PENERAPAN PRINSIP GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DALAM PEMBINAAN PROFESIONALISME DOSEN
BAB IV PENERAPAN PRINSIP GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DALAM PEMBINAAN PROFESIONALISME DOSEN
A. Deskripsi Latar
1. Nama Lembaga
Lembaga Pendidikan Tinggi ini diberi nama Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Widya Yuwana yang disingkat STKIP Widya Yuwana. “Widya” berarti pengetahuan, dan “Yuwana” berarti ajaran keselamatan. Dengan demikian Widya Yuwana berarti Ilmu Pengetahuan tenteng ajaran Keselamatan (Statuta: 2009).
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Widya Yuwana Madiun ini berkedudukan dan berpusat di Jalan Mgr. Soegidjopranata (d/h. Mayjend. Panjaitan) Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman Kota Madiun, Jawa-Timur (Statuta: 2009).
2. Visi dan Misi
a. Visi
STKIP Widya Yuwana Madiun menjadi Lemmbaga pendidikan yang membentuk Katekis, Saksi Injil yang profesional dan senantiasa menanggapi panggilan jaman (Statuta: 2009).
commit to user
b. Misi
Adapun misi dari lembaga STKIP Widya Yuwana Madiun adalah sebagai berikut (Statuta: 2009):
1) Membentuk pribadi yang memiliki kematangan manusiawi, hidup kristiani, intelektual, semangat kerasulan dan tanggap terhadap panggilan.
2) Membentuk pribadi yang menyadari dan meyakini jati diri katekis yang merupakan bentuk jawaban atas panggilan Allah dalam kesatuan dengan perutusan gereja.
3) Mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang kependidikan, keguruan dan karya pewartaan Gereja melalui penelitian dan pengembangan yang menghasilkan karya akademik dan temua- temuan.
4) Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi pengembangan karya kerasulan dan pewartaan Gereja sehingga menjadi kabar gembira bagi masyarakat.
5) Menjadi STKIP Widya Yuwana sebagai pusat informasi di bidang kajian katekese
6) Mengembang kerjasama dengan berbagai lembaga dalam rangka pengembangan kependidikan, karya katekese, penelitian dan pengabdian masyarakat.
commit to user
3. Sejarah Perkembangan Lembaga
a. Sejarah Perjalanan
Sejarah perjalan lembaga ini merupakan rangkuman dari sumber yang didapatkan dari 2 (dua) sumber, yang pertama adalah dari buku terbitan Wina pada waktu Dies Natalis XLXI tahun 2005 dan berdasarkan hasil interview dengan beberapa informan.
Pada tanggal 27 September 1959, Dr. Paulus Janssen, CM mendirikan sebuah Akademik di kota Madiun dengan nama Akademi Lembaga Misionaris Awam yang disingkat ALMA. Tujuan dari Pastur Jannsen mendirikan ALMA ini adalah ingin mendidik tenaga awam yang berkecimpung dalam bidang keagamaan dan sosial. Dasar pemikiran pendirian adalah karena kurangnya tenaga Pastor dan kurangnya tenaga awam yang mau bekerja di bidang pembangunan masyarakat yang sangat dibutuhkan oleh Gereja dan Negara yang sedang membangun.
Pada tahun 1962, Rm Jansen, CM mengikuti Konsili Vatikan di Roma, Beliau bertemu dengan Mgr. Hurts dari Missio. Mrg. Hurts menaruh perhatian terhadap kelompok ini (ALMA), sebagai rasa perhatiannya Mgr. Hurts bersedia untuk memperluas dan membantu dengan memberikan beasiswa. Kenyataan berbalik lain dari yang diharapakan, ternyata setelah ada beasiswa tidak banyak orang bergabung di lembaga ini untuk tujuan menjadi misionaris awam
commit to user
melainkan hanya mencari profesi katekis sekaligus mendapat ijasah BP. Untuk itu, pada 8 September 1963, ALMA meneruskan sebagai calon Institut Sekuler dan bagi mereka yang tidak mau menjadi Misionaris Awam dumasukan di dalam Fakultas Kateketik Universitas Widya Mandala Madiun.
Pada tangga 02 Nopember 1960, berdasarkan SK No 71/Rek/1960, Akademi Lembaga Misionaris Awam menjadi bagian dari Sekolah Tinggi Widya Mandala yang berpusat di Surabaya, dan menjadi jurusan dari Fakultas Pendidikan yang berada di Madiun. Dengan demikian Akademi Misionaris Awam berubah menjadi Fakultas Pendidikan Kataketik. Fakultas ini menyediakan dua jurusan yaitu: jurusan kateketik (agama) yang statusnya ijasah lokal dan jurusan bimbingan dan penyuluhan yang statusnya diakui pemerinrah.
Pada tahun 1970 jurusan bimbangan dan penyuluhan dilepas, dan para mahasiswa hanya mengikuti jurusan keagamaan. Dengan demikian Fakultas Pendidikan Kateketik berubah nama menjadi Fakultas Kateketik.
Pada tanggal 21 Desember 1972 oleh pimpina Gereja Katolik di Surabaya didirikan sebuah Yayasan khusus untuk mengelola Pendidikan Kateketik. Yayasan tersebut diberi nama Yayasan Widya Yuwana, dengan Akte Notaris No. 75, tertanggal 21 Desember 1972.
commit to user
Oleh karena itu Fakultas Kateketik Widya Mandala berubah nama menjadi Akademi Kateketik Indonesia Widya Yuwana Madiun.
Setelah peninggalan Rm Jansen, Cm karena bagi beliau visi semula lembaga ini sudah menjadi kabur dan lembaga ini berubah menjadi STIKP Widya Yuwana, lembaga ini sempat mengalami masa goyah dan nyaris ditutup. Hal ini disebabkan karena setelah ditinggal oleh Rm Jansen, CM lembaga ini benar-benar tidak memiliki kepemimpinan yang jelas. Yang terjadi hanyalah pemimpin-pemimpin darurat yang ditunjuk langsung oleh Uskup.
Setelah mengalami pergantian yang tidak menentu pada pimpinan, mulai dari Sr Ansella, OSU lalu Rm Kumoro dan diganti dengan Rm. Dwijosusastro, CM. Sejak kepemimpnan RM Dwijo inilah mulai dipikirkan adanya payung bagi lembaga yang ditinggal oleh Rm Janssen, CM. Nama Widya Yuwana ini diberikan oleh salam satu katekis serta alumni periode awal dan juga adalah salah seorang yang menjadi pelopor bangkit kembalinya lembaga ini, beliau adalah Bapak FX. Djumadi. Beliau memiliki harapan dengan nama baru lembaga ini agar lembaga ini tetap bergerak di bidang pewartaan ilmu keselamatan.
Pada saat kepemimpinan Rm. Wignyo pada tahun 1975, lembaga ini nyaris ditutup oleh Uskup. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan jumlah mahasiswa, yang pada saat itu hanya 28 orang.
commit to user
Pada saat ini Rm. Wignyo merasa mustahil lembaga ini dapat berjalan dengan hanya 28 orang mahasiswa. Untuk itu langkah pertama yang dilakukannya selaku pimpinan dari lembaga ini adalah membenahi gedung yang menurut beliau dari tampilan fisik gedung memberi pengaruh terhadap mentalitas “Dengan situasi gedung yang kurang memadai akan punya pengaruh terhadap mentalitas mahasiswa yang sekolah di tempat itu, mereka akan menjadi minder, tertekan. Lalu apa gunanya mereka dididik ?”
Langkah kedua yang dilakukan oleh Rm Wignyo adalah dengan membenahi dosen-dosennya yang pada saat itu hanya 3 (tiga) orang. Pada saat itu beliau mengusulkan kepada keuskupan untuk menambah tenaga pengajar di lembaga ini tetapi ditolak oleh keuskupan dengan dalih bahwa dengan empat orang dosen saja sudah cukup untuk apa ditambah?, begitu yang diungkapkan uskup pada saat itu. Dan jelas bahwa maksud dari kalimat yang diucapkan uskup adalah ingin menutup lembaga ini.
Dengan begitu Rm Wignyo tidak langsnung mundur, beliau memiliki cita-cita dan berjanji bahwa dalam kurun waktu 1 – 2 tahun mahasiswa akan membludak, “Caranya, dengan politik dagang, saya mendidik lulusan yang sesuai dengan kebuthan di lapangan. Maka, saya bekerjasama dengan keuskupan-keuskupan; lulusan seperti apa yang mereka inginkan. Sata tahun kemudian, jumlah mahasiswa meledak menjadi 128 orang ”.
commit to user
Selanjutnya berbagai hal dibenahi termasuk pengelolaan secara ke dalam, misalnya melalui kesenian. Dan alhasil kemudian Widya Yuwana membangun gedung baru samapai dengan saat ini. Karena itu, pemimpin-pemimpin sampai dengan saat ini melanjutkan dan membenahi yang msih kurang, sehingga lembaga ini tetap berdiri kokoh dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain.
b. Riwayat Akreditasi
Pada tanggal 01 Januari 1973 Akademik Kateketik Indonesia Widya Yuwana Madiun memperoleh status Terdaftar dari Perguruan Tinggi Agama Negeri di Jakarta dengan SK. No. D. IV/84/P/73. Tanggal 14 Agustus 1974, Akademi Kateketik Indonesia Widya Yuwana Madiun memperoleh status terdaftar dari Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan dan Kebudayaan dengan SK. No. 0561/I/1974.
Tanggal 18 Pebruari 1985, dipertegas lagi status terdaftar dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 070/0/1985 sekaligus berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Widya Yuwana Madiun dengan program Diploma III (D- III). Pada tanggal 23 Oktober 1996, terjadi perubahan jenjang Diploma III (D-III) menjadi Strata Satu (S-1) pada jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Ilmu Pendidikan Teologi dengan SK
commit to user
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 08/DIKTI/Kep/1996.
Pada tanggal 10 Agustus 2000 mendapat status TERAKREDITASI dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor 019/BAN-PT/Ak-IV/VIII/2000 dengan nilai “C”. Pada tanggal 23 September 2003, mendapatkan perpanjangan ijin operasional dari Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Nomor: 2823/D/T/2003.
Tanggal 23 Juni 2005, mendapat status TERAKREDITASI dari Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor 008/BAN-PT/Ak-IX/SI/VI/2005 dengan nilai “B”. Tangga 11 Oktober 2007, mendapatkan perpanjangan ijin operasional dari Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Nomor: 2272/D/T/2007.
