Lokasi Penelitian Perkawinan Usia Dini Dalam Perspektif Pluralisme Hukum (Studi Kasus di Desa Saentis Kecamatan Percut SeiTuan, Kabupaten Deli Serdang)

menikah sebagai jalan keluarnya, walaupun usia tidak sesuai dengan ketentuan hukum namun mereka tetap melakukan perkawinan tersebut dari pada nanti dikemudian hari menjadi masalah dalam keluarga.

I.7. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Alasan mengapa penulis memilih lokasi penelitian ini, bahwa penduduk yang ada di desa Saentis ini masih terdapat masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini, oleh sebab itu peneliti ingin melihat bagaimana proses pengesahan perkawinan usia dini yang dilakukan oleh masyarakat. Alasan lain dalam pemilihan desa tersebut karena sarana dan prasarana dilokasi penelitian ini sangat mendukung, dan tempat tinggal si penulis sangat berdekatan dengan lokasi penelitian sehingga hal ini akan membantu peneliti dalam hal menghemat biaya, tenaga, dan waktu disamping membantu itu dapat mempermudah memperoleh data yang dibutuhkan. Universitas Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Lokasi dan Keadaan Alam Secara geografis Desa Saentis terletak diantara beberapa desa yang merupakan induk dari Kecamatan Percut Sei Tuan, Desa Saentis dahulunya merupakan sebuah kampung terpencil yang ditempati oleh beberapa masyarakat saja dan dahulunya adalah tempat bekerjanya para buruh perkebunan transmigran yang datangnya dari luar Sumatera Utara, misalnya saja seperti ada yang datang dari Solo, Jawa, Wonogiri dan Capu. Daerah tersebut merupakan daerah yang pada saat itu banyak mendatangkan buruh-buruh kontrak. Desa Saentis adalah sebuah desa yang terletak di tepipinggiran Kota Medan, Sumatera Utara yang mayoritas penduduknya bersuku bangsa Jawa dan beragama Islam khusunya, walaupun ada juga terdapat beberapa sub-sub etnis sebagai pendatang baru di Desa ini yang populasinya tidak begitu banyak dibandingkan dengan suku bangsa Jawa sebelumnya, akan tetapi dapat dipastikan bahwa daerah ini telah menjadi tempat pemukiman penduduk yang jumlahnya senantiasa berkembang seiring berjalannya waktu. Desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan salah-satu desa yang juga terletak di tepipinggiran laut dan tidak begitu jauh letaknya dengan Desa Bagan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, serta jarak tempuh dari Desa Saentis ke tepipinggiran laut ke Desa Bagan ± 7 Km. Walaupun jarak antara Desa Saentis dengan Desa Bagan tidak begitu jauh, namun dalam pekerjaan atau sistem mata pencaharian antara Desa Saentis dengan Desa Bagan berbeda, masyarakat yang ada di Desa Bagan dalam pekerjaannya Universitas Sumatera Utara maupun dalam mata pencahariannya sehari-hari adalah mayoritas melaut, hanya sedikit saja masyarakat yang bertani atau berkebun dan itupun ada juga masyarakat yang bukan penduduk di Desa Bagan itu memiliki tanah dan rumah untuk disewakan kepada warga desa setempat. Sedangkan Desa Saentis merupakan desa agraris, mengapa dikatakan sebagai desa agraris karena di Desa Saentis ini penduduknya petani dan berkebun, tidak perlu heran Desa Saentis banyak ditanami tanaman tembakau, sayur, padi, buah-buahan hingga tanaman keras seperti sawit. Jarak tempuh dari Desa Saentis ke Ibukota Kecamatan 16 Kmjam jika menggunakan alat transportasi umum, sedangkan jarak tempuh dari Desa Saentis ke Ibukota KabupatenKotamadya ± 30 Kmjam jika mengunakan alat trasportasai umum seperti bus dan angkutan umum lainnya, dan sedangkan jarak tempuh dari Desa Saentis ke Ibukota Propinsi adalah ± 18 Kmjam. Dalam hal ini juga Desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang berbatasan dengan. 1. Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa Tanjung Rejo Tanjung Selamat 2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Sampali 3. Sebelah Barat Berbatasan dengan Pematang Johar 4. Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Sei Tuan Luas Desa Saentis secara umum adalah + 2400 Ha. Sebagian besar lahan ada yang dijadikan pertanian sawah 155 Ha, perkebunan rakyat 50 Ha, perkebunan negara 1650 Ha, perkebunan swasta 15 Ha, Kawasan Industri Medan KIM Mabar + 350 Ha, Pemukiman + 110 Ha, pekuburan 1 Ha, fasilitas umum 2.8 Ha. Untuk dapat mencapai Desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan ini, dari Ibu Kota Kabupaten diperlukan waktu sekitar 120 Menit dengan berkendaraan Universitas Sumatera Utara umum, dan tiga kali transit dari daerah yang satu dengan daerah lainnya, oleh karena itu angkutan umum dan tarif ongkosnya juga berbeda-beda ada yang Rp. 3000- hingga Rp.5000- sekali jalan. Sedangkan dari Ibu Kota Kecamatan menuju Desa Saentis ini diperlukan waktu sekitar 60 Menit, dengan berkendaraan umum seperti CV. Kenari dan biaya ongkosnya sekitar Rp.6000- sampai tujuan. Pada umumnya Desa Saentis, berada pada ketinggian ± 4 meter dari permukaan laut yang curah hujannya 0-15 mmtahun dan keadaan suhu rata-rata 30ºc, dengan ketinggian dari permukaan laut tersebut banyak dijadikan oleh masyarakat sebagai Lahan Pertanian, Lahan Perkebunan RakyatPerkebunan NegaraSwasta, Tempat Perkantoran Swasta, Supermarket dan juga Kawasan Industri besar dan Kawasan Industri kecil-kecilan. Sehingga strukturbentuk permukaan laut dan produktivitas tanah dapat dikatakan sangat baik atau subur untuk dijadikan sebagai tempat pertanian maupun juga dijadikan tempat beternak lainnya, dalam kondisi tanah di Desa Saentis terlihat masih sangat produktif untuk ditanami seperti tanaman tembakau maupun tanaman tebu gula serta juga tanaman lain, yang pada dasarnya dikelolah oleh pihak swasta seperti PTPN II Deli Serdang dan ada juga masyarakat desa setempat memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami tanaman lain seperti tanaman ubi, jagung dan tanaman lainnya yang dianggap produktif, sedangkan suhu udara di desa ini tidak begitu panas jika pada siang hari, karena desa ini masih banyak pepohonan hijau serta tanaman yang mengelilingi desa ini, sedangkan jika pada malam hari tiba udara disini terasa sejuk akibat hembusan angin laut maupun angin darat. Berikut nama Dusun dan pembagian Dusun yang ada di Desa Saentis. Universitas Sumatera Utara 2.2. Sejarah Singkat Desa Saentis Dahulu pada tahun 1920 Desa Saentis ini masih kawasan hutan belantara milik para jajahan belanda, sebelum disebut dengan Desa Saentis pada umumnya masyarakat pendatang menyebutnya adalah sebuah Kampung Saentis yang dimana Kampung Saentis ini dahulunya tempat para berkumpul para ilmuan- ilmuan pertanian dan para arsitek-arsitek dari Negara Belanda, oleh karena itu menurut Bapak Ngadenan 68 tahun kata Saentis berasal dari sebuah kata ”Sains” yang berarti “ilmu pengetahuan” sedangkan kata “Tis” adalah sebuah kata untuk menandakan seseorang yang “pintar” di dalam ilmu pertanian pada masa itu, oleh karena itu pada masa jajahan kolonial Belanda tahun 1920 lahirlah sebuah kampung dan diberi nama oleh masyarakat, kampung Saentis yang artinya adalah tempat berkumpulnya atau tempat persinggahan orang-orang pintar dan para ahli teknologi yang datang dari Negara Belanda. Menurut Bapak Ngadenan, ia adalah salah satu tokoh masyarakat yang pernah bekerja sebagai karyawan PTPN-IX pada masa belanda, sejak tahun 1920 belanda mengirimkan buruh perkebunan atau disebut dengan kuli kontrak yang didatangkan dari Negara Cina dan Negara Hindia, namun perkembangan PTPN- IX meluas hingga sampai keseluruh Kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Utara, dan pada saat itu PTPN-IX kekurangan buruh perkebunan di kampung Saentis ini, sehingga menyebabkan Belanda mendatangkan kuli kontrak lokal dari daerah Jawa, ada juga yang berasal dari Wonogiri, Solo dan juga Capu adalah merupakan daerah yang paling banyak mengirimkan kuli kontrak secara besar- besaran ke desa Saentis ini, hal itu dilakukan oleh kolonial belanda adalah untuk mengantisipasi akan kekurangan buruh perkebunan dan khususnya untuk Universitas Sumatera Utara memperluas areal tanaman tembakau pada masa itu, jadi tidak perlu heran jika di Desa Saentis khusunya masyarakatnya mayoritas bersuku bangsa Jawa, namun perkembangan orang Jawa bukan hanya terletak di Desa Saentis ini saja, perkembangan orang Jawa juga hingga sampai pada setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Pada saat itu juga Kampung Saentis ini masih kawasan hutan, yang banyak ditumbuhi dengan semak-semak belukar, rumput-rumput lalang yang menjulur sangat tinggi disetiap tanah dan ditumbuhi oleh pepohonan-pepohonan besar. Setelah para kolonial Belanda mengirim kuli kontrak ke Kampung Saentis pada masa itu, disaat itulah kuli-kuli kontrak menebangi hutan dan membabat habis hutan hingga meluas ke kawasan Helvetia untuk ditanami tanaman tembakau. Setelah menebangi hutan dan memperluas areal tanaman, maka para kuli kontrak dan dengan atas dasar perintah dari mandor perkebunan milik belanda saat itu mengintruksikan kepada kuli-kuli kotrak tersebut agar terlebih dahulu membangun kantor untuk pejabat-pejabat belanda, tidak hanya itu juga para kuli kontrak membangun gudang penyimpanan tembakau, membangun rumah dinas untuk para mandor dan assisten kebun, dan juga para kuli kontrak membangun Bangsal adalah tempat untuk dijadikan proses permentasi dari daun tembakau yang sudah dikeringkan hingga menjadi sebuah tembakau. Pada tahun 1926 para kuli-kuli kontrak tersebut telah selesai membangunmendirikan rumah dinas, gudang, bangsal dan lain sebagainya. Belanda member nama Deli Congsi Maatscappij DCM, jadi setiap kantor, rumah dinas dan gudang penyimpanan tembakau, maupun bangsal tempat pengeringan tembakau diberi nama Deli Congsi Maatscappij DCM. Hingga tahun 1949 Universitas Sumatera Utara sampai pada tahun 1950 pertumbuhan penduduk Kampung Saentis berkembang sangat pesat, sehingga pada waktu itu masyarakat menuntut agar ada pemimpin di Kampung tersebut, atas dasar semangat dan kemauan masyarakat setempat untuk memajukan Kampungnya, masyarakatpun berinisiatif memberikan sebuah nama Kampung Saentis menjadi Desa Saentis dan pada saat itu juga terpililah salah satu Kepala Desa Saentis untuk pertama kalinya pada tahun 1950 yaitu Bapak H. Zainal Abidin Nasution dan beliau masih keturunan Jawa Mandailing, masa jabatan Bapak H. Zainal Abidin Nasution berakhir pada tahun 1971. Selain Bapak H. Zainal Abidin Nasution. Setelah pada masa nasionalisasi semua perusahaan perkebunan milik Belanda yang ada di Indonesia pada tahun 1957 telah berganti nama dari Deli Congsi Maatscappij DCM ke PTPN-IX, oleh karena itu setiap perkebunan- perkebunan tembakau yang ada di Sumatera Utara eks Keresidenan Sumatera Timur dilebur ke dalam PTPN-IX Perseroan Terbatas Perkebunan Negara IX. Dalam hal ini PTPN-IX dibagi dalam 3 tiga bagian yaitu Tembakau Deli I TD I yang berwilayah di daerah Batang Kuis, Bandar Kliffah, Pagar Merbau dan Tanjung Jati, Tembakau Deli II TDII yang berwilayah di daerah Saentis, Marendal, Helvetia, Medan Estate, Sampali dan Sungai Semayam, Tembakau Dali III TD III yang berwilayah di daerah Timbang Langkat, Kuala Binge, Kuala Kumit, Tandam Hilir, Bulu Cina, Klumpang, Klambir Lima dan Kuala Namu. Namun dalam areal wilayah Desa Saentis adalah merupakan tempat atau pusat perkantoran orang-orang Belanda pada masa itu, sehingga para buruh perkebunan banyak yang ditempati di Desa Saentis ini, karena tempatnya sangat strategis dan Universitas Sumatera Utara juga sangat berdekatan dengan laut sehingga memudahkan pengiriman kuli-kuli kontrak dari Jawa melalui jalur laut. 2.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh penulis dari kantor Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan, jumlah penduduk yang terdapat di desa pada tahun 2010 sebelumnya berjumlah 16.172 jiwa dengan jumlah 3.935 Kepala Keluaraga KK. Dari jumlah penduduk tesebut dapat diklasifikasikan atas beberapa pembagian yaitu menurut jenis kelamin, umur, suku, agama, mata pencaharian hidup dan pendidikan. Masyarakat penduduk yang tinggal di Desa Saentis umumnya mayoritas bersuku bangsa Jawa dahulu datang dari luar sumatera utara, hal ini dikarenakan bahwa pada waktu itu yang pertama sekali menempati daerah ini adalah orang Jawa sebagai buruh perkebunan di masa penjajahan Belanda pada tahun 1920, hingga saat ini perkembangan orang jawa di Desa Saentis semakin bertambah dan populasinya semakin meningkat setiap tahunnya. Selain itu juga masih terdapat beberapa suku bangsa lain yang dahulunya juga adalah sebagai pendatang di Desa Saentis ini, namun pada dasarnya tidak bekerja sebagai buruh perkebunan melainkan berkerja sebagai guru sekolah, mantri dan karyawan dikantor perkebunan milik Belanda waktu itu, dan kini suku bangsa sebagai pendatang sudah tinggal menetap di Desa Saentis, suku bangsa pendatang diantaranya adalah suku bangsa Batak Toba, Karo, Cina, dan India. Untuk lebih jelasya perbandingan daripada jumlah penduduk berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel I Jumlah Perbandingan Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa No. Suku Bangsa JumlahJiwa Persentase 1. Jawa 15.621 96,5928 2. Batak Toba 320 1.9787 3. Batak Karo 100 0,6183 4. Cina Tionghoa 104 0,6430 5. India Tamil 27 0.1669 Total 16. 172 100 Sumber : Kantor Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan 2010, dan dikelola penulis Terlihat jelas perbandingannya diatas bahwa suku bangsa yang mendominasi di Desa Saentis saat ini adalah suku bangsa jawa, walaupun dominasi orang Jawa di Saentis paling banyak namun sampai sekarang ini sangat jarang terjadi konflik baik antara suku yang satu maupun dengan suku yang lainnya. Pernah terjadi konflik di Desa Saentis ini, konflik tersebut terjadi pada masa era reformasi Indonesia tahun 1998, konflik terjadi karena masalah kesukubangsaan atau disebut dengan non-pribumi, tetapi konflik itu tidak berlansung lama hanya sehari saja dan konflik tersebut tidak ada menimbulkan korban jiwa hanya saja terdapat ruko-ruko atau rumah milik non-pribumi cina dibakar habis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab pada masa era reformasi Indonesia yang lalu. 2.3.1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Menurut Usia Berdasarkan Data yang ada, jumlah penduduk Desa Saentis untuk saat ini berjumlah 16.172 jiwa dan jika diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin secara keseluruhan, yaitu laki-laki 8.192 jiwa sedangkan perempuan berjumlah 7.980 jiwa yang masing-masing rumah tangganya diperkirakan terdiri dari 5 sampai 8 orangrumah tangga, jika dilihat perbandingan jumlah antara laki-laki dengan Universitas Sumatera Utara perempuan tidak begitu jauh bedanya hanya selisih sedikit jumlahnya, namun sampai sekarang ini pertumbuhan pendukduk di Desa Saentis semakin meningkat jumlahnya seiring berjalannya waktu. Berikut komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tabel II Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin No. Usia Tahun Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan 1. 0 - 4 Tahun 730 712 1842 2. 5 – 9 Tahun 894 844 1738 3. 10 – 14 Tahun 924 837 1761 4. 15 – 19 Tahun 777 784 1561 5. 20 – 24 Tahun 661 649 1310 6. 25 – 29 Tahun 705 791 1496 7. 30 - 34 Tahun 607 610 1217 8. 35 – 39 Tahun 600 588 1188 9. 40 – 44 Tahun 595 608 1003 10. 45 – 49 Tahun 539 531 870 11. 50 – 54 Tahun 369 349 718 12. 55 – 59 Tahun 303 266 569 13. 60 – 64 Tahun 187 198 385 14. 65 – 69 Tahun 164 148 312 15. Lebih Dari 70 Tahun 100 102 202 Jumlah 8.155 8.017 16.172 Sumber : Kantor Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan 2010, dan dikelola penulis. Pada rentang usia 10-14 Tahun dan 15-19 Tahun yang berjumlah total 3322 jiwa merupakan posisi yang rentan terhadap perilaku perkawinan usia dini, dan tidak perlu heran jika di Desa Saentis masih terdapat masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini pada usia 14 tahun hingga usia 16 tahun. Universitas Sumatera Utara 2.3.2. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan Secara umum tingkat pendidikan di desa ini sudah cukup lumayan baik jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, walaupun ada sebagian anak yang putus bersekolah di akibatkan faktor ekonomi orang tua yang tidak mampu, begitu juga dengan sebaliknya ada orang tuanya mampu namun anak-anaknya ada yang putus sekolah, di akibatkan karena pergaulan bebas dan kurangnya kontrol orang tua terhadap anak, sehingga menyebabkan anak-anak remaja di Desa Saentis ini masih banyak ditemukan yang putus sekolah. Berdasarkan wawancara peneliti sebelumnya kepada Ibu Murni ia menjelaskan bahwa masih kurangnya kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anaknya, sehingga menyebabkan terjadinya pergaulan seks bebas terhadap anak dibawah umur, penganguran dan perjudian, terkadang masyarakat beranggapan bahwa untuk apa sekolah tinggi-tinggi pada akhirnya pun akan menjadi orang sulit juga nantinya. Kesadaran dalam dunia pendidikan masyarakat di Desa Saentis ini sangat kurang peminatnya, bukan karena sarana pendidikan yang kurang memadai terkadang masyarakat nya saja tidak memanfaatkan sarana pendidikan tersebut, bahkan fasilitas pendidikan serta sarana pendidikan dan lainnya yang ada di Desa Saentis untuk saat ini sangatlah mendukung, demi mendorong minat pendidikan masyarakat setempat. Tidak hanya itu juga bagi masyarakat yang ingin melanjutkan dunia pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, maka mereka harus pergi ke Kota Medan karena hanya di Kota Medan saja terdapat sarana perguruan tinggi seperti, Universitas Negeri Medan, Universitas Sumatera Utara dan Universitas lainnya. Berikut komposisi penduduk Desa Saentis berdasarkan pendidikannya. Universitas Sumatera Utara Tabel. III Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan No. Pendidikan Keterangan Persentase 1. 