Analisis Yuridis Penolakan Paten Terkait Dengan Penyempurnaan Invensi (Studi Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/PDT.SUS/2011)

(1)

ANA

(Studi

Diaju

ALISIS YU

i Kasus Pad

ukan Untuk

URIDIS PE PENYE

da Putusan M

k Memenuh Guna Me BO DEPARTE FA UNIVERS ENOLAKA EMPURNA Mahkamah SKRIP hi Tugas-tu emperoleh OLE ONDAN G 090200 EMEN HUK AKULTAS SITAS SUM MEDA 2013 AN PATEN AAN INVE Agung Nom PSI

ugas dan M Sarjana H EH GIRSANG 0236 KUM EKO HUKUM MATERA U AN 3 TERKAIT ENSI

mor 802 K/PD

Memenuhi S ukum ONOMI UTARA T DENGAN DT.SUS/201 Syarat-syar N 11) rat


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmatnya yang memberikan kesempatan untuk menjalani masa perkuliahan hingga tahapan penyelesaian skripsi di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini.

Skripsi ini penulis angkat dengan judul “ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PATEN TERKAIT DENGAN PENYEMPURNAAN INVENSI (Studi Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/PDT.SUS/2011)” sebagai salah satu nilai yang amat penting dalam pemenuhan nilai tugas dalam mencapai gelar Sarjana Hukum dari Fajultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis juga mengucapkan terimakasih atas jasa-jasa dari nama-nama yang disebut dibawah ini. Beliau-beliau tersebut merupakan panutan dan juga motivator penulis dari awal masa perkuliahan hingga saat sekarang. Penulis mengucapkan terimakasih Sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua yang sangat penulis penulis sayangi Bronsyah Girsang, S.E dan Herlina br Ginting, serta adik penulis Reno Raysenta Girsang.

2. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

3. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Syafrudin Hasibuan, S.H, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak M.Hoesni S.H, MH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Windha, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum EkonomiFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing II atas Penelitian ini atas ilmu pengetahuan dan bimbingannya kepada Penulis.

7. Bapak Ramli Siregar, S.H, M.Hum, Selaku Sekertaris departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas masukan dan ilmu serta bimbingannya.

8. Ibu Dr.T Keizeirina Devi Azwar, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Bapak Syarrifudin Siba, S.H, selaku Dosen Pembimbing Akademis dari Penulis atas segala ilmu yang telah diberikannya.

10.Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Pengajar, Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

11.Semua Senior yang telah membantu penulis hingga sampai saat ini. 12.Semua teman Stambuk penulis yang telah bersusah payah dan membantu


(4)

Nasution, S.H., Julia Agnetha, S.H., Enriko Syanli Putra, S.H., Khairul Imam Lubis, S.H., Rasyid Ridha, S.H., Ikhsan Abdillah, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

13. Semua Pengurus Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi dan seluruh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Ekonomi yang telah banyak membantu penulis.

14.Semua sahabat-sahabat penulis, Dandy Prayogi Susilo, dr. Riko Radiya Tama, S.Ked., Ryan Ramaddhan, Hadlinsyah Pratama Hasibuan, S.Kom, Raden Ramadipta, Haris andreas putra, Iwan Nerro Samosir, Laurencius Nababan serta seluruh kader Sapma Pemuda Pancasila Komisariat Universitas Sumatera Utara dan khususnya kepada orang terkasih penulis dr. Putri Junita Sembiring, S.ked.

15.Seluruh pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu.

Akhir kata Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan kritik dari serta sasaran yang bersifat membangun, agar dapat lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang.

Medan, 1 Oktober 2013 Penulis

Bondan Girsang


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………..………. I

DAFTAR ISI ……….. IV

ABSTRAK ……….. VI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……….………..….. 1

B. Perumusan Masalah ……… 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………....…….. 4

D. Keaslian Judul ……….……..…….. 5

E. Tinjauan Kepustakaan ……….…… 6

1. Pengertian Paten ……….… 6

2. Jenis-jenis Paten ……….…….... 11

3. Prinsip Dasar Paten ………..……… 13

4. Permohonan Paten ……….….……… 16

F. Metode Penilitian ………..………. 17

G. Sistematika Penulisan ……….….……… 21

BAB II BATASAN INVENSI YANG DAPAT DIHONKAN PATENNYA DI INDONESIA A. Pengertian Invensi ……….…….. 23


(6)

C. Invensi yang dapat Dimohonkan Patennya Di Indonesia ….…. 31 D. Syarat dan Prosedur Permohonan Paten ………..……….…… 38

BAB III KETERKAITAN ANTAR INVENTOR DALAM SUATU TEMUAN A. Hak-Hak Inventor Atas Invensinya ……..….……… 47 B. Pengembangan Invensi ………..…………. 52 C. Hak-Hak Inventor yang Baru ………..……… 56

BAB IV PENOLAKAN PERMOHONAN PATEN

TERKAIT DENGAN PENYEMPURNAAN INVENSI

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 802 K/PDT.SUS/2011

A. Posisi Kasus ………..………. 59

B. Akibat Hukum Penolakan Paten

Terkait Dengan Penyempurnaan Invensi …..……..………….. 72 C. Upaya Hukum yang Dilakukan Terhadap

Penolakan Permohonan Paten Terkait Dengan

Penyempurnaan Invensi ……….……….. 76 BAB V Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan………...………..…… 86

B. Saran ………..……….…... 87


(7)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PATEN TERKAIT DENGAN PENYEMPURNAAN INVENSI

(Studi Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/PDT.SUS/2011)

*) Bondan Girsang

**) T Keizeirina Devi Azwar ***) WINDHA

 

  Penolakan Paten Terkait Dengan Penyempurnaan Invensi memperhatikan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan Peraturan pemerintah Tahun1999. Berdasarkan peraturan yang diatur oleh UU Paten pihak yang memohonkan paten disebut sebagai Pemohon dan di mohonkan ke Direktorat Jenderal Paten. Dalam putusan penolakan, apabila pihak pemohon merasa keberatan atas keputusan oleh Direktorat Jenderal Paten tersebut dapat melakukan upaya Banding ke Komisi Banding Paten, apabila tetap ditolak dapat melakukan upaya hukum yaitu Gugatan ke Pengadilan Niaga, dan kasasi ke Mahkamah Agung.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penulisan hukum normative atau penelitian hukum kepustakaan, Data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan studi hukum kepustakaan (library research). Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian penulis yaitu terhadap Putusan Mahkamah Agung dalam hal penolakan paten terkait dengan penyempurnaan invensi ini adalah dikarenakan kurang jelinya pemohon terhadap upaya hukum yang dilakukan, dimana putusan mahkamah agung sama sekali tidak membahas, ataupun menyinggung masalah objek yang dimintakan patennya, dikarenakan kesalahan pihak pemohon yang terlambat melayangkan gugatannya ke pengadilan, sesuai dengan pengaturan dalam UU Paten yaitu 3 bulan setelah penerimaan putusan penolakan dari Direktorat Jenderal.

Kata Kunci : Paten,Penolakan Paten, Permohonan, Penyempurnaan Invensi. *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II


(8)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN PATEN TERKAIT DENGAN PENYEMPURNAAN INVENSI

(Studi Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/PDT.SUS/2011)

*) Bondan Girsang

**) T Keizeirina Devi Azwar ***) WINDHA

 

  Penolakan Paten Terkait Dengan Penyempurnaan Invensi memperhatikan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan Peraturan pemerintah Tahun1999. Berdasarkan peraturan yang diatur oleh UU Paten pihak yang memohonkan paten disebut sebagai Pemohon dan di mohonkan ke Direktorat Jenderal Paten. Dalam putusan penolakan, apabila pihak pemohon merasa keberatan atas keputusan oleh Direktorat Jenderal Paten tersebut dapat melakukan upaya Banding ke Komisi Banding Paten, apabila tetap ditolak dapat melakukan upaya hukum yaitu Gugatan ke Pengadilan Niaga, dan kasasi ke Mahkamah Agung.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penulisan hukum normative atau penelitian hukum kepustakaan, Data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan studi hukum kepustakaan (library research). Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian penulis yaitu terhadap Putusan Mahkamah Agung dalam hal penolakan paten terkait dengan penyempurnaan invensi ini adalah dikarenakan kurang jelinya pemohon terhadap upaya hukum yang dilakukan, dimana putusan mahkamah agung sama sekali tidak membahas, ataupun menyinggung masalah objek yang dimintakan patennya, dikarenakan kesalahan pihak pemohon yang terlambat melayangkan gugatannya ke pengadilan, sesuai dengan pengaturan dalam UU Paten yaitu 3 bulan setelah penerimaan putusan penolakan dari Direktorat Jenderal.

Kata Kunci : Paten,Penolakan Paten, Permohonan, Penyempurnaan Invensi. *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya(UU No. 6 tahun 1989)1. Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hak paten diatur dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten).

Saat ini, banyak kasus pelanggaran paten khususnya di bidang industri. Hal tersebut disebabkan karena banyak sekali produk-produk yang beredar bebas dan sudah dikenal oleh masyarakat, sehingga ada upaya peniruan oleh pihak lain untuk memperoleh posisi pasar yang sama dengan produk aslinya, dan tentu untuk memperoleh hasil penjualan yang baik atas produknya.

World Intellectual Property Organization memberi defenisi defenisi Paten sebagai berikut “A Patent is a legally enforceable right granted by virtue of law to a person to exclude, for a limited time, other from certain acts in relation to describe new invention; the privilege is granted by a government authorithy as a matter of right to the person who is entitled to apply for it and who fulfils the prescribed condition”2.

Berdasarkan pengertian diatas dapat diperhatikan bahwa terdapat hal penting dari pengertian paten yaitu bahwa paten adalah bersifat eksklusif dan

      

1

Normin S. Pakpahan,et all, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Jakarta, Elips, 2000, hal. 126.

2

Muhamad Djumhana dan, R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual(Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 116.


