23 Kalau produk jasa secara umum berbeda dengan produk manufaktur,
maka produk perbankan mempunyai kekhasan lebih jauh untuk input maupun produknya sehingga penerapan paradigma SCP pada industri perbankan harus
disesuaikan. Kekhasan industri perbankan dan dampaknya terhadap paradigma SCP telah direview secara komprehensif oleh Neuberger 1998. Dalam
reviewnya, Neuberger menekankan bahwa bank muncul karena adanya incomplete dan asymmetric information pada industri keuangan. Oleh karena itu
penggunaan SCP untuk industri perbankan harus menyesuaikan dengan karakteristik ini dalam kerangkanya. Dengan mempertimbangkan keunikan
industri perbankan, kerangka SCP dimodifikasi menjadi bentuk seperti terlihat pada Gambar 3.
Pada Gambar 3 terlihat bahwa dalam industri perbankan seluruh variabel adalah endogenus karena terjadi saling keterkaitan antara variabel-variabel
struktur, perilaku dan kinerja dan pengaruh feedback terhadap kondisi dasar dan kebijakan publik. Dalam kondisi dasar juga harus dipertimbangkan
ketidaksempurnaan pasar dalam industri perbankan seperti ketidakpastian uncertainty, asymmetric information dan biaya transaksi.
2.3. Konsep Perbankan Syariah
Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah Islam. Menurut jenisnya, bank syariah dapat dikelompokkan menjadi Bank Umum Syariah BUS yang berdiri sendiri atau bukan merupakan bagian
dari bank konvensional, Unit Usaha Syariah UUS yang merupakan unit usaha dari suatu bank konvensional tetapi dalam prosesnya menggunakan prinsip
24 syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sumber: Neuberger 1998
Gambar 3. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri untuk Industri Perbankan
Secara umum perbankan syariah mempunyai fungsi yang sama dengan perbankan konvensional. Namun demikian, karena perbankan syariah harus
sesuai dengan syariah Islam yang menekankan tidak dibenarkannya ada unsur judi, tipuan dan riba tingkat bunga dalam transaksinya maka secara normatif
Kondi si Da sar
Ketidakpastian Asymmetric Information
Biaya Transaksi
Perm intaan: Produksi:
Elastisitas harga InputTeknologi
Sw itching Cost Jasa
Loyalitas Hubungan
Barang Substitusi Principal-Agent
Sikap thdp Resiko Eksternalitas
Eksternalitas Jaringan Produksi
Perilaku
Iklan RD
Penetapan Harga Inovasi Jaringan dan Mutu Kolusi
Pengumpulan Info Merger
Struktur
Segmentasi Pasar Hambatan Masuk dan Keluar
Diferensiasi Produk Diversifikasi
Struktur Biaya Luasan Pasar
Kinerja
Efisiensi Produksi Efisiensi Alokatif
Pertumbuhan Aset Full Employ ment
Kebijakan Publik
Regulasi Protektif Regulasi Prudensial
Kebijakan Persaingan
25 sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan perbankan syariah menjadi
sangat berbeda dengan sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan perbankan konvensional.
Sebagaimana diuraikan dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia Bank Indonesia, 2002, perbankan syariah didirikan dengan
tujuan akhir untuk mencapai falah, yang dapat diartikan sebagai kemaslahatan bagi masyarakat secara luas. Tujuan akhir ini dapat dicapai dengan
memperhatikan prinsip keadilan, menghindari kegiatan yang dilarang dan prinsip kemanfaatan. Dalam prinsip keadilan termasuk transparansi dan kejujuran,
transaksi yang adil, persaingan yang sehat, dan perjanjian yang saling menguntungkan. Kegiatan yang dilarang sehingga harus dihindari adalah produk
jasa dan proses yang merugikan serta berbahaya, dan menggunakan sumberdaya yang ilegal dan diperoleh secara tidak adil. Prinsip kemanfaatan
ditunjukkan oleh penciptaan produk yang produktif dan tidak spekulatif, menghindari penggunaan sumberdaya yang tidak efisien, dan membuka akses
yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh sumberdaya. Landasan filosofis di atas menyebabkan aktivitas yang dilakukan oleh
perbankan syariah menjadi dibatasi oleh konsep halal dan haram menurut syariah, tidak hanya sekedar menguntungkan atau tidak. Lebih jauh lagi,
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah harus berorientasi falah, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kegiatan yang dilakukan
oleh perbankan harus memastikan tidak hanya menguntungkan pihak perbankan saja, tetapi juga pihak mitranya. Oleh karena itu, return yang dibayarkan atau
diterima oleh bank syariah hanya boleh berasal dari pendapatan dari bagi hasil atau pendapatan lainnya yang dibolehkan oleh syariah sehingga terhindar dari
berbagai ketidakadilan seperti yang terjadi pada sistem bunga atau riba.