2. 3. 4. 5 6. 7. Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamatan SD SLTPSederajat SMUSederajat Diploma-3 Sarjana 1842 orang 106 orang 1400 orang 833 orang 944 orang 102 orang 250 orang 33,6315 1,9353 25,5614 15,2090 17,2357 1,8623 4,5645 Jumlah 5.477orang 100 Sumber : Kantor Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan 2010, dan dikelola penulis Berdasarkan tabel diatas dapat dideskripsikan bahwa tingkat pendidikan memiliki relevansi terhadap perilaku perkawinan usia dini, jumlah mereka yang tidak memiliki pendidikan dalam kehidupan adalah 1842 orang, kemudian disusul oleh tamatan SD sejumlah 1400 orang dan terakhir disusul oleh tamatan SLTP sejumlah 833 orang. Oleh karena itu sejumlah 4075 orang di Desa Saentis ini memiliki kesempatan yang lebar untuk melakukan perilaku perkawinan usia dini. 2.3. 3. Mata Pencaharian Hidup Berdasarkan data yang ada, penduduk di Desa Saentis memiliki sistem mata pencaharian hidup yang beraneka ragam. Secara terperinci dapat dilihat dengan jelas pada tabel di bawah ini. Tabel. IV Komposisi Penduduk Menurut Mata Paencaharian Hidup Universitas Sumatera Utara No. Jenis Pekerjaan Jumlah 1. Petani 731 orang 16.956 2. Buruh PabrikBangunan 1,169 orang 27,116 3. Pegawai Negeri Sipil 627 orang 14,544 4. TNIPOLRI 8 orang 0,185 5. PedagangPengusaha 472 orang 10,948 6. Pensiunan 402 orang 9,324 7. Karyawan Swasta 250 orang 5,799 8. Dll 652 orang 15,124 Jumlah 4.311 orang 100 Sumber : Kantor Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan 2010, dan dikelola penulis Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, masyarakat Desa Saentis dengan tingkat mata pencaharian yang paling tinggi adalah di sektor buruh pabrikbangunan. Jumlah pekerja buruh pabrikbangunan mencapai 1,169 orang, karena dalam peminatan kerja kebanyakan mereka memilih bekerja sebagai buruh pabrik maupun bekerja sebagai buruh bangunan. Sedangkan pada sektor pertanian jumlahnya hanya 731 orang. Adapun pertanian yang dikelola oleh masyarakat setempat adalah berupa tamanan palawija lain seperti cokelat dan padi lainnya, ada juga tanaman lain yang ditanami oleh masyarakat setempat seperti sayur- sayuran serta ada juga yang menanami buah semangka dan dikelola oleh masyarakat setempat yang jumlahnya sesuai ditentukan dengan musimnya. Untuk perkebunan rakyat yang luasnya 50 Ha juga ditanami jagung dan umbi-umbian, sedangkan perkebunan negara PTPN II yang luasnya 1650 Ha untuk saat ini hanya ditanami pohon tebuh gula, dan sedangkan perkebunan swasta yang luasnya 15 Ha hanya ditanami sawit dan beserta tanaman lainnya yang dianggap produktif. Universitas Sumatera Utara Meskipun sistem mata pencaharian sebagian kecil masyarakat dalam bidang pertanian, baik itu petani dan juga buruh tani, namun dalam sistem mata pencaharian sebagai pedagang juga banyak ‘dilakoni’ oleh masyarakat sekitar, baik itu sebagai pedagang di pasar, pedagang makanan, dan hingga pada sebagai pedagang kelontong. Untuk sistem mata pencaharian lain-lain yang terdapat diatas, adalah mata pencaharian lain seperti guru sekolah, pengrajin, buruh bangunan dan penjahit. Menurut masyarakat sekitar untuk mata pencaharian tersebut terkadang tidak menetap penghasilannya. Sama halnya seperti kehidupan masyarakat Desa Saentis yang hidup di sekitar perkebunan, masyarakat memanfaatkan segala sesuatu yang dapat di manfaatkan untuk mempertahankan hidupnya. Salah satunya adalah memanfaatkan Lahan milik PTPN II untuk dijadikan lahan pertanian. Dengan demikian masyarakat mendapat keuntungan secara ekomomi dan memanfaatkan meteri tersebut untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, ada juga masyarakat mendapatkan hasil dari peternakan. Beberapa masyarakat memiliki hewan ternak sebagai mata pencaharian sampingan, agar menjadi ‘pegangan’ sewaktu-waktu bila mata pencaharian utama tidak menghasilkan lagi. Hewan ternak yang dipelihara oleh masyarakat sekitar yaitu, sapi, ayam, lembu, sapi, bebek, domba dan kambing. Universitas Sumatera Utara 2.3.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Tabel V No. Agama Keterangan Persentase 1. Islam 15,854 jiwa 98,033 2. Kristen Protestan 168 jiwa 1,038 3. Kristen Katolik 19 jiwa 0,117 4. Hindu 27 jiwa 0,166 5. Budha 104 Jiwa 0,643 Jumlah 16,172 jiwa 100 Sumber : Kantor Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan 2010, dan dikelola penulis Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang beragama islam lebih dominan hingga mencapai 15,854 jiwa. Namun, hal tersebut tidak menimbulkan adanya fanatik agama diantara masyarakat yang lainnya. Terbukti beberapa kumpulan agama terkecil seperti Kristen, Katolik, Hindu dan juga Cina tetap tetap berjalan harmonis, walaupun jumlah mereka tidak sebanyak masyarakat yang beragama Islam. Kehidupan umat beragama masyarakat juga terlihat baik. Dalam hal ini juga penggunaan hukum Islam dalam perilaku perkawinan usia dini dimaksudkan karena mayoritas agama di daerah tersebut adalah agama Islam dengan jumlah penganut 15,54 jiwa. 2.4. Sarana Fisik 2.4.1. Sarana dan Prasarana Desa Saentis merupakan desa yang letaknya di tepipinggiran Kota Medan dan berada dalam kawasan Kabubaten Deli Serdang, desa ini sangat cukup berkembang dalam segi perkembangan ekonomi, pendidikan lainnya sehinga sarana dan prasarana yang ada terlihat sangat membantu aktivitas Universitas Sumatera Utara masyarakat menjadi produktif. Adapun sarana dan prasarana yang ada dapat dilihat sebagai berikut : 2.4.2. Sarana Pendidikan Sarana Pendidikan di Desa Saentis cukup memadai, sehingga anak-anak di Desa Saentis ini memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada untuk melanjutkan sekolah. Sarana pendidikan yang ada di desa hanya TK Taman Kanak-kanak 7 unit, SD Sekolah Dasar dengan jumlah 6 unit, dan 2 unit SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. SMUSMK Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan 1 unit, dan ada juga sebagian anak-anak Desa Saentis melanjutkan SMP dan SMU di luar Desa Saentis maupun sekolah di kota medan. Menurut data dari Kantor Kepala Desa setempat menunjukkkan bahwa masih ada beberapa masyarakat desa yang buta huruf. Belum diketahui jelas alasan yang pasti beberapa orang masyarakat tidak dapat membaca. Jumlah yang ada menurut data dari kantor Kepala Desa adalah sekitar 20 orang. Jumlah ini akan terus bertambah bila keinginan masyarakat dalam hal bersekolah tidak besar. Untuk itu, diperlukan bimbingan orangtua dalam hal pengasuhan anak-anak. Untuk mencegah buta huruf di kalangan masyarakat. 2.4.3. Sarana Penerangan dan Air Bersih Untuk pemenuhan kebutuhan penerangan masyarakat Desa Saentis sudah menggunakan PLN Pembangkit Listrik Negara dan juga berbagai alat komunikasi baik telepon, handphone dan sarana media lainnya seperti sarana media elektronik komputer, internet maupun televisi, oleh karena itu masyarakat tidak perlu lagi pergi ke kota untuk menikmati sarana teknologi yang sekarang ini Universitas Sumatera Utara semakin berkembang dikalangan masyarakat, hanya saja jika saat PLN padam maka ada sebagian penduduk yang menggunakan genset untuk kebutuhan usaha mereka. Walaupun demikian pada malam harinya kondisi desa ini juga diterangi oleh lampu pinggir jalan yang terletak di setiap tiang-tiang listrik, sehingga tidak begitu berbahaya jika berjalan di Desa Saentis pada malam harinya. Hanya saja ada sebagian desa yang begitu gelap saat pada malam hari, karena penerangan lampu pada setiap pinggir jalan kabanyakan putus dan tidak diganti bola lampunya. Penggunaan PLN juga digunakan untuk hal-hal seperlunya saja seperti penerangan di rumah untuk belajar anak-anak dan untuk menonton tayangan televisi, serta lain sebagainya. Untuk keperluan air bersih umumnya penduduk ada menggunakan air sumur, sumur bor dan ada juga yang menggunakan air PDM Tirtanadi, bagi masyarakat yang air sumurnya kurang baik atau berbau tidak sedap, namun dalam melakukan aktivitas seperti mandi, mencuci dan membuang air besar masyarakat setempat menggunakan air sumur agar lebih praktis jika digunakan, sedangkan untuk keperluan minum sehari-hari masyarakat di Desa Saentis mengknosumsi air mineral dari pegunungan yang di jual oleh masyarakat di galon pengisian air mineral, dan ada juga sebgaian masyarakat mengkosumsi jasa PDAM Tirtanadi untuk keperluan air minum jika diperlukan. 2.4.4 Sarana Angkutan Penelitian ini di lakukan di Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Untuk dapat menempuh desa ini tidaklah begitu sulit, karena jalan didesa ini setiap harinya dilalui oleh angkutan-angkutan umum yang melintas, jika menempuh dengan menggunakan angkutan umum biaya yang akan Universitas Sumatera Utara dikeluarkan sekitar Rp.3000-6000 dari pusat kota menuju ke desa . Dalam perjalanan kita dapat menikmati pemandangan dan melihat rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan Desa Saentis, namun jika dipagi hari angkutan umum begitu sulit ditemukan karena di pagi harinya kebanyakan angkutan umum sedang berada di terminal kota, jadi sangat sulit untuk ditemukan dan jika pada siang hari maupun di sore harinya angkutan umum tidak begitu sulit untuk ditemukan, sehingga membuat para supir angkutan umum yang melintasi Desa Saentis ini saling berebutan penumpang. Rute perjalanan yang akan dilewati adalah Kota Medan, Ahmad YaminAksara, Pancing , BayangkaraBilal, Simpang CemaraBW, Jalan Tol Sampali, Desa Saentis. Setelah sampai di Desa Saentis sebagai pusat administrasi desa , maka angkutan umum tidak berhenti di Desa Saentis saja, melainkan angkutan umum tersebut akan melewati Desa Saentis yang lainnya dan angkutan umum tersebut akan berhenti sampai ke Desa Cinta Damai maupun ke Desa Bagan Percut, sesudah sampai ditempat tujuan dengan jarak tempuh ± 14 km dari Kota Medan ke Desa Saentis dan menghabiskan waktu ± 120 menit, perjalanan menuju ke Desa Saentis ini dapat juga ditempuh dengan menggunakan sepeda motor maupun mobil pribadi. Sarana transportasi yang melintas di Desa Saentis ini menuju ke Desa Saentis yang lainnya tidak terbatas dan tidak begitu sulit jika untuk berpergian menggunakan jasa angkutan umum. Terlebih lagi penduduk sudah banyak yang memiliki kendaraan pribadi seperti sepeda motor sebagai alat transportasi dan juga transportasi lainnya untuk kebutuhan sehari-hari seperti pergi bekerja, kesawah dan perladangan. Sedangkan jika penduduk menuju ke tempat administrasi Desa Saentis dapat menggunakan sepeda motor dengan jarak tempuh Universitas Sumatera Utara ± 2 Km dan kondisi badan jalan cukup baik dilalui hanya saja sebagian kecil badan jalan yang rusak diakibatkan banyaknya truk-truk pengangkut pasir maupun pengangkut barang lainnya yang melintas di desa ini. 2.4.5. Sarana Peribadatan Sesuai dengan agama yang di anut oleh penduduk di Desa Klumpang ini hampir 98 menganut agama Islam, 1 menganut agama Kristen Protestan, 0,11 menganut agama katolik, 0,16 menganut agama Hindu dan 0,64 menganut agama Budha, dengan banyak fasilitas ibadah seperti Mesjid, Musollah. Di Desa Saentis tidak ada terdapat sarana ibadah bagi umat Kristiani seperti Gereja untuk melaksanakan ibadah minggu pagi, karena di Desa Saentis masyarakatnya hampir mayoritas beragama Islam, dan jika umat Kristiani beribadah pada minggu pagi maka mereka akan pergi ke desa lain yang ada sarana ibadahnya. 2.4.6. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Saentis ini sangat memadai seperti Rumah Sakit Bersalin terdapat 2 unit, Poliklinik 1 unit, Posyandu 20 unit, Puskesma 1 unit, Apotik 4 dan Dokter Praktek 8 orang, jadi jika masyarakat terkena penyakit atau kecelakaan tiba-tiba tidak sulit untuk membawanya lagi kekota. Banyak masyarakat Desa Saentis menggunakan jasa kesehatan ini hanya untuk berobat seperti Puskesmas. Apabila ada masyarakat menderita penyakit yang sulit untuk di obati, maka masyarakat membawa pasien tersebut kerumah sakit terdekat dengan menggunakan sepeda motor hingga sampai pada tujuan dan apabila mengalami penyakit yang diderita sangat serius, maka masyarakat akan membawanya ke rumah sakit umum di kota untuk diperiksa penyakitnya. 2.4.7. Pola Pemukiman Masyarakat dan Kodisi Hubungan Sosial Masyarakat Universitas Sumatera Utara Pemukiman penduduk di Desa Saentis ini bersifat mengelompok. Rumah- rumah terdapat dipinggir jalan utama yang digunakan untuk memasuki desa yang satu dan menghubungkan ke desa lainnya. Pada Desa Saentis ini terdapat jalan- jalan setapak yang menghubungkan antara satu rumah ke rumah lain bagi rumah yang tidak terletak di tepi jalan utama. Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya tidak terlalu jauh, yang umumnya antara satu perkarangan menyatu atau diantara tanah kosong. Berbagai jenis tanaman seperti bunga maupun jenis tanaman yang lain selalu menghiasi perkarang rumah penduduk. Halaman yang dihiasi berupa tanaman bunga menjadi tempat dimana bila sore hari tiba dipergunakan untuk bersantai-santai sejenak dengan keluarga. Kebanyakan bentuk rumah masyarakat sudah termasuk kedalam kategori permanen, tetapi ada juga sebagian rumah masyarakat yang bentuknya semi permanen. Bangunan rumah yang ada terbuat dari bahan permanen seperti beton. Dalam pengamatan peneliti sebelumnya kondisi hubungan sosial yang terjadi dalam masyarakat Jawa di Desa Saentis sangatlah harmonis dan sangat jarang sekali terjadi konflik antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, apalagi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa di Desa Saentis ini sangat kental sekali dalam bertetangga walaupun tidak berhubungan darah, ada sebutan-sebutan atau semboyan yang sering di ucapkan dalam menjaga keharmonisan bertetangga yaitu “alon-alon asal klakon” yang artinya pelan-pelan asal pasti. Dalam masyarakat di Desa Saentis tidak bersifat kelompok-kelompok, hanya saja dalam kelompok mereka menamakannya STM Serikat Tolong Menolong di setiap masing-masing dusun yang ada di Desa Saentis. Bukan hanya STM saja yang ada di Desa Saentis ini, namun juga terdapat organisasi Universitas Sumatera Utara desa seperti LKMD Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa , Remaja Mesjid dan PKK Pembinaan Kesejahteraan Keluarga yang masih aktif sampai sekarang dan terdiri dari beberapa pengurus yang mewakili setiap dusun yang ada di Desa Saentis. 2.5. Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Jawa. 2.5.1. Sistem Kekerabatan. Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan bilateral atau parental. Dengan demikian seorang anak mempunyai kerabat ayah dan ibu, semua kakak laki-laki dan perempuan dari ayah maupun ibu beserta suami dan isterinya yang disebut pakde dan budhe uwo, dan semua adik dari ayah dan ibu, baik laki-laki dan perempuan beserta isterinya dan suaminya yang dipanggil dengan paman paklik dan bibibulik, sedangkan anak-anak dari pakde-budhe dan paklik-buklik disebut dengan sepupu atau sanak sedulur kindred dan anak-anak dari saudara sepupu disebut misan. Walupun demikian biasanya anak-anak Jawa lebih dekat dengan keluarga yang seringkali secara intensif berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Jika dalam kehidupan sehari-hari lebih intensif berinteraksi dengan keluarga pihak ayah, maka anak-anak itu akan lebih dekatakrab dengan keluarga pihak ayahnya. Sebaliknya juga jika anak-anak orang Jawa lebih dekatakrab dengan keluarga pihak ibu, maka anak-anak itu akan lebih dekatakrab dengan pihak ibunya. Oleh karena itu bentuk kekerabatan disebut dengan alur waris sistem trah, yang terdiri dari enam sampai tujuh generasi. Dari sistem kekerabatan ini maka dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Seorang ego mempunyai dua orang kakek dan dua orang nenek. Universitas Sumatera Utara 2. Suku Jawa mengenal keluarga luas kindred. 3. Hak dan kedudukan anak laki-laki dan perempuan sama, dimata hukum. 4. Adat setelah menikah adalah Neolokal. 5. Perkawinannya bersifat Eksogami, meskipun ada yang melakukan perkawinan Cross Cousin. 6. Perkawinan yang dilarang antara lain : a. Perkawinan dengan saudara sekandung incest taboo. b. Perkawinan pancer lanang perkawinan antara anak-anak dari dua orang tua yang bersaudara laki-laki. c. Kawin lari. 7. Suku Jawa mengenal diijinkan : a. Perkawinan Ngarang Wulu yaitu perkawinan duda dengan saudara perempuan istrinya yang sudah meninggal sororat. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang di dalam kelompok kerabatnya adalah sebagai berikut. a. Ego menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung. b. Ego menyebut kakak laki-laki dengan Kamas, Mas, Kakang Mas, Kakang, Kang. c. Ego menyebut kakak perempuan dengan Mbak Yu, Mbak, Yu. d. Ego menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik, Le. e. Ego menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Ndhuk, Dhenok. f. Ego menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pak Dhe, Siwa, Uwa. g. Ego menyebut kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Bu Dhe, Mbok Dhe, Siwa. Universitas Sumatera Utara h. Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Pak Lik, Pak Cilik. i. Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik, Mbok Cilik. j. Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah, Simbah, Kakek, Pak Tua. Sebaliknya Ego akan disebut Putu. k. Ego menyebut orang tua laki-laki perempuan dua tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Buyut. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu Buyut, Buyut. l. Ego menyebut orang tua laki-lakiperempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah. Sebaliknya Ego akan disebut Putu Canggah, Canggah. m. Di Solo sendiri tata cara sopan santun pergaulan seperti diatas berlaku diantara kelompok kerabat kinship behavior. Bagi orang muda adalah keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik laki-laki maupun perempuan dengan istilah tersebut diatas, karena orang yang lebih tua dianggap merupakan pembimbing, pelindung, atau penasehat kaum muda. Melanggar semua perintah dan nasihat kaum tua dapat menimbulkan sengsara yang disebut dengan kuwalat. Universitas Sumatera Utara 2.5.2. Perkawinan Ideal Pada Masyarakat Jawa di Desa Saentis Secara umum sistem perkawinan pada masyarakat Jawa yang ada di Desa Saentis berdasarkan pada adat kebudayaan Solo, dan bukan berdasarkan pada adat kebudayaan Yogyakarta jika melakukan suatu perkawinan, dalam hal ini masyarakat Jawa yang ada di Desa Saentis dan sekitarnya dahulunya berasal dari Solo. Namun menurut Ibu Marni dalam sistem pelaksanaan perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa di Desa Saentis tidak berdasarkan pada sistem perkawinan yang ideal, layaknya perkawinan seperti di Kraton yang dimana penerimaan seorang calon menantu harus berdasarkan kepada sebuah pertimbangan-pertimbangan matang, seperti seorang calon menantu harus dilihat dari latar belakang bibit, bebet dan bobot orang tuanya. Akan tetapi masyarakat Jawa di Desa Saentis ini, umumnya masih memegang teguh dasar dan prinsip adat istiadat Jawa khususnya. Oleh karena itu masyarakat Jawa yang tinggal di Desa Saentis, jika melaksanakan suatu perkawinan tidak lagi berdasarkan pada bibit, bebet dan bobot. Dan dalam pemilihan jodoh seorang anak itu bebas memilih siapa yang memang jodohnya. Pada masyarakat suku bangsa Jawa secara umum dilarang adanya perkawinan antara saudara sekandung, antara saudara misan yang ayahnya adalah saudara sekandung, atau perkawinan antara saudara misan yang ibunya sekandung, juga perkawinan antara saudara misan yang laki-laki menurut ibunya lebih muda dari pihak perempuannya, sedangkan perkawinan yang termasuk nggenteni karang wulu atau perkawinan sororat, yaitu perkawinan seorang duda dengan adik atau kakak mendiang istrinya diperbolehkan. Selain tersebut di atas pada masyarakat Jawa terdapat juga perkawinan poligini wayuh yaitu seorang Universitas Sumatera Utara laki-laki memiliki istri lebih dari seorang. Sebelum upacara peresmian perkawinan terlebih dahulu diselenggarakan serangkaian upacara-upacara adat Jawa. 2.5.3. Sistem Organisasi Sosial Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa yang ada di Desa Saentis merupakan masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai kearifan lokal, serta adat dan budaya Jawa yang sangat mengikat pada mereka masing itu terlihat dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Maka dari itu dalam setiap hari minggu maupun hari libur mereka akan mengadakan aksi gotong-royong dengan aparat pemerintah desa , dengan masyarakat desa setempat yang disebut dengan organisasi STM Serikat Tolong Menolong. Selain itu di Desa ini juga terdapat organisasi- organisasi masyarakat Jawa seperti PUJAKESUMA Putra Jawa Keturunan Sumatera, yang dimana organisasi ini bertujuan sebagai wadah masyarakat Jawa bila mana terdapat suatu kegiatan-kegiatan yang menyangkut dengan adat dan kebudayaan, kegiatan itu seperti wayang kulit, kuda lumpingkepang dan juga upacara adat perkawinan dan juga lain sebagainya. Tidak hanya itu saja di Desa ini terdapat juga organisasi remaja putra-putri mesjid, yang tujuan dari organisasi mesjid tersebut adalah untuk membina akhlak serta prilaku remaja putra dan putri yang ada di Desa Saentis, tidak hanya sebagai oraganisasi remaja Mesjid mereka juga ikut aktif dalam mengikuti segala kegiatan-kegiatan desa . Universitas Sumatera Utara

BAB III SISTEM PERKAWINAN DAN PENGESAHAN PERKAWINAN

MASYARAKAT SECARA UMUM 3.1. Perkawinan Menurut Hukum Negara 3.1.1. Konsep Perkawinan Menurut Hukum Negara Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Batas umur menikah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang perkawinan, untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orangtua. Dengan kata lain bagi laki-laki atau perempuan yang telah mencapai umur 21 tahun tidak perlu ada izin dari orangtua untuk menikah. Hal ini juga sudah diperjelas pada Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa yang perlu memakai izin dari orangtua untuk melakukan perkawinan ialah seorang anak yang masih dibawah umur 17 tahun baik itu bagi laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, agar segala sesuatu yang bersifat konflik dalam rumah tangga dapat diselesaikan atau dirundingkan secara bersama-sama oleh suami istri. Universitas Sumatera Utara 3.1.2. Syarat-Syarat Pengesahan Perkawinan Menurut Hukum Negara Dalam hal ini syarat-syarat yang mengatur tentang sahnya perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, berlaku secara umum dalam arti berlaku bagi semua umat beragama yaitu umat Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha maupun penganut kepercayaan lainnya. Hal ini disebabkan karena berdasarkan Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Dengan demikian maka syarat-syarat sahnya perkawinan telah diatur dalam Pasal 6 sampai dengan 12 UU No. 1 Tahun 1974 tentang persyaratan dari masing-masing hukum agama dianggap saling melengkapi. Namun yang membedakannya adalah administrasinya saja jika perkawinan menurut agama islam maka orang tersebut dapat mengurusnya ke Kantor Urusan Agama KUA dan jika perkawinan dilaksanakan menurut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu maupun Budha dapat mendatangi Kantor Pencatatan Cipil setempat yang ada di daerahnya. 13 Perkawinan Oleh karena itu terdapat dua 2 syarat-syarat untuk dapat melangsungkan suatu menurut agama islam yaitu syarat Formil dan syarat Materil berikut kejelasannya dibawah : a. Syarat-syarat Formil di Kantor Urusan Agama KUA adalah sebagai berikut : 1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga KK untuk calon Pengantin masing- masing 1 satu lembar. 13 Lihat Dalam Kompilasi Hukum Islam Tentang Syarat-syarat Perkawinan. Universitas Sumatera Utara 2. Surat pernyataan belum pernah menikah masih gadisjejaka di atas segelmaterai bernilai Rp.6000,- enam ribu rupiah diketahui oleh Kepala Dusun setempat. 3. Surat Pengantar dari Kepala Dusun setempat. 4. Surat keterangan untuk nikah dari Kepala Dusun setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik itu calon Pengantin laki-laki maupun calon pengantin Perempuan. 5. Melengkapi Pas photo calon pengantin ukuran 2×3 masing-masing 4 empat lembar, dan jika bagi anggota ABRITNIPOLRI harus berpakaian dinas. 6. Bagi yang berstatus dudajanda harus melampirkan Surat TalakCerai dari Pengadilan Agama, kalau DudaJanda mati harus ada surat kematian Model N6 dari Kepala Dusun setempat. 7. Harus ada izinDispensasi dari Pengadilan Agama bagi : • Calon Pengantin Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun. • Calon Pengantin Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun. • Laki-laki yang mau berpoligami. 8. Izin Orang Tua surat Model N5 bagi calon pengantin yang umurnya kurang dari 19 dan 16 Tahun baik laki-laki maupun perempuan. 9. Bagi calon pengantin yang akan menikah bukan di wilayahnya menikah di ke Kecamatan lain, maka harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat. 10. Bagi anggota ABRITNIPOLRI dan Pegawai Negeri Sipil harus ada surat Izin Menikah dari Pejabat Atasan, Komandan maupun Kepala. 11. Kedua calon pengantin mendaftarkan diri ke KUA tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 sepuluh hari kerja dari Universitas Sumatera Utara waktu melangsungkan Perkawinan. Apabila kurang dari 10 sepuluh hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Kepala Dusun setempat. b. Syarat-syarat materil terdapat 2 bagian yaitu syarat materiil umum dan syarat materil khusus yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. 1. Syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut : a. Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon Pengantin. 14 4. Hubungan susuan anak susuan, saudara dan bibipaman susuan. Arti persetujuan dalam hal ini, yaitu tidak seorang-pun dapat memaksa calon Pengantin perempuan dan calon Pengantin laki-laki, tanpa persetujuan kehendak yang bebas dari mereka. Persetujuan dari kedua belah pihak calon Pengantin adalah syarat yang relevan untuk membina keluarga. b. Usia calon Pengantin laki-laki sekurang-kurangnya harus sudah mencapai 19 tahun dan pihak calon Pengantin perempuan harus sudah berumur 16 tahun. c. Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain. 2. Syarat materiil secara khusus, yaitu : a. Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 8, pasal 9 dan pasal 10, yaitu larangan perkawinan antara dua orang yaitu : 1. Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas. 2. Hubungan darah garis keturunan ke samping yaitu antara saudara dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. 3. Hubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibubapak tiri. 14 Lihat Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 BAB II Tentang Syarat-syarat Perkawinan. Universitas Sumatera Utara 5. Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang. 6. Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan yang berlaku dilarang kawin. 7. Telah bercerai untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaan tidak menentukan lain. b. Izin dari kedua orang tua bagi calon pengantin yang belum berumur 19 dan 16 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan. Yang berhak memberi izin kawin yaitu : 1. Orang tua dari kedua belah pihak calon Pengantin. Jika kedua orang tua masih ada, maka izin diberi bersama oleh kedua orang tua calon Pengantin. Jika orang tua laki-laki telah meninggal dunia, pemberian izin perkawinan beralih kepada orang tua perempuan yang bertindak sebagai wali. Jika orang tua perempuan sebagai wali, maka hal ini bertentangan dengan perkawinan yang diatur Hukum Islam karena menurut Hukum Islam tidak boleh orang tua perempun bertindak sebagai wali. 2. Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya disebabkan : a. Oleh karena misalnya berada di bawah kurang sehat b. Berada dalam keadaan tidak waras. c. Tempat tinggalnya tidak diketahui. Maka izin cukup diberikan oleh orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. Universitas Sumatera Utara 3. Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau kedua-duanya dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari : a. wali yang memelihara calon Pengantin. b. keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. 4 Jika ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 2, 3 dan 4 atau seorang atau lebih diantara orang-orang tidak ada menyatakan pendapatnya. Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang hendak melangsungkan perkawinan bertindak memberi izin perkawinan. Pemberian izin dari Pengadilan diberikan : a. atas permintaan pihak yang hendak melakukan perkawinan. b. setelah lebih dulu Pengadilan mendengar sendiri orang yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 2, 3 dan 4. 3.1.3. Pencatatan Perkawinan Menurut Hukum Negara Dalam hal ini yang menyangkut sahnya suatu perkawinan dan pencatatannya dapat ditentukan bahwa : 1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan bagi umat Islam atau pendetapastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya bagi yang non-muslim, maka perkawinan tersebut adalah sah terutama di dalam agama dan kepercayaan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 2. Setiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974. Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama KUA. Sedangkan bagi yang beragama Katolik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan perkawinan tersebut dilaksanakan di Kantor Catatan Sipil KCS. 3.2. Perkawinan Menurut Agama Islam 3.2.1. Konsep Perkawinan Menurut Agama Islam 15 15 Lihat Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB II Tentang Dasar-dasar Perkawinan. Berdasarkan hukum Islam untuk menunjukkan makna perkawinan, Al- Quran memaknai perkawinan tersebut dengan istilah “Mitsaqon Gholidon” artinya perjanjian yang teguh. Istilah tersebut pertama-tama menunjuk pada perjanjian antara Allah dengan para nabi atau para rasulnya. Dengan menggunakan istilah “Mitssaghan Ghalidzhan” untuk perkawinan, Al-Quran secara tidak langsung menunjukkan kesucian hubungan antara Allah dengan manusia yang dipilihnya. Dengan demikian maka dalam suatu perkawinan diyakini adanya campur tangan Allah didalamnya bahkan Al-Quran memandang perkawinan sebagai suatu hal dalam rangka mentaati agama yang disebut degan syariat. Sebuah Perkawinan merupakan perintah Allah walaupun perkawinan itu termasuk dalam bidang muamalat atau hubungan antara manusia dengan manusia. Nabi Muhammad dalam hadist menggarisbawahi pandangan sebagai “setengah ibadah” karena bukan hanya menyangkut perkara dunia semata-mata tetapi juga Universitas Sumatera Utara menyangkut Tuhan sehingga tidak mengherankan lagi bagi umat untuk berkeluarga. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Berdasarkan Hukum Islam juga perkawinan adalah “aqad” perikatan antara wali perempuan calon isteri dengan laki-laki calon suaminya. Aqad nikah itu harus diucapkan oleh wali perempuan dengan jelas berupa “ijab” serah dan “kabul” diterima oleh si calon suami, yang dilaksanakan dihadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat. Jika tidak demikian maka perkawinan tidak akan sah secara islam. Apa yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam perkawinan menurut Hukum Islam terdapat hal-hal sebagai berikut: 1. Perkawinan adalah aqad ijab, qubul antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. 2. Perkawinan itu harus dilakukan dengan adanya kemauan bebas dari kedua belah pihak untuk membentuk keluargarumah tangga. 3. Perkawinan itu bertujuan untuk memperoleh keturunan. 4. Perkawinan itu merupakan syariat untuk mentaati agama karena diyakini bahwa dalam perkawinan ada campur tangan Tuhan didalamnya. 5. Perkawinan bukan hanya merupakan hubungan antara manusia dengan manusia tetapi juga hubungan antara manusia dengan Tuhan. Universitas Sumatera Utara 3.2.2. Syarat, Rukun, Pantangan dan Persyaratan Untuk Melaksanakan Perkawinan Menurut Agama Islam. 16 A. Syarat-syarat Perkawinan Yang Sah Menurut Agama Islam. Dalam ajaran agama islam ada aturan yang harus dipatuhi oleh kedua calon Pengantin beserta keluarganya agar perkawinan yang dilakukan sah secara agama islam sehingga mendapatkan ridho dari Allah Yang Maha Esa. Untuk itu ada beberapa syarat, rukun, pantangan dan persyaratan dalam suatu perkawinan dalam agama islam. 1. Untuk Calon Pengantin Laki-Laki yaitu : a. Harus beragama Islam. b. Tidak dalam paksaan dari siapapun untuk melangsungkan perkawinan harus dari kehendaknya sendiri. c. Sehat jasmani dan rohani. d. Harus Laki-laki dan bukan seorang wariabencong. e. Tidak memiliki lebih dari satu istri. f. Tidak dalam ibadah ihram naik haji atau umroh. g. Bukan mahram calon istri. h. Harus yakin bahwa calon istri halal untuk dinikahi, maksud dari halal untuk dinikahi adalah bahwa si calon istri bukan seorang tuna susila. i. Tidak pernah terkena sanksi hukum dan layak untuk berumah tangga. j. Tidak ada halangan untuk melangsungkan perkawinan. 16 Lihat Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB IV Syarat, Rukun, Pantangan dan Persyaratan Untuk Melaksanakan Perkawinan Menurut Agama Islam. Universitas Sumatera Utara 2. Untuk Calon Pengantin Perempuan yaitu : a. Harus beragama Islam. b. Seorang perempuan normal dan bukan lesbian. c. Sehat jasmani dan rohani. d. Bukan mahram calon suami. e. Mengizinkan seseorang wali untuk menikahkannya. f. Tidak dalam masa iddah masa menunggu perkawinan lain . g. Tidak dalam bersuami. h. Belum pernah lian pengertian dari li’an adalah putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama-lamanya, dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban memberi nafkah. Oleh karena itu Jika li`an terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zinah dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, sedangkan isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut, maka perkawinan itu putus selama-lamanya. i. Tidak dalam masa ibadah ihram haji atau umrah. 3. Syarat Wali Pengantin Perempuan yaitu : a. Seorang Laki-laki beragama yang beragama islam. b. Tidak ada halangan atas perwaliannya dalam perkawinan tersebut. c. Mempunyai hak atas perwaliannya. 4. Syarat bebas halangan perkawinan bagi kedua calon Pengantin yaitu : a. Tidak adanya hubungan sedarah terdekat disebut dengan nasab. b. Tidak adanya hubungan persusuan disebut dengan radlaah. c. Tidak adanya hubungan persemendaan disebut dengan mushaharah. Universitas Sumatera Utara d. Tidak adanya Lian putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama- lamanya. e. Jika laki-laki mempunyai istri lebih dari 1 orang harus mendapat izin istrinya, maupun izin dari Pengadilan Agama. f. Tidak dalam masa ihram haji atau sedang umrah. g. Tidak berbeda agama, maksud dari tidak berbeda agama harus sesama beragama islam. h. Tidak talak bain kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya i. Tidak dalam masa permaduan. j. Si perempuan tidak dalam masa iddah masa menunggu perkawinan lain. k. Si perempuan tidak berstatus suami orang lain. 5. Syarat-syarat sah bagi saksi-saksi Perkawinan yaitu : a. Seorang Laki-Laki. b. Berjumlah dua 2 orang. c. Sudah dewasa baligh. d. Mengerti maksud dari akad nikah. c. Hadir langsung pada acara akad nikah. 