Dinamika struktur pasar dan perilaku bank serta dampaknya terhadap kinerja industri perbankan syariah Indonesia

(1)

DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN PERILAKU BANK

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

DISERTASI

IDQAN FAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

i

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya berjudul;

DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN PERILAKU BANK SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

Idqan Fahmi H.361064164


(3)

(4)

iii

ABSTRACT

IDQAN FAHMI. 2012. The Dynamic of Market Structure and Bank Behaviour and Their Impacts on Performance of Islamic Banking Industry in Indonesia (ARIEF DARYANTO as Chairman, HERMANTO SIREGAR andHARIANTO as Members of Advisory Committee)

Competition is traditionally viewed as a pre-requisite for an industry to grow and welfare to maximize. In banking industry, however, the theory has been refuted and only accepted conditionally. Islamic banking industry in Indonesia is an interesting laboratory to test the theory because it has been highly concentrated but growing very rapidly. This research were aimed at clarifying the market boundary between islamic and conventional banking industry, analyzing the relationship between market structure and profitability of islamic banks in Indonesia, identifying the level of competition of Islamic banking industry in Indonesia, and analyzing the determinants of Islamic banking industrial growth in Indonesia. Four econometric models utilizing available yearly balanced panel data between 2005-2010 were used for analysis. The result shows that Islamic banking is more of a complementary to, instead of a substitute industry for conventional banking industry. This justifies the strategy of conventional banking opening Islamic banking unit without worrying for cannibalism of their own consumers. The positive relationship between market structure with profitability is found to be more supporting of the Efficient Structure Hypothesis rather than collutive Traditional Hypothesis. This conclusion is finally confirmed by the result of Panzar and Rosse model which indicate an almost perfect competition among banks in the industry with the H-statistical value of 0.91. Number of branches, ratio of interest rate and rate of return, and management quality, economic growth rate, exchange rate and Act No.21/2008 were found to be industrial growth enhancing, while market concentration was the opposit. All results satisfied the necessary condition for competition based on islamic values. More information based on primary data from banks and consumer’s perception are needed, however, to clarify for the sufficient condition that iB’s good behaviour in competition is driven more by islamic values than by the pressure of contestability in the market.

Keywords: Islamic Banking, Structure-Conduct-Performance, Efficient Structure Hypothesis, Panzar and Rosse Model, Panel Data


(5)

(6)

v

RINGKASAN

IDQAN FAHMI. 2012. Dinamika Struktur Pasar dan Perilaku Bank serta Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia. (ARIEF DARYANTO sebagai Ketua, HERMANTO SIREGAR dan HARIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Perkembangan perbankan syariah sejak awal dikembangkan sangat pesat. Nilai aset yang hanya kurang dari Rp. 2 T pada tahun 2000 berkembang menjadi hampir Rp. 100 T dalam satu dekade. Tingkat pertumbuhan per tahun yang terjadi jauh di atas rata-rata pertumbuhan perbankan konvensional. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di tingkat dunia (Vayanos, et al. 2008). IMF bahkan meramalkan aset perbankan syariah dunia akan mencapai US$ 1 Trilyun pada tahun 2016 dengan pertumbuhan rata-rata 10-15 persen per tahun. Pertumbuhan yang relatif tinggi tersebut diduga karena semakin meningkatnya permintaan dari umat Islam sendiri, investor non-muslim yang mencari alternatif sistem perbankan yang lebih adil dan besarnya pendapatan minyak dari Timur Tengah (Rohilina dan Wibisono, 2011).

Terlepas dari tingginya laju pertumbuhan perbankan syariah, tingkat penguasaan pasar dalam industri perbankan meningkat sangat lambat, padahal di berbagai negara Timur Tengah dan negara tetangga Malaysia, pangsa pasar perbankan syariah sudah mendekati 20 %, walaupun memang mereka telah mulai merintis satu dekade lebih cepat. Data statistik perbankan memperlihatkan bahwa pada akhir 2010, pangsa pasar perbankan syariah baru mencapai sedikit di atas 3 %, padahal target awal BI adalah 5 % pada akhir tahun 2008. Masih kecilnya pangsa pasar perbankan syariah ini merupakan salah satu masalah utama yang menghambat percepatan pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perekonomian, selain masalah langkanya ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dan lambatnya inovasi produk untuk memberi alternatif kepada produk perbankan konvensional dan untuk memenuhi tuntutan masyarakat (Ismail, 2011).