26 Konsekuensi lain dari penerapan syariah adalah dilarangnya berbagai produk
derivatif seperti yang banyak diciptakan oleh sistem perbankan konvensional karena unsur spekulatif dan judi yang terkandung di dalamnya, walaupun
menjanjikan keuntungan yang besar. Untuk memastikan bahwa perbankan benar-benar menerapkan syariah
dalam praktek bisnisnya, maka setiap perbankan syariah diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai kelengkapan di luar dewan pengawas yang
berlaku untuk perbankan konvensional seperti BI, Bapepam, dan Dewan Komisaris. Perbedaan besar yang terakhir, jika ada sengketa antara bank dan
nasabah serta musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan, maka penyelesaian akan dibawa ke peradilan agama bukan pengadilan negeri seperti
yang terjadi pada perbankan konvensional. Jika dilihat secara rinci masih banyak lagi perbedaan yang dapat
ditemukan pada sistem dan produk perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional. Namun demikian, perbedaan antara perbankan syariah
dengan perbankan konvensional seperti yang diringkas oleh Ismail 2011 pada Tabel 2 sudah cukup memadai untuk memperlihatkan perbedaan mendasar
kedua sistem perbankan tersebut. Salah satu aspek mendasar yang secara normatif berbeda antara sistem
syariah dengan konvensional namun jarang dibahas secara rinci pada berbagai literatur Ekonomi Islam adalah aspek persaingan industri. Literatur yang ada
diantaranya Khan dan Mirakhor, 2002; Karim, 2003; Mannan, 1997; Iqbal dan Molyneux, 2005; Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam–UII,
2008 pada umumnya berhenti pada tataran normatif dengan mengatakan bahwa persaingan bisnis menurut syariah dibolehkan bahkan dianjurkan, tetapi tidak
boleh merugikan apalagi dengan maksud mematikan pesaingnya. Prinsip ini jika
27 dijalankan mempunyai implikasi bahwa syariah Islam tidak mengatur struktur
tetapi mengatur perilaku pasar. Struktur pasar monopoli atau persaingan tidak sempurna lainnya menjadi tidak relevan karena prinsip syariah melarang untuk
menggunakan market power yang dimiliki untuk mengeksploitasi pasar sehingga perilaku persaingan berbagai bentuk struktur pasar tersebut seharusnya sama
dengan pasar yang bersaing sempurna. Tabel 2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Sumber: Ismail 2011
Permasalahannya adalah bagaimana memastikan bahwa pelaku pasar akan patuh terhadap landasan normatif persaingan sementara mereka
mempunyai potensi untuk menyalahgunakan kekuatan yang mereka miliki pada saat struktur pasar sangat terkonsentrasi. Sukmana dan Beik 2006
Bank Syariah Bank Konvensional
Investasi hanya untuk proyek dan produk yang halal dan menguntungkan
Investasi tidak hanya mempertimbangkan halal atau haram
asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan
Return yang dibayar dan atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan
lainnya berdasarkan prinsip syariah. Return baik yang dibayar kepada
nasabah penyimpan dana dan return yang diterima dari nasabah pengguna
dana berupa bunga.
Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai dengan syariah Islam
Perjanjian menggunakan hukum positif. Orientasi pembiayaan tidak hanya
untuk keuntungan akan tetapi juga berorientasi falah, yaitu kesejahteraan
masyarakat Orientasi pembiayaan untuk
memperoleh keuntungan atas dana yang dipinjamkan.
Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra
Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditor dan debitor
Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, Komisaris dan Dewan
Pengawas Syariah DPS. Dewan pengawas terdiri dari BI,
Bapepam, dan Komisaris. Penyelesaian sengketa diupayakan
diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui
peradilan agama. Penyelesaian sengketa melalui
pengadilan negeri setempat.