6. Syarat-SyaratPersyaratan Akad Nikah yang Sah yaitu : a. Adanya ijab atau penyerahan dari wali pengantin perempuan. b. Adanya qabul atau penerimaan dari pengantin laki-laki. c. Ijab memakai kata nikah atau sinonim yang setara, jadi saat akan mengucapkannya tidak begitu sulit. d. Ijab dan qabul jelas, saling berkaitan, satu majelis dan tidak dalam masa ihrom hajiumroh. Universitas Sumatera Utara B. Adanya rukun-rukun Perkawinan yang sah yaitu : a. Harus ada calon pengantin laki-laki dan perempuan. b. Harus ada wali nikah dari calon pengantin perempuan. c. Harus ada dua orang saksi laki-laki dewasa baligh yang sudah di utus. d. Harus ada ijab atau penyerahan dari wali pengantin perempuan dan ada qabul atau penerimaan dari pengantin laki-laki. e. Adanya mahar yang telah disediakan oleh calon Pengantin laki-laki. C. Pantangan larangan-larangan dalam perkawinan yaitu : a. Ada hubungan mahram antara calon Pengantin laki-laki dan perempuan. b. Jika rukun-rukun nikah tidak terpenuhi oleh orang tersebut. c. Seseorang yang murtad atau keluar dari agama islam. D. 17 Perkawinan harus berdasarkan undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974. a. Perkawinan didasari oleh persetujuan kedua calon Pengantin dan tidak dalam keadaan terpaksa. b. Bagi calon Pengantin yang berusia di bawah 21 tahun harus memiliki izin dari kedua orangtua atau wali yang masih ada hubungan darah dalam garis keturunan lurus atau melalui putusan pengadilan agama setempat. e. Umur atau usia minimal untuk melaksanakan perkawinan yaitu bagi seorang laki-laki telah berusia 19 tahun dan untuk perempuan telah berumur 16 tahun. 17 Lihat dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 BAB II Pasal 6 dan 7 tentang syarat-syarat perkawinan. Universitas Sumatera Utara 3.2.3. Tata Cara Perkawinan Menurut Agama Islam. 18 1. Khitbah atau Peminangan. Menurut bapak Sumedi 46 tahun, dalam Islam sendiri telah memberikan arti serta konsep-konsep yang jelas dan berkaitan tentang bagaimana tata cara perkawinan menurut agama islam berlandaskan atas Al-Quran dan Sunnah yang Shahih. Jika seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya seorang calon laki-laki tersebut meminang terlebih dahulu seorang calon perempuannya, karena dimungkinkan si perempuannya sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam sangat melarang keras seorang muslim meminang perempuan yang sedang dipinang oleh orang lain “Muttafaq alaihi” 2. Adanya Aqad Nikah. Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi a. Adanya suka sama suka dari kedua calon Pengantin dan tidak dalam paksaan. b. Adanya Ijab Qabul antara laki-laki dan perempuan. c. Adanya mahar yang telah disediakan oleh calon Pengantin laki-laki. d. Adanya wali nikah pengantin dari perempuan. e. Adanya Saksi-saksi yang sudah dewasa baligh. Menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah nikah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat, agar perkawinan tersebut mendapatkan ridho dari Allah Yang Maha Esa. 18 Wawancara peneliti dengan Bapak Sumedi, Tuan Kadi Penghulu Desa Saentis. Universitas Sumatera Utara 3. Walimah. Walimatul urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan bagi orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Tercatat dalam “Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah”. Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam : Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang- orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa. 3.3. Perkawinan Menurut Adat Jawa. 3.3.1. Konsep Tentang Perkawinan Adat Masyarakat Jawa. Dalam kajian antropologi budaya, perkawinan adat merupakan variabel penting dalam kajian kebudayaan dalam masyarakat tertentu. Bahkan Wissler seperti dikutip Ihromi 1987 memasukkan perkawinan sebagai bagian dari pola budaya universal. Perkawinan dalam kajian ini merupakan pola budaya sistem keluarga dan sosial. Universitas Sumatera Utara Goodenough seperti dikutip Tarimana 1993 mendefinisikan perkawinan sebagai: ...a male transaction and resulting contract in which a person male or female,corporate or individual; in person or by proxy establishes a continuing claim to the right of sexual acces to a woman—this right having priority over rights of sexual access others currently have or may subsequently acquire in relation to her except in a similar transaction until the contract resulting from the transaction is terminated—and in which the women involved is eligible to bear children. ... transaksi dan kontrak yang mengakibatkan laki-laki dimana seseorang laki-laki atau perempuan, perusahaan atau perorangan; secara langsung atau melalui proxxy menetapkan klaim terus hak acces seksual untuk perempuan- prioritas ini memiliki hak atas hak-hak seksual lain akses saat ini memiliki atau selanjutnya bisa memperoleh dalam hubungannya dengan dia kecuali dalam transaksi yang sama sampai kontrak yang dihasilkan dari transaksi dihentikan-dan dimana perempuan terlibat adalah memenuhi syarat untuk melahirkan anak. Jadi perkawinan antara dua jenis kelamin yang berbeda dilakukan dalam rangka mengikat kontrak sosial antara dua keluarga. Perkawinan sebagai ikatan kontrak sosial didefinisikan oleh Keesing 1981 bahwa. Marriage is characteristically not a relationsip between individuals but a contract between groups often, between corporations. The relationship contractually established in marriage may endure despite the death of one partner or even of both. Perkawinan khas bukan hubungan antara individu tetapi kontrak antara kelompok sering, antara perusahaan.Hubungan kontraktual didirikan dalam perkawinan dapat bertahan meskipun kematian salah satu pasangan atau bahkan keduanya. Sistem perkawinan di semua kebudayaan memiliki corak dan tujuan yang universal yakni, dalam rangka mempertahankan keturunan dan ikatan-ikatan sosial. Demikian halnya dalam kebudayaan Adat Jawa pada umumnya bersifat Bilateral yang menarik garis keturunan serentak dari bapak-ibu dan dimana Universitas Sumatera Utara perkawinan jawa bersifat Mentas yaitu perkawinan yang tidak mengutamakan kekerabatan salah satu pihak, ini merupakan sebuah variabel kebudayaan yang cukup signifikan. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Keesing perkawinan di semua kebudayaan memiliki corak dan tujuan yang universal, namun secara umum di Indonesia terdapat berbagai macam konsep-konsep perkawinan adat yang dilakukan oleh setiap suku bangsa yang ada di Indonesia ini misalnya saja pada suku bangsa 19 Dalam hubungan cinta kasih antara laki-laki dengan perempuan, setelah melalui proses dan pertimbangan biasanya dimantapkan ke dalam sebuah tali perkawinan, hubungan dan hidup bersama secara resmi selaku suami istri jika dilihat dari segi hukum Negara, agama dan adat. Di Jawa seperti juga sama halnya di Desa Saentis ini, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena keputusan dua insan yang saling jatuh cinta, itu merupakan hal yang prinsip atau yang sudah universal tidak berada dalam paksaan Batak Toba Perkawinan yang bersifat eksogami marga, karena perkawinan semarga sangat dilarang keras. Seorang perempuan akan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami, namun dia akan tetap menyandang marganya sendiri, selanjutnya perempuan tersebut beserta suaminya akan menyebut kelompok marga perempuan itu dengan hula-hula. Seorang perempuan tersebut akan menjadi ibu yang memberikan keturunan bagi kelompok marga suaminya. 20 19 Tulisan Gita Sarah Siallagan, Perkawinan Antarbangsa 2009. Dikelola Oleh Penulis. 20 Wawancara peneliti dengan Ibu Murni, Dukun Penganten di Desa Saentis . Walaupun ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan oleh orang tua pada masa lalu, sementara orang-orang Universitas Sumatera Utara tua zaman dahulu berkilah melalui pepatah : Witing tresno jalarane soko kulino, yang artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa. Oleh karena itu orang Jawa yang tinggal di Desa Saentis umunya dalam masalah perjodohan tidak begitu mempermasalahkan, misalnya saja si laki-laki ataupun si perempuan tersebut berlatar belakang dari orang ninggratkaya, mereka bebas memilih siapa yang menjadi jodoh mereka dan tidak dalam keterpaksaan, di BAB II saya sudah menjelaskan bahwa secara umum sistem perkawinan pada masyarakat Jawa yang ada di Desa Saentis berdasarkan adat kebudayaan Solo dan bukan berdasarkan adat kebudayaan Yogyakarta, dalam hal ini masyarakat Jawa yang ada di Desa Saentis dan sekitarnya dahulunya berasal dari Solo. Upacara pada pelangsungan perkawinan dimana-mana menyimpulkan paham dan kebiasaan yang mempengaruhi adat dan hukum perkawinan, yang masing-masing dengan caranya sendiri-sendiri. Dalam arti perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, yang mana akibat hukum ini talah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu misalnya adanya hubungan pelamaran. Setelah terjadi ikatan perkawinan, maka timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tua menurut hukum adat, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terikat dalam perkawinan Dalam Jawa itu sendiri yang dimana sifat kehidupan kekeluargaan masih sangat kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua kelompok keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua insan tersebut akan memberitahukan kepada keluarganya masing-masing bahwa mereka Universitas Sumatera Utara telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami atau istrinya. Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang, dalam masyarakat Jawa itu sendiri memaknai peristiwa perkawinannya dengan menyelenggarakan berbagai upacara yang termasuk rumit, upacara tersebut dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya perkawinan. Berikut tahap-tahap yang akan di lalui. 3.3.2. Upacara Siraman Siraman dari asal kata siram, artinya mandi. Sehari sebelum perkawinan, kedua calon pengantin disucikan dengan cara dimandikan yang disebut Upacara Siraman. Calon pengantin perempuan dimandikan dirumah orang tuanya, demikian juga calon Pengantin laki-laki juga dimandikan dirumah orang tuanya. Ubarampe yang harus disiapkan berupa air bunga setaman, yaitu air yang diambil dari tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga setaman yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga, Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk Siraman yaitu : 1. Persiapan tempat untuk siraman, siraman ini nantinya dilakukan apakah dikamar mandi atau dihalaman rumah belakang atau samping, tergantung kesepakatan bersama-sama. 2. Daftar orang-orang yang akan ikut memandikan. Sesuai tradisi selain kedua orang tua temanten, eyang temanten , beberapa pinisepuh. Yang diundang untuk ikut memandikan adalah mereka yang sudah sepuh, sebaiknya sudah punya cucu dan punya reputasi kehidupan yang baik. 3. Sejumlah barang yang diperlukan seperti : tempat air kendi, gayung, kursi, kembang setaman, kain, handuk, kendi dsb. Universitas Sumatera Utara 4. Sesaji untuk siraman, ada lebih dari sepuluh macam, diantaranya adalah seekor ayam jago. 5. Pihak keluarga pengantin putri mengirimkankan sebaskom air kepada pihak keluarga pengantin laki-laki. Air itu disebut air suci perwitosari artinya sari kehidupan, yaitu air yang dicampur dengan beberapa macam bunga,yang ditaruh dalam wadah yang bagus , untuk dicampurkan dengan air yang untuk memandikan pengantin laki-laki. 6. Pihak terakhir yang memandikan pengantin adalah pemaes, yang menyirami calon pengantin dangan air dari sebuah kendi. Ketika kendi telah kosong, pemaes atau seorang pinisepuh yang ditunjuk, membanting kendi dilantai sambil berkata : Wis pecah pamore.artinya calon pengantin yang cantik atau gagah sekarang sudah siap untuk kawin. 7. Upacara siraman selesai dan calon pengantin dengan memakai kain batik motif grompol dan ditutupi tubuhnya dengan kain batik motif nagasari, dituntun kembali keruang pelaminan. Calon temanten putri akan dikerik oleh pemaes. 3.3.3. Uapacara Nontoni Melihat Calon Pengantin Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin laki-laki untuk menemui keluarga calon pengantin perempuan. Pertemuan ini dimaksudkan untuk nontoni atau melihat calon pengantin dari dekat. Biasanya, utusan datang ke rumah keluarga calon pengantin perempuan bersama calon pengantin laki-laki. Di rumah itu, para calon Pengantin bisa bertemu langsung meskipun hanya sekilas. Pertemuan sekilas ini terjadi ketika calon pengantin perempuan mengeluarkan Universitas Sumatera Utara minuman dan makanan ringan sebagai jamuan. Tamu disambut oleh keluarga calon pengantin perempuan yang terdiri dari orangtua calon pengantin perempuan dan keluarganya, biasanya pakdhe atau paklik. 3.3.4. Upacara NakokakeNembungNgelamar. Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, perantara di utus akan menanyakan beberapa hal yang bersifat pribadi misalnya seperti sudah adakah calon bagi pengantin perempuan tersebut? Bila belum ada calon, maka utusan dari calon pengantin laki-laki akan memberitahukan bahwa keluarga calon pengantin laki-laki berkeinginan untuk berbesanan atau ngelamar. Lalu calon pengantin perempuan diajak bertemu dengan calon pengantin laki-laki untuk ditanya kesediaannya menjadi istrinya. Apabila calon pengantin perempuan setuju, maka akan perlu dilakukan langkah-langkah selanjutnya, langkah selanjutnya tersebut adalah ditentukannya hari kedatangan utusan untuk melakukan kekancingan rembag peningset. 3.3.5. Upacara Srah-Srahan atau Peningsetan Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin perempuan sudah diikat secara resmi oleh calon pengantin laki-laki. Peningset biasanya berupa kalpika cincin, sejumlah uang, dan oleh-oleh berupa makanan khas daerah. Peningset ini bisa dibarengi dengan acara pasok tukon, yaitu pemberian barang-barang berupa pisang sanggan pisang jenis raja setangkep, seperangkat busana bagi calon pengantin perempuan dan upakarti atau bantuan bila upacara perkawinan akan segera dilangsungkan seperti beras, gula, sayur-mayur, bumbon, dan sejumlah uang. Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin perempuan sudah diikat secara resmi oleh calon pengantin laki-laki. Universitas Sumatera Utara Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah tanggal dan hari perkawinan, Biasanya penentuan tanggal dan hari perkawinan disesuaikan dengan weton hari lahir berdasarkan perhitungan Jawa kedua calon pengantin. Hal ini dimaksudkan agar perkawinan itu kelak mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga. 3.3.6. Upacara Pasang Tarub. Bila tanggal dan hari perkawinan sudah disetujui, maka akan dilakukan langkah selanjutnya yaitu pemasangan tarub menjelang hari perkawinan. Tarub dibuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu dan ijuk atau welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat dan dapat dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersamaan dengan pemasangan tarub, dipasang juga tuwuhan, Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah sepasang pohon pisang raja yang sedang berbuah masih muda dan dipasang di kanan kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru ini nantinya cukup harta dan keturunan. Biasanya di kanan kiri pintu masuk juga diberi daun kelor yang bermaksud untuk mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki tempat upacara, begitu pula janur yang merupakan simbol keagungan. 3.3.7. Uapcara Midodareni Pengertian Midodarani dari asal kata “widodareni” bidadari lalu menjadi “Midodarani” yang artinya membuat keadaan calon pengantin seperi seorang bidadari Putri dan bidadara Putra. Semoga dengan upacara ini maka kecantikan Universitas Sumatera Utara dan kebagusan sepasang pengantin bagaikann bidadari dan bidadara, misalnya dalam dunia pewayangan seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya. Dalam rangkaian upacara midodareni diawali dengan upacara siraman, upacara siraman dilakukan sebelum acara midodareni. Tempat untuk siraman dibuat sedemikian rupa sehingga nampak seperti sedang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna, pelaku siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua yang kemudian dilanjutkan oleh sesepuh atau kerabat lainnya. Setelah siraman, calon pengantin membasuh wajah dalam istilah Jawa raup dengan air kendi yang dibawa oleh ibunya dan kemudian kendi langsung dibantingdipecahkan sambil mengucapkan kata-kata: cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama. Setelah itu, calon pengantin langsung dibopongdigendong oleh ayahnya ke tempat ganti pakaian. Setelah berganti pakaian, dilanjutkan dengan acara potong rambut yang dilakukan oleh orangtua pengantin perempuan. Setelah dipotong, rambut dikubur di depan rumah dan setelah rambut dikubur, dilanjutkan dengan acara dodol dawet. Yang berjualan dawet adalah ibu dari calon pengantin perempuan dengan dipayungi oleh suaminya sedangkan uang untuk membeli dawet terbuat dari kreweng pecahan genting yang dibentuk bulat, upacara dodol dhawet dan cara membeli dengan kreweng ini mempunyai makna berupa harapan agar kelak kalau sudah hidup bersama dapat memperoleh rejeki yang berlimpah-limpah seperti cendol dalam dawet dan tanpa kesukaran seperti dilambangkan dengan kreweng yang ada di sekitar kita. Universitas Sumatera Utara 3.3.8. Upacara Akad Nikah Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan, biasanya akad nikah dilakukan sebelum acara resepsi. Akad nikah disaksikan oleh sesepuhorang tua dari kedua calon pengantin dan orang yang dituakan dalam acara perkawinan tersebut, pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh tuan kadhipenghulu dari petugas Kantor Urusan Agama setempat. 