Aliran Humanisme Kerangka Teori

1.5.1.1. Aliran Humanisme

Humanisme sebagai sebuah filsafat telah berkembang dengan pesat dalam dunia sebagai sebuah solusi dan jawaban atas penindasan yang terjadi oleh manusia terhadap manusia lainnya, yang terjadi terus-menerus tanpa mengenal batasan waktu. Humanisme telah terbagi dalam dua aliran besar yang berkembang. Pertama adalah humanisme religius, yang mendasarkan ajarannya pada nilai-nilai agama. Penanaman moral yang sangat tinggi dengan pondasi nilai- nilai keagaamaan menjadi cirri utama dari aliran ini. Aliran ini adalah aliran yang sifatnya mengedepankan ide aliran idiealisme. Dalam epistimologinya, paham ini menyatakan bahwa ide-ide adalah faktor dalam pengetahuan metafisik dan semua realitas adalah jiwaroh, sedangkan doktrin etikanya; cita-citanya adalah obyek yang harus dicapai dalam tindakan. 12 Bisa dikatakan bahwa idealisme menurukan seluruh kenyataan atau realitas pada suatu bentuk yang disebut jiwa atau roh, serta memandang realitas roh. Pertama kali ia harus dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri manusia yang menghasilkan kebudayaan yang masuk dalam dirinya. 13 Bagi aliran religius mereka tetap mempercayai Tuhan sebagai sumber dari segala sumber yang ada, dan yang ada atau yang transedental itulah sebagai dasarnya. Seperti pendapat Kierkegaard, berpendapat bahwa manusia itu berdosa, dia ada, dia hidup, sebagai ketakukan batin. Maka dia belajar mengenal ampunan Tuhan di dalam apa yang menjadi kepercayaannya, dan semua itu bukanlah kebenaran umum yang dapat dipahami oleh manusia dengan jalan berpikir. 14 Kedua adalah aliran humanisme sekuler. Aliran ini sering dianggap dengan aliran yang ateis, karena memang secara fundamental perbedaan paling mencolok dari aliran ini adalah meniadakan unsure-unsur yang metafisik atau hal-hal yang irasional. Karena segala hal adalah terjadi karena sebuah proses ilmiah. 12 H. Muzairi.2002. Eksistensialieme Jean Paul Sarte, Sumur Tanpa Kebebasan Manusia. Yogyakarta: Pustaka Belajar.Hal. 18. 13 Ibid 14 Ibid, hal. 51 Universitas Sumatera Utara Humanisme yang sekuler memang memporoskan diri pada manusia seutuhnya, bagaimana manusia menunjukan eksistensi dirinya, bagaimana ia berekspresi, dan berkarya untuk menjaga kelangsungan hidupnya, bertolak belakang dengan yang religius yang nilai-nilai agama menjadi acuan sementara manusia menjadi pelaksana aturan-autran yang telah diciptakan agama untuk menjaga keberlangsungan hidup dari manusia itu sendiri. Kata humanisme bisa jadi merupakan ungkapan yang bisa disebutsebagai ambivalen. Meskipun kata ini terkadang memiliki makna yang positif dalam segi pandang tertentu, namun pada dasarnya kata humanisme lebih berada pada posisi sikap seseorang yang melihat dirinya sebagai subyek yang berdiri sendiri dan terpisah, bukan saja dari legitimasi penguasa ataupunkekuasaan saja, tetapi bahkan juga terpisah dari Tuhan. 15 Konsekuensi dari pandangan tersebut, jika diterapkan pada manusiaakan berarti, bahwa jiwa, raga, kemanuan dan kehendak manusia, serta hidup dan matinya, semuanya adalah proses kebendaan. Tiap persoalan, benda adalah hal yang paling primer bagi keyakinan aliran-aliran tersebut, yaitu segala sesuatu yang harus dikembalikan ke benda. Pikiran, gerak-gerik manusia, cinta, rasa keadialan, dan seluruh ungkapan manusia semauanya dipecahkan dalam proses- proses benda atau materi. Aliran ini sifatnya adalah meterialistik dalam artian adalah kebendaan, yang menentang keberadaan Tuhan. Banyak tokoh-tokkoh yang berpandangan materialism yang muncul sudah sejak lama. Mulai dari pikiran Epikirus 341-210 S.M, yang menyatakan realitas pokok itu tersusun dari yang dinamakan dengan materi. Sebelum epirikus telah muncul Thales, Anaximandros 610-547 S.M dengan paham appiron, Anaximenes 585-528 S.M yang berkeyakinan bahwa segala pokok penciptaan dari hakikat alam adalah hawa, dan Demokretos 450- 360 S.M dengan teori atomnya. 16 15 Suseno, Frans Magnis.2007.Humanisme religius vs Humanisme Sekuler, dalam Islam dan Humanisme, Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal .Yogyakarta:PustakaPelajar.Hal.208. 16 H, Muzairi,Op.cit. Hal 11. Hal ini juga dipertegas oleh Jean P. Sarte, yang Universitas Sumatera Utara berpegang pada eksistensi manusia, bahwa manusia menghadapi dirinya sebagai suatu masalah, merencanakan diri sebagai suatu masalah, merencanaka dirinya dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri sendiri dan nilai-nilainya, kemudian berfungsi sebagai Tuhan. 17 17 Ibid, hal.52 Terlepas dari paradoks antara religius yang idiealis dan sekuler yang materialis, keduanya adalah dua aliran yang sama-sama berfokus pada manusia sebagai obyek yang dikaji dalam penjabaran teorinya. Berpatok pada ini, maka dapat diolah bahwa manusia adalah sebagai individu yang menjadi pusat dari segala sesuatu.

1.5.1.2 Implementasi Humanisme