28 menyimpulkan bahwa para ulama klasik Islam seperti Abu Yusuf 731 - 798 M,
Al-Ghazali 1055 - 1111 M, Ibnu Taimiyah 1263 – 1328 M, Ibnul Qayyim al- Jawziyyah 1292 – 1350 M dan Ibnu Khaldun 1332 – 1406 M jauh sebelum
Adam Smith telah sepakat bahwa pasar harus dibiarkan beroperasi mengikuti mekanisme pasar. Harga akan naik dan turun berdasarkan interaksi penawaran
dan permintaan atau bahkan dikatakan oleh Abu Yusuf sebagai ditentukan oleh kekuasaan Allah SWT sehingga tidak boleh diintervensi oleh pemerintah atau
lembaga lainnya. Abu Yusuf bahkan sama sekali tidak menyebutkan perkecualian terhadap tidak bolehnya intervensi terhadap proses pembentukan
harga tersebut. Namun ulama klasik selain Abu Yusuf menekankan pentingnya intervensi pemerintah melalui lembaga hisbah pengawas atau mekanisme
perpajakan apabila terjadi pelanggaran terhadap persyaratan yang memastikan persaingan sempurna. Persyaratan pasar yang bersaing sempurna secara
syariah adalah: tingkat informasi tentang harga dan komoditi yang dapat diakses secara seimbang oleh seluruh pelaku pasar, perusahaan bebas untuk keluar dan
masuk dari pasar, tidak terjadinya penumpukan atau tindakan lain yang dilarang syariah, tidak terjadi kolusi antara penguasa dan pengusaha, dan adanya
kejujuran, aturan main yang adil dan kebebasan memilih bagi pelaku pasar. Konsep pasar yang dirumuskan jauh sebelum Adam Smith di atas,
dengan demikian, lebih sempurna dibandingkan dengan konsep ekonomi klasik Adam Smith yang sama sekali tidak merekomendasikan adanya intervensi
pemerintah dan telah merekomendasikan perlunya intervensi pada saat pasar tidak berjalan normal seperti rekomendasi Keynes yang merupakan antitesa
ekonomi klasik Sukmana dan Beik, 2006. Jika diterjemahkan dengan konsep ekonomi konvensional yang telah berkembang maju saat ini, maka jika terjadi
persaingan yang sempurna di pasar, prinsip maksimisasi keuntungan dengan
29 catatan tidak melanggar koridor syariah akan menghasilkan tingkat
kesejahteraan tertinggi bagi masyarakat sehingga tujuan falah dalam ekonomi Islam akan juga otomatis tercapai. Akan tetapi, maksimisasi keuntungan yang
dilakukan oleh pasar yang oligopolistik dan monopolistik akan menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak maksimal. Oleh karena itu, struktur
pasar yang tidak bersaing sempurna seperti ini harus diawasi untuk memastikan mereka tetapi berperilaku seperti pasar yang bersaing sempurna.
Berkembangnya New Empirical Industrial Organization NEIO membuka peluang untuk menguji dan menetapkan standar untuk prinsip persaingan dalam
industri berbasis syariah, termasuk perbankan syariah. NEIO tidak lagi secara normatif menerima postulat paradigma SCP yang bersifat struktural dengan
asumsi bahwa pasar yang terkonsentrasi akan cenderung kolutif dan menggunakan kekuatan yang mereka miliki untuk mendapatkan keuntungan
super normal. Teori dan bukti empiris pasar yang contestable, misalnya, menunjukkan bahwa pasar yang terkonsentrasi tidak selalu berperilaku tidak
bersaing.
30
31
III. TINGKAT PERSAINGAN DAN PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH: KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Walaupun paradigma SCP telah mulai dikembangkan sejak tahun 1940an, kajian empiris tentang SCP pada industri perbankan baru dimulai awal
tahun 1960an Neuberger 1998. Sejak itu kajian organisasi industri perbankan dengan kerangka SCP berkembang pesat dengan hasil baik mengkonfirmasi
paradigma SCP ataupun membantahnya. Kajian untuk industri perbankan syariah tentu saja lebih akhir lagi dimulainya karena industrinya sendiri baru
muncul awal tahun 1960-an di Mesir dan berkembang ke berbagai belahan dunia tahun 1970an. Pada Bab ini akan diulas kajian empiris tentang perbankan
syariah dengan kerangka SCP dan perkembangannya. Namun sebelumnya akan dibahas secara ringkas perkembangan kajian empiris pada industri perbankan
secara umum. Setelah itu kajian empiris pada perbankan syariah dalam berbagai aspek SCP akan disajikan. Kajian empiris untuk industri perbankan syariah
Indonesia akan disampaikan tersendiri sebelum dirumuskan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini pada akhir Bab.
3.1. SCP pada Industri Perbankan