Pertanyaan besarnya adalah kenapa Indonesia belum mampu mengkonversi potensi pasar yang diperkirakan demikian besar menjadi pangsa pasar yang riil sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Selain faktor eksternal yang berada di luar kendali industri, dinamika faktor internal industri dan perbankan sendiri diduga merupakan sumber utama dari ketidakmampuan industri perbankan syariah mencapai tingkat pertumbuhan yang diharapkan. Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) merupakan salah satu pendekatan dalam Ekonomi Industri yang banyak digunakan untuk menganalisa dinamika suatu industri. Namun untuk dapat menggunakan pendekatan ini secara valid, terlebih dahulu harus jelas batasan pasar dari industri yang akan dianalisa. Hal ini penting untuk diklarifikasi dalam kasus industri perbankan syariah karena pangsanya yang masih kecil dan pesaing utamanya, perbankan konvensional, sudah mempunyai sejarah panjang melayani masyarakat dan mempunyai pangsa pasar yang sangat dominan. Setelah batasan pasar jelas, barulah analisis persaingan yang terjadi dalam industri dapat dianalisa. Tingkat persaingan dan berbagai faktor lain yang relevan kemudian akan menjadi masukan yang penting untuk mengidentifikasi determinan pertumbuhan industri sebelum berbagai implikasi dan strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah dapat dirumuskan secara baik.


(7)

vi

Berdasarkan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisa batas pasar (market boundary) industri perbankan syariah Indonesia.

2. Menganalisa hubungan struktur pasar dengan tingkat keuntungan bank syariah 3. Menganalisa tingkat persaingan dalam industri perbankan syariah Indonesia. 4. Menganalisa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan

industri perbankan syariah Indonesia.

5. Merumuskan pilihan implikasi kebijakan bagi industri perbankan syariah dan pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia.

Balanced Panel Data masing-masing 6, 11, 10 dan 6 unit BUS dan UUS dari tahun 2005-2010 digunakan untuk mengestimasi empat model ekonometrika dengan variabel dependen secara berturut-turut DPK, ROA, Total Revenue dan

Total Assets.

Walaupun secara konsep perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional, penelitian ini belum menemukan bahwa perbankan konvensional menjadi ancaman atau substitusi dari perbankan syariah. Perbankan syariah bahkan menunjukkan indikasi sebagai industri yang bersifat komplementer dalam arti berkembangnya perbankan konvensional juga akan menyebabkan industri perbankan syariah berkembang bahkan dengan kecepatan yang lebih tinggi.

Penggunaan pendekatan struktural memperlihatkan bahwa industri perbankan syariah yang mempunyai konsentrasi pasar yang tinggi berhubungan positif dengan tingkat keuntungan. Namun demikian, hasil estimasi juga menunjukkan secara tegas bahwa hubungan tersebut bukan karena perilaku kolutif seperti yang dihipotesiskan secara tradisional, melainkan lebih mendukung hipotesis

Efficient Structure yang menyatakan bahwa tingkat keuntungan lebih besar yang dicapai bank dominan disebabkan oleh tingkat efisiensi lebih tinggi.

Secara umum, pendekatan non-struktural model P-R semakin mendukung sinyalemen tidak terjadinya perilaku kolutif pada industri perbankan syariah Indonesia terlepas dari struktur pasar yang terkonsentrasi. Estimasi H-stat yang mendekati satu menunjukkan hal tersebut, walaupun analisis lebih dalam memperlihatkan bahwa bank dominan menghadapi tingkat persaingan yang lebih rendah daripada pesaingnya sesama bank syariah. Keseluruhan hasil memenuhi

necessary condition untuk tuntutan perilaku bersaing menurut prinsip syariah, tetapi belum secara tegas menjawab sufficient condition, yaitu perilaku bersaing secara sadar mengikuti tuntunan normatif syariah, bukan karena tekanan contestability. Untuk menjawab yang terkahir ini diperlukan kajian lebih lanjut yang memerlukan data primer baik dari pihak bank maupun persepsi konsumen.