Akreditas terakhir pada tanggal 24 September 2010, mendapat statsu TERAKREDITASI dari Badan Akreditasi Nasional – Perguruan
019/BAN-PT/Ak- XIII/S1/IX/2010, dengan nilai “B”, dan mendapat perpanjangan ijin operasional dari Dperteman Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Nomor: 019/BAN-PT/Ak-XIII/S1/1X/2010 (http/winablogspot.com:2011).
commit to user
4. Kepemimpinan STKIP Widya Yuwana
Daftar nama-nama pimpinan STKIP Widya Yuwana sejak tahun 1960 – 2011, sebagai berikut (http/winablogspot.com: 2009):
1960 - 1968
: Rm. Prof. Dr. P. Janssen, CM
1971 - 1974
: Rm. Ig. Dwidjo Soesastro, CM.
1974 - 1976
: Rm. Julius Haryanto, CM
1976 - 1987
: Rm. AY. Wignyapranata, CM.
1987 - 1999
: Rm. Dr. Petrus Santoso Budoyo, CM.
1999
: Rm. Julius Haryanto, CM.
1999 - 2000
: dr. Probo Koesoemo
2000 - 2003
: Drs. E. Yam Rewav
2003 - 2011
: Rm. Agustinus Supriyadi, Pr.
2011
– Sekarang
: Rm. Drs. Don Bosco Karnan Ardijanto,
MA, Pr
5. Dosen di STKIP Widya Yuwana
Dosen adalah tenaga pengajar yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya mengajar di lingkungan Sekolah Tinggi. Di STKIP Widya Yuwana ini, dosen terdiri dari dosen tetap dan dosen tidak tetap. Dosen tetap yaitu dosen yang diangkat dan ditetapkan sebagai tenaga tetap pada Sekolah Tinggi yang terdiri dari dosen tetap yayasan dan dosen tetap yang diperbantukan oleh pemerintah. Sedangkan dosen tidak tetap adalah
commit to user
dosen yang bukan tenaga tetap Sekolah Tinggi antara lain dosen luar biasa atau dosen tamu (Statuta: 2011).
STKIP Widya Yuwana memiliki 26 orang dosen, yang 25 diantaranya adalah laki-laki dan 1 orang perempuan. Adapun dosen-dosen tersebut adalah (Pedoman Wina: 2010):
No Nama Dosen
TTL
Pendidikan Terakhir
1 Hipolitus Kristoforus Kewuel
Flores Timur, 03-08-1967
Sedang menjalankan studi S 3 di UGM
2 Stanislaus Moeljono Klaten, 06-12-
1938
S 2 Widya Mandala Surabaya
3 JS.Wibowo Singgih Temanggung,
07-02-1965
Sedang menjalankan studi S2 Kompunikasi di UNS
4 Antonius Tse
Nepo Kupang, 08-08-1972
Sedang menjalankan studi S2 di UN Malang
Madiun, 10-11- 1978
S2
STFT Widya Sasana Malang
6 Aloysius Suhardi
Kulon
Progo, 10-12-1958
S1 STKIP Widya Yuwana Madiun
7 Suparto
Wonogiri, 11- 11-1968
S2 UNS
commit to user
Sragen, 12-01- 1965
Pascasarjana STFT Widya Sasana Malang
9 Antonius
Virdei
Eresto Gaudiawan
Klaten, 17-01- 1982
S2 Sanata Dharma Yogyakarta
Pascasarjana STFT Widya Sasana Malang
11 Gabriel Sunyoto
Ngawi 24-02- 1973
Sedang menjalankan studi S2 UNS
12 Rm. Don Bosco Karnan Ardijanto
Nganjuk, 27-04- 1966
S2 Philipine
13 Rm. Tondowidjojo
Ngawi, 27-09- 1934
Guru Besar
14 Rm. Yuvensius Fusi Nusantaro
Purwodadi, 31- 05-1973
Pascasarjana STFT Widya Sasana Malang
15 Albert I Deni Ketut Wijaya
Malang, 24-10- 1983
S2 Duta Wacana Yogyakarta
16 Rm. Robertus Joko Sulistiyo
Ambarawa, 15- 05-1981
S2
STFT Widya Sasana Malang
17 Yulius Suparlis
Malang, 08-08- 1961
18 Willem Ola Rongan Lamahora, 09-
04-1962
commit to user
19 Apollo
Penyak Lalang, 03-03-1970
S2 UGM Yogyakarta
20 Bernardus Widodo
Lampung, 15- 08-1965
Kutoharjo, 27- 11-1963
Yogyakarta 23- 04-1948
23 B Dhaniswara
Sleman, 30-11- 1976
S2 UGM Yogyakarta
Ngawi, 19-04- 1964
25 Rm. Tri Budi Utomo Sine,
S2
STFT Widya Sasana Malang
6. Data Demografi Informan
Dosen di STKIP Widya Yuwana Madiun da 25 orang, 24 diantaranya adalah laki-laki dan 1 orang adalah perempuan. Dari ke 24 laki-laki 8 diantaranya adalah Imam. Ke-8 Imam ini tidak semuanya yang berdomilisi di Madiun, melainkan di Surabaya, Cepu dan Ponorogo. Tidak hanya dosen Imam saja melainkan dosen awam juga tidak semuanya berdomisili di Madiun melainkan di Solo dan Malang. Secara
commit to user
umum dosen tetap Lembaga di STKIP Widya Yuwana ini hanya 3 orang saja, yang lainnya adalah tenaga dari Keuskupan, Depatemen Agama dan Yayasan. Sedangkan mereka yang berstatus Imam/Pastur tidak termasuk dosen tetap lembaga karena meskipun mereka mendapat SK khusus dari Keuskupan untuk berkarya di Lembaga STKIP Widya Yuwana tetapi tugas utama mereka adalah sebagai Imam yang melayani umat di Paroki. Bahkan diantara mereka ada yang menjabat sebagai Pastur Kepala Paroki. Imam-Imam ini memiliki 2 kategori: Imam-Imam yang memang mendapat SK khusus dari Keuskupan untuk berkarya di Lembaga STKIP Widya Yuwana dan Imam-Imam yang SK khususnya di Paroki melainkan diperbantukan di STKIP Widya Yuwana. Data demografis ini diperoleh dari hasil interview lapangan peneliti dari awal Januari sampai Maret, selain itu juga data ini diperoleh dari pengalaman peneliti selama menjalankan studi di lembaga STKIP Widya Yuwana ini sejak 2005 – 2009.
B. Temuan Penelitian
1. Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis
a. Pemahaman Tentang Gravissimum Educationis
Pemahaman dosen tentang Gravissimum Educationis ini diperoleh melalui angket yang disebarkan kepada responden (dosen). Angket adalah salah satu teknik dalam pengumpulan data, dengan
commit to user
memberikan beberapa pertanyaan dasar kepada responden. Selain untuk memperoleh data angket juga bertujuan untuk mengetahui pemahaman dasar responden terhadap masalah yang diangkat. Dalam penelitian kulitatif angket yang digunakan adalah angket yang berisi pertanyaan bersifat pertanyaan terbuka (open-ended questionnaire). Responden diarahkan untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban yang bebas. Angket pertanyaan juga bisa disebut dengan kuesioner (Sutopo: 2006).
Untuk mengetahui pemahaman responden tentang dokumen Gereja Gravissimum Educationis, maka langkah pertama yang diambil adalah menyebarkan angket dengan perntanyaan terbuka kepada 18 responden (dosen). Dalam angket ini peneliti memberikan 3 (indikator) pertanyaan, yaitu:
1) Identitas Diri
2) Pemahaman tentang Gravissimum Educationis
3) Upaya yang Dilakukan
Adapun hasil sebagian besar diantara mereka memiliki pemahaman yang baik berkaitan dengan dokumen Gravissimum Educationis, seperti yang dungkapkan oleh beberapa diantara mereka yang paham:
è Prinsip pertama setiap orang berhak mendapatan pendidikan sesuia dengan tujuan hidup, bakat kemampuan, dan latar belakang budayanya sendiri. Bagi Gereja Katolik, pendidikan merupakan bagian internal dari hak-hak asasi manusia yang tidak bisa di ganggu gugat. Pendidikan bertujuan membantu seseorang mengembangkan
commit to user
secara optimal potensi intelektual, sosial, moral, spiritualitas dan fisik manusia.
Prinsip kedua, setiap orang kristen khususnya Katolik berhak mendapat pendidikan kristen/katolik. Tujuan pendidikan Kristen ialah membentuk pribadi/ manusia kristen/katolik yang dewasa dan bertanggungjawab. Artinya pribadi Kristen yang mampu mengatur kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kristiasni yakni keadilan, kebenaran, damai, pengampunan dan penuh pengharapan.
Prinsip ketiga, tanggungjawab orang tua dan gereja dalam pendidikan. Disini ditekankan bahwa orang tua merupakan pendidik utama dalam pertama dalam pendidikan. Tanggungjawab ini tidak bisa diserahkan kepada sekolah ataupun gereja. Orangtua diberi kebebasan untuk memilih sekolah bagi anak-anaknya. Selain orangtua gereja juga wajib menyelenggarakan pendidikan Katolik melalui sekolah Katolik. Sekolah-sekolah katolik perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana katekese dan komunikasi sosial yang memadai sehingga pendidikan Katolik yang diarahkan kepada penerangan dan peneguhan iman Katolik itu bisa berlangsung secara efektif dan efisien.
Prinsip keempat berbicara tentang sekolah Katolik, khususnya tentang manfaat dan fungsi sekolah Katolik ialah: mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keahlian seseorang; menumbuhkan dan mengembangkan potensi intelektual, sosial, moral, spiritual dan fisik seseorang; serta membangun kepribadian kristiani yang jujur, adil, benar dan damai. Tujuan sekolah Katolik ialah pembentukan pribadi manusia yang memiliki kematangan sosial, intelektual, moral dan spiriual serta memiliki kesehatan jiwa dan badan. Ciri khas sekolah Katolik ialah terciptanya lingkungan hidup bersama yang djiwai oleh semangat Injil, kebebasan dan cinta kasih (HA: Informan 1; 14 Maret 2011)
è GE, memberi arah yang jelas tentang pendidikan Katolik dan juga tentang pendidik Katolik, pendidikan katolik khususnya perguruan
tinggi harus terus menerus mengembangkan penelitian-penelitian ilmiah, pendidikan katolik yang membina kaum muda Katolik harus mampu membina kaum muda secara intensif
Berkaitan dengan dosen! Dosen harus selalu mengembangkan kerjasama lagi antar Perguruan
tinggi dan berbagai penelitian antar mereka. Perlu mengusahakan kerjasama dengan lembaga nasional dan
internasional (HA: Informan 2; 15 Maret 2011)
commit to user
è Pada intinya bahwa pendidikan Kristen itu menyangkut beberapa dimensi hidup manusia dan bukan hanya sekedar dimensi intelektual.
Pendidikan Kristen meliputi dimensi hidup manusia, antara lain: kepribadian, iman, intelektual sense of life. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pendidikan manusiawi secara integral. Melihat berbagai dimensi seagaimana disebutkan di atas mengadung pemaknaan secara langsung bahwa
pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara orang tua (informal), sekolah (formal) masyarakat (non formal).