(10)

bersal dari pemerintah, Hak paten adalah perbuatan yang merupakan hak eksklusif dari pemegang paten, yaitu mengenai penjualan, penggunaan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan objek yang telah dipatenkan3.

Dalam proses perolehan paten memiliki langkah, dan juga syarat didalamnya, yang harus dipenuhi untuk dapat mematenkan suatu invensi. Adapun syarat terhadap invensi yang dapat diberi paten adalah : invensi baru, jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkap sebelumnya serta Invensi mengandung langkah inovatif, jika invensi tersebut merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik, invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri, artinya invensi yang dapat dipatenkan adalah invensi yang dapat digunakan di bidang industry, dan mengandung langkah inventif (kebaharuan).

Penilaian ada tidaknya langkah inventif merupakan hal yang sangat sulit untuk dilaksanakan dalam praktik, sebagaimana yang diterapkan oleh Pasal 3 UU Paten, suatu invensi mengandung langkah inventif apabila invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.4

Bajaj Grup merupakan satu diantara 10 rumah dagang terkemuka di India. Kiprahnya terbentang luas meliputi pelbagai industri, sistem otomobil (roda dua dan roda tiga), perlengkapan rumahtangga, penerangan, besi dan baja, asuransi, perjalanan dan keuangan. PT. Bajaj Auto Indonesia, anak perusahaan dari Bajaj Auto Limited, India, didirikan pada bulan Juli 2006, di Indonesia.

      

3

ibid

4

Prof. Tim Lindsey, et all, edt., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar Bandung, P.T Alumni, 2006, hal.186.


(11)

Perusahaan ini mulai beroperasi dengan diluncurkannya Pulsar 180 pada bulan Nopember 2006, Bajaj Auto Indonesia saat ini mempunyai kantor yang berbadan hukum di Jakarta dan pabrik perakitan di Cikarang (Bekasi) dan mempunyai lebih dari 140 Dealer 3S yang menjual Bajaj Pulsar 135, Bajaj Pulsar 180 dan Bajaj Pulsar 220 dengan jaringan pelayanan yang tangguh dan para mekanik yang terlatih. Suku cadang Bajaj yang asli juga tersedia dan mudah didapat melalui jaringan pelayanan tersebut.5 Namun, pada kenyataannya hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.

Setiap perusahaan yang bergerak dibidang produksi pasti butuh hak eksklusif terhadap produknya, untuk memperolehnya maka harus dimohonkan Patennya yang tentunya sangat berguna dalam persaingan pasar. Menurut Rachmadi Usman, S.H. pengertian perusahaan adalah tidak jauh beda dengan yang dirumuskan dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan yaitu setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang didirikan. Bekerja dan berkedudukan di sekitar wilayah Republik Indonesia yang bertujuan untuk memperoleh laba.6

Permohonan paten oleh perusahaan Bajaaj tersebut ditolak di Indonesia, dikarenakan objek yang dimohonkan patennya dianggap tidak memiliki langkah kebaharuan (inventif) oleh Direktorat Jenderal HKI setelah dilakukannya

      

5

---, BAI profile, diakses, 22-10-2013. http://www.bajaj-indonesia.com/en/our-profile/

6


(12)

pemeriksaan substantive, dengan menggunakan dokumen paten Honda sebagai dokumen pembanding.

Permohonan paten terhadap teknologi mesin kebanggaan India tersebut, menimbulkan permasalahan yang panjang dikarenakan pihak Bajaaj merasa tidak puas dan keberatan atas keputusan Direktorat Jenderal HKI, bahkan sampai menuju jalur hukum mulai dari gugatan terhadap Komisi Banding Paten ke pengadilan negeri, hingga sampai tahapan Kasasi ke Mahkamah Agung, dikarenakan sangat pentingnya paten tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik memilih judul “Analisis Yuridis Penolakan Paten Terkait dengan Penyempurnaan Invensi (Studi Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/PDT. SUS/2011)”

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana batasan invensi yang dapat di daftarkan di Indonesia? 2. Bagaimana keterkaitan antar inventor dalam suatu temuan?

3. Bagaimana penolakan terhadap pendaftaran paten terkait dengan penyempurnaan invensi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/PDT. SUS/2011?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui batasan invensi yang dapat di daftarkan di Indonesia. b. Untuk mengetahui keterkaitan antar inventor dalam suatu temuan.


(13)

c. Untuk mengetahui penolakan terhadap pendaftaran invensi dalam kasus putusan Mahkamah Agung

2. Manfaat penelitian

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan data kepada peneliti lainnya.

b. Secara praktis substansi, hasil penelitian skripsi ini diharapkan mampu menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan serta organisasi yang menghimpun para pemegang lisensi paten dalam membuat kerangka acuan sebagai pedoman dalam membuat perjanjian yang berhubungan dengan perjanjian lisensi paten dan alih teknologi substabsi paten.

D. Keaslian Judul

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, di perpustakaan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Penolakan Pendaftaran Paten Terkait dengan Penyempurnaan Invensi (studi kasus pada putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/Pdt. Sus/2011)” belum ada seperti yang penulis buat. Penelitian ini yang terkait dengan paten sistem mesin satu silinder dua busi ini ditulis dengan objektif, ilmiah, melalui pemikiran, referensi, serta buku-buku dan sarana lain yang dapat memberikan informasi yang akurat. Dan juga bukan merupakan jiplakan ataupun sudah pernah dibuat terlebih dahulu oleh orang lain.


(14)

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian paten

Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disingkat dengan istilah HKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis yang diatur dalam pasal 1.2 yang menyatakan bahwa HKI terdiri dari:

1) Hak Cipta dan Hak Terkait. 2) Merek Dagang.

3) Indikasi Geografis. 4) Desain Industri. 5) Paten.

6) Tata Letak Sirkuit Terpadu. 7) Perlindungan Informasi Rahasia.

8) Kontrol terhadap Praktek persaingan usaha tidak sehat dalam perjanjian lisensi.7

Dengan kata lain HKI adalah hal yang merupakan memiliki nilai ekonomis, Sehingga sangat penting untuk membuat pengaturan mengenai HKI tersebut. HKI berhubungan sangat erat dengan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh subjek HKI dengan dijaminnya dan diaturnya masalah HKI maka akan membuat subjeknya merasa aman atas kekayaan intelektual miliknya atas pembajakan ataupun tindakan yang dapat merugikan.

Dalam pengenalan jenis HKI diatas pada dasarnya berawal pada konvensi pembentukan WIPO (The World Intellectual Property Organization).

      

7


(15)

WIPO adalah badan khusus PBB yang dibentuk dengan tujuan untuk mengadminstrasikan perjanjian/persetujuan multilateral mengenai HKI. Indonesia merupakan anggota WIPO dan turut meratfikasi konvensi tersebut pada tahun 1979.

WIPO, adalah sebuah kegiatan yang pada akhirnya bertujuan untuk mematenkan suatu penemuan pada intinya dibagi menjadi dua asas atau kegiatan utama sebagai berikut:

1. To Exploit atau exploiting; yaitu melaksanakan suatu atau lebih aktivitas berikut ini;

a. Paten proses yang diperinci secara garis besar sebagai berikut: 1) Menggunakan proses (to use);

2) Mengimpor produk yang dihasilkan melalui proses tersebut. b. Paten produk yang diperinci secara garis besar sebagai berikut:

1) Membuat produk (to make)

2) Menggunakan/memanfaatkan produk (to use) 3) Mengimpor produk (to import)

2. To Work (working), yang diartikan melaksanakan;

a. Dalam hal paten proses; menggunakan proses (to use) b. Dalam hal paten produk; membuat ptoduk ( to make)8

Kegiatan dalam ruang lingkup to exploi dan to work itulah yang disebut sebagai hak melaksanakan paten. Khusus mengenai to work WIPO telah memberi pengertian bahwa to work diartikan sebagai kegiatan pemegang paten

      

8


(16)

itu di dalam negei selama waktu tertentu.9 Maka jelas bahwa pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, antara lain dalam bentuk membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, dan menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk/barang yang diberi paten.

Menurut Paris Convention for the Protection of industrial property, yang dikenal sebagai konvensi Paris, Adapun pengaturan mengenai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual menurut Article 1 Paris Convention for the Protection of industrial property adalah The protection of industrial property has as its object patent, utility models, industrial design, trademark, service mark, trade names. Indication of source or appellations of origin, and the repression of unfair,10Bahwasanya adapun pengaturan perlindungan HKI menurut artikel 1 konvensi paris adalah terhadap Paten, Paten Sederhana, Disain Industry, Merk, Nama Produk, indikasi dari suatu sumber daya, atau

Prinsip dasar dalam paten adalah paten dapat diberikan pada invensi yang mengandung langkah infentif, dan disebut mengandung langkah inventif apabila invensi tersebut mengandung langkah yang tidak terduga oleh ahli dibidangnya, setelah memperhatikan keahlian yang telah ada pada saat paten diajukan.11

Indonesia mengenal semasa dalam penjajahan Belanda, yaitu waktu diberlakukannya octroiwet 1910. No. 33 yis S. 11- 33. S. 22 – 54 yang ,mulai

      

9

ibid

10

---, Himpunan Konvensi, Ratifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial MAHKAMAH AGUNG R.I., 1998.

11

Suyud Margono dan Amir Angkasa. Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Jakarta : Grasindo, 2003, hal 24.