3.3.9. Upacara Panggih atau Temu Pengantin. Pada saat yang telah ditentukan, pengantin laki-laki diantar oleh saudara- saudaranya kecuali kedua orang tuanya yang tidak boleh hadir dalam upacara ini, setelah tiba didepan halaman rumah pengantin perempuan dan berhenti didepan pintu rumahnya. Sementara itu, pengantin perempuan dengan dikawal oleh saudara-saudaranya dan juga diikuti kedua orang tuanya, menyambut kedatangan rombongan pengantin laki-laki yang telah berhenti dipintu rumah depan maka didepan pengantin perempuan ada dua gadis kecil yang disebut patah membawa kipas, dua anak laki-laki muda atau dua orang ibu masing-masing membawa sebuah rangkaian bunga khusus yang disebut dengan kembar mayang. Seorang ibu pengiring pengantin laki-laki maju dan memberikan Sanggan kepada ibu pengantin putri sebagai tanda penghormatan untuk penyelenggaraan upacara perkawinan. Sanggan itu berupa buah pisang yang dibungkus rapi dengan daun pisang dan ditaruh diatas nampan, pada waktu upacara panggih, kembar mayang dibawa keluar rumah dan dibuang diperempatan jalan dekat rumah atau didekat berlangsungnya upacara perkawinan, maksudnya supaya upacara berjalan selamat dan tidak ada gangguan apapun dan dari pihak manapun. Universitas Sumatera Utara 3.3.10. Upacara Balangan suruh. Upacara balangan suruh dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian, gantal yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri disebut gondhang kasih, sedang gantal yang dipegang pengantin laki-laki disebut gondhang tutur. Makna dari balangan suruh adalah berupa harapan semoga segala godaan akan hilang dan menjauh akibat dari dilemparkannya gantal tersebut. Gantal dibuat dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan yang kemudian diikat dengan benang putihlawe, daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua pengantin diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan karya. 3.3.11. Upacara Wiji Dadi Setelah itu pengantin laki-laki menginjak telur ayam kampung hingga pecah dengan menggunakan telapak kaki kanannya, kemudian pengantin perempuan segera membasuh kaki pengantin laki-laki menggunakan air yang telah diberi bunga setaman. Mencuci kaki ini melambangkan suatu harapan bahwa benih yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan akan menjadi keturunan yang baik. 3.3.12. Upacara Timbangan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan upacara timbangan biasanya dilakukan sebelum kedua pengantin duduk di pelaminan, upacara timbangan ini dilakukan seorang ayah pengantin putri duduk di antara kedua pengantin dan pengantin laki-laki duduk di atas kaki kanan ayah pengantin perempuan, sedangkan pengantin perempuan duduk di kaki sebelah kiri, kedua tangan ayah dirangkulkan di pundak kedua pengantin dan seanjutnya sang ayah Universitas Sumatera Utara mengucapkanmengatakan bahwa keduanya seimbang dan sama beratnya dalam arti konotatif. Makna upacara timbangan adalah berupa harapan bahwa antara kedua pengantin dapat selalu saling seimbang dalam rasa, cipta, dan karsa. 3.3.13. Upacara Kacar-Kucur atau Tampa Kaya . Pengantin laki-laki menuangkan raja kaya dari kantong kain, sedangkan pengantin perempuan akan menerimanya dengan kain sindur yang diletakkan di pangkuannya. Kantong kain berisi uang recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara dan bunga telon mawar, melati, kenanga atau kanthil. Makna dari kacar kucur adalah menandakan bahwa pengantin laki-laki akan bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya. Raja kaya yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikitpun, maknanya agar pengantin perempuan diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya. 3.3.14. Upacara Dulangan Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol seksual, saling memberi dan menerima satu sama lain. 3.3.15. Upacara Sungkeman Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua orangtua, baik orangtua pengantin putra maupun orangtua pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua. Universitas Sumatera Utara 3.3.16. Upacara Kirab Upacara kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk lampah, dan keluarga dekat untuk menjemput atau mengiringi pengantin yang akan keluar dari tempat panggih ataupun akan memasuki tempat panggih. Kirab merupakan suatu simbol penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja sehari yang diharapkan kelak dapat memimpin dan membina keluarga dengan baik. 3.3.17. Upacara Jenang Sumsuman Upacara jenang sumsuman dilakukan setelah semua acara perkawinan selesai. Dengan kata lain, jenang sumsuman merupakan ungkapan syukur karena acara berjalan dengan baik dan selamat, tidak ada kurang satu apapun dan semua dalam keadaan sehat walafiat. Biasanya jenang sumsuman diselenggarakan pada malam hari yaitu malam berikutnya setelah acara perkawinan selesai. 3.3.18. Upacara BoyonganNgunduh Manten. Disebut dengan boyongan karena pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh keluarga pihak pengantin putri ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama. Ngunduh manten diadakan di rumah pengantin laki-laki, biasanya acaranya tidak selengkap pada acara yang diadakan di tempat pengantin perempuan meskipun bisa juga dilakukan lengkap seperti acara panggih biasanya. Hal ini tergantung dari keinginan dari pihak keluarga pengantin laki-laki. Biasanya, ngundhuh manten diselenggarakan sepasar setelah acara perkawinan. Universitas Sumatera Utara 3.5. Pandangan Masyarakat Terhadap Perilaku Perkawinan Usia Dini Pandangan masyarakat dalam hal ini difokuskan pada pendapat masyarakat terhadap perilaku perkawinan usia dini yang terjadi pada masyarakat. Pandangan ini diperlukan untuk melihat sudut-pandang masyarakat terhadap proses perilaku perkawinan dini, setidaknya hal ini dapat memberikan transfer pengetahuan kepada masyarakat terhadap beberapa faktor, seperti : kesehatan reproduksi, kematangan usia, tingkat emosional, tingkat ekonomi hingga pada tingkat perceraian yang rentan terjadi pada rentang usia tersebut. Menurut Ibu Murni 62 tahun ia menjelaskan bahwa memang di Desa Saentis ini khususnya masih terdapat masyarakat yang menikah usia muda, itu disebabkan karena pergaulan bebas yang tidak terkontrol oleh orang tua, sehingga menyebabkan anak si anak berprilaku dengan sesuka hatinya. Pendidikan merupakan salah satu faktor terjadinya perkawinan usia dini, mengapa Ibu Murni mengatakan seperti itu bahwa jika seseorang mempunyai latar pendidikan yang tinggi maka latar belakang pendidikan sangat mempengaruhi prilaku mereka. Dan jika seseorang tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tidak tinggi, maka orang tersebut sangat rentan berprilaku sangat buruk dalam masyarakat itu sendiri. Terbukti bahwa orang yang melakukan perkawinan usia dini adalah orang yang latar belakang pendidikannya sangat rendah dan usianya bervariasi antara 14 tahun hingga sampai pada 18 tahun. Hamil diluar nikah juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perkawinan usia dini pada masyarakat itu, karena hampir merata kasus-kasus perkawinan usia dini yang terjadi pada masyarakat khusunya di Desa Saentis ini disebabkan karena hamil diluar nikah. Oleh karena itu keterpaksaan orang tua Universitas Sumatera Utara harus menikahkan mereka walau usianya terbilang masih dibawah umur, jika dibiarkan begitu saja maka hal tersebut merupakan aib buruk bagi kelurga mereka masing-masing. Pada kasus seperti ini masyarakat beranggapan bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa atau lumrah jika terjadi pada setiap keluarga yang memiliki anak. Selain itu perceraian kedua orang tua sangat berdampak pada prilaku si anak yang pada akhirnya si anak tersebut melakukan suatu perkawinan untuk mengurangi beban pikiran dari keluarganya. Namun di Desa Saentis ini khususnya, ketidakmatangan usia pada orang yang melakukan perkawinan usia dini, dapat menyebabkan ketidaksiapan dan stabilnya cara berpikir untuk menjadi orang tua. Tingkat emosional dalam berkeluarga muncul dalam cara berprilaku mereka masing-masing seperti layaknya seorang anak remaja, terkadang mereka tidak merasa memiliki sebuah tanggung jawab yang besar sebagai orang tua. Sehingga menyebabkan kepada sebuah perceraian. Terkadang orang tua dari yang menikah usia muda tersebut tetap mendampingi anaknya walaupun si anak tersebut sampai pada memiliki anak, karena jika dilepaskan begitu saja maka akan timbul sifat kekanak-kanakan, percekcokan rumah tangga serta tinggkat emosional yang belum stabil. Namun disisi lain perkawinan usia dini yang terjadi di Desa Saentis ini merupakan hal biasa atau lumrah menurut masyarakat untuk dilakukan, karena dahulu juga para orang tua itu banyak yang melakukan perkawinan usia dini dan itu merupakan suatu tradisi bagi orang-orang jawa sebelumnya, jadi kami tidak begitu heran jika ada masyarakat tersebut menikah di usia muda ada pepatah dulu mengatakan “banyak anak banyak rezeki dan banyak anak banyak keturunan”. Konsep itu yang sering sekali penulis temukan saat berada dilapangan. Namun Universitas Sumatera Utara saat penulis bertanya tentang soal pendidikan kepada Ibu Murni, ia menjelaskan bahwa memang anak-anak yang tinggal di Desa Saentis ini sangat rendah dalam soal pendidikan, bukan karena orang tuanya tidak mampu menyekolahkan anaknya akan tetapi anak tersebut yang tidak ada minatnya untuk bersekolah. Mereka terkadang lebih memilih bekerja dibandingkan dengan sekolah, sebab mereka beranggapan bahwa “jika bekerja dapat menghasilkan uang dan bisa hidup mandiri, kalau bersekolah apa yang mau didapat hanya ilmu saja yang bisa didapat dari sekolah itu, nah kalau uang tidak bisa didapat dari sekolah, dan untuk apa sekolah tinggi-tinggi nantinya juga akan menjadi seorang pekerja buruh juganya, jadi tidak ada bedanya orang yang bersekolah dan orang yang tidak bersekolah”. Tidak hanya itu saja kemiskinan juga dapat menyebabkan terjadinya perkawinan usia dini, karena dengan menikahkan anaknya tersebut dapat mengurangi beban biaya ekonomi keluarga, hal ini juga sering terjadi pada masyarakat. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PROSES PENGESAHAN PERKAWINAN USIA DINI

DALAM PERSPEKTIF PLURALISME HUKUM 4.1. Proses Pemilihan Hukum Dalam Perkawinan Usia Dini Secara umum kasus perkawinan usia dini yang terjadi pada masyarakat khususnya di desa Saentis. Dalam hal ini menunjukkan bahwa, hukum Negara dan hukum agama Islam kedudukannya sama dalam masyarakat itu sendiri, tidak ada perbedaan sama sekali. Hukum Negara dan hukum agama Islam erat kaitannya di dalam mengesahkan suatu perkawinan, khususnya pada perkawinan usia dini. Hanya saja dalam Islam pengesahan perkawinan tersebut melalui Kantor Urusan Agama KUA. Pengertian perkawinan adalah suatu bentuk ikatan hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, oleh karena itu perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum, agama dan kepercayaannya masing-masing. Maksudnya adalah bahwa hukum sangat berperan dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan, baik itu perkawinan dilihat dari segi kitab-kitab suci agamanya dan keyakinannya masing-masing. Namun perkawinan dapat dilihat dalam kesatuan-kesatuan masyarakat, melalui ketentuan Undang-Undang yang berlaku secara umum. Suatu perkawinan tidak akan sah jika perkawinan tersebut tidak disahkan berdasarkan pilihan hukum Negara, hukum Agama dan hukum Adat yang berlaku pada masyarakat itu sendiri, yang disebut dengan “Pluralisme Hukum”. Perkawinan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah perkawinan usia dini, dimana perkawinan usia dini sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat, khususnya di desa Saentis ini. Namun perkawinan usia dini tidak hanya terjadi Universitas Sumatera Utara pada masyarakat yang tinggal di desa -desa saja, di kota secara umum perkawinan usia dini juga sering terjadi. Dalam pengamatan penulis sebelumnya, di desa Saentis masih ditemukannya masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini. Penulis menemukan bahwa perkawinan usia dini yang terjadi, hanya pada suku bangsa Jawa dan beragama Islam. Mengapa penulis hanya menemukan suku bangsa Jawa, karena di desa Saentis ini khususnya hampir mayoritas bersuku bangsa Jawa. Walaupun terdapat suku-suku bangsa lainnya, namun jumlah mereka tidak sebanyak orang Jawa pada umumnya. Menurut Bapak Dedi 45 tahun ada tiga 3 hal yang menyebabkan terjadinya perkawinan usia dini khusunya di Desa Saentis. 1. Kebanyakan para remaja yang masih usia muda, telah hamil diluar nikah. Untuk menutup aib tersebut mau tidak mau keterterpaksaan orang tua menikahkan anaknya di usia muda. Namun untuk saat ini menurut beliau perkawinan usia dini yang sering terjadi adalah dikarenakan hamil diluar nikah. 2. Menikahkan dalam keadaan terpaksa, menurut beliau memang tidak terjadi kehamilan terhadap si perempuan. Keterpaksaan orang tua menikahkan anaknya, karena seorang anak laki-laki tersebut dalam berkunjung ke rumah si perempuan hampir setiap hari, dan terkadang seorang anak laki- laki tersebut keseringan tidur atau menginap dirumah si perempuan. Begitu juga dengan terkadang si perempuan tersebut sering menginap di rumah si anak laki-laki, layaknya mereka seperti pasangan suami istri. Oleh karena itu prasangka atau pandangan masyarakat setempat terhadap mereka maupun keluarga, selalu menilai mereka dari sisi negatif. Dari Universitas Sumatera Utara pada orang tua si perempuan menanggung malu dari masyarakat setempat, mereka-pun akhirnya dinikahkan secara paksa, namun apapun ceritannya mereka dinikahkan untuk menutupi rasa malu keluarga. Memang hanya sebagian kecil masyarakat saja yang melakukan hal tersebut. 3. Ekonomi keluarga yang tidak mampu, misalnya saja ada satu keluarga yang jumlah keluarganya maksimal 7 orang dan sedangkan pekerjaan kedua orang tuanya sehari-harinya adalah buruh bangunan dan buruh cuci. Keterpakasaan orang tua adalah menikahkan anaknya agar mengurangi beban ekonomi keluarga. Oleh karena itu tidak perlu heran jika kita melihat latar belakang pendidikan masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini adalah tamatan SD dan SMP adapun SMA, tetapi tidak menamatkan sekolahnya secara penuh dengan kata lain sekolahnya gatung, dikarenakan hamil diluar nikah. Menurut Bapak Dedi bahwa sebenarnya menikah di usia dini itu tidak ada salahnya. Mengapa demikian beliau mengatakan seperti itu, karena menurut pandangan agama Islam khususnya menyebutkan bahwa seorang perempuan yang sudah mendapatkan haid datang bulan, si perempuan tersebut sudah layak untuk menikah. Begitu juga bagi seorang anak laki-laki ukurannya hanya dilihat dari perubahan suara, bangun tubuh, sudah mengeluarkan air mani atau sudah mempunyai nafsu seks, maka seorang anak laki-laki tersebut dapt menikah. Namun dalam hukum Negara melalui ketentuan Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, bahwa perkawinan itu tidak sah secara hukum Negara pada umumnya. Suatu perkawinan sah apabila sudah melewati beberapa proses yang Universitas Sumatera Utara harus dilaksanakan, berdasarkan hukum Negara melalui Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Banyak masyarakat menganggap bahwa perkawinan usia dini yang terjadi khususnya di desa Saentis, merupakan hal yang biasa-biasa saja dan sudah menjadi hal yang lumrah untuk dilakukan. Akan tetapi ada juga beberapa masyarakat yang memandang dan beranggapan bahwa perkawinan usia dini itu salah, jika dilihat dari segi psikologi, kesehatan reproduksi, ekonomi dan kesiapan untuk menjadi orang tua. Namun jika terjadi menikah di usia dini pada remaja khususnya, kedua orang tua mereka tetap mendampingi dan tidak melepas si anak. Justru si anak diberikan sebuah bekal oleh orang tuannya untuk menjadi orang tua yang baik dalam berumah tangga, sampai pada akhirnya mereka akan paham dengan peran dan fungsi sebagai orang tua sebenarnya. Jika dilepaskan begitu saja maka akan timbul sifat kekanak-kanakan dan sifat manja mereka masing-masing, dan bahkan lebih kepada tingkat perceraian. Namun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Desa Saentis, mengaitkan perkawinan usia dini itu sangat indentik dengan kecelakaankecolongan, jika terjadi hamil diluar nikah pada seorang perempuan. Masyarakat Jawa di desa Saentis umumnya dalam mensahkan perkawinan usia dini, mereka akan dihadapkan pada beberapa pilihan-pilihan hukum yang bersifat mengikat, dan dianggap dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya. Apabila perkawinan usia dini terjadi, maka mereka akan memilih hukum yang tidak begitu rumit untuk dijalani. Namun ada beberapa syarat-syarat dan prosedur yang mereka harus lengkapilampirkan di dalam mengajukan suatu perkawinan. Syarat tersebut di dapat dari Kantor Desa Saentis dan juga dari Kantor Urusan Agama KUA. Universitas Sumatera Utara Agar bagi mereka yang menikah usia muda dapat melangsungkan perkawinan yang sah, melalui bukti akte nikah dan buku nikah. Berikut surat-surat yang harus dilengkapi sebagai salah satu syarat dalam mensahkan perkawinan. 