Dalam mendidik mahasiswa bukan saja berkaitan dengan penggunaan ilmu tetapi dapat mengaplikasikan dalam kehidupan. Hal ini mengandung konsekwensi bahwa seorang dosen bukan hanya ilmu tetapi hidup (HA: Infroman 3; 15 Maret 2011).
è GE memahami pendidikan adalah proses pertumbuhan manusia sejak dini sampai dewasa; mulai dari lingkungan keluarga sampai dengan
sekolah yang diselenggarakan Negara atau masyarakat; menuntut keterlibatan banyak pihak, namun yang pertama dan utama adalah orangtua.
GE mengakui bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang holistik dan itegral dari setiap individu; menyangkut perkembangan kematangan manusia, kristiani/spiritual-universal, intelektual, sosial- masyarakat, solider-peduli;
GE juga melihat pentingnya peran sekolah-sekolah Katolik dan perguruan-perguruan Katolik dalam konteks pendidikan di suatu masyarakat/Negara; dan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang sejati, yakni pertumbuhan pribadi-pribadi yang memiliki kematangan manusiawi, kristiani/spiritual-universal, inetelktual, sosial-masyarakat dll.
Prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam GE terkait dengan profesi dosen:
Dosen adalah seorang pendidik dalam arti yang utuh; buka sekedar sarana untuk transfer ilmu dan keahlian saja. Dia adalah pendidik buka sekedar pengajar.
Dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai dosen (= melaksanakan tridarma perguruan tinggi), seorang dosen harus juga berusaha menanamkan nilai-nilai manusiawi-spiritual-universal-intelektual- sosial masyarakat pada diri mahasiswa yang dipercayakan kepadanya.
Profesi dosen adalah panggilan untuk memajukan manusia dan kemanusiaan melalui pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat (HA: Informan 4; 18 Maret 2011).
commit to user
Dapat disimpulkan bahwa pemahaman dosen terhadap dokumen Gravissimum Educationis adalah dokumen Gravissmum Educationis mengutarakan tentang pentingnya pendidikan dan terutama bagi seorang Kristen, pendidikan kristen menjadi kekuatan fondasi iman mereka. Berkitan dengan profesi dosen, dapat disimpulkan juga pemahaman dosen – dosen bahwa seorang dosen (pendidik) tidak hanya mendidik seseorang untuk menjadi pandai secara intelktual saja melainkan mendidik seseorang untuk hidup. Untuk itu, selain ijasah dari ilmu profan dan keagamaan seorang pendidik juga harus memiliki kemahiran dalam mendidik dan tentunya sebagai pendidik kristen memiliki semangat injil seperti semangat cinta kasih, kejujuran dan pelayanan.
Adapun hasil dari angket yang disebarkan kepada 18 (delapan belas) responden tersebut 80% responden memahami prinsip dokumen Gravissium Educationis, dengan begitu yang 20% tidak memahami.
Sedangkan yang ter,asuk ke dalam tidak memahami dokumen Gravissimum Educationis terlihat dalam ungkapan mereka melalui angket, seperti berikut:
è Meskipun belum pernah membaca tetatpi saya tahu bahwa dokumen ini berbicara tentang pendidikan Kristen ang harus mendapat
perhatian khusus. Apa yang menjadi prinsip GE saya juga tidak tahu, mungkin adalah harus perhatian khusus terhadap pendidikan (HA Informan 5: Tgl 2 April 2011).
è Saya belum pernah membaca dan mempelajari dokumen Gravissimum Educationis akan tetapi saya tahu bahwa dokumen ini
ada dan memang intinya tentang pendidikan (HA Informan 8: Tgl 10 April 2011).
commit to user
è Saya belum pernah membaca (HA Informan 1: Tgl 2 April 2011)
Alasan mengapa tidak semua memahami isi dokumen Gravissimum Educationis ini adalah bahwa: pertama, tidak mempelajari secara khusus dokumen ini, karena ketika masih pendidikan tidak jurusan pendidikan. Kedua ,belum adanya sosialiasi dari lembaga tentang dokumen ini yang menjadi Roh bagi lembaga sekolah Katolik. Hal ini hanya terjadi pada sebagian kecil dosen saja.
b. Prinsip Gravissimum Educationis
Prinsip utama dari Dokumen Gravissimum Educationis adalah bahwa pendidikan merupakan hak semua orang tanpa memandang SARA, setiap orang kristen berhak atas pendidikan kristen dan penanggungjawab utama dalam pendidikan adalah orangtua baru sekolah dan masyarakat. Sedangkan berkaitan dengan profesi dosen, terdapat 3 (tiga) prinsip Gravissimum Educationis yaitu: Pertama, Seorang pendidik (Dosen) dijiwai semangat injil (cintakasih dan kebebasan); Kedua, Seorang dosen adalah seseorang yang sungguh-sungguh disiapkan, lulus dari ilmu profan dan keagamaan yang dikukuhkan dengan ijasah yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman; Ketiga, seorang dosen adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam mendidik.
Konsili juga mengajak para dosen supaya tetap bertahan degan kebesaran jiwa dalam tugas yang mereka jalankan, lagipula supaya dalam
commit to user
meresapkan semangat Kristus di hati para siswa, dalam keahlian mendidik, dan dalam menekuni ilmu pengetahuan berusahalah menjadi unggul sedemikian rupa, sehingga mereka bukan melulu mendukung pembaharuan intern Gereja, melainkan mempertahankan serta meningkatkan kehadiran gereja yang dermawan terutama di dunia ilmu pengetahuan zaman sekarang.
c. Pelaksanaan Prinsip Gravissimum Educationis
Adapun pelaksaan dari penerapan prinsip Gravissimum Educationis dalam pembinaan profesionalisme dosen di STKIP Widya Yuwana Madiun berupa menghidup semangat injil (cinta kasih dan kebebasan), lulus dari ilmu profan dan keagamaan dan memiliki kemahiran dalam mendidik dengan mendidik mahasiswa tidak hanya pandai secara intelektual saja melainkan mendidik untuk hidup (life skill) dan juga soft skill .
Selain itu juga pola menghidupi prinsip Gravissimum Educationis ini dengan memberikan fondasi iman yang kuat kepada mahasiswa sebagai seseorang yang sungguh-sungguh disiapkan untuk menjadi pewarta/guru agama. Memberikan pondasi iman yang kuat ini melalui kegiatan rohani seperti retret, rekoleksi, dll (FGD; 2 Mei 2011).
Prinsip menjiwai semangat Injil berupa cintakasih terjalin melalui relasi dosen dengan mahasiswa dan dosen dengan teman sejawat. Pola pendidikan yang unik yang terjadi dilembaga ini adalah pola pendidikan
commit to user
orangtua dan anak. Pola ini membuat jarak antara dosen dan mahasiswa menjadi akrab. Sehingga pendampingan dosen kepada mahasiswa tidak hanya pada perkembangan intelektual saja melainkan pada perkembangan pribadinya. Hal ini tentunya sangat dibutuhkan sosok seseorang yang pantas untuk diteladani. Untuk itu, menjadi dosen tidak hanya seseorang yang pandai dari segi ilmu melainkan seseirang yang berahklak mulia yang dapat memberikan teladan kepada mahasiswa.
2. Kendala dalam Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis
Dalam penerapan Prinsip Gravissimum Educationis di STKIP Widya Yuwana ini tidak luput dari kendala. Berdasarkan dari wawancara, dapat dirangkum yang menjadi kendala dalam penerapan adalah:
a. Evaluasi
Sebagian dari informan mengatakan bahwa Belum adanya evaluasi bersama, berbagi pengalaman mengajar antar dosen maupun dari Yayasan (HW Informan 1: Tanggal 30 Maret 2011). Evaluasi bersama dianggap penting karena dengan evaluasi bersama dapat menjadi peluang bagi dosen-dosen dalam berbagi pengalaman mengajar ataupun evaluasi dapat menjadi sarana untuk saling mendukung satu dengan yang lainnya. Sedangkan evaluasi dari Yasasan dianggap penting karena sebagai pengelola, yayasan memiliki otoritas dalam memberi masukan, pengalaman bahwa
commit to user
dunkungan bagi dosen agar dapat meningkatkan profesionalisme dalam bekerja.
b. Lembaga kurang membuka diri dengan pemerintah
Maksud dari lembaga kurang membuka diri dengan pemerintah adalah berkaitan dengan jabatan fungsional dosen yang belum semuanya mendapatkannya. Karena dirasa kurang terbuka makanya proses dalam pengurusan jabatan fungsional dosenpun baru-baru ini mulai diperjuangkan (HW Informan 6: 17 April 2011).
c. Pasif
Pasif yang dimaksud adalah dosen-dosen masih terlihat belum semuanya memiliki keberanian untuk mengekspresikan diri di luar lembaga. Misalnya menjadi pembicara dalam seminar. Memang sudah ada beberapa dosen yang aktif untuk mengesplorasikan bakat dan kemampuannya, tetapi secara umum masih belum memiliki keberanian, padahal secara kemampuan dosen-dosen disini memiliki kemampuan yang tidak kalah dibandingkan dosen-dosen di tempat lain (HW Infroman 2: Tanggal 2 April 2011).
Selain pasif dalam hal pengembangan diri di luar lembaga, kendala yang selanjutnya adalah pasif dalam hal mencari peluang berkaitan soal dana. Hal ini terlihat bagwa dosen masih banyak menuntut dari lembaga soal dana ketika mereka ingin mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan kampus. Inisiatif untuk berusaha mencari dana
commit to user
keluar dengan mengandalkan kreatifitas mereka itu masih sangat kurang (HW Informan 3: 4 April 2011)
d. Kurang adanya pendampingan dari dosen yang senior kepada dosen yang junior
Berdasarkan hasil wawancara sebagian mengatakan bahwa pendampingan dari dosen senior dan dosen junior belum ada baik berkaitan dengan motivasi, dukungan bahkan pengalaman mengajar masih minim. Bagi dosen junior ini sangat penting karena akan menjadi bekal bagi mereka dalam pengembangan diri melaui proses pengajaran sehingga menuju pada profesionalisme (HW Informan 2: Tgl 30 Maret 2011 dan HW Informan 4: Tgl 15 April 2011).
e. Belum adanya kesadaran pribadi berkaitan dengan pembinaan rohani dikampus (Misa dll)
Kampus STKIP Widya Yuwana memiliki program setiap hari jam
07.00 kegiatan perkuliahan diawali dengan kegiatan rohani, baik itu Misa (Perayaan Ekaristi), Ibadat, Pendampingan Mahasiswa, Ofisi dan bergantian setiap harinya. Khusus Misa sebernarnya wajib diikuti oleh seluruh warga kampus baik dosen, mahasiswa dan bahkan karyawan. Namun, tidak semua dosen yang aktif berpartisipasi dalam Misa, padahal Perayaan Ekaristi merupakan puncak dan sumber hidup Kristiani (HW Informan 4: Tgl 13 April 2011).
commit to user
f. Pengaruh globalisasi
Pengaruh globalisasi yang menyebabkan terjadinya budaya instan. Seseorang dimanjakan dengan sarana internet yang dianggap dapat memudahkan dalam pembuatan tulisan atau bahkan bahan ajar. Yang menjadi persoalan adalah budaya instan seperti plagiat hasil karya seseorang (HW Informan 7: Tgl 23 April 2011).