(17)

berlaku 1 juli 1912, setelah itu Indonesia merdeka dan tidak lagi memberlakukan Undang-Undang Octroi ini, dikarenakan tidak sesuai dengan suasana Negara yang berdaulat.12

Istilah paten bermula dari bahasa Latin yang berarti dibuka dan berlawanan dengan Latent yang berarti terselubung, oleh karenanya bahwa suatu penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka untuk diketahui oleh umum.13 Dengan terbuka tersebut tidak berarti setiap orang bisa mempraktikan penemuan bisa didayagunakan oleh orang lain. Baru setelah habis masa perlindungan patennya penemuan tersebut menjadi milik umum (public domain), pada saat inilah benar-benar terbuka. Dengan terbukanya suatu penemuan yang baru, memberi informasi yang diperlukan bagi pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan penemuan tersebut dan untuk memberi petunjuk kepada mereka yang berminat dalam mengeksploitasi penemuan itu. 14

Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dengan demikian paten adalah hak istimewa (eksklusif) yang diberikan kepada seorang penemu (inventor) atas hasil penemuan (invention) yang dilakukan di bidang teknologi, baik yang berbentuk produk atau proses saja, atas dasar hak istimewa tersebut, orang lain dilarang untuk mendayagunakan hasil penemuannya terkecuali atas izinnya atau penemu sendiri melaksanakan hasil penemuannya.

Hak istimewa ini diberikan untuk jangka waktu tertentu, setelah itu hasil penemuannya menjadi milik umum. Dengan demikian setiap hasil penemuan

      

12

Muhamad Djumhana dan, R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan, Prakteknya di Indonesia), Bandung, PT. Citra Aditya Bakti 2003, hal.110.

13

Prof. Tim Lindsey, et all, edt., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, P.T. Alumni, 2006, hal.183.

14 Ibid.


(18)

yang telah dipatenkan, penemuannya atau mendayagaunakan hasil temuannya tersebut. Paten diberikan atas dasar permohonan yang dimohonkan oleh pemohon,dan apabila paten tersebut diterima diwajibkan oleh pemegangnya untuk melaksanakan patennya tersebut. Bagi penemu diberikannya suatu hak perlindungan terhadap penemuannya ini atau dapat kita sebut dengan istilah monopoli dapat dianggap sebagai suatu penghargaan bagi ide intelektualnya.

Pasal 1 angka 1 UU Paten menyatakan bahwa hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.15

Hak eksklusif adalah hak yang mendasari pemegang paten untuk untuk memproduksi, menggunakan, menjual, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penjualan barang tersebut.16

Adapun pengertian paten dalam UU Paten, sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Paten Tahun 1997 yaitu hak eksklusif yang diberi oleh negara terhadap inventor atas invensinya di bidang teknologi dalam jangka waktu yang tertentuuntuk dapat melaksanakan penemuannya secara sendiri, atau orang lain yang mendapatkan izin dari inventor. dan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Paten Tahun 1997 yang menyatakan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang

      

15

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten

16

Drs. Muhamad Djumhana dan, R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual(Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2003, hal.116.


(19)

teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi.17

Penemuan yang diatur atau dilindungi paten atau tepatnya objek perlindungan dari paten/ berbeda dengan objek hak cipta, maka objek dari paten seperti telah dijelaskan di atas, adalah penemuan-penemuan yang bersifat:

a. Bersifat baru (novelty) penemuan tersebut bukan merupakan bagian dari penemuan terdahulu atau penemuan yang telah ada sebelumnya;

b. Langkah inventif (inventive step);

c. Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicability) 2. Jenis-jenis paten

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kaidah-kaidah internasional juga UU Paten membagi paten ke dalam dua bagian yaitu paten proses dan paten produk dalam hal pelaksanaan paten. Tetapi dari bentuk penemuan yang dipatenkan, paten dapat dibagi sebagai berikut:

a. Paten Sederhana (Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 104 sampai dengan Pasal 108 UU Paten.

b. Paten Biasa yang sesungguhnya adalah paten yang sedang dibicarakan. Maka sesuai kaidah-kaidah internasional dan UU Paten dikenal atau ditulis paten saja.18

Paten sederhana muncul karena mengingat banyaknya penemuan atau teknologi yang mempunyai nilai kegunaan paraktis, baik dalam produk, alat penemuan maupun dalam hal pelaksanaanya setelah menjadi suatu produk

      

17

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten.

18

Drs. Muhamad Djumhana dan, R Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2003, hal.122.


(20)

Paten diberikan terhadap karya atau ide penemuan (invensi) dibidang teknologi, yang berupa produk ataupun proses, kemudian bila didayagunakan akan mendapatkan manfaat ekonomi. Inilah yang dasar bahwa paten mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang diberikanpun tidak secara otomatis, harus ada permohonan sebelumnya.

Ciri khas Invensi yang dapat dipatenkan adalah adanya kandungan pengetahuan yang sitematis, yang dapat dikomunikasikan, dan dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah atau kebutuhan manusia yang timbul dalam industri, pertanian atau perdagangan. Berarti pengertian teknologi disini adalah pengetahuan yang sistematis, artinya terorganisasi dan dapat memberikan penyelesaian masalah. 19

Pengetahuan itu harus dalam bentuk tulisan atau dalam pemikiran dan harus diungkapkan atau dapat diungkapkan sehingga dapat di ketahui dan dimengerti oleh orang lain. Serta pengetahuan itu dapat memberikan manfaat pada industri, pertanian atau perdagangan. Pengatahuan tidak hanya berupa menciptakan suatu produk belaka, tetapi bisa saja proses tetapi proses yang berkaitan dengan teknologi, artinya penemuannya dapat dipatenkan tidak harus merupakan hasil produk namun dapat berupa proses.

Hak paten bersifat khusus, karena hanya diberikan kepada penemu untuk melaksanakan sendiri penemuannya atau untuk memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakan penemuannya. Ini berarti orang lain hanya mungkin menggunakan penemuan tersebut kalau ada persetujuan atau ijin dari

      

19

Suyud Margono dan Amir Angkasa. Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Jakarta : Grasindo, 2003, hal 24.


(21)

penemu selaku pemilik hak. Dengan perkataan lain, kekhususan tersebut terletak pada sifatnya yang mengecualikan orang selain penemu selaku pemilik hak dari kemungkinan untuk menggunakan atau melaksanakan penemuan tersebut, sifat seperti itulah dikatakan eksklusif.

3. Prinsip dasar paten

Terdapat prinsip dasar dalam perolehan paten Adapun prinsip-prinsip dasar paten dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Paten merupakan hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri temuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya (UU No.6 Tahun 1989). 20 Karena hak khusus ini pula pada awalnya paten, seperti halnya hak cipta, sering dianggap sebagai bagian dari paham individualisme.

b. Paten diberikan negara berdasarkan permohonan Permintaan paten diajukan oleh penemu atau calon pemegang paten berupa permintaan pendaftaran ke kantor paten. Bila tidak ada permintaan maka tidak ada paten. Hanya penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu yang berhak memperoleh paten.

c. Paten diberikan untuk satu penemuan; Setiap permintaan paten hanya untuk satu penemuan atau tepatnya satu penemuan tidak dapat dimintakan lebih dari satu paten.

      

20

Drs. Normin S. Pakpahan, et all, edt., Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Jakarta, Proyek ELIPS, 2000, hal.126.


(22)

d. Penemuan harus baru, langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Penemuan tersebut dapat berupa proses maupun produk yang dipatenkan

e. Paten dapat dialihkan; seperti halnya hak cipta dan hak milik perseorangan lainnya paten juga dapat dialihkan kepada orang atau pihak lain, yang menurut Pasal 66 UU Paten paten dapat beralih untuk selruhnya ataupun sebagian. Pengalihan itu misalnya karena:

1) Pewarisan, hibah, wasiat; pengalihan yang berlangsung untuk seluruhnya harus disertai dengan dokumen paten serta hak-hak lain yang berkaitan dengan paten itu

2) Perjanjian; harus dibuat dalam bentuk akta notaris

3) Karena sebab-sebab lain yang ditentukan oleh undang-undang. f. Paten dapat dibatalkan dan dapat batal demi hukum; Paten yang telah

diberikan terhadap suatu penemuan dapat dibatalkan berdasarkan pengajuan gugatan, baik oleh pihak-pihak tertentu lain melalui Pengadilan Niaga maupun oleh pihak-pihak tertentu karena hal-hal tertentu, seperti yang diatur dalam Pasal 91 UU Paten. Selain itu paten dapat dinyatakan batal demi hukum oleh kantor paten apabila pemegang paten tidak memenuhi kewajibannya membayar biaya-biaya tahunan dalam jayat waktu yang telah ditentukan Pasal 88 UU Paten.

g. Paten berkaitan dengan kepentingan umum; Pasal 75 UU Paten menentukan bahwa apabila:


(23)

1) Pemegang paten tidak melaksanakan paten (baca penemuan yang diberi paten) tersebut atau tidak dalam hal sewajarnya selama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal pemberian paten (jo Pasal 17 ayat (1) UU Paten yang menentukan bahwa pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang diberikan opaten di wilayah Indonesia).

2) Juga apabila paten telah dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang paten atau pemegang lisensi dalam hal lisensi wajib tetapi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat; maka akan diberikan sanksi berupa pemberian lisensi wajib kepada orang/phak lain untuk melaksanakan paten tersebut. Hal ini berarti pemegang paten selain mempunyai hak juga mempunyai kewajiban untuk melaksanakan patennya supaya produk tersebut dapat memasyarakat. Pasal 5 ayat (2) Konvensi Paris menentukan bahwa pemegang paten wajib mengekpliotasi patennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara tempat ia mengimpor penemuan patennya21. Hal ini berati bahwa pemegang paten wajib mengekploitasi patennya (dalam hal paten impor).