1. Model N – 1 : Surat Keterangan Untuk Menikah 2. Model N – 2 : Surat Keterangan Asal Usul Kedua Keluarga Calon Mempelai 3. Model N – 4 : Surat Keterangan Tentang Kedua Keluarga Orang Tua Calon Mempelai 4. Model N – 3 : Surat Persetujuan Kedua Calon Mempelai 5. Model N – 5 : Surat Izin Dari Orang Tua Calon Mempelai Jika Diperlukan 6. Model N – 7 : Surat Penghantar Dari Calon Mempelai Kepegawaian Pencatat Nikah 7. NB : Daftar Pemeriksaan Nikah Dari Kantor Urusan Agama KUA 8. Model N – C : Pengumuman Kehendak Menikah dari Kedua Keluarga Orang Tua Calon Mempelai Jika salah-satu syarat tersebut tidak terpenuhi atau tidak lengkap, maka perkawinan itu tidak sah secara hukum dan dianggap cacat hukum karena tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Apabila perkawinan dilaksanakan dibawah tangan keluarga dan tidak diketahui oleh pihak petugas Kantor Desa Saentis setempat, ataupun tidak diketahui oleh petugas dari Kantor Urusan Agama KUA, maka perkawinan itu juga dianggap tidak sah \karena tidak memiliki bukti perkawinan. Universitas Sumatera Utara 4.2. Pengesahan Perkawinan Usia Dini Berdasarkan Hukum Negara Dalam Undang-Undang perkawinan menyebutkan bahwa, untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai usia 21 dua puluh satu tahun harus mendapatkan izin orang tua. Jika tidak memiliki izin dari orang tua tersebut, maka perkawinan seorang yang belum mencapai usia menurut Undang-Undang perkawinan itu tidak sah secara hukum. Undang-Undang hanya membolehkan perkawinan, apabila seorang anak laki-laki telah mencapai umur 19 sembilan belas tahun. Begitu juga dengan seorang perempuan, apabila telah berusia 16 enam belas tahun. Sebelumnya Undang-Undang perkawinan hanya membolehkan seorang anak laki-laki telah berusian 25 dua puluh lima tahun, sedangkan bagi seorang wanita harus sudah berusia 22 tahu. Karena dianggap sudah dewasa dalam berpikir dan usia yang matang dalam bereproduksi. Namun kenyataannya tidak semua orang Jawa yang ada di Desa Saentis ini khususnya, mengetahui tentang syarat-syarat dan batas-batas perkawinan yang terdapat dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974. bukan karena masyarakat mengabaikan Undang-Undang tersebut akan tetapi, kurangnya sosialisasi dari instansi Pemerintah yang terkait ataupun dari Kantor Urusan Agama KUA dalam menyampaikan Undang-Undang perkawinan secara umum. Maka tidak perlu heran jika di desa Saentis ini masih terdapat masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini, perkawinan yang terjadi pada usia 14 tahun hingga sampai pada usia 15 tahun. Penyebab terjadinya perkawinan usia dini itu dikarenakan seorang perempuan tersebut telah hamil diluar nikah, kurangnya kontrol sosial orang tua terhadap anak-anaknya dapat menyebabkan si anak berprilaku bebas tanpa ada aturan yang ketat dari kedua orang tuanya. Kemudian sampai kepada Universitas Sumatera Utara masalah ekonomi keluarga, sehingga menyebabkan si anak tersebut dinikahkan agar biaya tanggungan dari keluarga semakin berkurang. Akan tetapi dalam pengesahan perkawinan usia dini yang dilakukan oleh masyarakat di desa Saentis khususnya, juga sadar akan hukum yang berlaku. Karena dimana mereka selalu mendaftarkan perkawinan usia dini mereka melalui lembaga agama, agar mendapatkan pengesahan secara resmi dari melalui bukti akte perkawinan dan buku nikah. Dengan demikian berbagai surat pengantar dari Kepala Dusun mereka bertempat tinggal, hingga sampai ke Kantor Desa Saentis, agar data-data permohonan menikah mereka di proses dengan baik. Selanjutnya data mereka akan di proses di Kantor Urusan Agama KUA, agar perkawinan usia dini mereka disahkan oleh “Tuan Kadhi”Petugas Pegawai Pencatat Nikah. Mengapa demikian setiap perkawinan maupun perkawian usia dini selalu berkaitan dengan hukum, agar di dalam kehidupan masyarakat maupun dalam berbangsa dan bernegara, bagi mereka yang telah menikah harus mendapatkan pengakuan dari Negara umumnya. Walaupun mereka yang telah melakukan perkawinan usia dini sadar dan patuh dengan hukum, akan tetapi tingkat kesadaran dan kejujuran pada masyarakat di desa Saentis khususnya sangat minim. Misalnya saja pada saat penulis ingin mencari informasi tentang adanya beberapa masyarakat yang telah melaksanakan perkawinan usia dini, disebabkan telah hamil diluar nikah. Kebanyakan mereka yang usianya masih terlalu muda memilih untuk menambahi usianya, dan selalu memalsukan semua data tetang perkawinannya. Tujuannya adalah agar mudah mendapatkan akte nikah dan buku nikah, yang paling terpenting adalah bahwa perkawinan mereka tercatat di Kantor Urusan Agama Universitas Sumatera Utara KUA. Serta perkawinan mereka mendapatkan pengakuanpengesahan resmi dari Negara umumnya. Ada yang berangapan bahwa, apabila usia tidak ditambahi maka akan sangat sulit untuk mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak yang berwenang. Apalagi dalam mendapatkan akte nikah dan buku nikah, oleh karena itu jalan satu-satunya adalah memilih menambahi usia. 4.3. Pengesahan Perkawinan Usia Dini Berdasarkan Hukum Agama Islam Perkawinan dalam Islam merupakan bentuk integrasi atau inkulturasi dengan perkawinan dalam tradisi-tradisi lokal. Salah satu elemen penting dalam proses perkawinan adalah taklik talak. Dalam hal ini bagaimana bentuk institusi dari taklik talak ini, membuktikan adanya percampuran elemen-elemen yang di derivasikan dari hukum adat dan Islam. Walapun pengaruh hukum islam dalam hal ini bersifat dominan, namun peran hukum adat dalam rangka menjadikan taklik talak sebagai alat yang efektif bagi wanita untuk mengakhiri ikatan perkawinannya tampak jelas. Demikian pula dalam hukum Islam, perceraian dapat terjadi atas dasar terpenuhinya beberapa syarat tertentu Lukito, 1998: 79-80, lihat juga Syaltut, 1988. Dengan demikian, ajaran Islam merupakan ajaran yang sangat elastis terhadap perkembangan kebudayaan lokal, hal ini dibuktikan dalam bentuk akomodasi dengan tradisi-tradisi lokal yang cukup prevalen dan sejauh tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Pada pembahasan ini pengertian perkawinan antara hukum Negara umumnya dengan hukum Islam khusunya, memiliki kedudukan yang sama dalam mensahkan sebuah perkawinan pada masyarakat itu sendiri. Tidak membedakan cara pandang dari kedua hukum tersebut, misalnya saja pengertian perkawinan Universitas Sumatera Utara menurut hukum Negara adalah merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Begitu juga dengan hukum Islam menjelaskan bahwa perkawinan yaitu, akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan sebuah ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1, yang tercantum dalam Kompilasi Huku m Islam. Telah dijelaskan di atas bahwa hukum Negara dan hukum Islam memiliki kedudukan yang sama, di dalam mensahkan suatu perkawinan pada masyarakat itu sendiri. Hanya saja perbedaan itu terletak pada tatacara pengesahan perkawinannya. Dalam pembahasan ini pengertian perkawinan usia dini umumnya hukum Negara hanya menjelaskan batas-batas usia perkawinan. Namun tidak pada bagaimana cara pencegahan jika terjadi perkawinan usia dini pada masyarakat khususnya di desa Saentis, misalnya saja dalam Undang-Undang Negara menjelaskan bahwa, perkawinan hanya di izinkan apabila seorang anak laki-laki telah berusia 19 sembilan belas tahun, dan jika seorang perempuan itu telah mencapai usia 16 enam belas tahun. Apabila untuk melangsungkan perkawinan bagi seorang yang belum mencapai usia 21 dua puluh satu tahun, seorang tersebut harus mendapatkan izin menikah dari orang tuanya. Undang- Undang tersebut seolah-olah memberikan peluang bagi masyarakat khususnya, untuk menikah usia muda. Karena Undang-Undang tersebut bersifat tidak Universitas Sumatera Utara mengikat, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pada BAB VIII Pasal 53 memberikan solusi pada mereka yang ingin menikah di usia muda. Dalam pasal tersebut, misalnya saja jika s eorang perempuan hamil di luar nikah, maka solusinya adalah dapat di kawinkan dengan laki-laki yang telah menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut di atas perkawinan dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya, dengan di langsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Hukum Negara melalui Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dan hukum Islam melalui Kompilasi Hukum Islam. Secara umum di lihat tidak berfungsi pada masyarakat itu sendiri, terlihat jelas bagaimana penjelasan di atas mengungkapkan bahwa tidak ada pencegahan terhadap perkawinan usia dini. Undang-Undang tersebut hanya menjelaskan bagaimana batasan-batasan perkawinan umumnya, memberikan peluang bagi orang yang ingin menikah usia muda. Hukum yang dimaksud di atas sangat meringankan bagi masyarakat khususnya. Tidak perlu heran jika di dalam masyarakat khususnya di Desa Saentis ini, masih terdapat masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini, namun terjadinya perkawinan usia dini itu disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam mensosialisasikan Undang-Undang perkawinan. Menurut 21 21 Wawancara Penulis Dengan Bapak Drs. Bahrum Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama, Kec. Percut Sei Tuan. Bapak Bahrum 59 tahun hukum Islam secara umum meliputi lima 5 prinsip yaitu, perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal, dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan. Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri Universitas Sumatera Utara menuturkan bahwa agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui suatu perkawinan yang sah. Seandainya agama tidak mensyari’atkan perkawinan, maka geneologi jalur keturunan akan semakin kabur tidak jelas. Agama dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai perkawinan usia dini, perkawinan yang dilakukan melewati batas minimnal Undang-Undang perkawinan, namun secara hukum Negara perkawinan tidak sah, istilah perkawinan usa dini menurut hukum Negara dibatasi dengan usia. Sementara dalam kaca mata Agama Islam khususnya, bahwa perkawinan usia dini ialah perkawinan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Dalam Islam sendiri juga tidak melarang perkawinan usia dini, Islam menjelaskan jika seorang perempuan sudah mendapatkan masa haid datang bulan. Begitu juga sebaliknya bagi seorang anak laki-laki ukurannya hanya dilihat dari perubahan suara, bangun tubuh, sudah mengeluarkan air mani atau sudah mempunyai nafsu seks, maka orang tersebut dapat melakukan sebuah perkawinan dan perkawinan usia dini sah-sah saja bila dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam syari’at Islam. Pada perkawinan usia dini masyarakat di desa Saentis khususnya, dalam mensahkan perkawinan mereka melalui jalur hukum agama Islam. Karena menurut pendapat masyarakat hukum agama Islam tidak begitu memberatkan bagi orang yang melakukan perkawinan usia dini. Hanya saja dalam hukum agama Islam tersebut memberikan konsekuensi dan solusi bagi orang yang melakukannya. Dibandingkan dengan hukum Negara menurut masyarakat, hukum Negara terlalu memberatkan bagi orang yang melakukan perkawinan usia dini. Apabila tidak memenuhi syarat dan ketentuan menurut Undang-Undang Universitas Sumatera Utara perkawinan. Maka perkawinan itu tidak sah secara hukum Negara, dan akan sulit mendapatkan akta nikah serta buku nikah yang di inginkannya. Suatu perkawinan harus disahkan secara bersamaan demi kepentingan dimasa yang akan datang. 4.4. Pengesahan Perkawinan Usia Dini Berdasarkan Hukum Adat Masyarakat Jawa yang ada di desa Saentis khususnya dalam masalah hukum adat, dalam pengesahan perkawinan usia dini tidak lagi berdasarkan pada bibit, bebet dan bobot. Hukum adat tidak begitu berpengaruh terhadap orang yang melakukan perkawinan usia dini, karena hukum Islam secara umum sangat bertentangan dengan hukum adat khususnya. Hukum adat hanya diperlukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut. Hukum adat pada umumnya tidak mengatur tentang batas usia seseorang untuk melaksanakan perkawinan. Hadikusuma 1990:53 menjelaskan bahwa kedewasaan seseorang di dalam hukum adat diukur dengan tanda-tanda dari tubuh. Bagi seorang perempuan dikatakan sudah dewasa apabila sudah haid datang bulan, dan buah dada sudah membesar. Begitu juga dengan seorang anak laki-laki ukurannya hanya dilihat dari perubahan suara, bangun tubuh, sudah mengeluarkan air mani atau sudah mempunyai nafsu seks. Maka dari itu Geertz 1985:59 juga berpendapat tentang perkawinan keluarga tradisional, bahwa kebanyakan gadis Jawa telah kawin, setidaknya untuk waktu yang singkat pada saat kira-kira berusia 16 atau 17 tahun. Adapun anak laki-laki biasanya tidak menikah sampai sesudah benar-benar dewasa dan dapat menyangga keluarga dengan layak. Usia beraneka rupa, tetapi biasanya antara 18 dan 30 tahun, dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu Universitas Sumatera Utara penilaian yang umum ialah bahwa yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin. Begitu juga dengan sebaliknya hukum adat pada umumnya di Indonesia, perkawinan itu bukan saja merupakan perikatan adat melainkan juga perikatan kekerabatan dan bersifat ketetanggaan. Dapat dikatakan bahwa menurut hukum adat, maka perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan derajat, dan urusan pribadi, satu sama lain dalam hubungannya yang sangat berbeda-beda. Namun meskipun urusan keluarga, urusan kerabat dan urusan persekutuan, perkawinan itu tetap merupakan urusan hidup pribadi dari pihak-pihak induvidu yang kebetulan tersangkut didalamnya. Tiap-tiap suku bangsa memiliki konsep dan aturan mengenai perkawinan yang berbeda atau sama lainnya, seperti mengenai pengaturan pembatasan jodoh, mahar, tata upacara, dan sebagainya. Di kalangan masyarakat yang masih kuat prinsip kekerabatannya yang berdasarkan ikatan keturunan, maka perkawinan merupakan suatu nilai yang hidup untuk dapat menurunkan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial yang bersangkutan. Selain suatu perkawinan juga merupakan sarana untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang telah menjauh atau retak, dan juga merupakan arena pendekatan dan perdamaian kerabat. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian perkawinan menurut hukum adat adalah suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah guna membangun membina yang sebelumnya telah menjauh dan retak. Sistem perkawinan menurut hukum itu dipengaruhi oleh sistem kekerabatannya. Dalam berbagai daerah di Indonesia, akibat-akibat hukum berkaitan dengan kekerabatan tidak sama tergantung pada sistem kekerabatan Universitas Sumatera Utara yang dianut oleh daerah dengan bersangkutan. Sistem kekerabatan ini merupakan faktor yang sangat penting bagi ketentuan perkawinan dan masalah pewarisan hukum adat. 4.5. Kasus Perkawinan Usia Dini Pada Keluarga Bapak Lim Tjek Tjeng dan Ibu Bayu Agustini. Kasus perkawinan usia terjadi pada keluarga Bapak Lim Tjek Tjeng 52 tahun dan Ibu Bayu Agustini 38 tahun. Saat penulis mewawancarai Bapak Lim Tjek Tjeng, beliau mengakui bahwa putrinya bernama Wiliyana yang pada saat itu masih berumur 15 tahun pada tahun 2010 yang lalu telah menikah. Sebelumnya beliau tidak mengetahui apakah perkawinan yang terjadi pada putrinya itu adalah perkawinan usia dini, beliau hanya mengetahui bahwa apabila putrinya sudah mendapatkan masa haid datang bulang tentunya sudah dapat menikah. Pada saat mengurus izin menikahkan putrinya, beliau diberitahu oleh beberapa kerabatnya bahwa anaknya belum dapat menikah, karena usianya masih terlalu muda. Selain itu beliau juga berpendapat bahwa perkawinan yang telah dilakukan putrinya Wiliyana itu wajar-wajar saja, tidak ada paksaan dari siapapun. Menurut beliau awalnya perkawinan yang terjadi pada putrinya Wiliyana dikarenakan telah hamil diluar nikah sebelumnya. Setelah mendengar bahwa putrinya Wiliyana telah hamil, Oleh sebab itu untuk menutup aib keluarga, Bapak Lim Tjek Tjeng berinisiatif menikahkan putrinya kepada Rahmat Nuriyono adalah orang yang telah menghamili putrinya pada saat itu. Universitas Sumatera Utara Wiliyana adalah anak pertama dari 2 dua bersaudara dari pasangan Bapak Lim Tjek Tjeng dan Ibu Bayu Agustini. Wiliyana lahir di desa Saentis pada tanggal 02 Mei 1994 dan pada saat itu Wiiyanan masih duduk di kelas 1 satu SMA. Sedangkan, Rahmat Nuriyono adalah anak ke 4 empat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ponijo 44 tahun dan Ibu Kasem 42 tahun. Sebenarnya Rahmat Nuriyono lahir pada tanggal 19 Juli 1993, bukan lahir pada tanggal 19 Juli 1991 seperti yang tertera pada Daftar Pemerikasaan Nikah yang penulis dapat dari Kantor Urusan Agama KUA. Sebelum menikah Rahmat Nuriyono masih duduk dibangku sekolah kelas 3 tiga SMA saat itu. Alasan mengapa Wiliyana dan Rahmat memilih untuk menikah di usia muda, karena Wiliyana pada saat itu mengaku kepada orang tuanya telah hamil 3 bulan. Oleh sebab itu untuk tidak memperpanjang masalah yang sudah terjadi, Bapak Lim Tjek Tjeng dan Ibu Bayu Agustini orang tua dari Wiliyana dengan Bapak Ponijo dan Ibu Kasem orang tua dari Rahmat Nuriyono, mempercepat proses perkawinan mereka antara Wiliyana dengan Rahmat Nuriyono. Karena sebelumnya, orang tua Wiliyana dan orang tua Rahmat Nuriyono memiliki rasa ke kuwatiran dengan perut Wiliyana akan semakin membesar jika tidak mempercepat proses perkawinan mereka. Dan merupakan aib bagi kedua keluarga jika tidak mempercepat proses perkawinan mereka. Setelah itu Rahmat Nuriyono dan Wiliyana dan mereka berdua juga didampingi oleh orang tua mereka masing-masing, mendatangi kediaman Bapak Azuar untuk mengurus izin menikah dan meminta surat rekomendasi bahwa benar mereka adalah warga dusun Pendowo yang tinggal di desa Saentis. Bapak Azuar adalah kepala dusun kadus Pendowo yang ada di desa Saentis saat ini. Kedua Universitas Sumatera Utara keluarga tersebut menceritakan kepada Bapak Azuar tentang masalah yang dialami oleh Wiiyana dan Rahmat Nurioyono. Setelah mendengar cerita dari kedua keluarga Rahmat Nuriyono dan Wiliyana, Bapak Azuar tidak menolak permohonan kedua keluarga tersebut walaupun usia mereka belum memenuhi syarat. Alasan mengapa beliau tidak menolak permohonan mereka, karena Wiliayana telah hamil 3 