3. Upaya yang Dilakukan untuk Meningkatkan Profesionalisme Dosen berdasarkan Kompetensi Dosen dalam Undang-undang Guru dan Dosen
Selanjutnya data yang diperoleh dari lapangan adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga dalam meningkatkan profesionalisme dosen. informasi berkaitan dengan upaya lembaga dalam meningkatkan profesionalisme dosen ini diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden. Adapun dalam mengungkapkan ini, peneliti memberikan pertanyaan penuntun berupa upaya yang berkaitan dengan kompetensi guru dan dosen.
Menurut pertaturan pemerintah seorang dosen harus memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional (Sagala: 2009). Berikut ini merupakan hasil rangkuman dari angket berkaitan dengan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dosen:
commit to user
a) Kompetensi Pedagogik
1) Kuliah Lanjut
Kuliah lanjut ini tidak hanya diaungkapkan oleh dosen yang sudah memenuhi salah satu syarat minimal S 2, namun juga di ungkapkan oleh dosen yang belum memiliki kesempatan untuk kuliah lanjut dan sedang menjalankan kuliah lanjut (HA Informan 3,4,5,6,7,8,9). Bagi beberapa responden kuliah lanjut dianggap menjadi upaya penting dalam peningkatan kompetensi pedagogik dalam pembinaanaan profesionalisme dosen adalah karena dengan kuliah lanjut selain memenuhi syarat yang disarankan oleh penemerintah juga menjadi sarana bagi dosen dalam mengembangkan ilmu pengetahuan mereka sehingga informasi yang disampaikan kepada mahasiswa benar-benar up to date (HW Informan 1,7,8,9,10).
2) Mengikuti Seminar dan Pelatihan (HA Informan 2,5,11,13,14,18)
Mengikuti seminar dan peltihan juga dianggap dosen-dosen STKIP Widya Yuwana ini menjadi salah satu sarana dalam meningkatkan profesionalisme mereka dalam bekerja. Karena melalui keikutsertaan mereka dalam berbagai kegiatan seminar dan pelatihan maka ilmu yang mereka miliki dapat berkembang sehingga materi ajar yang akan disam paikan kepada mahasiswapun menjadi kaya (HFGD: 2 Mei 2011)
commit to user
3) Penelitian dan menulis jurnal (HA Informan 2,3,4,11,14,15)
Penelitian dan menulis jurnal merupakan wadah dimana kreatifitas dosen dikembangkan (HW Informan 2,3,5). Selain itu juga melalui penelitian dan menulis jurnal terdapat dalam paham GE bahwa seorang dosan hendaknya melakukan penelitian guna meningkatkan profesionalismenya sebagai dosan (HFGD: 2 Mei 2011).
4) Terlibat dalam pendampingan mahasiswa (HA Informan 4,6,9,10)
Hari selasa merupakan hari wajib di lembaga ini sebagai hari pendampingan mahasiswa. Untuk itu, pada hari ini dosen-dosen yang menjabat sebagai wali studi wajid mendaping mahasiwanya. Kegiatan ini menjadi baik karena dosen dapat menjadi sarana bagi dosen mendengarkan keluhan mahasiswa tidak hanya berkaitan persoalan belajar mengajar melainkan juga persoalan pribadi berkaitan dengan motivasi. Kegiatan ini juga dapat dimanfaatkan oleh dosen wali studi memberi dukungan, semangat dan motivasi kepada mahasiswanya (HW Informan 2: Tgl 30 Maret 2011 dan HW Informan 5: Tgl 15 April 2011)
(HA Infroman
1,2,3,4,7,8,11,12,15,18)
Meberi kuliah merupakan waktu dimana si pendidik mentransformasikan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik
commit to user
dan dalam hal ini adalah mahasiswa. Sedangkan memberi retret dan rekoleksi tujuannya adalah meningkatkan iman mereka kepada Tuhan. Retret dan rekoleksi ini menjadi sarana dalam meningkatkan pnedidikan iman mahasiswa. Karena sebagai calon pewarta mahasiswa STKIP Widya Yuwana memang harus dibekali pengetahuan imannya sehingga panggilan sebagai pewarta sungguh menghidupinya (HFGD: Tgl 2 Mei 2011).
6) Membuat kontrak perkuliahan dan satuan acara perkuliahan (HA Informan 6,7,11,13,15)
Membuat kontrak perkuliahan dan satuan acara perkuliahan tujuannya adalah memberi kejelasana materi yang akan diajarkan kepada mahasiswa dalam proses perkuliahan. Dan ini wajib dilakukan oleh semua dosen STKIP Widya Yuwana (HFGD : Tgl 2 Mei 2011).
b) Kompetensi Kepribadian
1) Membuka diri terhadap kritik dan saran (HA Infroman 2,3,7,8,9,11,15)
Menjadi seorang yang terbuka terhadap kritik dan saran merupakan kesempatan dimana seseorang tersebut ingin belajar dan mengembangkan pribadinya. Dengan begitu mudah juga baginya untuk menerima keunikan orang lain, yang dianggap sebagai ciri
commit to user
khas yang juga bahkan dapat menjadi sarana dalam mengembangkan pribadinya (HW Infroman 3: Tgl 15 April 2011).
2) Membagi waktu untuk bekerja dan belajar (HA Informan 11,13)
Sebagai seorang pekerja dan juga yang masih berstatus sebagai mahasiswa yang sedang menjalankan kuliah lanjut, maka penting baginya untuk membagi waktu dengan baik sebagai seorang pekerja (dosen) dan sebagai seorang mahasiswa yang masih belajar. Belajar tidak hanya bagi mereka yang masih menjalankan studi lanjut melainkan juga belajar mandiri selain gunanya untuk mempersipkan materi ajar dengan maksimal sesuai dengan bidangnya juga belajar mandiri sarana dalam pengembangan ilmu pengetahuan, informasi (HW Infroman 2: Tgl 30 Maret 2011 dan HW Infroman 3: Tgl 15 Maret 2011).
3) Membangun kerjasama yang saling memberi dan berbagi (HA Informan 3,5,7)
Kerjasama dalam bentuk saling memberi dan berbagi menjadi sarana untuk saling mendukung satu dengan yang lainnya baik dalam hal motivasi mengajar bahkan juga dapat bertukar pikiran terhadap bahan ajar (HW Infroman 7: Tgl 23 Maret 2011).
4) Meningkatkan Iman dan Ketakwaan Kepada Tuhan (HA 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,17)
commit to user
Semua dosen mengatakan bahwa upaya meningkatkan kompetensi kepribadiannya adalah dengan meningkatkan iman dan ketakwaan kepada Tuhan dengan berbagai kegiatan misalnya saja dengan mengikuti retret/ rekoleksi, doa, Ibadat, Ekaristi, dan kegiatan rohani lainnya yang diadakan gereja maupun lingkungan (HFGD : Tgl 2 Mei 2011).
5) Menghayati profesi dosen sebagai panggilan hidup (HA Informan 2,11,14,17)
Menghayati profesi sebagai panggilan hidup dengan menuntaskan setiap tugas yang dibebankan dengan sebaik mungkin, selalu berusaha dalam setiap kuliah supaya apa yang diucapkan adalah sesuatu yang lahir dari pengetahuan, melibatkan hati dan hidupnya sendiri di dalam mempersiapkan mahasiswanya. Menempatkan diri sebagai dosen yang arif beribawa dan penuh kasih kepada mahasiswa (HW Informan 2: Tgl 30 Maret 2011).
c) Kompetensi Sosial
1) Bergabung dalam kegiatan lingkup gerejani
Sebagai seorang dosen di lembaga tinggi gerejawi yang secara khusus mendidik mahasiswa menjadi pewarta sabda, teladan yang diberikan dosen adalah dengan bergabung dalam kegiatan atau komunitas lingkup gerejani seperti IKKS (Ikatan Katekis Keuskupan Suarabaya), Terlibat dalam tim APP kevikepan
commit to user
Madiun, Terlibat dalam Komsos Paroki, Dewan pastoral keuskupan Surabaya. Dengan bergabung dalam kegiatan komunitas gerejani ini maka pengalaman, relasi dan bahkan pengetahuanpun bertambah (HW Infroman 5: Tgl 15 April 2011).
2) Narasumber berbagai seminar di kota Madiun (HA Informan 4,9,11)
Menjadi narasumber diberbagai seminar dalam lingkup kota Madiun sudah dilakukan oleh beberapa dosen. Misalnya dalam seminar yang diadakan oleh Depag berkaitan dengan Dialog antar umat beragama, seminar-seminar yang diadakan di kampus STKIP Widya Yuwana yang akhir-akhir ini dinarasumberi oleh dosen STKIP Widya Yuwana sendiri (HW Informan 7: Tgl 23 April 2011).
3) Terlibat dalam kegiatan dilingkungan tempat tinggal (HA Informan 2,5,8,11,15)
Keikutsertaan dalam berbagai kegiatan dilingkungan tempat tinggal misalnya partispasi dalam keanggotaan pengurus RT/RW dan berbagai kegiatan lingkungan tempat tinggal lainnya (HW: Informan 2: Tgl 30 Maret 2011)
d) Kompetensi Profesional
1) Mengembangkan media TIK (HA Informan 2)
commit to user
Dengan mengembangkan media TIK dapat membantu dosen dalam meningkatkan profesionalismenya melalui kompetensi profesional. Pengembangan TIK dapat berupa menyelaraskan bahan ajar dengan pengalaman sehari-hari, tujuannya agar mahasiswa dengan mudah dapat menerima materi pembelajaran (HW Informan 2: Tgl
30 Maret 2011).
2) Kolaborasi ilmu dan penelitian lapangan (HA Informan 2)
Kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan penelitian di lapangan juga memberi pengaruh bagi peningkatan kompetensi profesional dosen. Dengan ini dosen dilatih untuk peka dengan keadaan sekitar dan menerapkan ilmu pengetahuan yang kontekstual serta hasilnya dapat disharingkan kepada mahasiswa sebagai bentuk pengajaran (HW Informan 2: 30 Tgl Maret 2011).