3) Paten mensyaratkan kewajiban umum bagi pemegang paten; Dari isi Pasal 17 ayat (1) UU Paten di atas, terlihat jelas bahwa pemegang paten juga mempunyai kewajiban hukum selain tentunya hak.22 Contoh bentuk kewajiban pemegang paten lainnya adalah pemegang

      

21

Ibid, hal 18

22


(24)

paten wajib membayar biaya paten tahunan dalam jayat waktu tertentu dan apabila ia tidak memenuhi kewajiban ini maka diberi sanksi, yaitu dinyatakan batal demi hukum oleh kantor paten Pasal 88 UU Paten.

h. Paten berkaitan dengan kepentingan nasional; Paten sangat berkaitan erat dengan bidang teknologi, yang menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan masa depan bangsa dan negara. Untuk itu negara mempunyai peran yang luas dan penting untuk mengatur npaten, salah

satu satunya melalui peraturan perundang-undangan. Pasal 17 UU Paten mengenai hak pemegang paten untuk melaksanakan paten sesungguhnya dapat dilihat dari dua sudut kepentingan, yaitu hak pemegang paten itu sendiri dan kepentingan nasional atau pemerintah sebagai pembuat peraturan. Pasal 71 UU Paten memuat ketentuan mengenai pelarangan pencantuman atau pemuatan dalam suatu perjanjian paten hal-hal yang dapat merugikan kepenrtingan nasional atau membatasi kemampuan Indonesia untuk menguasai teknologi. 4. Permohonan paten

Paten hanya dapat diperoleh dengan cara Permohonan, yaitu dengan cara memohonkan invensi yang ingin diperoleh Patennya ke Ditjend Hak Kekayaan intelektual yang selanjutnya disingkat dengan istilah DitJend HKI23. Dalam pendaftaran tersebut memiliki prosedur, mulai dari tata cara permohonan dan syarat yang harus dipenuhi dalam Pendaftaran Paten .

      

23


(25)

Dalam pendaftaran dengan Hak Prioritas diatur secara khusus pada Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten pada pasal yang ke 27, yaitu : 1. Pendaftaran Menggunakan Hak prioritas sebagaimana diatur dalam Paris

Convention for the Protection of Industri Property yang mengatur tentang jangka waktu dan tata cara dalam mengajukan pendaftaran.

2. Pendaftaran yang mengunakan permohonan dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas, yang disahkan oleh pejabat berwenang.

3. Apabila point pertama dan kedua tidak dipenuhi maka permohonan tidak bisa diajukan dengan menggunakan Hak prioritas.24

Serta dalam pendaftaran Paten; Paten hanya dapat diajukan untuk satu invensi ataupun beberapa invensi yang menjadi satu kesatuann invensi. Hanya dapatdiajukan untuk satu invensi maksudnya adalah tidak boleh ada dua Paten dengan invensi yang sama, dan apabila dipatenkan oleh lebih dari satu invensi haruslah dijadikan menjadi satu kesatuan invensi.

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi penelitian

Dalam penulisan ilmiah terdapat bermacam ragam jenis penelitian, dari berbagai jenis penelitian, penelitian hukum yang paling popular dikenal adalah:

      

24


(26)

1. Penelitian hukum normatif, atau penelitian hukum kepustakaan dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau hanya menggunakan data sekunder yang biasa

2. Penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh di lapangan selain juga meneliti data sekunder dari perpustakaan.

Penelitian hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, pada penelitian ini, sering sekali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang

dikonsepsikan sebagai kaidah ataupun norma yang menjadi patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas.

Penelitian hukum normative adalah kegiatan untuk menjelaskan hokum tidak diperlukan dukungan data, atau fakta-fakta social, sebab ilmu hokum normative tidak mengenal data atau fakta social yang dikenal hanya bahan hokum, jadi untuk menjelaskan hokum atau untuk mencari makna dan member nilai akan hokum dan langkah-langkah yang ditempuh adalah langkah

normative. 25

2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian adalah sumber darimana data tersebut diperoleh. Sumber data dalam penelitian dibagi menjadi dua yaitu:

      

25

. Law Is My way, Penelitian atau pengkajian Ilmu Hukum Normatif,

http://lawismyway.blogspot.com/2011/01/penelitian-atau-pengkajian-ilmu-hukum.html?m=1, diakses. 22-10-2013,


(27)

a. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, diskusi terfokus (focus grup discussion – FGD)dan penyebaran kuesioner.26 b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti

dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.27

Dalam melaksanakan penelitian ini , perlu ditegaskan alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian. Dalam penelitian dipergunakan tiga alat pengumpulan data yaitu:

1. Bahan hukum primer (bahan hukum yang mengikat secara umum) yang terdiri dari:

a. Norma dasar atau kaidah dasar dalam pembukaan (preambule) UUD 1945;

b. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. c. Undang-undang No 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.

      

26

Cahya Suryana, data dan jenis data penelitian,

http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenis-data-penelitian/. diakses 22-10-2013. 27


(28)

d. Konvensi-konvensi internasional di bidang hak asasi manusia. e. Yurisprudensi yang ada hubunganya dengan pelanggaran hak asasi manusia.

b. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberi Penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti berbagai bahan kepustakaan berupa buku, majalah, hasil penelitian, makalah dalam seminar, dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.Bahan hukum Tertier

Yaitu Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang mana terdiri

a.Kamus hukum

b.Kamus bahasa Indonesia c.Kamus bahasa inggris

d. Artikel artikel dan laporan dari media massa ( surat kabar , jurnal hukum, majalah dan lain sebagainya ).28

3. Analisis data

Analisis data adalah kegiatan mengatur, mengelompokkan, mengurutkan, member tanda dan mengategorikan data sehingga dapat ditemukan dalam bentuk hipotesis berdasarkan data yang diperoleh.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analaisis data secara Kualitatif, dimana data yang diperoleh adalah dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam.

      

28

Riesta D Newbie, tiga jenis bahan hokum data sekunder,


(29)

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang dipergunakan pada penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, , metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II BATASAN INVENSI YANG DAPAT DI MOHONKAN

PATENNYA DI INDONESIA

Bab ini membahas tentang pengertian invensi klasifikasi paten dan invensi yang dapat di daftarkan di Indonesia serta syarat dan prosedur dalam permohonan paten.

BAB III KETERKAITAN ANTAR INVENTOR DALAM SUATU

TEMUAN

Berisikan tentang hak-hak inventor atas invensinya, pengembangan invensi dan hak-hak inventor yang baru dan prosedur dan syarat mengajukan paten.

BAB IV PENOLAKAN TERHADAP PENDAFTARAN PATEN

TERKAIT DENGAN PENYEMPURNAAN INVENSI

DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 802 K/PDT. SUS/2011

Bab ini akan membahas tentang akibat Hukum penolakan pendaftaran paten terkait dengan penyempurnaan invensi dan upaya hukum yang dilakukan oleh pihak Bajaj terhadap penolakan pendaftaran paten terkait dengan penyempurnaan


(30)

invensi dan analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 802 K/Pdt. Sus/2011

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian akhir ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan


(31)

BAB II

BATASAN INVENSI YANG DAPAT DI MOHONKAN PATENNYA DI INDONESIA

A. Pengertian Invensi

Invensi menurut pengertian katanya merupakan suatu penciptaan yang menurut Dr. Soelistyo, S.H. LLM. adalah suatu wujud nyata dari suatu ciptaan, yang mengandung makna dapat dibaca, didengar, atau dilihat sesuai dengan bentuk ciptaannya.29 Menurut UU Paten Pasal 1 angka 2 invensi adalah ide dari inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan terhadap suatu produk ataupun proses.30

Invensi merupakan ide yang lahir dari proses intelektualitas inventor yang membuahkan hasil dalam bentuk benda materil yang dapat diterapkan dalam proses industri.31 Istilah invensi digunakan untuk penemuan dan istilah inventor digunakan untuk penemu. Istilah penemuan diubah menjadi invensi, dengan alasan istilah invensi berasal dari invention yang secara khusus digunakan dalam kaitannya dengan paten. Dengan ungkapan lain, istilah invensi jauh lebih tepat bila dibandingkan penemuan, karena penemuan memiliki banyak sekali arti dalam katanya, dapat saja diartikan sebagai mendapatkan, menghasilkan sesuatu yang bhilang, jika dilihat dalam bahasa lain contohnya bahasa Inggris juga dikenal pengertian penemuan dalam kata to discover, to find,

      

29

Dr. Henry Soelistyo, S.h. LL.M, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hal 51.

30

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

31


(32)

dan to get serta dibandingkan dengan kata invensi atau Invention, kata to get, to find & to discover ini sangatlah berbeda maknanya dengan kata to invent, kata

to get, to discover dan to find berarti menemukan sesuatu, sesuatu dapat berarti banyak baik penemuan, dan hal yang hilang, namun pada kata to invent yang berasal dari kata invention yang bermakna sebagai kegiatan pemecahan masalah dibidang teknologi yang dapat berupa proses, atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi .32

Ada beberapa pendapat sarjana mengenai pengertian invensi, yaitu

pertama, Soekardo, yang mengatakan bahwa pendapatan (invensi) adalah suatu hasil baru yang secara praktek dapat digunakan buat perindustrian. 33 Bidang perindustrian diartikan seluas-luasnya, termasuk pula hasil perkembangan teknologi di bidang pertanian, misalnya mesin-mesin potong, bajak dan sebagainya. Kedua, Woerjati, beberapa istilah yang digunakan mengenai istilah uitvinding, invention yang dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai “penemuan”. 34

Suatu invensi harus mengandung unsur langkah inventif, baik itu temuan baru maupun pengembangan dari temuan yang telah ada sebelumnya. Hal ini yang memaksa inventor untuk terus mengembangkan dan menemukan, serta menuntut infentor untuk berfikir kreatif dalam menemukan suatu invensi, sehingga suatu invensi memiliki mutu atau kualitas yang bagus yang bernilai tinggi.

      

32

Drs. Mormin S.Pakpahan, et all, edt., Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Jakarta, Proyek ELIPS, 2000, hal. 90.

33

Soekardono, Pidato Presiden Republik Indonesia.

34


(33)

Adapun unsur lain yang harus dipenuhi dalam paten yaitu, unsur teknologi dan industry, dikarenakan invensi yang dapat dipatenkan harus dapat diterapkan dalam bidang teknologi dan dapat diterapkan dalam industry.

