Ketegangan Hubungan Bilateral Indonesia-Brasil Penolakan Toto Riyanto sebagai Duta Besar Indonesia oleh Pemerintah Brazil

Page | 2 kontra hukum mati yang dibungkus dengan retorika hukum tentang cara bagaimana mengetengahkan sudut pandang konsepsi hukuman mati menurut hukum internasional sebagaimana yang diagendakan pemerintah brasil 3 , dan disisi lain, ‘berbenturan’ dengan konsep kedaulatan dan konsep theory of consent yang diretorikakan oleh pemerintah Indonesia 4 .

1.1. Ketegangan Hubungan Bilateral Indonesia-Brasil

Beberapa waktu lalu, hubungan bilateral Indonesia dan Brasil yang telah lama dan saling menguntungkan tersebut memanas karena ‘intervensi’ Pemerintah Brasil terhadap law enforcement hukum Indonesia. Sebelumnya, pihak Brasil juga telah memprotes keras eksekusi mati terpidana mati terpidana narkoba dari Brasil, Marco Archer Cardoso Moreira 53 Tahun 5 yang terdaftar dalam gelombang pertama 6 eksekusi mati pada 18 Januari 2015 silam terkait kejahatan narkoba dibawah rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bahkan, pemerintah Brasil merespon terhadap kebijakan hukum yang diambil oleh pemerintah Indonesia dengan menarik pulang Duta Besarnya, Paulo Alberto da Siveira Soares 7 sebagai bentuk protes terhadap kebijakan hukum Indonesia. Presiden Dilma Rousseff beranggapan hukuman mati menyalahi aturan Amnesti Internasional, dan tidak sepantasnya hukuman mati dijadikan sebuah hukuman disebuah negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

1.2. Penolakan Toto Riyanto sebagai Duta Besar Indonesia oleh Pemerintah Brazil

Penolakan Toto Riyanto sebagai Duta Besar Indonesia untuk Brasil oleh Presiden Dilma Rousseff terjadi sesaat menjelang penyerahan Credential Letter di Istana Kepresidenan Brasil Palacio do Planalto pada 20 Februari 2015 pukul 09.00 pagi 5 Marco Archer Cardoso Moreira ditangkap pada 2003 lalu setelah polisi di bandara Cengkareng menenemukan 13,4 kg kokain yang disembunyikan di dalam peralatan olahraga. 6 Selain Marco Archer Cardoso Moreira, dalam gelombang pertama pelaksanaan eksekusi oleh Kejagung ada lima terpidana lain, yaitu; Namaona Denis Malawi, Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou Nigeria, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya Belanda, dan Rani Adriani alias Melisa Aprilia indonesia. 7 Lihat http:demo.analisadaily.comterkininewsmenlu-brasil-resmi-tarik-dubes-belanda-belum99707 20150118 Page | 3 waktu setempat 8 telah memantik ketegangan dua negara yang telah menjalin kerjasama sejak 55 tahun silam. Sebagai Duta Besar, Toto Riyanto merupakan representasi atas nama Bangsa Indonesia dengan membawa Credential Letter yang dibawa oleh Dubes Toto Riyanto dengan menyandang tanda tangan langsung oleh Presiden Indonesia yang merupakan representasi Bangsa Indonesia yang berdaulat. Sebagaimana penuturan Toto Riyanto 9 , latar belakang belakang penolakan tersebut diprediksi kuat karena akumulasi ‘sakit hati’ pemerintah Brasil terkait putusan Presiden Jokowi menolak permohonan grasi yang dilakukan oleh Dilma Roussef bagi warga negaranya yang akan menjalani vonis hukuman mati 10 terkait kasus kepemilikan psikotropika, yaitu Rodrigo Gularte. Presiden Dilma Ro usseff berdalih penyerahan surat kepercayaan dari Presiden Indonesia tersebut akan ditinjau dan diputuskan lebih lanjut menunggu perkembangan nasib warga negaranya yang akan dieksekusi mati di Indonesia. Perlakuan pemerintah Brasil ini memicu ketersinggungan Pemerintah Indonesia. Terkait dengan insiden itu, Presiden Jokowi pun telah bertindak tegas dengan memanggil pulang Duta Besar Toto Riyanto melalui kanal Kementrian Luar Negeri Indonesia dibawah Menlu Retno Marsudi. Lebih jauh lagi, tindakan ini telah ditindak lanjuti oleh Kemenlu dengan pengiriman nota protes diplomatik keras kepada pemerintah Brasil 11 . Tak cukup sampai disitu, Legislatif pun membuka wacana untuk mengkaji ulang pembelian alat utama sistem persenjataan alutsista dari Brasil sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Brasil 12 .

3. Rumusan Masalah