3) Studi Mandiri (HA Informan 1,2,3,4,10,11,12,15,17,18)
Studi mandiri dengan meningkatkan kemampuan belajar lewat membaca, menulis, membuat riset dan publikasi pribadi. Dengan melakukan itu dapat menjadi sarana bagi dosen dalam mengembangkan diri secara bebas melalui karya ilmiah dalam bentuk riset, membuat bahan ajar, membuat power point, menulis artikel, serta publikasi diri dalam bentuk menjadi narasumber dalam berbagai seminar (HW Informan 1,2,3,4,5,6,7)
commit to user
4) Mengikuti pelatihan/lokakarya (HA Informan 4,6,8,11,14,)
Mengikuti pelatihan dan lokakarya menjadi wadah bagi dosen untuk memperoleh informasi pengetahuan yang up to date. Kegiatan ini dapat diadakan oleh IKKS maupun keuskupan Surabaya bahkan pemerintah (FGD: Tgl 2 Mei 2011).
5) Diskusi (HA Informan 12,15,16,17,18)
Diskusi dapat berupa diskusi yang secara sengaja diselenggarakan lembaga maupun diskusi yang nonformal atas inisiatif dosen sendiri. Namun yang pasti bahwa dalam diskusi ini selain berbagi pengalaman dalam mengajar, dosen juga dapat menerima masukan berkaitan dengan bahan ajar dari dosen yang lain. Dengan bertukar pikiran tentunya dapat membantu dosen untuk merancang dan memilih metode mengajar yang baik dan menarik (FGD : Tgl 2 Mei 2011).
4. Pembahasan
a. Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis dalam Pembinaan Profesionalisme Dosen
Sebagai lembaga tinggi yang bernaung dilingkup gerejawi, lembaga STKIP Widya Yuwana nilai-nilai, semangat atau prinsip yang terkandung dalam Gravissimum Educationis sudah dihidupi, hanya saja kalau melihat sejarah berdirinya STKIP Widya Yuwana ini bahwa STKIP
commit to user
Widya Yuwana ini yang dulunya ALMA atau AKI berdiri sebelum Gravissimum Educationis dicetuskan. STKIP Widya Yuwana berdiri pada
27 September 1959, sedangkan Gravissimum Educationis tercetus pada
28 Oktober 1965. Selain itu juga bahwa konsep awal lembaga ini adalah bukan mendidik mahasiswa untuk menjadi guru agama melainkan untuk menjadi katekis, tetapi seiring perkembangan waktu lemaga ini berubah menjadi Sekolah Tinggi dan Keguruan (STKIP) Widya Yuwana yang mendidik mahasiswa untuk menjadi guru agama katolik.
Dapat dikatakan bahwa STKIP Widya Yuwana ini tidak hanya menerapkan secara sengaja prinsip dari Gravissimum Educationis melainkan nilai-nilai yang ada dalam Gravissimum Educationis sudah dihidupi oleh lembaga ini. Hal ini dikarenakan lembaga STKIP Widya Yuwana ini berpedoman pada Kitab Suci dan begitu juga dokumen Gravissimum Educationis merupakan hasil refleksi dari Kitab Suci tentang pendidikan.
Namun demikian, prinsip Gravissimum Educationis ini juga terkandung dalam visi dan misi lembaga STKIP Widya Yuwana. Hal ini berdampak pada pada kinerja dan program kerja. Walaupun dokumen ini tidak menjadi pedoman melainkan dalam pelaksanaannya prinsip itu menjadi acuan dosen dalam pengembangan kinerja. Dosen adalah pendidik
tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
commit to user
pengetahuan, teknoologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat (UU Guru dan Dosen : 2005)
Dalam Gravissimum Educationis seorang pendidik yang profesional adalah seseorang yang sungguh-sungguh disiapkan yang memiliki ilmu profan dan keagamaan yang dikukuhkan dengan ijasah, menjiwai semangat Injil (cinta kasih, pelayanan, kejujuran dll) dan memiliki kemahiran dalam mendidik. Tujuannya adalah seorang pendidik memasuki dunia pendidikan dengan membawa bekal ilmu pengetahuan profan maupun keagamaan, dan ilmu pengetahuan ini dikukuhkan dengan ijasah-ijasah yang semestinya. Tidak kalah penting adalah seorang pendidik adalah seseorang yang memiliki kemahiran mendidik sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin hari semakin tinggi tuntuntannya. Dengan demikian mendidik tidak hanya sebatas pada mentransfer ilmu pengetahuan atau pengembangan intelektual saja melainkan mendidik untuk hidup. Mendidik untuk hidup ini bukanlah sesuatu yang mudah karena seorang pendidik harus bisa menjadi seseorang yang diteladani dengan memiliki kepribadian yang baik dan tentunya dijiwai semangat cinta kasih, semangat merasul atau semangat Injil (bdk. GE Art 8).
Berikutnya berkaitan dengan sekolah tinggi dan fakultas Katolik gereja menghendaki supaya diperguruan tinggi yang bernaung padanya secara laras terpadu masing-masing bidang ilmu dikembangakan menurut asas-asanya sendiri sedang melakukan penelitian yang sedemikian rupa,
commit to user
dan juga bagaimana iman dan akal budi berpadu dalam mencari kebenaran yang tunggal (GE Art 10).
Mengingat bahwa STKIP Widya Yuwana adalah lembaga tinggi gereja yang secara khusus menyediakan fakultas teologi, gereja mempercayakan tugas yang berat yakni menyiapkan para mahasiswanya bukan saja menjadi pelayanan iman, tetapi mereka juga dapat mengembangkan ilmu yang telah mereka dapat selama kuliah. Tidak hanya itu saja, meskipun mendidik mahasiswa untuk menjadi peduli dalam bidang keagamaan, fakultas teologi juga diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam dalam bidang teologi, sehingga pengertian yang mendalam akan pewahyuan kudus dapat tercapai dan dapat mengembangkan dialog dengan saudara/i yang beragama lain (GE Art. 11). Konsili juga menyarakan bahwa sekolah tinggi katolik untuk mengadakan kongres-kongres internasional dengan kelompok penelitian untuk berbagi tugas, mengadakan pertukaran hasil penelitian dan mengadakan pertukaran dosen untuk sementara waktu, tujuannya adalah agar dosen mendapat pencerahan ilmu dari lembaga pendidikan lain (GE Art. 12).
Tidak jauh berbeda dengan pandangan Gravissimum Educationis peraturan pemerintah tentang profesionalitas seorang pendidik adalah seorang dosen adalah seorang yang sungguh-sungguh disiapkan dengan memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memenuhi kualifikasi yang lain yang
commit to user
dipersyaratkan oleh satuan pendidikan tinggi tempat betugas dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Prabowo : 2009).
Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah lulusan program sarjana mengajar di program diploma dan lulusan magister program pascasarjana mengajar pada program sarjana, dan lulusa doktor program pascasarjana mengajar pada program magister. Selain itu juga seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa kulifikasi minimal seorang adalah memiliki sertifikat pendidik yaitu dengan syarat minimal memiliki pengalaman kerja dua tahun, memiliki jabatan akademik minimal asisten ahli dan lulus sertifikasi dosen.
Adapun bagaimana prinsip Gravissimum Educationis dalam pembinaan profesionalisme dosen di lembaga perguruan tinggi STKIP Widya Yuwana Madiun sudah dihidupi meskipun belum sepenuhnya. Misalnya saja kemahiran yang ditandai dengan ijasah-ijasah sesuai dengan bidangnya. Masih ada beberapa dosen di lembaga STKIP Widya Yuwana ini yang belum memenuhi standar akademik untuk kualifikasi akademik minimal magister pasca sarjana. Diantara mereka masih terdapat yang masih berijasahkan sarjana dan sebagian juga sedang menjalankan studi lanjut untuk magister pasca sarjana. Namun hal ini tidak mengurangi kinerja sebagai seorang dosen karena meskipun begitu semangat dalam pelayanan mereka dalam memberikan ilmu kepada mahasiswa sungguh luar biasa. Hal ini kelihatan dalam mempersiapkan
commit to user
materi yang akan diberikan kepada mahasiswa, pendampingan personal sebagai wali studi dsb.
Dalam bidang keagamaan berkaitan dengan pembinaan spiritualitas seorang dosen memang baru dimulai baru-baru ini secara khusus bagi dosen. Tetapi secara keseluruhan civitas akademika atau secara lembaga kegiatan rohani dilakukan setiap pagi sebelum perkuliahan dimulai, dengan adanya Misa/Perayaan Ekaristi, Ibadat, Pendampingan Mahasiswa yang dilkukan secara bergilirian setiap pagi dan ziarah setiap bulan Mei. Namun pembinaan secara khusus satu yang baru dimulai adalah setiap kamis dosen dan karyawan berkumpul bersama di Kapel untuk ibadat dan yang baru akan direncanakan namun belum dilkasanakan adalah retret dosen-karyawan bulan juli mendatang.
Spritualitas adalah diartikan secara etimologis berasal dari Bahasa Latin yaitu “spiritus” yang berarti Roh, jiwa, semangat. Dari kata Latin ini terbentuk kata Perancis “I’esprit” dan kata bendanya “ia spiritualite” dari kata inilah ahirnya dikenal kata dalam bahasa Inggris “spirituality” yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai kata spiritualitas (Hardjana, 2005: 64). Spiritualitas adalah istilah baru yang menandakan “kerohanian” atau hidup rohani. Kata ini menekankan segi kebersamaan bila dibandingkan dengan kata yang lebih tua yang menandakan hubungan orang-perorangan dengan Allah (Heuken, 2002: 11).
commit to user
Berkaitan dengan jabatan akademik dosen-dosen STKIP Widya Yuwana memang belum semuanya memiliki. Meskipun terkesan terlambat karena 52 tahun usia lembaga ini namun samapai dengan saat ini masih belum semua dosen memiliki jabatan akademik dan dosen- dosen belum mendapatkan sertifikasi dari pemerintah.