Walaupun secara umum industri perbankan syariah sangat bersaing dan bersaingnya berdasarkan tingkat efisiensi, variabel dummy jenis maupun ukuran bank menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bank yang berstatus BUS dan atau yang berukuran besar mempunyai potensi untuk berperilaku berbeda dari pesaingnya sesama bank syariah. Tanpa kepatuhan akan landasan normatif untuk bersaing secara syariah, potensi ini dapat menggoda kelompok bank tersebut untuk bersaing secara tidak sehat.

Konsentrasi pasar walaupun tidak bermasalah bagi tingkat persaingan ternyata menjadi faktor penghambat pertumbuhan industri sehingga penguasaan pasar yang semakin merata akan mendorong pertumbuhan industri semakin cepat.


(8)

vii

Jumlah kantor, peningkatan rasio IR/RR, membaiknya kualitas manajemen yang tercermin dari menurunnya rasio BOPO, tingkat pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan penerapan UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah merupakan faktor lain yang mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah.

Beberapa implikasi dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah:

1. Kecenderungan bank konvensional membuka UUS dan akhirnya di-spin-off

menjadi BUS mendapatkan justifikasi tanpa kekhawatiran terjadinya kanibalisasi nasabah karena kedua industri masih bersifat komplementer.

2. Bank Indonesia perlu segera menuntaskan dan memapankan studi tentang indeksasi Rate of Return Sektor Riil sebagai bagian dari kelengkapan infrastruktur untuk referensi bank syariah dalam menentukan tingkat bagi hasil sehingga kecenderungan co-movement antara RR dan IR semakin berkurang. 3. Walaupun struktur pasar terkonsentrasi, perilaku bank syariah tidak kolutif tetapi

sangat bersaing dengan dasar efisiensi. Oleh karena itu untuk menilai tingkat persaingan, pendekatan struktural yang umum dilakukan (termasuk oleh KPPU) tidak cukup. Diperlukan pendalaman kajian persaingan secara non-struktural dan kajian perilaku.

4. Kesimpulan Efficient Structure Hypothesis pada industri perbankan syariah menunjukkan bahwa kekhawatiran KPPU terhadap Arsitektur Perbankan Indonesia yang mendorong proses merger dan akuisisi sehingga industri perbankan semakin terkonsentrasi tidak berdasar, paling tidak untuk industri perbankan syariah.

5. Konsentrasi pasar walaupun tidak bermasalah dalam persaingan ternyata menghambat pertumbuhan industri secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang mendorong pertumbuhan industri yang semakin mengurangi tingkat konsentrasi dengan mendorong bank-bank syariah kecil tumbuh lebih cepat dari bank besar.

6. Industri perbankan syariah sudah memenuhi necessary condition untuk persaingan secara syariah (terjadi persaingan yang tinggi berdasarkan efisiensi), tetapi belum cukup informasi untuk secara tegas menyimpulkan bahwa industri perbankan syariah bersaing karena kepatuhan terhadap landasan normatif atau karena tekanan contestability yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kajian lanjutan berdasarkan data primer dari bank maupun persepsi konsumen dan diperlukan peran aktif Dewan Pengawas Syariah masing-masing bank serta Dewan Syariah Nasional untuk pro-aktif mengawasi perilaku bersaing ini (tidak hanya fokus pada kesyariahan produk dan proses internal).

Kata kunci: Bank Syariah, Struktur-Perilaku-Kinerja, Hipotesis Struktur Efisien, Model Panzar dan Rosse, Data Panel


(9)

(10)

ix

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(11)

(12)

xi

DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN PERILAKU BANK

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

IDQAN FAHMI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(13)

xii

Penguji pada Ujian Tertutup

:

1. Dr. I r. Yusman Syaukat, M Ec

Staf Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka

:

1. Dr. Irfan Syauqi Beik, SP, MSc

Staf Pengajar Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, MEc, PhD

Bendahara Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Syariah Nasional MUI

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas YARSI


(14)

xiii

Judul Disertasi

:

Dinamika Struktur Pas ar dan Perilak u Bank

serta Dampaknya terhadap Kine rja I ndustri

Perbankan Sya riah Indonesia

Nama Mahasiswa

: Idqan Fahmi

Nomor Pokok

Program Studi

:

:

H.361064164

Ilmu Ekonomi Pertanian

M

M

e

e

n

n

y

y

e

e

t

t

u

u

j

j

u

u

i

i

,

,

1

1

.