bulan. Selanjutnya tanpa pikir panjang Bapak Azuar memberikan surat izin menikah dan surat rekomendasi bahwa benar mereka adalah warga dusun Pendowo yang tinggal di desa Saentis. Setelah mendapatkan surat tersebut, mereka juga mendatangi Kantor Desa Saentis untuk memberikan surat izin menikah dan surat rekomendasi bahwa benar mereka adalah warga dusun Pendowo yang tinggal di desa Saentis. Setelah kedua keluarga mendatangi Kantor Desa Saentis mereka menyampaikan surat penghantar dari kepala dusun kadus Pendowo kepada Kepala Desa Saaentis, dan juga mereka menyampaikan maksud dan tujuan mereka datang ke Kantor Desa Saentis ini, bahwa Rahmat Nuriyono dan Wiliyana hendak ingin melaksanakan perkawinan. Saat keduanya ditanyai oleh petugas kantor desa Saentis saat itu, ada bawa KTP tidak? tanya petugas kantor desa Saentis itu pada mereka, merekapun menjawab belum memiliki KTP sama sekali, mereka hanya membawa Kartu Keluarga KK saat itu. Ketika saat Kartu Keluarga KK keduanya dilihat oleh petugas kantor desa Saentis, merekapun ditanyai kembali bahwa usia Rahmat Nuriyono dan Wiliyana belum mencukupi dan belum memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang. Universitas Sumatera Utara Menurut petugas kantor desa Saentis, dalam Undang-Undang perkawinan telah diatur batas-batas usia perkawinan, bahwa usia dalam melaksanakan perkawinan sekurang-kurangnya laki-laki tersebut telah berusia 19 tahun, dan sedangkan bagi perempuan sekurang-kurangnya telah berusia 16 tahun. Selanjutnya petugas kantor desa Saentis saat itu menegaskan kembali kepada Rahmat Nuriyono dan Wiliyana, bahwa usia mereka belum memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang. Pada saat itu juga permohonan untuk menikah yang diajukan oleh Rahmat Nuriyono dan Wiliyana ditolak, dan tidak diberi Surat Keterangan Untuk Menikah oleh petugas kantor desa Saentis, karena alasan Rahmat Nuriyono dan Wiliyana untuk menikah tidak jelas terlalu terburu-buru. Kemudian orang tua Rahmat Nuriyono dan Wiliyana mencoba untuk menjelaskan kembali masalah sebenarnya yang terjadi kepada petugas kantor desa Saentis, mengapa Rahmat Nuriyono dan Wiliyana dinikahkan di usia dini. Bapak Lim Tjek Tjeng-pun menceritakan masalahnya kepada petugas kantor desa Saentis saat itu, bahwa putrinya bernama Wiliyana telah hamil 3 bulan dan yang menghamili putrinya adalah Rahmat Nuriyono putranya Bapak Ponijo dan Ibu Kaseh, kami kedua keluarga bersepakat untuk menikahkan mereka berdua walaupun usia mereka saat ini belum memenuhi syarat. Setelah kedua keluarga Rahmat Nuriyono dan Wiliyana telah berunding serta menjelaskan masalah yang sebenarnya terjadi pada keluarga mereka, dan bermohon kepada petugas kantor desa Saentis agar dapat memberikan keringanan administrasi untuk menikahkan Rahmat Nuriyono dan Wiliyana. Tidak hanya itu saja, pihak petugas kantor desa Saentis dapat memberikan Surat Keterangan Untuk Menikah dari Kantor Desa Saentis. Selanjutnya petugas kantor desa Universitas Sumatera Utara Saentis saat itu memberikan solusi kepada keluarga Bapak Ponijo dan Ibu Kaseh, bahwa anaknya Rahmat Nuriyono usianya harus ditambah agar nantinya bisa mendapatkan pengesahan dari Negara melalui bukti akta nikah dan buku nikah. Jika usia Rahmat Nuriyono tidak ditambahidimajukan, maka akan sangat sulit untuk mendapatkan akta nikah dan buku nikah. Setelah mendapatkan solusi dari petugas kantor desa Saentis, akhirnya keluarga Bapak Ponijo dan Ibu Kaseh sepakat dan memutuskan untuk menambahimemajukan usia Rahmat Nuriyono. Setelah keluarga sepakat untuk menambahimemajukan usia Rahmat Nuriyono, akhirnya petugas kantor desa Saentis menerima permohonan kedua keluarga tersebut. Selain itu kedua keluarga harus menyatakan memberikan izin menikah kepada Rahmat Nuriyono dan Wiliyana melalui surat Model N – 5. Tujuan dibuatnya surat Model N – 5, adalah salah-satu syarat bila mana pada masyarakat ingin menikah usia dini. Selain itu, pihak desa Saentis juga menegaskan lagi bahwa pihak desa Saentis tidak mau ikut terlibat jika dikemudian hari terjadi perkelahian atau perceraian pada kedua keluarga tersebut. Setelah petugas kantor desa Saentis memberikan arahan yang jelas kepada kedua keluarga tersebut, dan menyepakati perjanjian yang sudah diterangkan sebelumya oleh petugas desa Saentis. Maka dari itu petugas kantor desa Saentis memberikan Surat Model N-1 kepada Rahmat Noriyono dengan Wiliyana, yang isinya adalah Surat Keterangan Untuk Menikah dan diketahui oleh Kepala Desa Saentis. Tujuan diberikannya surat Model N-1 ini adalah, agar Rahmat Noriyono dan Wiliyana terdaftar di daftar kependudukan sebagai warga desa Saentis yang telah menikah. Selanjunya orang tua Rahmat Nuritono dan Wiliyana masing- masing diberikan surat Model N-4, yang isinya adalah Surat Keterangan Tentang Universitas Sumatera Utara Orang Tua dan diketahui oleh Kepala Desa Saentis. Tujuan diberikannya surat Model N-4 ini adalah, bahwa benar kedua orang tua tersebut telah menikahkan anaknya dan menjadi saksi dalam perkawinan tersebut. Selanjutnya Rahmat Nuriyono dan Wiliyana juga diberikan surat Model N-2, yang isinya adalah Surat Keterangan Asal-Usul kedua calon mempelai. Tujuan diberikannya surat Model N-2 ini agar tempat tinggal maupun tanggal lahir sesuai dengan Kartu Keluarga KK. Namun dari hasil wawancara penulis dengan Rahmat Nuriyono, ia mengatakan secara lisan bahwa data yang telah ditulisnya dalam Surat Keterangan Untuk Menikah, tidak sesuai dengan Kartu Keluarga KK. Karena sebelumnya ia sudah berkonsultasi dengan petugas desa Saentis saat itu, agar usia Rahmat Nuriyono ditambahidimajukan 2 dua tahun. Kemudian Rahmat Nuriyono dan Wiliyana diberikan surat Model N-3 yang isinya Surat Persetujuan Mempelai, bahwa perkawinan mereka dalam keadaan waras dan tidak dilakukan dalam keadaan secara terpaksa. Selanjutnya data yang telah di isi oleh Rahmat Nuriyono dan Wiliyana, begitu juga dengan data kedua keluarga tersebut dihantar ke Kantor Urusan Agama KUA oleh petugas desa Saentis, agar datanya diproses sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Selanjutnya kedua mempelai menunggu panggilan dari Petugas Pegawai Pencatat Nikah desa Saentis, dalam hal ini yang dimaksud dengan Petugas Pegawai Pencatat Nikah adalah “Tuan Kadhi” yaitu Bapak Sumedi 46 tahun. Selanjutnya Bapak Sumedi sebagai “Tuan Kadhi” memanggil Rahmat Nuriyono dan Wiliyana untuk berkonsultasi, karena merupakan sebagai langkah awal untuk menikah. Kemudian beliau bertanya kepada Rahmat Nuriyono dan Wiliyana. Universitas Sumatera Utara “Apakah benar Surat Keterangan Untuk Menikah yang telah kalian isikan sebelumnya dikantor desa Saentis benar datanya? tanya beliau kepada mereka berdua. Merekapun menjawab ia pak, memang betul data yang kami isi kemarin benar apa adanya. Selanjutnya beliau bertanya lagi, apakah benar kalian ingin menikah tanpa ada paksaan dari siapapun?, merekapun menjawab kami tidak memaksa tidak ada paksaan pak. Kalau seperti itu, beliau mengatakan saya bersedia menikahkankan kalian dan menjadi “Tuan Kadhi” kalian. Asal data yang telah kalian berikan benar adanya. Kemudian Bapak Sumedi sebagai “Tuan Kadhi” Petugas Pegawai Pencatat Nikah memberikan surat Model NB Daftar Pemeriksaan Nikah, yang isinya sebagai berikut : 1. Akad Nikah akan dilangsungkan pada hari, tanggal, bulan, tahun Hijrah dan Masehi dan Pukul berapa. 2. Data Calon Suami dan data orang tua. 3. Data Calon Istri dan data orang tua. 4. Wali yang menikahkan. 5. Maskawin. 6. Perjanjian perkawinan. 7. Taklik-Talak. 8. Petugas Pegawai Pencatat Nikah PPPN yang memeriksa dan, 9. Saksi-Saksi perkawinan. Setelah Rahmat Nuriyono dan Wiliyana mengisi Daftar Pemeriksaan Nikah yang diberikan “Tuan Kadhi” Petugas Pegawai Pencatat Nikah. Maka permohonan kehendak menikah telah diterima oleh pihak Kantor Urusan Agama KUA. Oleh karena itu pihak Kantor Urusan Agama KUA memberikan surat Model N-C Pengumuman Kehendak Nikah kepada Rahmat Nuriyono dan Wiliyana. Tujuan diberikannya Surat Pengumuman Kehendak Nikah kepada Universitas Sumatera Utara mereka, untuk memberitahukan 10 hari sebelum menikah kepada “Tuan Kadhi” Petugas Pegawai Pencatat Nikah, agar mensahkan perkawinan mereka yang sudah ditentukan oleh Kantor Urusan Agama KUA. Tetapi tidak berhenti sampai disitu saja, namun ada 1 satu langkah lagi yang harus mereka lewati, ialah. Harus melewati Materi Kursus Calon Pengantin selama 24 jam, materi pelajaran yang harus dilewati, seperti : Tabel. VI Materi Kursus Calon Pengantin No Materi Jam Pelajaran 1. Tata cara dan prosedur perkawinan 2 jam 2. Pengetahuan agama 5 jam 3. Peraturan perudangan di bidang perkawinan dan keluarga 4 jam 4. Hak dan kewajiban sami istri 5 jam 5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehat 3 jam 6. Manjemen keluarga 3 jam 7. Psikologi perkawinan dan keluarga 2 jam Jumlah 24 Jam Pelajaran Sumber : Data Kantor Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4, dan dikelola penulis Setelah Rahmat Nuriyono dan Wiliyana telah melewati Materi Kursus Calon Pengantin selama 24 jam. Maka Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 memberikan Piagam Penghargaan kepada Rahmat Nuriyono dan Wiliyana, karena telah melewati Materi Kursus Calon Pengantin. Dan Kantor Urusan Agama menyatakan mereka layak menikah, karena telah memenuhi syarat dan administrasi yang berlaku. Pada hari jum’at dan tanggal 5 Novermber 2010, akhirnya Rahmat Nuriyono dan Wiliyana menikah. Dengan mas Universitas Sumatera Utara kawin berupa uang tunai Rp. 100.000 dibayar tunai. Setelah menikah Rahmat Nuriyono dan Wiliyana telah mendapatkan buku nikah, akan tetapi sampai sekarang ini mereka belum mendapatkan akta nikah. Namun penulis bertanya lagi kepada mereka, tetang mengapa mereka belum mendapatkan akta nikah, merekapun tidak mengetahuinya. 4.6. Kasus Perkawinan Usia Dini Pada Keluarga Bapak Herianto dan Ibu Mariani. Perkawinan usia dini bukan hanya terjadi pada pasangan Rahmat Nuriyono dan Wiliyana. Perkawinan usia dini juga terjadi pada pasangan Riduan dan Lely Suparti. Masalah perkawinan usia dini yang mereka alami hampir sama dengan masalah yang dialami oleh Rahmat Nuriyono dan Wiliyana. Awalnya mereka menikah di usia muda, dikarenakan Lely Suparti telah hamil 2 bulan pada saat itu. Berdasarkan hasil wawacara penulis dengan Bapak Herianto 40 tahun, sebelum melaksanakan perkawinan, Bapak Herianto orang tua dari Lely Suparti awalnya tidak ingin putrinya diketahui oleh masyarakat bahwa putrinya telah hamil. Bapak Herianto ingin menyembunyikan masalah yang dialami keluarganya tanpa diketahui masyarakat. Kemudian Bapak Herianto mendatangi keluarga Bapak Parisno 53 tahun, beliau adalah orang tua dari Riduan. Dalam pembicaraan Bapak Herianto dengan Bapak Parisno, beliau menyatakan maksud dan tujuan kedatangannya untuk meminta mempertanggung jawabkan kehamilan putrinya Lely Suparti kepada Riduan. Kemudian Bapak Parisno tidak langsung percaya apa yang dikatakan oleh Bapak Herianto, namun Bapak Parisno mempertanyakan kembali kepada anaknya Riduan, apakah benar ia telah menghamili Lely Suparti anaknya Bapak Herianto?. Lalu Riduan menjawab Universitas Sumatera Utara kepada Bapaknya, benar “pak” saya yang menghamili Lely Suparti. Setelah itu Bapak Parisno-pun percaya apa yang dikatakan Riduan, lalu Bapak Herianto menyatakan maksudnya kepada Bapak Parisno agar perkawinan antara Riduan dan Lely Suparti dapat dilangsungkan secepatnya. Karena merasa malu dengan masalah yang terjadi pada keluarga, Bapak Parisno-pun meminta kepada Bapak Herianto agar perkawinan mereka dilangsungkan berdasarkan secara kekeluargaan saja, namun Bapak Herianto pada saat itu tidak setuju apa yang dikatakan Bapak Parisno. Mengapa Bapak Herianto tidak setuju dengan, karena beliau menganggap perkawinan secara kekeluargaan itu tidak sah atau tidak diakui oleh Negara, dan beliau tidak mau ada masalah dikemudian hari di dalam perkawinan putrinya. Setelah Bapak Herianto menjelaskan maksudnya kepada Bapak Parisno, agar perkawinan putrinya dengan Riduan disahkan berdasarkan hukum Negara, Bapak Parisno-pun setuju apa yang dikatakan oleh Bapak Herianto, namun pada saat itu Bapak Parisno memiliki rasa kebimbangan karena usia keduanya masih dibawah umur dan meurut beliau mereka belum layak untuk menikah. Lalu Bapak Herianto pada saat itu memiliki inisiatif agar berkonsultasi terlebih dahulu dengan Bapak Sutikno 48 tahun beliau adalah Kepala Dusun XIII Samiaji, Desa Saentis. Selanjutnya Riduan dan Lely Suparti dan juga didampingi oleh orang tuanya masing-masing, mendatangi rumah Sutikno Kepala Dusun XIII Samiaji, Desa Saentis. Kemudian Bapak Herianto-pun langsung bercerita kepada Bapak Sutikno maksud dan tujuan mereka datang kerumahnya. Setelah bercerita panjang lebar, akhirnya Bapak Sutikno hanya surat rekomendasi memberikan kepada Bapak Herianto dan Parisno bahwa benar mereka adalah warga Dusun XIII Samiaji yang tinggal di desa Saentis. Kemudian surat rekomendasi yang Universitas Sumatera Utara diberikan oleh Bpak Sutikno tersebut agar diteruskan ke Kantor Desa Saentis, karena dalam hal seperti ini beliau tidak berani mengambil keputusan. Beliau hanya menyarankan kepada Bapak Herianto dan Bapak Parisno agar berkonsultasi langsung dengan pihak Kepala Desa Saentis, karena menurut beliau merekalah yang berhak mengeluarkan surat izin menikah. Esok harinya Bapak Herianto dan Bapak Parisno lagsung mendatangi Kantor Desa Saentis dan ingin berjumpa dengan Kepala Desa Saentis. Saat itu Kepala Desa Saentis yang ingin mereka jumpai sedang tidak berada ditempat, namun ada salah seorang petugas Kantor Desa Saentis saat itu menyuruh Bapak Herianto dan Parisno untuk menjumpai sekretaris desa Saentis yaitu Bapak Sudarto 46 tahun, yang pada saat itu beliau sedang berada dalam ruangan kerjanya. Ketika berada dalam ruangan beliau, Bapak Herianto dan Parisno menyampaikan maksud dan tujuannya. Setelah Bapak Herianto dan Parisno menyampaikan maksud tujuan mereka, merekapun diberitahu oleh beliau agar langsung saja menjumpai Ibu Dewi 32 tahun untuk mengurus segala administrasi maupun surat-surat izin menikah. Setelah Bapak Herianto dan Parisno berjumpa dengan Ibu Dewi, mereka-pun menyampaikan masalah tentang anaknya. Dalam percakapan mereka saat itu Bapak Herianto-pun bertanya ; “bu dewi putri saya ingin menikah dengan riduan anaknya bapak parisno, tetapi usia mereka berdua belum mencukupi bu, baiknya bagaimana menurut ibu?. Lalu ibu dewi menjawab pertanyaan bapak herianto, wah kalau seperti itu keadaannya mereka belum bisa menikah pak, jawab ibu itu kepada bapak herianto. Harusnya mereka kalau ingin menikah, sekurang-kurangnya mereka telah berusia bagi seorang laki-laki 19 tahun, dan bagi seorang perempuan telah berusia 16 tahun. Dan itu-pun ada syaratnya lagi “pak”, tanya ibu itu lagi kepada bapak herianto, syaratnyanya apa “bu”?. Syaratnya orang tua harus memberikan izin menikah kepada keduanya dan di tanda tangani diatas materai 6000 enam ribu. Tujuan dibuatnya surat izin tersebut, bahwa benar orang tua Universitas Sumatera Utara tersebut telah mengizinkan mereka untuk menikah. Kemudian bapak herianto-pun kembali bertanya kepada ibu dewi, “bu” jadi bagaimana dengan anak kami “bu” usianya saja belum memenuhi syarat. Ibu dewi dengan tegasnya lagi menjawab pertanyaan bapak herianto, mereka belum bisa menikah “pak”, jawab ibu dewi kepada bapak herianto. Lalu bapak heranto-pun akhirnya menerangkan masalah yang sebenarnya kepada ibu dewi, bahwa putrinya telah hamil 2 dua bulan dan yang menghamilinya adalah Riduan anaknya bapak parisno. Pada saat itu juga bapak herianto bermohon dengan ibu dewi agar diberikan keringanan administrasi, dalam mengurus surat-surat izin menikah. Setelah mendengarkan masalah yang telah diceritakan bapak herianto kepada ibu dewi, akhirnya ibu dewi-pun memberikan solusi atau pilihan kepada bapak herianto dan bapak parisno. Bagaimana menurut bapak kalau usia keduanya dituakan saja?, tanya ibu dewi kepada kedua orang tua tersebut. Lalu bapak herianto mempertanyakan kembali kepada ibu dewi, maksud ibu usia mereka ditambahi ya?, “ya” jawab ibu dewi kepada bapak herianto. Apa kedepannya tidak menjadi masalah “bu”?, tanya bapak herianto kepada ibu dewi, kalau saya tidak tahu kalau itu bisa menjadi masalah dikemudian hari, jawab ibu itu. “ya” kalau bapak tidak mau “ya” tidak apa-apa, yang penting saya sudah memberikan jalan keluarnya saja. Kemudian ibu dewi memberikan waktu untuk berunding dulu bagaimana kesepakatan keluarga”. Kedua keluarga kembali kerumah untuk berunding, apakah keduanya sepakat jika usiaRiduan dan Lely Suparti ditambahi. Awalnya Bapak Herianto menawarkan kepada Bapak Parisno, agar perkawinan mereka dilakukan secara kekeluargaan dan secara agama saja. Namun Bapak Parisno-pun tidak sepakat dengan apa yang ditawarkan kepada Bapak Herianto sebelumnya, Bapak Parisno menyatakan pendapatnya bahwa beliau setuju jika usia Riduan dan Lely Suparti ditambahi agar keduannya dapat menikah. Setelah berunding sekian lama, akhrinya kedua orang tua tersebut sepakat untuk menambahi usia mereka. Esok harinya kedua keluarga mendatangi kembali Kantor Desa Saentis untuk menjumpai Ibu Dewi. Saat itu juga bapak herianto dan bapak parisno menyatakan kepada ibu dewi, bahwa mereka sebagai kedua orang tua telah sepakat untuk menambahi usia Riduan dan Lely Suparti agar mereka dapat menikah. Lalu Ibu Universitas Sumatera Utara Dewi memberikan surat Model N-1 kepada Riduan dan Lely Suparti, yaitu Surat Keterangan Untuk Menikah. Selanjutnya Ibu Dewi memberikan lagi Surat Keterangan Asal Usul Model N-2, selanjutnya orang tua Riduan dan Lely Suparti juga diberikan Surat Keterangan Tentang Orang Tua Model N-4 oleh Ibu Dewi. Setelah mereka memberikan data tersebut, Ibu Dewi memberitahukan kepada Bapak Herianto dan Bapak Parisno agar menunggu panggilan dari Bapak Sumedi 46 tahun beliau adalah “Tuan Kadhi” Petugas Pegawai Pencatat Nikah, utusan dari Kantor Urusan Agama KUA. Kemudian esok harinya Riduan dan Lely Suparti, serta didampingi oleh orang tuanya masing-masing mendatangi kediaman Bapak Sumedi. Mereka-pun menyatakan kehendak ingin menikah mereka kepada Bapak Sumedi, lalu beliau memberikan pertanyaan kepada Riduan dan Lely Suparti. “apakah benar saudara Riduan dan Lely Suparti ingin menikah tanpa ada yang memaksa?, tanya beliau kepada mereka dan mereka-pun menjawab pertanyaan beliau, benar kami ingin menikah dan tidak dalam keadaan terpaksa. Kemudian beliau bertanya lagi kepada mereka, apakah benar data yang telah kalian berikan sebelumnya sesuai dengan ijazah kalian masing-masing?, lalu mereka menjawab kapada beliau, benar “pak” data yang kami berikan sesuai dengan ijazah. Setelah memberikan pertanyaan, beliau memberikan Surat Persetujuan Mempelai Model N-3. Mereka menyatakan dengan sesungguhnya bahwa atas dasar sukarela, dengan kesadaran sendiri, tanpa ada paksaan dari siapapun juga dan telah setuju untuk melangsungkan perkawinan. Selanjutnya Bapak Sumedi sebagai “Tuan Kadhi” Petugas Pegawai Pencatat Nikah memberikan surat Model NB Daftar Pemeriksaan Nikah kepada Riduan dan Lely Suparti, yang isinya sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Akad Nikah akan dilangsungkan pada hari, tanggal, bulan, tahun Hijrah dan Masehi dan Pukul berapa. 