupnya. Nasionalisme selalu berupaya menempatkan negara sebagai pusat dari pembahasaannya ataupun dalam tahap lebih lanjut mempertinggi derajat bangsanya. Sasaran umum ini ada tiga : otonomi nasional, kesatuan nasional, dan identitas nasional. Melihat sudut pandang para nasionalis, suatu bangsa tidak bisa melangsungkan hidupnya kalau ketiga sasaran ini dalam derajat yang memadai, yang kemudian dari sini muncullah defenisi kerja nasionalisme suatu gerakan idiologis untuk mencapai, mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial. Bergerak dari pembahasan nasionalisme, unsur yang tidak bisa dilepaskan dari penetapan ide-ide nasionalisme adalah tentang etnik dan bangsa. Terdapat perbedaan yang mendasar dan cenderung tumpang tindih antara bangsa dan komunitas etnik ataupun tidak dapat dipisahkan dan cenderung saling melengkapi. Bangsa bukanlah komunitas etnik yang, karena biasanya komunitas etnik, karena 23 Dikutip dari jurnal Iman, Ilmu dan Budaya. Baskara Wardaya. 2002, Nasionalisme Universal : Menjawab Ajakan Pasca Nasionalisnya Romo Mangun, vol 3. 24 Anthony Smith.2002. Nasionalisme, Teori, idiologi, sejarah.Jakarta :Erlangga. Hal. 7. Universitas Sumatera Utara biasanya komunitas etnik tidak mempunyai rujukan politik, dan dalam banyak hal juga kekurangan budaya public, bahkan kekurangan dimensi territorial, karena komunitas etnik belum tentu memerlukan kepemilikan fisik di dalam suatu wilayah historisnya. Pada praktek, perumusannya, dan pendefenisian, etnik dan bangsa tidak memiliki sekat yang kuat. Seperti konsepsi yang diajukan David Miller tentang bangsa, ada kecenderungan saling mendukung walaupun memang kedua topik ini bisa dipisahkan. Defenisinya tentang bangsa adalah sebagai komunitas yang 1terbentuk dari keyakinan bersama dan komitmen yang saling menguntungkan, 2mempunyai latar belakang sejarah, 3berkarakter aktif, 4berhubungan dengan suatu wilayah tertentu, dan 5dibedakan dari komunitas lain melalui budaya publik yang khas. Anthony D. Smith juga memberikan penjabaran tentang bagaimana mendefenisikan konsep bangsa sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki nama, yang menguasai suatu tanah air serta memiliki mitos-mitos dan sejarah bersama, budaya publik bersama, perekonomian tunggal. Sementara ituk konsep entnik dapat didefenisikan sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki nama, yang berkaitan dengan satu tanah air, memiliki mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa unsure budaya bersama, dan solidaritas tertentu, paling tidak diantara elit-elitnya. 25 25 Ibid, hal. 15 Perbedaan pendefenisian yang terjadi antara entik dan bangsa pada tahapan lebih lanjut adalah pada substansinya adalah mendukung sebuah konsepsi nasionalisme yang lebih konkrit dan jelas. Argumentasi yang coba membatasi kedua hal ini memang tidak lantas membentuk konsepsi-konsepsi nasionalisme yang berbeda. Bangsa dan etnik adalah bagian penting yang dalam perumusan ciri khas dari sebuah nasionalisme dari sebuah kondisi sosial yang terjadi, tidak bisa dihilangkan ataupun dilupakan dalam menemukan konsepsi nasionalisme yang coba diformulasikan. Universitas Sumatera Utara Antonhy Smith dalam perkembangan konsep nasionalisme memang menjadi salah satu tokoh yang teorinya banyak menjadi acuan. Menurut Smith, proposisi- propisisi dasar nasionalisme adalah sebagai berikut: • Dunia ini dibagi menjadi bangsa-bangsa yang masing-masing memiliki karakter, sejarah, dan takdir sendiri-sendiri • Bangsa adalah satu-satunya sumber kekuasaan politik • Kesetiaan kepada bangsa adalah prioritas utama • Agar menjadi bebas, individu harus menjadi bagian dari suatu bangsa • Setiap bangsa menuntut ekspresi diri dan otonomi • Pedamaian dan keadilan global menuntut adanya dunia yang terdiri atas bangsa-bangsa yang otonom Dilain sisi, menurut smith pergerakan menuju sebuah ide nasionalisme, perlu didasari atas tiga aspek yang penting seperti yang diungkap oleh Anthony D. Smith, yaitu : 1. Kebahuruan Idiologis Pada aspek ini semua gerakan harus berbasi idiologi, sehingga bangsa- bangsa yang tercipta berbasis idiologi pula. Ini diperlukan dalam penyeragaman nilai-nilai yang ditanamkan, sehingga ada acuan untuk dinilai dan menilai sesuai dengan doktrin nasionalisme tersebut. 2. Pentingnya basis Etnik Ikatan etnik menjadi sangat penting. Penggunaan ikatan dan sentimen etnik menjadi pendukung sebuah konsep nasionalisme. Karena memang menolak etnisitas dalam menggalang upaya menciptakan sebuah sikap yang nasionalis, akan menjadi sebuah tindakan yang sia-sia. 3.Dunia dalam inner world dari entik dan bangsa Aspek ini menekankan akan pentingnya penemuan dan penggunaan kembali kenangan, symbol, mitos, nilai dan tradisi kolekstif rakyat. Upaya menganalisis unsur-unsur etno-simbolik ditujukan untuk membangun Universitas Sumatera Utara sebuah mental yang kuat, membangun sikap yang mampu memperhitungkan perkembangan masa depan ke era yang lebih maju. 26 Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkanmelukis keadaan subjekobjek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya.

1.6. Metodologi Penelitian