.

K

K

o

o

m

m

i

i

s

s

i

i

P

P

e

e

m

m

b

b

i

i

m

m

b

b

i

i

n

n

g

g

Ketua

Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc

Anggota

Prof. Dr. Ir. Hermanto S iregar, MEc

Anggota

Dr. Ir. Harianto, MS

M

M

e

e

n

n

g

g

e

e

t

t

a

a

h

h

u

u

i

i

,

,

2. Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

T


(15)

(16)

xv

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia ilmu, kekuatan dan kemauan untuk menjalankan proses penelitian dalam rangka penyelesaian Program S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Tanpa izin dan karuniaNya tidak mungkin rasanya pekerjaan berat ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Penelitian ini berjudul “Dinamika Struktur Pasar dan Perilaku Bank serta Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia”. Topik ini dipilih karena perbankan syariah Indonesia merupakan laboratorium yang menarik bagi disiplin ilmu Ekonomi Industri mengingat umurnya yang masih muda dan dinamikanya masih sangat tinggi. Seperti halnya industri yang baru berkembang, tingkat pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia masih sangat tinggi. Namun demikian, pertumbuhan yang tinggi tersebut diperkirakan belum mencapai potensi terbaiknya mengingat Indonesia menjanjikan pasar yang sangat besar dengan status sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu menarik untuk dikaji faktor penyebab tidak maksimalnya pertumbuhan yang terjadi sehingga dapat diketahui strategi yang dapat dilakukan untuk mengakselerasinya.

Disertasi ini merupakan dokumen hasil penelitian yang berkembang sejak kristalisasi ide sampai akhirnya menjadi sebuah Disertasi yang utuh. Dalam proses perkembangan tersebut banyak masukan terkait substansi yang diterima dari berbagai pihak. Untuk itu, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec dan anggota Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec, dan Dr. Ir. Harianto, MS atas segala pengertian dan kontribusi masukannya untuk penyempurnaan Disertasi ini.


(17)

xvi

Apresiasi juga dihaturkan kepada para penguji dan berbagai pihak yang telah memberikan diskusi yang bermanfaat bagi perbaikan kandungan Disertasi ini mulai dari saat ujian Prelim, Kolokium, Seminar, Ujian Tertutup sampai Ujian Terbuka. Apresiasi yang tsama disampaikan kepada Mutiara Probokawuryan, SE yang telah bersedia membantu mengumpulkan data dan mengolahnya pada tahap awal sehingga memudahkan bagi penulis untuk melanjutkan proses simulasi pengolahan sampai kepada bentuk model yang terbaik. Kepada Prof. Dr. Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Program Studi EPN, terima kasih atas kesediaan melakukan proses editing terakhir, terutama terkait dengan format sehingga Disertasi ini menjadi lebih enak untuk dibaca.

Selain masalah substansi, penulis sangat terbantu oleh staf di Sekretariat PS EPN untuk urusan yang bersifat administratif. Demikian juga kolega di MB-IPB dan Departemen IE FEM yang telah bersedia mengambil alih sementara tugas dan beban kerja penulis selama puncak proses penulisan Disertasi ini. Secara khusus, terima kasih kepada isteri dan ananda tercinta yang telah dengan sabar mendukung proses penyelesaian penulisan Disertasi ini dengan doá, hiburan dan dukungan semangatnya. Semoga Allah SWT melimpahkan ganjaran berlipat kepada Bapak dan Ibu yang telah berkontribusi dalam proses penelitian ini.

Terlepas dari masukan dari berbagai pihak di atas, segala kekurangan tetap menjadi tanggung jawab peneliti sendiri. Mudah-mudahan disertasi ini berguna bagi dunia akademik, industri perbankan syariah dan para pemangku kepentingannya secara luas.

Bogor, Februari 2012 Idqan Fahmi


(18)

xvii

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Idqan Fahmi, adalah anak ke tiga dari tujuh bersaudara yang dilahirkan di Perbaungan, Sumatera Utara pada tanggal 11 Nopember 1963 dari ayahanda Drs. H. Mohd. Kasim Inas (Alm.) dan ibunda Hj. Ramlah Yatimie. Penulis menikah dengan Ir. Hj. Agusnizar Saleh, Dipl.SLT dan dikaruniai seorang putri Nisrina Nur Zhalila.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 2 Pasar Bengkel, Perbaungan, SMP 1 UNIVA Medan, dan SMA Negeri 6 Medan. Pendidikan S1 ditempuh di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian mulai tahun 1982. Pada tahun 1989, penulis mendapatkan beasiswa IDP untuk melanjutkan studi Postgraduate Diploma in Agricultural Economics dan Master in Agricultural Economics and Business Management pada University of New England, Armidale – Australia sampai tahun 1991. Tahun 1997 sempat mendapatkan beasiswa NZODA untuk melanjutkan studi S3 dalam bidang Applied and Internatinal Economics di Massey University, Palmerston North New Zealand tetapi tidak selesai. Akhirnya penulis meneruskan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor mulai tahun 2007.

Penulis pada saat ini bekerja sebagai staf pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi - Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1988-sekarang. Selain itu, penulis juga sedang ditugaskan sebagai Sekretaris Direktorat Akademik dan Kemahasiswaan, Program Pascasarjana Majajemen dan Bisnis – Institut Pertanian Bogor (MB-IPB).


(19)

(20)

xix

DAFTAR ISI

DAFT AR TABEL ... xxiii

DAFT AR GAMBAR ... xxiv

DAFT AR LAMPIRAN ... xxv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. PERSAINGAN PASAR DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI: SEBUAH KAJIAN TEORI ... 15

2.1. Teori SCP dan Perkembangannya ... 15

2.1.1. Pengertian Komponen SCP ... 16

2.1.2. Interaksi antar Komponen SCP ... 19

2.2. Penerapan SCP pada Industri Perbankan ... 21

2.3. Konsep Perbankan Syariah ... 23

III. TINGKAT PERSAINGAN DAN PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH: KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 31

3.1. SCP pada Industri Perbankan ... 31

3.2. SCP pada Industri Perbankan Syariah ... 36

3.3. SCP pada Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 39

3.4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 45

IV. METODE PENELITIAN ... 50

4.1. Hipotesis Penelitian ... 50

4.2. Model Analisis ... 51

4.2.1. Model Umum ... 51


(21)

xx

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 60

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 62

V. GAMBARAN UMUM STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ... 65

5.1. Sejarah Perkembangan Industri Perbankan Syariah di Indonesia ... 66

5.2. Perkembangan Regulasi Industri Perbankan Syariah ... 68

5.3. Dinamika Struktur Pasar Perbankan Syariah Indonesia ... 70

5.4. Dinamika Perilaku Bank Syariah Indonesia ... 72

5.5. Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 77

VI. DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN TINGKAT PERSAINGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ... 81

6.1 Batasan Pasar Perbankan Syariah ... 81

6.2 Hubungan Struktur Pasar dan Tingkat Keuntungan ... 86

6.3 Tingkat Persaingan Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 89

VII. DETERMINAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA ... 95

7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri ... 95

7.2 Beberapa Implikasi ... 99

7.2.1 Implikasi terhadap Bank Syariah ... 99

7.2.2 Implikasi terhadap Industri ... 101

7.2.3 Implikasi terhadap Regulator dan Pengawas ... 102

7.3 Prosedur Pengujian Tingkat Kepatuhan terhadap Prinsip Persaingan Islami: Sebuah Proposal ... 105

7.3.1 Uji Syarat Keharusan ... 105

7.3.2 Uji Syarat Kecukupan ... 108

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

8.1 Kesimpulan ... 111


(22)

xxi

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(23)

(24)

xxiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perbandingan Nilai dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah dengan

Perbankan Konvensional di Indonesia Tahun 2000-2010 ... 4 2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional ... 27 3. Ringkasan Beberapa Penelitian Empiris Tentang SCP Perbankan Syariah yang Relevan dengan Penelitian ... 41 3. Lanjutan ... 42 4. Jumlah dan Nama Bank serta Jumlah Observasi yang Digunakan

dalam Model ... 61 5. Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia

Periode 2000-2010 ... 71 6. Perkembangan Nilai Deposit, Pembiayaan dan Rasio Finance to Deposit