Invensi adalah suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah serta dapat dipergunakan untuk menyempurnakan atau memperbarui ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada35. Dari ketentuan Pasal 6 UU Paten, diketahui bahwa paten sederhana diperuntukkan bagi invensi yang berbentuk produk atau alat yang sederhana dan memiliki nilai praktis dari pada invensi sebelumnya.

B. Jenis dan Pengertian Paten

Istilah Paten yang dipakai saat ini dalam peraturan hukum di indonesia adalah untuk menggantikan hak octrooi yang berasal dari bahasa Belanda. Istilah Paten diserap dari bahasa Inggris yaitu Patent di Prancis dan Belgia dengan pengertian yang sama Paten dikenal dengan istilah brevet de inventoir36

Dalam bahasa latin Paten (Patent) atau yang terbuka adalah lawan kata dari Laten (Latent) atau yang terselubung, arti kata terbuka dalam paten adalah berkaitan dengan invensi yang dimintakan paten, Semua rahasia yang berkaitan dengan invensi harus diurakan dalam sebuah dkumen yang disebut spesifikasi paten yang dilampirkan bersamaan dengan permohonan paten.37

      

35

Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

36

Drs. Djumhanna,Muhamad, R.Djubaedillah, S.H., Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, Dan prakteknya di Indonesia, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti 2003, Hal 116.

37

Prof. Tim Lindsey, et all, edt., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: PT. Alumni, 2006, Hal 183.


(34)

Menurut Sumantoro dengan meningkatnya pembangunan, kebutuhan teknologi makin terasa. Paten merupakan pengakuan atas penemuan yang sangat erat dengan perkembangan teknologi. Meningkatnya hubungan ekonomi melampaui batas-batas Negara membawa aliran modal asing yang membawa pula, meningkatnya aliran teknologi. Teknologi mempunyai nilai, karenanya untuk mendapatkannya diperlukan biaya.38

Menurut Pengertian Pasal 1 Ayat 1 UU Paten, Paten ialah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk slama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.39

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya,

Dengan kata lain paten memiliki 2 unsur yaitu:

1. Hak Khusus yang diberikan Negara kepada penemu ( yaiu pemegang paten).

2. Untuk melaksanakan:

a. (melaksanakan) sendiri penemuan tersebut: dalam literature kegiatan ini, diistilahkan sebagai paten proses’ yaitu berupa hak penemu menggunakan proses produksi (production procces)

      

38

Sumantoro, Hukum Ekonomi, Jakarta: UI Press 1986, Hal 104.

39


(35)

b. Atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakan; dalam literature kegiatan ini diistilahkan sebagai paten produk yaitu berupa hak penemu misalnya hak menjual, mengimpor, menyewakan, dan sebagainya hasil produksi (product) yang memberi paten.40

Terdapat kesamaan antara hak eksklusif dan hak milik dimana menurut Pasal 570 “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaandengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan Undang-Undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak untuk menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain;kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi”.41

Menurut Kartini Muljadi dengan dikuasainya suatu benda berdasarkan hak milik, maka seorang pemegang hak milik diberikan kewenangan untuk menguasainya secara tentram dan untuk mempertahankannya terhadap siapapun yang bermaksud untuk mengganggu ketentramannya dalam menguasai, memanfaatkan, serta mempergunakan hak milik tersebut. 42

Hak esklusif adalah hak yang dipergunakan oleh pemegang paten tersebut untuk melaksanakan serta melarang pihak lain untuk mempergunakan patennya tanpa adanya persetujuan dari pemegang paten. Adapun hak tersebut mengatur mengenai:

1. Pembuatan paten.

      

40

Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Bandung: Nuansa Aulia, 2010.

41

Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

42

Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik dalam sudut pandang KUHPerdata, Jakarta: Kencana 2004, Hal 131


(36)

Pemegang paten berhak atas pembuatan paten, dengan demikian pihak lain dilarang untuk membuat suatu objek yang telah dipatenkan tanpa ada persetujuan oleh pemegang patennya.

2. Penggunaan paten.

Pihak lain tidak diperbolehkan menggunakan paten miilik orang lain, tanpa ada persetujuan dari pemilik paten, sebaliknya pemilik paten juga memiliki hak untuk membirikan izin ataupun melarang orang lain untuk mempergunakan patennya.

3. Penjualan paten

Penjualan paten adalah bukan menjual hakdaripada paten tersebut, tapi menjual suatu objek yang telah dipatenkan orang lain tanpa persetujuan pemegang patennya.

4. Pengimporan paten.

Pengimporan paten adalah khususnya mengenai paten proses, yaitu menggunakan prosses yang di patenkan orang lain ke dalam wilayah pihak yang mempergunakan paten tersebut

5. Penyewaan paten

Pihak pemegang paten berhak untuk melarang dan melaksanakan kegiatan penyewaan objek yang dipatenkannya, sebaliknya pihak lain haruslah memintakan izin untuk melaksanakan penyewaan objek yang telah dipatenkan.

Dikarenakan pada paten umumnya terdapat suatu hal yang dirahasiakan dan dapat dikatakan bagian dari rahasia dagang menurut Ahmad M


(37)

Ramli Rahasia dagang didefenisikan sebgai informasi termasuk rumus, pola-pola, kompilasi, program, metoda, teknik, ataupun proses yang menghasilkan nilai ekonomis secara mandiri, nyata dan potensial.43 6. Penyerahan paten.

7. Penyediaan paten untuk di serahkan produk yang diberi paten.44

Terdapat dua macam paten yang terdapat dalam UU Paten yaitu:

1. Paten biasa.

Paten biasa adalah Paten yang diberikan Negara kepada investor atas invensinya dibidang teknologi. Dalam paten biasa objek patennya bukan hanya produk saja, tetapi juga proses. Produk adalah suatu bentuk yang dihasilkan dari suatu proses, sedangkan proses adalah suatu tahapan dalam menghasilkan suatu produk.

2. Paten sederhana

Paten sederhana adalah paten yang diberikan oleh Negara terhadap suatu invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai kegunaan praktis disebabkan karena:

1) Bentuk 2) Konfigurasi

3) Konstruksi, Ataupun komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk sederhana.45

      

43

Dr. Ahmad Ramli, Perlindungan Rahasia Dagang dalam UU No. 30/2000 dan Perbandingannya dengan Beberapa Negara, Bandung: Mandar Maju, 2001.

44

Penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

45


(38)

Adapun penggolongan paten lainnya yang semata-mata untuk memudahkan pengaturannya, adapun jenis-jenis paten adalah:

1. Paten yang berdiri sendiri, tidak bergantung pada paten lain.

2. Paten yang terkait dengan paten lainnya ( dependent patent).

Keterkaitan ini bisa terjadi bila ada hubungan lisensi biasa maupun lisensi wajib dengan paten yang lainnya dan paten tersebut dalam bisang yang berlainan. Sedangkan bila kedua paten tersebut dalam bidang yang sama, penyelesaiannya diusahakan dengan saling memberikan lisensi atau lisensi timbale balik (cross lisence)

3. Paten tambahan atau paten perbaikan. Patenini merupakan suatu tambahan atau suatu perbaikan dari paten sebelumnya, atau tambahan dari penemuan yang asli.

4. Paten impor atau paten konfirnmasi atau paten revalidasi paten ini bersifat khusus karena dikenal di luar negeri.46

Indonesia hanya mengenal 2 jenis paten berdasarkan ketentuan perundang-undangannya yaitu:

1. Jenis paten biasa 2. Jenis paten sederhana.47

      

46

Muhamad Djumhana dan, R.Djubaedillah, Hak Milik Intellektual(Sejarah, Teori, Prakteknya di Indonesia), Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2003, hal.122.

47


(39)

Dalam segi permohonannya, terdapat perbedaan dalam segi perolehan paten biasa dan paten sederhana, adapun perbedaan perolehan tersebut antara lain:

1. Permohonan pemeriksaan subtantif atas paten sederhana dapat dilakukan bersamaan pengajuan permohonan atau paling lama enam bulan terhitung sejak tanggal penerimaan.

2. Dalam memeriksa pemeriksaan subtantif Ditjen HKI hanya memeriksa kebaharuan saja, yaitu dengan melihat tanggal penerimaan invensi yang dipatenkan dengan teknologi yang sebelumnya telah dipatenkan. Sesuai dengan Pasal 3 UU Paten.48

C. Invensi yang Dapat Dimohonkan Patennya di Indonesia Invensi yang dapat diberikan paten (hak eksklusif) adalah:

1. Invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.

2. Invensi yang pada saat tanggal penerimaan tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.

Ada pendapat sarjana mengenai invensi yang dapat diberikan paten, yaitu menurut sarjana Woerjati. bahwa paten dapat diberikan terhadap:

1. Penemuan yang baru (penemuan dalam arti pendapatan)

2. Pendapatan itu harus merupakan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi

      

48


(40)

3. Penemuan itu harus dapat dilaksanakan di bidang industri. 49

Pengaturan mengenai invensi dalam permohonan paten dapat dilihat di UU Paten yang terdapat pada Pasal 2 ayat 1 dan 2 yaitu paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri. Suatu invensi mengandung langkah inventif apabila invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. Permohonan adalah permohonan paten yang duajukan terhadap Ditjend.50

Undang-Undang Paten dengan jelas menyebutkan paten diberikan untuk penemuan baru mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri Pasal 2 ayat (1). Suatu penemuan mengandung langkah inventif, jika penemuan tersebut bagi seorang yang mempunyai keakhlian bisa mengenai teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya Pasal 2 ayat (2)51.

Adapun salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam menentukan kebaharuan dari suatu temuan adalah dengan cara silogisme yaitu dengan menggunakan silogisme kategorial menariknya kedalam bentuk suatu premis dengan menggunakan rumusan secara negatif , rumusan secara negatif yang dimaksudkan oleh penulis adalah apabila kedua premis bersifat negatif maka temuan tersebut merupakan mengandung unsur kebaharuan, dikarenakan tidak

      

49

Woerjati, Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta Rineka Cipta, 2000, hal.11.