2. Data Calon Suami dan data orang tua. 3. Data Calon Istri dan data orang tua. 4. Wali yang menikahkan. 5. Maskawin. 6. Perjanjian perkawinan. 7. Taklik-Talak. 8. Petugas Pegawai Pencatat Nikah PPPN yang memeriksa dan, Saksi- Saksi perkawinan. Setelah Riduan dan Lely Suparti mengisi Daftar Pemeriksaan Nikah, lalu “Tuan Kadhi” Petugas Pegawai Pencatat Nikah memeriksa data tersebut, untuk diberikan ke Kantor Urusan Agama KUA. Sesampainya data tersebut di Kantor Urusan Agama KUA, petugas Kantor Urusan Agama KUA memeriksa kembali data permohonan perkawinan Riduan dan Lely Suparti. Setelah petugas Kantor Urusan Agama KUA memeriksa data mereka, saat itu juga petugas Kantor Urusan Agama KUA memberikan nomor akta nikah, tujuan diberikannya nomor akta nikah tersebut, agar buku nikah Riduan dan Lely Suparti dapat di proses. Kemudian petugas Kantor Urusan Agama KUA menerbitkan surat Model N-C Pengumuman Kehendak Nikah. Setelah menerbitkan surat Model N-C Pengumuman Kehendak Nikah, maka Riduan dan Lely Suparti selanjutnya harus melewati Materi Kursus Calon Pengantin selama 24 jam, berikut Materi Kursus Calon Pengantin ; Universitas Sumatera Utara Tabel VII Materi Kursus Calon Pengantin No Materi Jam Pelajaran 1. Tata cara dan prosedur perkawinan 2 jam 2. Pengetahuan agama 5 jam 3. Peraturan perudangan di bidang perkawinan dan keluarga 4 jam 4. Hak dan kewajiban sami istri 5 jam 5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehat 3 jam 6. Manjemen keluarga 3 jam 7. Psikologi perkawinan dan keluarga 2 jam Jumlah 24 Jam Pelajaran Sumber : Data Kantor Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4, dan dikelola penulis Setelah Riduan dan Lely Suparti melewati Materi Kursus Calon Pengantin, maka Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 memberikan Piagam Penghargaan kepada Riduan dan lely Suparti, karena telah melewati kursus selama 24 jam. Pada tanggal 28 januari 2011 yang lalu, selanjutnya Riduan dan Lely Suparti melangsungkan perkawinan mereka di Dusun XIII Samiaji Desa Saentis. Hasil wawancara penulis dengan Riduan, ia mengatakan bahwa data yang ditulisnya dalam Surat Keterangan Untuk Nikah tidak sesuai dengan ijazah aslinya dan tidak berdasarkan pada Kartu Keluarga KK. Seharusnya Riduan di ijazah maupun Kartu Keluarga KK, ia lahir pada tanggal 14 – 10 – 1994 dan bukan lahir pada tanggal 14 – 10 – 1992 seperti yang ditulisnya pada Daftar Surat Keterangan Nikah. Begitu juga dengan Lely Suparti istri Riduan, seharusnya ia Universitas Sumatera Utara lahir pada tanggal 21 – 05 – 1995 bukan lahir pada tanggal 21 – 05 – 1993 seperti yang ia tulis sebelumnya di Surat Keterangan Nikah. Namun mereka menjelaskan kepada penulis mengapa mereka berbuat demikian, karena jika tahun lahir ditulis dengan sebenarnya, maka meraka tidak akan dapat menikah, apalagi untuk mendapatkan akte nikah. Pada saat itu juga pihak dari Kantor Desa Saentis sudah mengetahui bahwa Riduan dan Lely Suparti telah menambah usianya, serta data yang mereka tulis pada Daftar Surat Keterangan Nikah itu tidak sesuai dengan Kartu Keluarga KK. Karena sebelumnya mereka sudah berkonsultasi dengan pihak petugas Kantor Desa Saentis, dan sudah mengetahui bahwa Lely Suparti telah hamil 2 bulan. Setelah Riduan dan Lely Suparti menikah, mereka mendapatkan pengesahan status perkawian usia dini mereka melalui bukti akte nikah dan buku nikah, bukti tersebut sebagai tandaindentitas bahwa mereka telah menikah dan disahkan berdasarkan hukum agama. Sebelum menikah Riduan hanya menamatkan jenjang pendidikan di tingkat SLTP saja, alasan Riduan mengapa ia tidak menamatkan pendidikannya sampai ke jenjang SMA, karena orang tuanya pada saat itu tidak sanggup lagi membiayai Riduan untuk melanjutkan sekolah lagi. Pekerjaan orang tua Riduan adalah seorang buruh swasta, sedangkan pekerjaan sehari-hari ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga Begitu juga dengan Lely Suparti, istrinya juga menamatkan jenjang pendidikannya hanya di tinggkat SLTP. Sebelumnya Lely Suparti sempat juga bersekolah di tingkat SMA, dan pada saat itu ia masih duduk dibangku kelas 2 dua. Namun karena telah hamil 2 dua bulan, maka dari itu Lely Suparti memutuskan untuk putus sekolah dalam Universitas Sumatera Utara keadaan terpaksa. Pekerjan orang tua Lely Suparti sehari-harinya adalah petani, dan sedangkan pekerjaan ibunya adalah sebagai ibu rumah tangga. Pada kesempatan itu juga penulis melakukan wawancara dengan orang tua Lely Suparti. Dalam wanwacara penulis dengan beliau, penulis ingin mengetahui tanggapan mereka mengapa Riduan dan Lely Suparti menikah di usia muda, orang tua mereka hanya menjawab ; “ya namanya kecelakaan kita sebagai orang tua kan tidak tahu apa yang mereka lakukan diluar sana, karena sayapun sebagai orang tua memiliki pekerjaan dan kesibukan diluar sana, bukan karena kami sebagai orang tua tidak pernah mengontrol mereka. Kami selaku orang tua selalu mengontrol mereka dengan melihat tingkah lakunya serta saat mereka tidur kami orang tua sering mengecek isi pesan SMS yang ada di Handphonenya, ada tidak isi pesan SMS itu yang aneh-aneh. Namun karena sudah terjadi seperti ini apa yang mau dibilang lagi, ya terpaksa mau tidak mau mereka kami nikahkan, dari pada kami sebagai orang tua malu karena anak kami telah berbuat asusila, dan juga kami tidak mau orang lain beranggapan negatif terhadap keluarga kami. Tidak ada salahnya juga mereka menikah karena mereka berdua sudah suka sama suka, apa yang mau dibilang lagi kalau namanya cinta, tetapi harapan kami sebagai orang tua agar kedepanya mereka langgeng-langgeng saja dalam berkeluarga”. Dari keterangan orang tua mereka diatas, dapat disimpulkan bahwa kurangnya kontrol sosial dari orang tua si anak tersebut, sehingga menciptakan peluang pada si anak dan khususnya pada masyarakat disekitarnya untuk melakukan perkawinan usia dini. Penulis juga melakukan wawancara lagi dengan Bapak Herianto, tentang bagaimana proses pemilihan hukum dalam mensahkan perkawinan usia dini yang dilakukan anaknya. Berikut wawancara penulis dengan beliau ; “Dalam proses pemilihan hukum, kami orang tua Riduan dan Lely Suparti pada saat itu lebih memilih hukum agama melalui Kantor Urusan Agama KUA dalam mensahkan perkawinan usia dini anak kami. Mengapa seperti itu, karena menurut kami hukum agama lebih tidak memberatkan, dibandingkan dengan hukum Universitas Sumatera Utara Negara melalui Undang-Undang” dalam mensahkan perkawinan usia dini. Jika saja perkawinan usia dini yang dilakukan oleh anak kami Riduan dan Lely Suparti berdasarkan hukum Negara, maka mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan pengesahan melalui akta nikah dan juga buku nikah. Dikarenakan pada saat itu, usia Riduan dan Lely Suparti belum memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh hukum Negara. Namun menurut beliau agama Islam khususnya tidak melarang jika seseorang tersebut ingin melakukan perkawinan usia dini. Hukum Islam mengatakan perkawinan usia dini dilakukan, apabila seorang perempuan tersebut sudah mendapatkan masa haid menstruasi, maka si perempuan tersebut sudah dapat menikah. Begitu juga dengan laki-laki, apabila seorang anak laki-laki tersebut telah mengeluarkan air mani sperma, maka tidak salahnya seorang anak laki-laki tersebut dapat menikah. Dari hasil wawancara penulis dengan beliau, dapat disimpulkan bahwa keluarga Bapak Herianto dengan keluarga Bapak Parisno khususnya, lebih memilih hukum agama dalam mensahkan perkawinan usia dini anaknya, dibandingkan dengan hukum Negara. Alasan tersebut di perkuat oleh Bapak Herianto dengan mengatakan bahwa hukum Islam khususnya, tidak ada melarang seseorang itu untuk melakukan perkawinan usia dini. Menurut beliau perkawinan usia dini yang terjadi khususnya di desa Saentis, memang sudah menjadi hal yang biasa atau hal yang lumrah dilakukan oleh siapapun. Karena perkawinan usia dini bukan hanya terjadi pada keluarganya, perkawinan usia dini sering terjadi pada masyarakat khususnya di desa Saentis, dan proses pengesahannya-pun lebih kepada hukum agama Islam. 4.7. Kasus Perkawinan Usia Dini Pada Keluarga Bapak Legimin dan ibu Aminah. Kasus perkawinan usia dini juga terjadi pada pasangan muda antara Ami Aidir dan Desy Purnama Sari. Ami Aidir lahir pada tanggal 03 Juli 1993, Amir adalah anak dari bapak Legimin dan ibu Aminah. Sedangkan Desy Purnama Sari lahir pada tanggal 16 Desember 1995, Desy merupakan putri dari bapak Agus Universitas Sumatera Utara Supardi dan ibu Wartini. Berdasarkan wanwancara penulis dengan Ami Aidir, awalnya ia enggan bercerita dan menutup nutupi status perkawinan usia dini mereka kepada penulis. Karena ia memiliki rasa malu dan merasa takut jika ia menceritakan perkawinan usia dininya dengan penulis, dan sebelumnya ia mengira penulis adalah seorang petugas Kantor Urusan Agama KUA. Lalu penulis menjelaskan kepada Ami Aidir, bahwa kedatangan penulis hanya sebagai mahasiswa yang sedang melakukan Praktek Kerja Lapangan PKL. Setelah penulis menjelaskan kepada Ami Aidir tujuan penulis datang kerumahnya, maka ia akhirnya-pun bersedia menceritakan perkawinan usia dini-nya dengan penulis. Namun di sisi lain, saat penulis melakukan wawancara mendalam terkadang Ami Aidir memberikan informasi kepada penulis, tidak sesuai data yang penulis dapat di Kantor Urusan Agama. Misalnya saja, saat penulis bertanya latar belakang ia dan istrinya menikah di usia dini?, “ia-pun hanya menjawab ya namanya sudah suka sama suka, jadi wajar dong kami menikah”. Lalu bagaimana proses pengesahan saat itu bang?, “ya prosesnya biasa saja seperti ijab-qobu,l tidak ada yang beda dengan perkawinan yang lainnya bang.” Pada saat itu penulis merasa tidak puas dengan jawaban yang disampaikan oleh Ami Aidir kepada penulis. Namun berdasarkan informasi yang penulis dapat sebelumnya dari Ibu Karina 36 tahun, beliau mengatakan bahwa penulis mereka menikah di usia dini karena saat itu Desy Purnama Sari telah hamil 3 tiga bulan. Kemudian penulis mencoba menggali informasi dari Ami Aidir, dan dengan berpedoman pada pertanyaan, akhirnya Ami Aidir memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya kepada penulis. Menurut Amir memang Desy pada saat sebelum menikah, ia telah hamil 3 bulan. Kemudian mau tidak mau Amir dan Desy harus segera menikah secepat mungkin, agar kehamilannya tidak semakin membesar. Universitas Sumatera Utara Awalnya Amir dan Desy mendatangi rumah Bapak Suherman, beliau adalah Kepala Dusun XVI Kali Serayu, hendak mengajukan permohonan untuk menikah pada saat itu. Lalu kemudian Bapak Suherman menerima permohonan menikah mereka, dan memberikan selembar kertas kepada mereka yang isinya adalah “bahwa benar mereka warga Dusun XVI Kali Serayu yang hendak ingin menikah, dan memohon Kepala Desa Saentis dapat menerima permohonan izin menikah mereka”. Selanjutnya mereka membawa surat yang diberikan oleh Bapak Suherman itu ke kantor desa Saentis, setelah mereka sampai di kantor desa Saentis, mereka- pun memberikan surat teersebut kepada Ibu Dewi 32 tahun yang pada saat itu beliau sedang berada diruangan kerja. Setelah Ibu Dewi membaca surat dari Bapak Suherman, lalu Ibu Dewi memberikan kepada Ami Aidir dan Desy Purnama Sari Surat Keterangan Untuk Nikah Model N-1. Dilanjutin dengan Surat Keterangan Asal Usul mereka tinggal Model N-2, lalu Surat Persetujuan Kedua Mempelai yang dimana tujuan dibuatnya surat tersebut, agar perkawinan mereka sesungguhnya didasarkan atas sukarela dan tidak ada paksaan dari orang lain. Orang tua mereka juga masing-masing diberikan Surat Keterangan Tentang Orang Tua Model N-4. Tanpa sepengetahuan petugas kantor desa Saentis, saat itu Amir mengakui bahwa pada saat itu ia telah menambahi usianya. Dalam Kartu Keluarga KK maupun dalam ijazah Ami Aidir lahir pada tanggal 03 Juli 1993, dan bukan lahir pada tanggal 03 Juli 1989, seperti yang ia tulis dalam Surat Keterangan Menikah. begitu juga dengan Desy Purnama Sari istrinya, ia menulis tanggal lahirnya di Surat Keterangan Untuk Menikah pada tanggal 16 Desember 1992, padahal Desy mengakui sebenarnya ia lahir pada tanggal 16 Desember 1994 . Universitas Sumatera Utara Alasan mengapa mereka terpaksa memalsukan biodata yang mereka tulis sebelumnya, dikarenakan usia mereka tidak memenuhi syarat dalam Undang- Undang perkawinan umumnya. Mereka telah mengetahui sebelumnya bahwa jika ingin melakukan suatu perkawinan Undang-Undang tersebut, dari salah satu temannya Ami Aidir yang pada saat itu juga telah melakukan perkawinan usia dini. Dalam wawancara penulis dengan Ami Aidir, ia-pun tidak begitu paham dengan batas-batas usia menurut ketentuan Undang-Undang perkawinan, lalu ia mengatakan kepada penulis ; “ kami tentunya tidak begitu paham dan tidak mau tahu tentang Undang-Undang perkawinan “bang”, apakah Undang-Undang tersebut bisa memberikan pekerjaan dan memberi makan kami. Kalau memang Undang-Undang perkawinan itu ada, mengapa tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat khususnya, kenapa sesudah maraknya perkawinan usia dini yang terjadi khususnya di desa Saentis ini pemerintah seakan sibuk tak menentu. Sampai sekarang ini kawin muda tidak begitu menjadi masalah bagi kami, toh yang kami lakukan adalah hal yang wajar- wajar saja “bang””. Sebelum menikah Ami Aidir dan Desy Purnama Sari, mereka berdua hanya diberikan buku pedoman yang isinya adalah bagaimana kewajiban sorang suami sebagai kepala keluarga dan iman dalam keluarga. Begitu juga dengan Desy Purnama Sari yaitu istrinya, hanya diberikan buku pedoman bagaimana tugas dan fungsi seorang istri dalam keluarga. Kemudian penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Agus Supardi 42 tahun dan Ibu Watini 39 tahun, beliau adalah orang tua dari Desy Purnama Sari. Mereka juga tidak begitu mengetahui tentang batas-batas usia yang sudah ditentukan dalam Undang- Undang perkawinan, mereka mengatakan kepada peulis bahwa ada atau tidaknya Undang-Undang perkawinan itu sama saja, tidak begitu berpengaruh dalam Universitas Sumatera Utara masyarakat khususnya di desa Saentis, karena di desa Saentis ini masih sering masyarakat itu yang melakukan perkawinan usia dini. Dan Undang-Undang perkawinan umumnya, tidak berpengaruh pada orang yang sudah melakukan perkawinan usia dini. Orang tua Desy Purnama Sari menjelaskan lagi kepada penulis, bahwa dahulu mereka juga menikah di usia muda, namun Ibu Wartini menjelaskan sampai saat ini tidak pernah terjadi masalah dalam keluarganya. 22 22 Wawancara Penulis Dengan Bapak Subagio, Kepala Dusun, Kec. Percut Sei Tuan Menurut Bapak Subagio 48 tahun ia berpendapat bahwa ; “jangan masyarakatnya yang disalahkan jika terjadi perkawinan usia diniidalam masyarakat itu sendiri, khususnya di Desa Saentis ini. Ketidaktahuan masyarakat awam terhadap Undang-Undang perkawinan itu menyebabkan terjadinya perkawinan usia dini, seharusnya pemerintah melalui Kantor Urusan Agama KUA harus lebih gencar lagi dalam mensosialisasikan Undang-Undang perkawinan. Dan mensosialisasikan batasan-batasan jika ingin melakukan perkawinan, agar masyarakat dapat mengerti sedikit banyaknya tentang Undang-Undang perkawinan. Jika tidak disosialisasikan mulai dari sekarang maka akan bertambah lagi masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini”. Dari keterangan Bapak Subagio, ia menjelaskan bagaimana proses perkawinan usia dini terjadi di dalam masyarakat khususnya di Desa Saentis. Adapun hukum agama Islam kedudukannya sama dengan hukum Negara dalam mensahkan suatu perkawinan usia dini pada masyarakat Desa Saentis, keinginan dari Bapak Subagio adalah bagaimana sosialisasi Undang-Undang perkawinan itu sampai kepada masyarakat awam khusunya dan peran dari Pemerintah melalui Kantor Urusan Agama KUA yang sebenarnya sangat berperan salam mensosialisasikan tentang Undang-Undang tersebut, oleh karena itu juga Kantor Urusan Agama KUA harus lebih selektif lagi dalam memproses data yang hendak menikah dikemudian hari. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan