Karakter Sebagai Objek Penilaian dan Hubungannya

9 9

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Karakter Sebagai Objek Penilaian dan Hubungannya

Dengan Nilai, Sikap, serta Perilaku Pembicaraan dan diskusi mengenai karakter turut melibatkan pemahaman tentang nilai, sikap, dan perilaku yang mendasari serta menunjukkan adanya karakter pada individu. Semuanya terbentuk sebagai hasil belajar yang terjadi sejak dini, berkelanjutan dan dipengaruhi oleh lingkungan. Nilai merupakan “sesuatu yang diyakini kebenarannya yang dianut serta dijadikan sebagai acuan dasar individu dan masyarakat dalam menentukan sesuatu yang dipandang baik, benar, bernilai, maupun berharga ” Muhtadi, 2005: 3. Definisi di atas menunjukkan penting dan berharganya nilai bagi tiap individu. Berawal dari nilai, individu akan bertindak sesuai dengan keyakinannya baik itu ke arah positif maupun negatif. Keyakinan ini bukan semata-mata keyakinan yang muncul dari individu sendiri melainkan terlibat dalam suatu sistem keyakinan yang terbentuk dalam masyarakat Zuriah, 2008: 19. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan perilaku individu tentang hal-hal yang baik untuk dilakukan dan hal- hal buruk yang patut dihindari berstandar pada nilai-nilai yang dianut masyarakat tempat hidupnya. Lingkungan masyarakat turut mempengaruhi pembentukan nilai dalam diri individu. Pembentukan nilai dalam individu terbentuk melalui pengalaman dan apa yang dilihat serta dipelajari dari objek-objek yang menjadi panutan individu di lingkungan hidupnya. Nilai berkaitan erat dengan sikap. Sikap menurut Azwar 2013a: 4 – 7 merupakan kecenderungan untuk menentukan tindakan dan tingkah laku terhadap suatu objek dengan disertai perasaan positif maupun negatif. Kemudian melalui penjelasan dari paragraf sebelumnya, secara sederhana nilai dapat dinyatakan sebagai keyakinan seseorang. Dari sini dapat dilihat keterkaitan antara keduanya. Keyakinan dalam nilai lebih luas daripada sikap. Lebih jelas lagi Wening 2012 10 menyatakan bahwa bagaimana individu bersikap merupakan hasil panduan dari nilai-nilai yang dihayati dan digunakannya. Jika nilai yang dibentuk dalam diri individu sekaligus dipahami, dipilih, kemudian digunakan merupakan nilai-nilai baik, maka akan terwujud sikap baik pula meskipun tidak selalu demikian karena sikap bersifat evaluatif. Jadi nilai menjadi dasar dari sikap. Sikap merupakan sistem yang bersifat menetap dari komponen kognitif, afektif, dan konatif atau perilaku Azwar 2013a: 23 – 24. Komponen kognitif berkaitan dengan apa yang dipercayai, ide atau konsep yang dimiliki individu tentang objek sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional yang akan mempengaruhi penolakan atau penerimaan individu terhadap objek sikap sehingga menimbulkan perasaan suka atau tidak suka, takut atau berani, serta komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki individu. Objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran menurut Permendikbud No. 81A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum antara lain sikap terhadap materi pelajaran, sikap terhadap guru atau pengajar, sikap terhadap proses pembelajaran, dan sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Komponen afektif sikap memiliki 5 tingkatan atau level yang dijabarkan oleh Krathwohl et al. 1964 untuk kemudian disebut sebagai taksonomi Krathwohl. Tingkat pertama adalah receiving attending, tingkat kedua adalah responding, kemudian valuing, organization, dan tingkat kelima adalah characterization. Pada tingkat receiving individu berkeinginan untuk memperhatikan fenomena khusus atau stimulus. Pada tingkat responding individu mendekati stimulus dan memberikan respon terhadapnya, hasil yang terbentuk berupa keinginan memberikan respon dan kepuasan memberikan respon. Pada tingkat valuing individu menerima nilai sebagai hasil merasakan manfaat dan membangun kepercayaan terhadap stimulus. Tingkat organization diisi dengan individu mengaitkan nilai satu dengan yang lain dan mulai membangun suatu sistem nilai. Tingkatan tertinggi, yaitu characterization individu memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilakunya. 11 Sikap-sikap terorganisasi membentuk karakter. Hal ini didasarkan pada karakter yang dapat disamakan dengan kepribadian. Kepribadian merujuk pada “organisasi dari sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara khususnya apabila individu berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan ” Mu‟in, 2011: 161. Karakter juga merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk sebagai hasil terbentuk dan melekatnya sifat- sifat dasar psikologis pada diri seseorang tersebut Kemendiknas, 2010. Karakter menjadi ciri khas individu. Istilah karakter digunakan untuk “mengartikan hal yang berbeda satu sama lain, dan untuk menyebut kesamaan kualitas pada tiap orang yan g membedakan dengan kualitas lainnya” Mu‟in, 2011:162. Berbagai definisi di atas mengungkapkan bahwa karakter mendasari individu untuk bersikap terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapkan padanya dan ditunjukkan melalui perilaku. Karakter sendiri muncul dari nilai-nilai yang terbentuk dalam masyarakat yang kemudian dihayati dan digunakan oleh masing-masing individu dan disertai dengan pembiasaan sehingga menjadi suatu gaya hidup. Pembiasaan dimaksudkan pada pengupayaan dan kekonsistenan dalam mewujudkan nilai-nilai dalam tindakan nyata. Individu dikatakan memiliki karakter yang berkualitas bila memiliki dan menunjukkan nilai-nilai baik yang diyakini dalam tindakan atau perilaku. Karakter dapat dinilai melalui perilaku yang ditunjukkan. Hal ini disebabkan karena kecenderungan tindakan dan perbuatan individu sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya Lickona, 1991. Metode penilaiannya pun ada beberapa cara. Anderson 1981, Dwyer 1993 menyatakan bahwa pengukuran karakter yang merupakan bagian dari afektif tersebut dapat dilakukan dengan metode observasi dan penilaian diri. Dalam dunia pendidikan Indonesia, peraturan mengenai penilaian domain sikap tertuang dalam Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dimana penilaian sikap siswa dilakukan melalui metode observasi, penilaian diri self assesment, penilaian antar peserta didik peer evaluation, maupun jurnal. 12

2.2 Nilai-nilai Karakter yang Terdapat dalam Pendidikan