50

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

51


(41)

ada mata rantai yang menghubungkan kedua premisnya.52 yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Suatu penemuan dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan paten tersebut tidak sama atau tidak merupakan bagian dari penemuan terdahulu; 2. Penemuan terdahulu adalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

penemuan yang pada saat atau sebelum : a. Tanggal pengajuan permintaan paten, atau

b. Tanggal penerimaan permintaan paten dengan hak prioritas, apabila permintaan paten diajukan dengan hak prioritas, telah diumumkan Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut atau telah diumumkan di Indonesia dengan menguraikan lisan atau melalui peragaan penggunaannya atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut.53 Penerapannya dalam bidang industri merupakan syarat daripada invensi yang dapat dimohonkan patennya di Indonesia. Suatu invensi dapat diterapkan dalam industri jika invensi tersebut merupakan invensi yang berhubungan dengan bidang industri. Dalam hal setiap invensi yang berupa produk ataupun alat yang baru yang mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya dapat diperoleh perlindungan hukum berbentuk paten sederhana.

      

52

Putri Sardy Hartati, pengertian dan Macam-Macam Silogisme,

http://putrisardyoriza.blog.com/2013/03/27/pengertian-dan-macam-macam-silogisme/ diakses. 22-10-2013.

53


(42)

Syarat mendapatkan paten yakni :

1. Penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal/tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten.

2. Penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan.54

Adapun invensi yang didaftarkan patennya di Indonesia adalah merupakan invensi yang baru dan belum pernah ditemukan sebelumnya dan belum terduga sebelumnya, dengan kata lain haruslah mengandung unsur kebaharuan. Kebaharuan berdasarkan makna katanya berasal dari kata Baru yang berarti sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dan kemudian diciptakan dan tidak terduga, tidak diketahui oleh siapapun sebelumnya.

Oleh karenanya syarat yang mutlak dalam pendaftaran Paten adalah mengandung unsur kebaharuan, tidak diperbolehkan adanya kesamaan antar Invensi satu sama lainnya, dikarenakan Paten merupakan hak eksklisif yang diberikan kepada pemegangnya untuk melaksanakan Patennya dan memberikan larangan serta Lisensi kepada orang lain dalam penggunaan patennya, oleh karenanya tidaklah diperbolehkan apabila ada dua buah paten yang sama karena sangat bertentangan dengan apa itu pengertian Paten.

      

54

Hak Kekayaan Intelektual Bidang Paten, http://mitaanisaa. blogspot. com/diakses tanggal 30 Juni 2013


(43)

Paten dalam segi syarat dalam perolehannya tentu haruslah mengandung unsur kebaharuan sesuai dengan yang di diatur pada Pasal 3 dan 4 UU Paten yaitu bukan hanya mengenai aspek kebaharuannya, yang dapat di uji dalam penyesuaian dokumen pembanding yang lama dengan Invensi yang didaftarkan, dan bukan menggunakan dokumen Paten di Indonesia saja sebagai pembandingnya, namun menggunakan dokumen dari luar Indonesia, disamping itu juga mengenai pengaturan tanggal dalam permohonan, yang diatur pada Pasal 3, 4, 5, 6, dan 7 UU Paten.55

Adapun pengaturan mengenai kebaharuan paten berdasalkan tanggal penerimaannya adalah:.

1. Apabila tanggal penerimaannya tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.

2. Pengaturan tersebut berlaku terhadap teknologi yang diumumkan di Indonesia ataupun diluar Indonesia dalam suatu Tulisan, uraian lisan ataupun melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum:

1. Tanggal penerimaan, atau 2. Tanggal prioritas.

3. Teknologi yang diungkap sebelumnya sebagaimana dimaksud mencakup dokumen permohonan yang diajukan di Indonesia, serta dipublikasikan pada atau setelah tanggal penerimaan yang

      

55


(44)

pemeriksaan substansinya sedang dilakukan, tetapi tenggal penerimaan tersebut lebih awal dari pada tanggal penerimaan atau tanggal prioritas permohonan, yang secara rinci diatur dalam Pasal 3 UU Paten.56

UU Paten juga mengatur ketentuan dalam menentukan apakah suatu invensi dapat dikatakan baru atau tidak dengan sistem pengumuman. adapun pengaturan mengenai pengumuman tersebut diatur dengan ketentuan:

1. Penguman dianggap batal apabila 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaan apaabila:

a. Telah ada yang mempertunjukkan paten dalam suatu pameran internasional di Indonesia ataupun di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi.

b. Digunakan di Indonesia oleh inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. 2. Apabila 12 (dua belas) bulan sebelum tanggal penerimaan, ternyata

ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi tersebut, pengumuman tersebut dianggap tidak pernah dilakukan, yang secara jelas diatur dalam Pasal 4 UU Paten. 57

      

56

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

57

Syafrudin. s, Kompilasi Undang-Undang Bidang Hak Kekayaan Intelektuan, Medan, Pustaka bangsa press, hal.135.


(45)

Pengumuman dilakukan segera setelah 18 bulan sejak tanggal penerimaan atau segera setelah 18 bulan sejak tanggal prioritas apabila permohonan di ajukan adapun pengumuman itu dilakukan dengan menempatkan pengumuman tersebut dalam berita Resmi paten yang diterbitkan secara berkala oleh Ditjend, serta ditempatkan di sarana khusus yang dapat dilihat oleh masyarakat. 58

Apabila invensi tersebut dapat diterapkan dalam indutri dan dapat dilaksanakan dalam industri, serta terhadap invensi yang berupa produk, atau alat baru yang mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya, yang diatur secara jelas pada Pasal 5, dan Pasal 6 UU Paten.

Terdapat pula pengaturan mengenai invensi yang tidak dapat dimohonkan patennya yaitu

1. Terhadap proses ataupun produk yang pengumuman dan penggunaannya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

2. Terhadap metode perawatan, pemeriksaan, pengobatan, ataupun pembedahan yang diterapkan pada manusia ataupun hewan.

3. Terhadap teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematuika, atau semua makluk hidup terkecuali jasad renik.

      

58


(46)

4. Terhadap proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau , hewan, kecuali proses non biologis atau proses mikrobiologis, yang diatur secara jelas pada Pasal 7 UU Paten59.

Adapun sumber peraturan lain yang mengatur mengenai paten yang tidak bisa dimohonkan adalah menurut TRIPS-GATT yaitu termasuk metode untuk diagnosis, mengobati atau pembedaan untuk merawat manusia atau hewan, juga dapat dikecualikan pada tanaman dan binatang, selain mikroorganisme, proses biologis yangpenting untuk memproses produksi dari tumbuhan atau binatang, selain proses non-biologis atau mikrobiologis.60

D. Syarat dan Prosedur dalam Permohonan Paten

Proses permohonan pendaftaran paten ini dimulai dengan mengajukan permohonan paten. Pasal 20 UU Paten menyatakan bahwa paten diberikan atas dasar permohonan dan Pasal 21 UU Paten menyatakan bahwa setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi.

Dari ketentuan Pasal 20 dan 21 UU Paten ini, jelas ditentukan bahwa pemberian paten didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh inventor atau kuasanya. Artinya, tanpa adanya permohonan seseorang paten tidak akan diberikan. Permohonan paten dimaksud hanya dapat diajukan baik untuk satu

      

59

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

60

Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual Indonesia dan Perjanjian

Internasional:TRIPS, GATT, PUTARAN URUGUAY, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti 1994. Hal 35


(47)

Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan erat.61

Pada dasarnya, permohonan paten harus diajukan oleh inventor dan disertai dengan membayar biaya permohonan kepada Ditjend HKI. Dalam hal permohonan tidak diajukan oleh Inventor atau diajukan oleh pemohon yang bukan Inventor, menurut Pasal 23 UU Paten permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan dan inventor dapat meneliti surat permohonan dimaksud dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen permohonan tersebut.62

Ada dua sistem permohonan pendaftaran paten yang dikenal di dunia, yaitu sistem registrasi dan sistem ujian. Menurut sistem registrasi setiap permohonan permohonan pendaftaran paten diberi paten oleh kantor paten secara otomis. Spesifikasi dari permohonan tersebut hanya memuat uraian dan monopoli yang diminta dan tidak diberi penjelasan secara rinci. Karenanya batas-batas monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan di sidang pengadilan yang untuk pertama kali akan menetapkan luasnya monopoli yang diperbolehkan. Itu pula sebabnya paten-paten yang terdaftar menurut sistem registrasi tanpa penyelidikan dan pemeriksaan lebih dahulu dianggap bernilai rendah atau paten-paten yang memiliki status lemah.

Menurut O. K. Saidin dalam bukunya, jumlah negara yang menganut sistem registrasi sedikit sekali, antara lain Belgia, Afrika Selatan, dan Prancis.