Berikutnya adalah sesuatu yang menjadi nilai plusnya dari dosen- dosen di lembaga STKIP Widya Yuwana ini adalah semangat Injil dan cinta kasih menjadi pondasi yang kuat dalam pelayanan melalui pengajaran kepada mahasiswa. sejauh yang dilihat bahwa sudah ada usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh dosen dalam bentuk: datang pada waktunya masuk kampus jam 07.00 – 13.00 setiap hari meskipun tidak mengajar, disiplin dalam mengajar, mempersiapkan bahan dengan sungguh-sungguh. Hasil dalam usaha tadi sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari lulusan yang masih sangat dibutuhkan dan ditempatkan di sekolah-sekolah yang baik dan dalam mencari pekerjaan tidak membutuhkan waktu yang lama. Kemampuan pedagogik dosen (keterampilan mengajar) dan kemampuan mendalami ilmu diwadai untuk menulis jurnal dan artikel. Sedangkan dari segi sosial, dosen di lembaga ini memiliki relasi yang akrab dengan teman sejawat, pimpinan, karyawan dan mahasiswa. Hal ini kelihatan dengan terciptakanya situasi kekeluargaan yang terjalin dilembaga ini. Dosen juga memberi pendampingan kepada mahasiswa tidak hanya persoalah dalam kesulitan pelajaran melainkan pendampingan personal sebagai motivator.
commit to user
Yang menjadi nilai plus berikutnya adalah bahwa sebagian dari dosen yang mengajar di lembaga STKIP Widya Yuwana ini adalah mereka yang memilih panggilan hidup khusus yaitu Imam/Pastor. Sebagian diantara mereka bertugas di paroki dan membantu di lembaga ini namun juga sebagian diantaranya memang mereka secara khusus menjadapat SK dari keuskupan untuk berkarya di lembaga STKIP Widya Yuwana ini.
Dengan di dasarkan semangat cinta kasih, semangat injil dan kebebasan, pola pendidikan baik kepada mahasiswa maupun relasi dengan teman sejawat mengandung pola asih ajrih, yang artinya bahwa seorang pendidik yang dapat menciptakan sekolah yang penuh dengan suasana kekeluargaan, kesetiakawanan, saling menolong. Iklim yang tidak sehat harus dihindari dan dimusnahkan oleh pendidik, agar tidak mematikan usaha para peserta didik untuk berprestasi (Mangunwijaya: 2004).
Begitu juga dengan pola pendidikan kepada mahasiswa, lembaga ini memiliki ciri khas yang mungkin saja tidak ditemukan di lembaga lain, semangat ini juga merupakan perwujudan dari kerasulan dan semangat injil. Para pendidik tidak pernah menganggap mahasiswa ada yang “Bodoh”. Dengan mengungkapkan kata “Bodoh” kepada peserta didik secara psikologis akan tertanam dalam pikiran mereka. Setiap anak memiliki keunikan alami yang dibekali naluri dasar untuk tumbuh (Mangunwijaya: 2004). Meskipun pada akhirnya dalam perjalanan waktu ada diantara mahasiswa yang mengundurkan diri karena merasa sekolah di
commit to user
lembaga ini bukanlah bakatnya, hal itu tidak menjadi persoalan karena memang tidak semua orang berbakat untuk menjadi guru agama, namun untuk menjadi pewarta keselamatan dalam Tuhan bisa lewat berbagai profesi yang lain.
b. Kendala dalam Meningkatkan Profesionalisme Dosen
Setelah melihat bagaimana penerapan prinsip Gravissimum Educationis berkaitan dengan profesi dosen, jelas bahwa sejauh ini prinsip itu sudah dihidupi oleh di lembaga STKIP Widya Yuwana walaupun belum maksimal dan ada bagian tertentu yang baru dirintis, yang sudah berjalan dan bahkan baru mulai direncanakan. Memang untuk menerapkan secara penuh bukanlah suatu yang mudah apalagi dibarengi dengan tuntutan pemerintah yang semakin hari semakin meningkat. Sebenarnya semuanya itu baik, bahwa dengan tuntutan yang semakin meningkat pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Walaupun terdakang hal tersebut membuat pelaku pendidikan merasa kualahan.
Banyak hal yang menjadi kendala dalam peningkatan profesionalisme dosen, diantaranya adalah berkaitan dengan finansial. Hal berkaitan dengan pengelolaan dan penyenggaraan PT yang didalamnya termasuk pembiayaan atau pendanaan. Pada dasarnya pembiayaan PT dapat diperoleh dari sumber, masyarakat dan luar negeri. Walauoun
commit to user
demikian sumber dana utama bagi PT adalah berasal dari masyarakat yang berupa (Depdikbud 1990;PP No 60, 1999):
1) Sumbangan pembinaan pendidikan (SPP)
2) Biaya seleksi ujian masuk PT
3) Hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungdi PT
4) Hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan PT
5) Sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga pemerintah
6) Penerimaan dari masyarakat lain.
Lembaga STKIP Widya Yuwana bernuang dalam lingkaran Keuskupan Surabaya dan sebagai penyelengganya adalah Yayasan yang bernama sama yaitu Yayasan Widya Yuwana. Kesulitan berkaitan dengan finansial didasari lembaga ini adalah lembaga kecil dan mahasiswa yang bejalar di lembaga ini pada umumnya berasal dari luar daerah, berasal dari keluarga yang umumnya menengah kebawah, namun memiliki semangat juang ingin belajar. Jadi lembaga bersama yayasan mengambil keijakan kepada mahasiswa untuk membayak kurang dari separuh biaya kuliah pada umumnya. Kekurangannya di tanggung oleh Keuskupan dan beberapa donatur gerejawi. Tidak hanya itu saja lembaga memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang memperoleh nilai yang baik dan mahasiswa yang kurang mampu. Karena ini, dana untuk pengembangan
commit to user
profesional dosen tidak menjadi sebuah prioritas lagi karena terbatasnya dana yang masuk (HW Informan 3: 6 April 2011).
Kedala yang tidak sederahana adalah berkaitan dengan evaluasi bersama. Evaluasi bersama baik dari Yayasan maupun dari lembaga sendiri masih dirasa kurang (HW Informan 1: 30 Maret 2011). “Evaluation is important to many facets of school program. If contributes directly to the teaching learning process used in classroom instruction and to a number of other school uses, each of which will be discussed. ” (Penilaian merupakan sesuatu yang sangat paling bagi bentuk keberhasilan program sekolah. Jika masukan yang terprogram dalam proses belajar mengajar dapat di gunakan dalam pembelajaran kelas dan dapat digunakan oleh sekolah lain, di mana setiap pembahasannya akan didiskusikan). Evaluasi merupakan sarana dimana dosen-dosen saling memberi peneguhan satu dengan yang lainnya baik berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun peneguhan berkaitan dengan motivasi.
Selain berkitan soal dana yang menjadi kendala berikutnya adalah kesibukan masing-masing dosen sehingga sejauh ini kurang adanya waktu untuk evaluasi bersama terlebih evaluasi yang dislenggarakan oleh yayasan. Selain itu juga karena lembaga ini adalah lembaga yang mendidik calon guru dan bahkan guru agama, dan di dalamnya terdapat dosen-dosen yang tidak memiliki latar belakang dari sekolah keguruan, jadi dalam sistem mengajar masih minimalis karena berdasarkan kemampuan masing-masing. Lembaga secara khusus belum memberikan
commit to user
pelatihan tentang bagaimana mengajar yang baik, sehingga apa yang disampaikan sungguh-sungguh dapat dicerna oleh mahasiswa (HW Infroman 1: 31 Maret 2011).
Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa pada lembaga ini berkaitan dengan kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik masih belum memenuhi standar pemerintah, karena baru dumulai. Berkitan dengan kulifikasi akademik minimal S 2 untuk program S 1 sebagian sudah sebagian memenuhi walaupun masih ada yang masih menjalakan proses. Namun berkaitan dengan sertifikat pendidik berkitan dengan jabatan akademik memang masih baru diusahakan. Hal ini dikarenakan lembaga kurang menjalin relasi baik dengan pemerintahan (HW Informan 2: 4 April 2011).
Berkitan dengan kepribadian sebagai seorang dosen yang menjadi teladn bagi mahasiswa. Kurang adanya perhatian dari masing-masing dosen berkaitan kegiatan rohani rutin yang diadakan oleh kampus. Kegiatan rohani ini meliputi Misa/Perayaan Ekaristi, Ibadat Sabda, Ofisi. Tidak banyak dosen yang menyempatkan diri untuk gadir dalam kegitana rohani ini (HW Informan 4: 6 April 2011).
Dalam suatu lembaga tentunya memiliki tenaga pengajar ada yang senior dan ada juga yang junior. Hal ini juga terjadi di STKIP Widya Yuwana, yang menjadi persoalan bahwa kurang adanya bimbingan dari dosen yang senior kepada dosen yang junior. Sehingga yang terjadi
commit to user
semuanya berjalan sendiri-sendiri, atau bisa disebut dengan kaderisasinya terlambat. Dosen-dosen disini juga masih ada yang terkesan “menunggu” dari lembaga, belum ada insiatif untuk mengembangkan diri melalui karya lewat tulisan dll (HW Informan 5: 10 April 2011). Cenderung masih mengharapkan yang lebih dari lembaga terutama berkaitan soal finansial, karena lembaga STKIP Widya Yuwana ini adalah lembaga kecil yang pasti belum mampu untuk memberi gaji setara dengan pangkat akademik, jabatan akademik, jabatan struktural sesuai dengan peraturan pemerintah. Oleh karena itu hendaknya dosen-dosen juga menyadari bahwa sebagai bagian dari lembaga mereka juga memiliki tanggungjawab untuk bisa mengalirkan dana kepada lembaga melaui kretifitas mereka, misalnya saja memuat Team Work untuk pengabdian masyarakat, Tim Pastoral (Retret, Rekoleksi, Pelatihan) dsb (HW Informan 4: 6 April 2011).
Berdasarkan hasil interview yang banyak terjadi bahwa memang dari segi kinerja dosen-dosen di lembaga STKIP Widya Yuwana ini sudah baik bahkan tidak kalah dari dosen-dosen yang lain yang sudah meenuhi kualifikasi, kompetensi dan memiliki sertifikat pendidik. Namun kinerja ini hanya masih sebatas pada bagian intern saja atau dapat diberi istilah, belum ada program untuk membuat team yang bisa perkenalkan ke halayak luar.
c. Upaya yang Dilakukan untuk Meningkatkan Profesionalisme Dosen berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen
commit to user
Selanjutnya data yang diperoleh dari lapangan adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga dalam meningkatkan profesionalisme dosen. informasi berkaitan dengan upaya lembaga dalam meningkatkan profesionalisme dosen ini diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden. Adapun dalam mengungkapkan ini, peneliti memberikan pertanyaan penuntun berupa upaya yang berkaitan dengan kompetensi guru dan dosen.
Menurut pertaturan pemerintah seorang dosen harus memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional (Sagala: 2009). Berikut ini merupakan hasil rangkuman dari angket berkaitan dengan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dosen:
1) Kompetensi Pedagogik
Sebagai seorang pendidik dosen memang diwajibkan untuk memiliki kompetensi yang salah satunya adalah kompetensi pedagogik. Dosen yang memiliki kompetensi pedagogik adalah dosen yang mampu menggunakan prinsip-prinsip pedagogik dalam membimbing peserta didiknya dalam hal ini yang dimaksud adalah mahasiswa.
Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh dosen meliputi:
a) Kemampuan Merancang Pembelajaran
commit to user
b) Kemampuan Melaksanakan Proses Pembelajaran
c) Kemampuan Menilai Proses dan Hasil Pembelajaran
d) Kemampuan Memanfaatkan Hasil Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Adapun upaya dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dose STKIP Widya Yuwana adalah sebagai berikut:
a) Kuliah Lanjut
b) Seminar dan Pelatihan
c) Penelitian dan menulis jurnal
d) Belajar mandiri
e) Memberi kuliah, retret, rekoleksi
f) Membuat kontrak perkuliahan dan satuan acara perkuliahan
2) Kompetensi Kepribadian
Ada dua hal yang menarik dalam kompetensi kepribadian, yaitu dapat diteladani dan jujur. Hingga saat ini masih sangat langka untuk menemukan dosen/dosen yang memang pantas untuk diteladani. Lebih lagi dalam hal kejujuran yang sebenarnya tidak memiliki ukuran yang tegas, karena kejujuran hanyalah dirinya sendiri yang bisa memastikan apakah seseorang itu jujur atau tidak jujur.
commit to user
Dilihat dari aspek psikologi kometensi kepribadian dosen menunjukan kemampuan personal yang mencerminakn kepribadian (1) mantap dan stabil yaitu memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku; (2) dewasa yang berarti mempun yai kemandirian untuk berindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja; (3) arif dan bijaksanan yaitu tampilannya bermanfaat bagi mahasiswa, lembaga perguruan tinggi dan masyarakat dengan menunjukan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak; (4) berwibawa yaitu perilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap mahasiswa; dan (5) memiliki akhlak mulia dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh mahasiswa, bertindak sesuai dengan nirma religius, jujur, iklas, dan suka menolong (Sagala: 2009).
Adapun upaya dalam menignkatkan kompetensi kepribadian dosen STKIP Widya Yuwana adalah sebagai berikut:
a) Managemen diri yang ditaati
b) Membuka diri terhadap kritik dan saran
c) membagi waktu untuk bekerja dan belajar
d) Membangun kerjasama yang saling memberi dan membagi
e) Belajar menerima dan menghargai keunikan orang lain.
f) Mengikuti retret/ rekoleksi
commit to user
g) Mengusahakan diri semakin bertumbuh dalam iman
h) Mengusahakan dri semakin memiliki kemantapan pribadi dan menghayati profesi dosen sebagai panggilan hidup
i) Menuntaskan setiap tugas yang dibebankan dengan sebaik mungkin
j) Selalu berusaha dalam setiap kuliah supaya apa yang diucapkan
adalah sesuatu yang lahir dari pengetahuan.
k) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan melalui kegiatan rohani
(Doa, dsb)
l) Melibatkan hati dan hidupnya sendiri di dalam mempersiapkan
mahasiswanya.
m) Menyelaraskan apa yang diajarkan dengan pertumbuhan
kedewasaan pribadi mahasiswa
n) Menempatkan diri sebagai dosen yang arif beribawa dan penuh
kasih kepada mahasiswa
o) Berusaha agar ada yang bisa diteladani dari pelayanan: orientasinya adalah kemajuan mahasiswa dalam memahami dan menguasai bidang studi.
3) Kompetensi Sosial
Sebagai pendidik profesional seorang dosen tidak hanya mengajar dan mendidik di lembaga pendidikan saja melainkan juga mendidik di
commit to user
masyarakat. Artinya bahwa dengan pola pendidikan yang berbeda namun pribadi dan teladan dari seorang dosen tentunya dapat menjadi panutan bagi masyarakat setempat. Untuk itu, kompetensi sosial seorang dosen meliputi:
a) Kemampuan menghargai keragaman sosial dan konservasi lingkungan
b) Menyampaikan pendapat dengan runtut, efisien dan jelas
c) Kemampuan menghargai pendapat orang lain
d) Kemampuan membina suasana kelas.
e) Kemampuan membina suasana kerja
f) Kemampuan mendorong peran serta masyarakat
Adapun upaya meningkatkan kompetensi sosial dosen STKIP Widya Yuwana dalah sebagai berikut:
a) Bergabung dalam IKKS (Ikatan Katekis Keuskupan Surabaya)
b) Terlibat dalam tim APP kevikepan Madiun
c) Terliba dalam Komsos Paroki
d) Narasumber berbagai seminar di kota Madiun
e) Trainner mahasiswa dan siswa
f) Dewan pastoral keuskupan Surabaya
commit to user
g) Anggota ISKA cabang Madiun
h) Anggota Himpsi dan pengurus RT (bendahara)
i) Mengembangkan iman dalam relasi interpersonal dan sosial di tengah gereja dan masyarakat
j) Terlibat dalam upaya pengabdian masyarakat yang semakin luas
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional berkaitan dengan penguasaan materi yang diajarkan dengan metode yang tepat untuk mengajarkannya. Cara yang bisa ditawarkan dalam peyampaian materi agar dapat dengan mudah ditransformasikan kepada mahasiwa adalah dengan membaca, latihan, refleksi, up to date dan dengan menggunakan alat peraga.
Dengan demikian, kompetensi profesional seorang dosen adalah sebagai berikut:
a) Penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam
b) Kemampuan merancang, melaksanakan, dan menyusun laporan penelitian
c) Kemampuan mengembangkan dan menyebarluaskan inovasi
d) Kemampuan merancang, melaksanakan dan menilai pengabdian kepada masyarakat
commit to user
Adapun Upaya dalam meningkatkan kompetensi profesional dosen STKIP Widya Yuwana adalah sebagai berikut:
a) Mengembangkan media TIK
b) Kolaborasi ilmu dan penelitian lapangan
c) Meningkatkan kemampuan belajar lewat membaca, menulis, membuat riset dan publikasi pribadi
d) Mengikuti pelatihan/lokakarya yang diadakan oleh IKKS maupun keuskupan Surabaya
e) Studi mandiri (buku, internet, jurnal, majalah)
f) dengan dosen lain
g) Membuat bahan ajar
h) Membaca materi – membuat power point
i) Diskusi
d. Bagaimana Profesionalisme Dosen di STKIP Widya Yuwana
Jika berbicara tentang profesionalisme memang menjadi sebuah dilema pada saat ini terutama dalam bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan bahwa memang menjadi suatu keprihatinan bahwa sikap profesionalisme terhadap profesi dan pilihan hidup seakan semakin hari mengalami kekaburan. Profesionalisme dosen merupakan sikap
commit to user
profesional yang berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok seorang dosen bukan sebagai sampingan, pengisi waktu luang atau bahkan sebagai perwujudan dari hobi.
Seorang yang profesional mempunyai kebermaknaan ahli (expert) dengan pengathuan yang dimiliki dalam menjalankan pekerjaannya. Seorang yang profesional juga memiliki tanggungjawab (responsibility) atas keputusan baik dari segi intektual maupun dari segi sikap, dan memiliki rasa kesejawatan menjunjung tinggi etika profesi dalam suatu organisasi yang dinamis (Sagala: 2009).
Dosen memiliki tanggungjawab sebagai seorang pendidik profesional
yang tigasnya mentransformasikan ilmu, mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan, teknologi, seni melaui pendidikan, penelitian dan pengambdian masyarakat (UU Guru dan Dosen: 2005). Selain sebagai pengajar dosen juga sebagai pendidik. Sebagai seorang pendidik dosen merupakan tenaga profesional yang memiliki tugas untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbngan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (UU SISDIKNAS: 2003).
Gravissimum Educationis memiliki prinsip bahwa pendidik yang profesional adalah seseorang yang sungguh-sungguh disiapkan.
commit to user
Tujuannya adalah seorang pendidik memasuki dunia pendidikan dengan membawa bekal ilmu pengetahuan profan maupun keagamaan, dan ilmu pengetahuan ini dikukuhkan dengan ijasah-ijasah yang semestinya. Tidak kalah penting adalah seorang pendidik adalah seseorang yang memiliki kemahiran mendidik sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin hari semakin tinggi tuntuntannya (GE Art 8).
Seorang yang memiliki kemahiran dalam mendidik dan dalam bidangnya akan dikukuhkan dengan ijasah, melainkan juga seorang yang memiliki ijasah belum tentu memiliki kemahiran dibidangnya. Karena dilema pendidikan jaman sekarang bahwa dengan meningkatnya arus globalisasi membuat budaya instan menjadi hal yang wajar, meskipun itu akhirnya merugikan. Dalam menuju ke arah pemenuhan terhadap peraturan pemerintah dalam bentuk kulifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik, dosen-dosen di STKIP Widya Yuwana tetap mempertahankan kinerjanya.
Selain pada pendampingan kepada mahasiswa secara penuh tidak hanya soal kesulitan akademik melainkan persoalan pribadi, secara perkembangan kognitif dosen-dosen juga mengembangkan diri melalui wahana yang telah disediakan oleh lembaga melaui menulis buku, menulis jurnal dll. Dari hasil karya mereka akan terlihat bahwa mereka memiliki kemampuan dan memiliki daya saing untuk besaing di luar lembaga dalam bentuk riset hanya memang yang menjadi kendalanya adalah belum ada yang berani untuk memulai ke arah sana.
commit to user
Berbeda dengan dosen-dosen yang berada di Sekolah tinggi lainnya, yang pada umumnya memiliki tugas mengajar dan mendidik. Namun, dosen – dosen di STKIP Widya Yuwana ini memiliki tugas yang tidak hanya soal perkembangkan intelektual bagi mahasiswa melainkan soal “hati”. Mahasiswa di STKIP Widya Yuwna ini bukanlah seperti mahasiswa pada umumnya, mahasiswa yang bergabung di lembaga ini adalah sungguh-sungguh mahasiswa yang memiliki panggilan khusus dari Allah untuk menjadi seorang pewarta. Unsur kepandaian secara intektual hanyalah salah satu bagian dari pola pendidikan melainkan masih ada pola-pola yang lain yaitu berkaitan dengan kepribadia, hati. Dan kesemuanya itu merupakan perwujudan prinsip cinta kasih serta semangat kerasulan injil.
Berkaitan
dengan
lembaga STKIP
Widya Yuwana, profesionalisme yang telah dosen-dosen di lembaga ini jalankan dapat dikategorikan sudah baik, atau berdasarkan hasil dari interview, angket, observasi dan gruop focus dissucion sudah mencapai 75%. Meskipun masih banyak hal-hal yang harus dibenahi. Hal ini dianggap sebagai suatu yang wajar karena dalam sekolah tinggi dimanapun juga setiap waktu ke waktu megalami proses dalam menuju perkembangan yang lebih baik.