      

61

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

62


(48)

Pada awalnya, sistem permohonan pendaftaran paten yang banyak dipakai adalah sistem registrasi. Namun karena jumlah permohonan makin lama semakin bertambah, beberapa sistem registrasi lambat laun diubah menjadi sistem ujian dengan pertimbangan bahwa paten seharusnya lebih jelas menyatakan monopoli yang dituntut dan selayaknya sejauh mungkin monopoli-monopoli yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tidak akan diberi paten. Sebuah syarat telah ditetapkan bahwa semua spesifikasi paten harus meliputi klaim-klaim yang dengan jelas menerayatn monopoli yang akan dipertahankan sehingga pihak lain secara mudah dapat mengetahui yang mana yang dilarang oleh monopoli dan yang mana yang tidak dilarang. 63

Dengan sistem ujian, seluruh instansi terkait diwajibkan untuk menguji setiap permohonan permohonan pendaftaran dan bila perlu mendesak pemohon agar mengadakan perubahan (amandement) sebelum hak atas paten tersebut diberikan. Pada umumnya ada tiga unsur (kriteria) pokok yang diuji :

1. Invensi harus memenuhi syarat-syarat untuk diberi hak atas paten menurut undang-undang yang mengatur paten.

2. Invensi baru harus mengandung sifat kebaruan.

3. Invensi harus mengandung unsur menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan (invention step) dari apa yang telah diketahui.64

Di Indonesia sendiri ketentuan tentang sistem permohonan pendaftaran paten semula merujuk pada Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1953 Nomor J. S. 5/41/4 (Berita Negara Nomor 53-69) tentang

      

63

H. OK. Saidin, S. H. , M. Hum, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. 64


(49)

Permohonan paten.65 Adapun syarat-syarat permohonan permohonan pendaftaran menurut Pengumuman Menteri Kehakiman tersebut adalah :

1. Permohonan permohonan pendaftaran paten harus disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa si pemohon dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Surat permohonan harus ditandatangani oleh si pemohon sendiri dan harus disebut dalam surat itu nama, alamat dan kebangsaan pemohon. Syarat demikian harus dipenuhi pula apabila permohonan diajukan oleh seseorang yang bertindak bagi dan atas nama pemohon selaku kuasanya;

2. Surat permohonan harus disertai :

a. Sebuah uraian dari ciptaan baru (maksudnya temuan baru dari pemohon yang dimintakan rangkap tiga 3);

b. Jika perlu sebuah gambar atau lebih dan setiap gambar harus dibuat rangkap dua 2

c. Surat kuasa, apabila permohonan diajukan oleh seorang kuasa; d. Surat pernyataan seorang kuasa yang bertempat tinggal di Indonesia; 3. Biaya-biaya yang ditentukan;

4. Keterangan tentang belum atau sudah dimintakannya hak paten di luar negeri atas permohonan yang diajukan itu dan kalau sudah dimintakannya, apakah sudah diberi hak paten di luar negeri negeri tersebut.66

      

65

Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1953 Nomor J. S. 5/41/4 (Berita Negara Nomor 53-69) tentang Permohonan Sementara Permohonan Pendaftaran Paten

66


(50)

Namun kemudian setelah keluar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989, yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, ketentuan ini disempurnakan lagi melalui UU Paten, prosedur permohonan paten sudah disebut secara rinci dan menyamai prosedur permohonan paten di negara-negara lain di seluruh dunia. Pemeriksaan paten adalah tahapan yang menentukan keputusan dapat atau tidaknya diberikan paten oleh Ditjend. Hal-hal dan langkah-langkah pemeriksaan telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan paten, sedayatn pelaksanaannya dilakukan oleh Ditjend.

Dalam berbagai literatur ditemukan istilah-istilah yang digunakan mengenai sistem permohonan pendaftaran paten antara lain adalah sistem konstitutif yang disebut juga sistem ujian (examination system). Dalam sistem konstitutif ini dikenal dua jenis sistem pemeriksaan, yaitu pemeriksaan langsung

(prompt examination system) dan pemeriksaan yang ditunda (defered examination system). 67 Kemudian sistem deklaratif yang dalam permohonan pendaftaran hanya memberi dugaan saja menurut undang-undang bahwa orang yang mendaftarkan patennya itu adalah orang yang berhak dari paten yang didaftarkan.

Undang-Undang Paten menggunakan sistem konstitutif dengan sistem pemeriksaan berupa pemeriksaan yang ditunda. Hal ini dapat dilihat dari tahap-tahap pemeriksaan, yaitu pemeriksaan substansi dilakukan setelah dipenuhi syarat-syarat administratif. Adapun syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan paten adalah:

      

67

Adisumarto Harsono, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek, Hak Milik Perindustrian (Industrial Property), Jakarta, Akademika Pressindo, 1985, hal. 32.


(51)

1. Dalam pengajuan permohonan, diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Ditjend;

2. Format permohonan harus memuat :

a. Tanggal, bulan, dan tahun permohonan; b. Alamat lengkap dan alamat jelas pemohon; c. Nama lengkap dan kewarganegaraan inventor;

d. Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;

e. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan oleh kuasa; f. Pernyataan permohonan untuk dapat diberi paten;

g. Judul invensi;

h. Klaim yang terkandung dalam invensi;

i. Deskripsi tentang invensi yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi;

j. Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi; dan

k. Abstraksi invensi. 68

Yang diatur secara menyeluruh pada UU Paten yaitu pada pasal yang ke 24. Selain syarat administrasi yang harus dipenuhi, terdapat juga beberapa syarat yang diatur dalam Pasal 2, 3 dan 5 UU Paten. Setelah syarat-syarat dalam Pasal 2, 3 dan 5 tersebut terpenuhi, kantor paten memberikan secara

      

68


(52)

resmi surat paten untuk invensi yang bersangkutan kepada orang yang mengajukan permintaan paten Pasal 55 ayat 1 UU Paten.69

Setelah melalui tahapan pemeriksaan, Ditjend berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui permintaan paten dan dengan demikian memberi paten atau menolaknya. Apabila berdasarkan pemeriksaan dihasilkan kesimpulan bahwa penemuan yang dimintakan paten dapat diberi paten, Ditjend memberikan Surat Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten. Begitu pula sebaliknya bila kesimpulannya tidak memenuhi syarat, maka permintaan ditolak dan penolakan harus dilakukan secara tertulis.70 Surat pemberitahuan yang berisikan penolakan permintaan paten harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan. Ditjend memberikan secara resmi Surat Paten untuk penemuan yang permintaannya diterima kepada orang yang mengajukan permintaan paten atau kuasanya.71 Paten yang telah diberikan dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Begitu pula surat yang berisikan penolakan permintaan paten, dicatat dalam Buku Resmi Paten yang mencatat paten yang bersangkutan. Atas keputusan penolakan dapat dilakukan banding, yang diajukan kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan kepada Ditjend.

Adapun peraturan lain yang mengaturnya adalah pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1999 yang selanjutnya disingkat dengan PP 34 tahun 1999 yaitu mengatur mulai dari syarat serta prosedur permohonan

      

69

Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

70

Pasal 55 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

71


(53)

pendaftaran patennya yaitu mengatur mualai dari pegajuan, pemecahan serta, syarat perolehan paten. Adapun pengaturannya adalah sebagai berikut:

1. Cara pengajuan paten.

Adapun cara pengajuan paten adalah sebagai berikut:

a. Pengajuan paten diajukan ke kantor paten, secara tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia.

b. Apabila menggunakan kuasa maka wajib dilengkapi ndengan surat kuasa.

c. Apabila diajukan bukan oleh penemu, harus dilenghkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas invensi tersebut.

d. Disampaikan langsung ke kantor

e. Terdapat pengecualian terhadap permintaan paten yang diatur pada pasal 28 UU Paten.

2. Permintaan paten yang terdiri dari:

a. Surat permintaan untuk mendapatkan paten. b. Deskripsi tentang penemuan.

c. Satu atau lebih klaim yang terkandung dalam penemuan. d. Satu atau lebih gambar yang disebut dalam deskripsi yang

diperlukan untuk memperjelas. e. Abstraksi tentang penemuan. 3. Format permohonan memuat:

a. Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan. b. Nama lengkap, alamat pemohon.


(54)

c. Nama lengkap dan kewarganegaraan.

d. Nama lengkap, alamat kuasa apabila permintaan dengan kuasa.

e. Judul penemuan

f. Jenis paten yang diminta 4. Pemecahan permohonan:

a. Dalam permohonan paten hanya belaku dengan ketentuan satu permohonan untuk satu invensi, oleh karenanya apabila permohonan tersebuyt memuat dua invensi, maka dapat dipecah menjadi dua permohonan.

b. Pengajuan mengenai pemecahan tersebut dapat diajukan secara terpisah satu sama lainnya. 7273

Pengaturan diatas secara jelas diatur pada Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8 PP 34 Tahun 1999.

      

72

PP Nomor 34 Tahun 1999, hal 23

73


(55)

BAB III

KETERKAITAN ANTAR INVENTOR DALAM SUATU TEMUAN

A. Hak-Hak Inventor Atas Invensinya

Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan memberikan persetujuan kepada orang lain, yaitu untuk membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten, dan menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya

Mengenai hak pemegang paten diatur dalam Pasal 16 UU Paten yang berbunyi :

1. Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:

a. Dalam hal paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;

b. Dalam hal paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya

2. Dalam hal paten proses, larangan terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan Paten-proses yang dimilikinya.

3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana apabila pemakaian paten tersebut untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang paten. 74

      

74


(56)

Berdasarkan ketentuan Pasal 16 UU Paten, dapat diketahui bahwa bentuk dari paten dibagi berdasarkan:

1. Produk.

Produk menurut Kotler dan Amstrong adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatin, dibeli, dipergunakan, dan dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen75

2. Proses.

Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara perlahan, serta menghasilkan suatu ciptaan atasnya.76

Dalam pasal 16 UU Paten dinyatakan bahwa pemegang paten memiliki hak eksklusif terhadap produknya dalam hal pelaksanaan dan pelarangan terhadap:

1. Membuat.

Membuat yaitu menciptakan hal yang serupa 2. Menggunakan.

Menggunakan untuk kepentingan pribadi tanpa izin dari pemegang paten.

3. Menjual.

Menjual produk yang telah memiliki paten tanpa persetujuan pemegang paten.

4. Mengimpor.

Mendatangkan suatu produk yang telah dipatenkan.

      

75

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

76


(57)

5. Menyewakan.

Meminjamkan dengan memperoleh keuntungan berupa uang sewa 6. Menyerahkan.

Memberikan produk yang telah dipatenkan tanpa persetujuan terlebih dahulu.

7. atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten77

Pemegang paten juga dapat melisensikan paten miliknya kepada orang lain, lisensi merupakan izin, menurut pendapat Gunawan Widjaja lisensi adalah suatu bentuk hak untuk melakukan satu atau serangkaian tidakan atau perbuatan, yang diberi izin. Tanpa adanya izin tersebut, maka tidakan atau perbuatan tersebut merupakan tindakan yang terlarang, yang tidak sah, yang merupakan perbuatan melawan hukum.78

Selain pengaturan dalam produk juga terdapat pengaturan, dimana pemegang paten proses dapat melaksanakan dan melarang pihak lain untuk menggunakan patennya dalam hal menggunakan proses yang telah dipatenkan untuk memproduksi barang atau membuat barang, menggunakan proses produksi yang telah dipatenkan terlebih dahulu.

Terdapat pula pengecualian dalam pergunaan produk ataupun proses dalam UU Paten yaitu dikecualikan jika pemakaian patennya dimaksudkan untuk

      

77

ibid.

78


(58)

kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, pengobatan, perawatan, serta proses biologis.79

Hak eksklusif yang dimiliki pemegang paten bukanlah hak yang melekat selamanya, tanpa ada batasan waktu dalam masa berlakunya. Terdapat pengaturan dalam masa berlakunya hak bagi tiap pemegang paten dan berbeda pula terhadap pemegang paten sederhana, Adapun pengaturannya yaitu sebagai berikut:

1. Paten biasa.

Adapun pengaturannya sebagai berikut:

a. Diberikan untuk jangka waktu 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.

b. Apabila jangka waktu telah habis, maka dicatatkan dan diumumkan. 2. Paten sederhana.

Pengaturan jangka waktu pada paten sederhana berbeda dengan paten biasa, dimana pada paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.80

Mengenai kewajiban pemegang paten, dengan tidak mengurangi ketentuan mengenai pengecualian terhadap sektor pendidikan, penelitian, percobaan, atau dan analisis selama tidak merugikan si pemegang paten pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang diberi paten di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 17 ayat 1 UU Paten.

      

79

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

80


(59)

Dengan kewajiban ini, berarti setiap pemegang paten diharuskan untuk melaksanakan patennya yang diberi di Indonesia melalui pembuatan produk atau menggunakan proses yang dipatenkan tersebut, dengan harapan dapat menunjang pengembangan sektor teknologi, penyerapan investasi, dan penyediaan lapangan kerja. 81

Kewajiban melaksanakan paten yang diberi di Indonesia akan dikecualikan, jika pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan secara regional. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 17 ayat 2 dan ayat 3 UU paten, yang menyatakan bahwa dikecualikan dari kewajiban membuat produk atau menggunakan proses yang diberi paten di Indonesia apabila pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan secara regional dan pengecualian tersebut hanya dapat disetujui oleh Ditjend apabila Pemegang Paten telah mengajukan permohonan tertulis dengan disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang.

Rasionalitas pengecualian kewajiban melaksanakan paten ini dijelaskan lebih lanjut antara lain dalam Penjelasan Pasal 17 ayat 2 tersebut, bahwa dimaksudkan untuk mengakomodasi rasionalitas ekonomi dari pelaksanaan paten sebab tidak semua jenis invensi yang diberi Paten dapat secara ekonomi menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan tidak seimbang dengan investasi yang dilakukan.82

Kewajiban lainnya disebutkan dalam Pasal 18 UU paten, bahwa pemegang paten atau penerima lisensi suatu paten diwajibkan untuk membayar biaya

      

81

OK. Saiddin. , S. H. M. Hum, hak dan kewajiban pemegang paten

82


(1)

pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam Permohonan, seperti yang dimaksud dalam Pasal 11 UU Paten. Sedangkan jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, menurut Pasal 10 ayat 2 UU Paten, hak atas invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.

3. Penolakan pendaftaran paten terkait dengan penyempurnaan invensi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 802 K/PDT. SUS/2011 tidaklah berdasarkan pada pertimbangan substansi, dalam penolakannya. Pengajuan gugatan paten yang diajukan sebagai salah satu upaya hukum, selain mengajukan keberatan kepada komisi banding paten danpenuhinya syarat formil dalam pengajuab gugatan, oleh pemohon paten, putusan penolakan permohonan paten memiliki akibat paten.

B. Saran

Terdapat beberapa saran terkait dengan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Perlu adanya pengaturan yang lebih khusus yang mengatur serta memberi kekuasaan kepada Ditjen HKI sehingga dapat lebih berperan aktif terhadap pengeksekusian terhadap paten yang dilanggar.

2. Hendaknya Kantor Paten yang telah ditunjuk atau diberi kuasa oleh inventor sebagai pihak yang mengajukan permohonan paten lebih profesional dan lebih


(2)

memperhatikan syarat formil secara seksama yang sudah diatur dalam UU Paten sehingga tidak ada inventor lagi yang dirugikan.

3. Sebaiknya inventor lebih berhati-hati dan teliti dalam menunjuk pihak yang akan diberi kuasa untuk melakukan permohonan pendaftaran paten sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Djumhana. Muhammad dan, R. Djubaedillah, Hak Kekayaan Intelektua ,

Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia Jakarta, Citra Aditya Abadi,

1997.

Djamal. Dr. S.H. M.Hum, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di

Indonesia, Bandung, Pustaka Reka Cipta, 2009.

Gambiro. Ita, Perjanjian Alih Teknologi, Jenis dan Karakteristiknya, Makalah Workshop, Depperindag, Semarang, Oktober, 1996.

Halim. Abdul. Dr, Hak-Hak Konsumen, Bandung, Nusa Media, 2010.

Harsono . Adisumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek, Hak

Milik Perindustrian (Industrial Propery), Jakarta, Akademika Pressindo,

1985.

Hartono. Sri Redjeki. Prof. Dr. SH, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Bandung, Mandar Maju, 2000.

Kansil. Christine S.T, Kamus Istililah Aneka Hukum, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2001.

Lindsey . Tim. Prof, et all, edt , Hak Kekyaan Intelektual, Hak Kekayaan

Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT Alumni, 2006.

Margono. Suyud, Aspek Hukum Komersial Aset Intelektual, Bandung, Nuansa Aulia, 2010.


(4)

Margono. Suyud dan, Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek

Hukum Bisnis, Jakarta, Grasindo, 2003.

Maulana. Insan Budi. Pelangi Haki dan Anti Monopoli, Yogyakarta, Pusat Studi Hukum Fakultas UII , 2000.

Muljadi. Kartini dan, Widjaja Gunawan, Kedudukan Berkuasa, Jakarta, Prenada Media, 2004.

Pakpahan. Normin S,et all, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Jakarta, Elips, 2000. Ramli. Ahmad M. Dr, Perlindungan Rahasia Dagang Dalam UU No. 30/2000

dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara, Bandung, Mandar Maju,

2001.

Saidin, Hak Milik Intelektual, Jakarta, Rajawali Pres, 1995.

Sihombing. Jonker. Dr, Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar

Modal, Bandung, PT. Alumni, 2007.

Soelistyo. Henry. Dr, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Jakarta, Rajawali Pers, 2011. Soekardono, Pidato Presiden Republik Indonesia.

Sudargo. Prof. Mr, Hak Milik Intelektual dan Perjanjian Internasional: TRIPS, GATT, PUTARAN URUGUAY, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1994. Sumantoro, Hukum Ekonomi, Jakarta, UI Pers, 1986.

Usman. Rachmadi, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Jakarata, Djambatan, 2000.

Widjaja. Gunawan, Seri Hukum Bisnis Daluwarsa, Jakarta, Rajawali Pers, 2005. Widjaja . Gunawan, Seri Hukum Bisnis:Lisensi, Jakarta, Rajawali Pers, 2001. Winardi. Dr, Pengantar Ilmu Ekonomi, Bandung, Tarsito, 1988.


(5)

Woerjati, Hak Paten, Jakarta, Rineka Cipta, 1999.

---, Himpunan, Konvensi, Ratifikasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual

(HAKI), Jakarta: Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung R.I,

1998

II. Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1999 Tentang Paten Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Putusan Mahkamah Agung Nomor 802K/Pdt.SUS/2011

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1953 Nomor J. S. 5/41/4 (Berita Negara Nomor 53-69) tentang Permohonan Sementara Permohonan Pendaftaran Paten

III. Website

Cahya Suryana, data dan jenis data penelitian,

http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenis-data-penelitian/. detikOtomotif, Hak Paten Mesin Bajaj Ditolak di Indonesia, http://oto. detik.

com/read/2011/09/29/150756/1733364/1208/hak-paten-mesin-motor-bajaj-ditolak-di-indonesia


(6)

DetikFinance. com Memprihatinkan industri lokal masih minim daftar paten, http://www. detikfinance. com/read/2008/06/25/120013/962126/4/ (diakses 21 Juni 2013)

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Agung Nomor

802K/PDT.Sus/2011,http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5ef0bf aa55dd98824f71098f4feca0e,

Hak Kekayaan Intelektual Bidang Paten, http://mitaanisaa. blogspot. Com

Law Is My way, Penelitian atau pengkajian Ilmu Hukum Normatif,

http://lawismyway.blogspot.com/2011/01/penelitian-atau-pengkajian-ilmu-hukum.html?m=1

Putri Sardy Hartati, pengertian dan Macam-Macam Silogisme,

http://putrisardyoriza.blog.com/2013/03/27/pengertian-dan-macam-macam-silogisme/

Riesta D Newbie, tiga jenis bahan hokum data sekunder,


Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Dibawah Umur pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2161 K/PDT/2011)

2 91 130

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

SENGKETA PATEN BERKENAAN DENGAN SYARAT KEBARUAN DAN LANGKAH INVENTIF PADA INVENSI TEKNOLOGI MESIN SEPEDA MOTOR (Studi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor :802k/Pdt.Sus/2011)

1 17 69