Alasan mengapa profesionalisme dosen bisa dikategorikan sudah mencapai 75% adalah bahwa hal ini dapat terlihat pada spritualitas dosesn-dosen yang penuh dengan sikap pelayanan dengan didasarkan sikap cinta kasih kepada peserta didik. Pemberian diri yang utuh yang
commit to user
membuat mereka memiki nilai yang unik dan mungkin tidak ditemukan di sekolah tinggi yang lain, meskipun masih terdapat kelemahan soal administrasi yang masih menjadi wacana dan proses untuk menyeimbangkan dengan peraturan pemerintah. Tetapi berkitan dengan kinerja, dosen-dosen di lembaga STKIP Widya Yuwana ini sudah melakukan tugas mereka dengan sebaik-baiknya meskipun soal pendapat belum bisa menyetarakan dengan peraturan pemerintah namun itu tidak mengganggu kinerja dan mungkin hanya dirasa sebagai suatu pikiran (HW Informan 7: 12 April 2011).
Dalam Gravissimum Educationis kualifikasi akademik seorang dosen merupakan salah satu syarat keprofesionalan seorang dosen, karena masih banyak kualifikasi-kualifikasi yang lain yang ditekankan dalam Gravissimum Educationis yang memiliki makna yang mendalam yaitu semangat cinta kasih, kerasulan injil dan kebebasan. Selain itu juga sebagai seorang kristiani dosen di STKIP Widya Yuwana ini dalam segala pelayanan dalam bentuk pengajaran, pendidikan dan kinerjanya selalu berpanutan kepada Yesus Kristus Sang Guru sejati.
commit to user
A. KESIMPULAN
Setelah menguraikan data yang dukung dengan sumber masalah dalam penelitian ini maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis
Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Perguruan Tinggi Katolik STKIP Widya Yuwana Madiun penerapan prinsip Gravissimum Educationis Sebagai lembaga tinggi yang bernaung dilingkup gerejawi, lembaga STKIP Widya Yuwana nilai-nilai, semangat atau prinsip yang terkandung dalam Gravissimum Educationis sudah dihidupi, hanya saja kalau melihat sejarah berdirinya STKIP Widya Yuwana ini bahwa STKIP Widya Yuwana ini yang dulunya ALMA atau AKI berdiri sebelum Gravissimum Educationis dicetuskan. STKIP Widya Yuwana berdiri pada 27 September 1959, sedangkan Gravissimum Educationis tercetus pada 28 Oktober 1965. Selain itu juga bahwa konsep awal lembaga ini adalah bukan mendidik mahasiswa untuk menjadi guru agama melainkan untuk menjadi katekis, tetapi seiring perkembangan waktu lemaga ini berubah menjadi Sekolah Tinggi dan Keguruan (STKIP) Widya Yuwana yang mendidik mahasiswa untuk menjadi guru agama katolik.
commit to user
Dapat dikatakan bahwa STKIP Widya Yuwana ini tidak menerapkan secara sengaja prinsip dari Gravissimum Educationis melainkan nilai-nilai yang ada dalam Gravissimum Educationis sudah dihidupi oleh lembaga ini. Hal ini dikarenakan lembaga STKIP Widya Yuwana ini berpedoman pada Kitab Suci dan begitu juga dokumen Gravissimum Educationis merupakan hasil refleksi dari Kitab Suci tentang pendidikan.
Bentuk dari menghidupi semangat, nilai atau prinsip yang terkandung dalam Gravissimum Educationis adalah para dosen dalam memberikan bimbingan kepada mahasiswa. Bimbingan tidak hanya berkaitan dengan matakuliah atau proses pembelajaran melainkan bimbingan terhadap kepribadian mahasiswa melalui pendekatan personal, mempersiapkan bahan yang akan diajarkan kepada mahasiswa. Sikap ini menujukan bahwa semangat cinta kasih yang disarankan oleh Gravissimum Educationis sudah menjadi spirit bagi dosen-dosen di Lembaga STKIP Widya Yuwana.
Dalam bidang keagamaan berkaitan dengan pembinaan spiritualitas seorang dosen memang baru dimulai baru-baru ini secara khusus bagi dosen. Tetapi secara keseluruhan civitas akademika atau secara lembaga kegiatan rohani dilakukan setiap pagi sebelum perkuliahan dimulai, dengan adanya Misa/Perayaan Ekaristi, Ibadat, Pendampingan Mahasiswa yang dilakukan secara bergilirian setiap pagi dan ziarah setiap bulan Mei. Namun pembinaan secara khusus satu yang baru dimulai adalah setiap kamis dosen dan karyawan berkumpul bersama di Kapel untuk ibadat dan yang baru akan
commit to user
direncanakan namun belum dilkasanakan adalah retret dosen-karyawan bulan juli mendatang.
2. Kendala dalam Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa penerapan prinsip Gravissimum Educationis terkait dengan profesi dosen tidak diterapkan secara sengaja namun dihidupi oleh Lembaga STKIP Widya Yuwana, namun memang belum secara penuh karena masih ada bagian-bagian yang masih harus dibenahi. Hal ini berkaitan dengan kemahiran dalam mendidik yang berkaitan dengan ijasah atau administrasi yang menjadi tuntutan dari pemerintah. Tentunya ini menjadi suatu kendala, misalnya: masih ada beberap dosen yang sedang menempuh studi lanjut, belum semua dosen mendapatkan jabatan akademik, kurangnya evaluasi bersama, beberapa diantara dosen kurang meanruh perhatian terhadap kegiatan rohani harian yang diselenggarakan oleh kampus sebagai pembinaan kepribadian bersama, bimbingan yang kurang dari dosen senior kepada dosen junior, masih terkesan kreativitas dosen masih hanya intern saja belum berani tampil keluar, padahal dari segi kemampuan itu sudah mereka miliki. Dosen-dosen belum memiliki keberanian dan kepercayaan diri atas kinerjanya yang baik sehingga belum direalisasikan dalam bentuk Team Work yang sesuai dengan ciri khas lembaga ini untuk dipasarkan kepada masyarakat umum, misalnya dalam bentuk Tim Katekese/pendampingan (Kaum muda, Anak-anak, Dewasa, Orangtua, Lansia atau kelompok kategorial yang lain).
commit to user
3. Profesionalisme Dosen
Berdasarkan hasil penelitian, dengan demikian dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa penerapan prinsip Gravissimum Educationis dalam Pembinaan Profesionalisme Dosen di STKIP Widya Yuwana Madiun sudah mencapai taraf 75%.
Alasan mengapa profesionalisme dosen STKIP Widya Yuwana Madiun dapat dikategorikan sudah mencapai 75% adalah para intinya Gravissimum Educationis menekankan pada seorang pendidik haruslah seseorang yang sungguh-sungguh disiapkan dalam ilmu profan yang ditandai dengan ijasah, memiliki kemahiran dalam mendidik, bersemangatkan nilai injil dan cinta kasih serta kebebasan. Secara umum semangat kerasulan injil, cinta kasih dan kebebasan sudah menjadi Roh bagi dosen, namun yang menjadi kendala adalah soal penyesuaian terhadap tuntutan pemerintah. Hal ini buka berarti STKIP Widya Yuwana “anti” terhadap pemerintah, hal itu sama sekali tidak terjadi. Tetapi yang terjadi bahwa STKIP Widya Yuwana ini memiliki Yayasan sendiri yang notabena adalah milik Keuskupan, jadi keuskupan memiliki otoritas tinggi.
Tetapi semangat profesionalitas juga dapat terlihat pada spritualitas dosen-dosen yang penuh dengan sikap pelayanan dengan didasarkan sikap cinta kasih kepada peserta didik. Pemberian diri yang utuh yang membuat mereka memiki nilai yang unik dan mungkin tidak ditemukan di sekolah tinggi yang lain, meskipun masih terdapat kelemahan soal administrasi yang masih
commit to user
menjadi wacana dan proses untuk menyeimbangkan dengan peraturan pemerintah. Tetapi berkitan dengan kinerja, dosen-dosen di lembaga STKIP Widya Yuwana ini sudah melakukan tugas mereka dengan sebaik-baiknya meskipun soal pendapat belum bisa menyetarakan dengan peraturan pemerintah namun itu tidak mengganggu kinerja dan mungkin hanya dirasa sebagai suatu pikiran
Untuk itu secara perlahan-lahan STKIP Widya Yuwana sedang dalam proses menuju pada penyetaraan sesuai dengan tunututan pemerintah. Tuntutan pemerintah ini dianggap sangat baik karena membuat dosen memiliki upaya untuk meningkatkan ilmunya. Yang menjadi tidak kalah pentingnya adalah bahwa teladan Yesus Kristus Sang Guru Sejati lah yang penjadi spirit bagi dosen – dosen di lembaga STKIP Widya Yuwana ini seorang kristiani dan lembaga Teologi secara khusus.
Pada dasarnya apa yang terkandung dalam prinsip Gravissimum Educationis berkaitan dengan profesi dosen dan dengan tuntutan pemerintah dalam UU Guru dan Dosen 2005 bahwa seorang dosen hendaknya memiliki 4 (empat) kompetensi yaitu Kompetensi Pedagogik, Komptetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial ini gereja Katolik sudah sejak lama menyuarakan ini melalui dokumen Gravissimum Educationis. Seseorang yang dijiwai sremangat injil (cinta kasih dan kebebsan) termasuk ke dalam kompetensi pedagogik dan kepribadian dan kompetensi sosial, seeorang yang sungguh-sungguh ditandai dengan ijasah ttermasuk kedalam kompetensi
commit to user
profesional dan seseorang yang memiliki kemahiran dalam mendidik termasuk kedalam komptensi pedagogik dan kompetensi profesional.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Lembaga
Hal yang bisa disarankan bagi lembaga adalah mungkin lembaga bisa memberikan sosialisasi kepada dosen-dosen tentang prinsip Gravissimum Educationis yang menjadi dasar dari pendidikan Kristen terkhusus lembaga adalah lembaga yang bernaung di bawah gereja. Selanjutnya, lembaga mulai memikirkan secara khusus penyesuaian terhadap peraturan pemerintah. Dan yang terakhir adalah meningkatkan sarana (pelatihan, seminar, lokakarya dll) pengembangan untuk meningkatkan profesionalisme dosen lebih ditingkatkan.
2. Bagi Dosen
Hal yang bisa disarankan bagi dosen yang utama adalah meningkatkan kebiasaan evaluasi diri. Karena dengan evaluasi dapat mengtahui apa yang sudah baik dan apa yang harus dibenahi. Evaluasi diri bisa juga dengan meminta kritik dan saran baik kepada teman sejawat maupun kepada mahasiswa.
commit to user
3. Bagi Peneliti Lebih Lanjut
Hal yang bisa disarankan bagi peneliti selanjutnya adalah profesionalisme merupakan sesuatu yang akan berkebang sesuia dengan perkembangan jaman. Untuk itu ukuran apapun yang dituntut pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme pada intinya adalah bagaimana memadukan antara ilmu pengetahuan dan kepribadian.
commit to user