(FDR) Perbankan Syariah Periode 2000-2010 ... 78 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Dana Pihak Ketiga

Perbankan Syariah ... 82 8. Perbedaan Konstanta Masing-masing Bank yang Termasuk dalam Model .... 85 9. Ringkasan Hasil Estimasi Hubungan Struktur Pasar dengan

Tingkat Keuntungan Perbankan Syariah ... 87 10. Hasil Estimasi Persamaan ROA dengan Seluruh Variabel Independen yang

Digunakan pada Persamaan P-R ... 90 11. Hasil Estimasi Model P-R Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 92 12. Hasil Estimasi Variabel yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri


(25)

xxiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri ... 19 2. Model Lima Kekuatan Porter ... 22 3. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri untuk Industri Perbankan ... 24 4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 46 5. Kecenderungan Perubahan CR2 dan Pangsa Pasar Dua Bank Terbesar,

BSM dan BMI Periode 2005-2010 ... 72 6. Perbandingan Pergerakan Rate of Return Perbankan Syariah dengan

Pergerakan Tingkat Bunga Perbankan Konvensional Periode

Tahun 2005-2010 ... 74 7. Kecenderungan Persentase Pembiayaan Berdasarkan Skema,

Tahun 2005-2010 ... 76 8. Rasio BOPO Dua Bank Syariah Terbesar dan Rata-rata Industri Periode

2005-2010 ... 79 9. Proposal Tahapan dan Prosedur Uji Kepatuhan Industri terhadap


(26)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Database Panel Industri Perbankan Syariah yang Digunakan... 123 2. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan DPK ... 128 3. Hasil Olahan Eviews untuk Empat Persamaan ROA ... 129 4. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan Total Revenue untuk

Perhitungan H-Statistic ... 134 5. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan Pertumbuhan Industri

(Total Aset) ... 137 6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan


(27)

DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN PERILAKU BANK

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

DISERTASI

IDQAN FAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(28)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri perbankan memainkan peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Dengan fungsi intermediasi yang dijalankannya, perbankan mengumpulkan dana dari masyarakat untuk disalurkan ke dalam perekonomian dalam bentuk investasi dan pemanfaatan lain yang lebih produktif. Selain itu, bank menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi masyarakat dalam aktivitas mereka sehari-hari. Dengan demikian, kinerja perekonomian suatu negara tidak dapat dilepaskan dari kinerja industri perbankan dalam suatu negara tersebut (Mishkin, 2004).

Bank yang sudah dikenal sejak akhir abad ketujuhbelas di Inggeris, diperkenalkan di Indonesia pertama kali pada tahun 1828 oleh Hindia Belanda untuk memperlancar perdagangan hasil bumi di dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri. Sejak itu, industri perbankan berkembang menjadi bentuknya yang ada sekarang setelah melalui berbagai tahapan penting sejalan dengan perkembangan politik dan ekonomi Indonesia. Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 misalnya menyebabkan terjadinya nasionalisasi berbagai bank milik Belanda. Bank swasta dan bank pemerintah juga sejak itu terus berkembang sehingga mencapai aset lebih dari 3000 Triliun pada akhir tahun 2010 (BI-SPI, 2011).

Terlepas dari berbagai tahapan perkembangan yang dilalui oleh industri perbankan Indonesia sejak awal berdirinya pada zaman Hindia Belanda, sistem perbankan yang digunakan pada dasarnya tetap sama yaitu sistem yang dikenal sebagai sistem konvensional. Sistem bunga memegang peranan sentral dalam


(29)

2

rancangan berbagai produk dan aktivitas perbankan dalam sistem ini. Walaupun sistem perbankan konvensional telah terbukti mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dunia, sejarah juga mencatat berbagai krisis ekonomi yang berakar pada sistem perbankan yang digunakan. Regulasi ketat yang diterapkan untuk mengantisipasi terjadinya berbagai dampak negatif yang melekat pada sistem yang digunakan ternyata tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya berbagai krisis tersebut.

Sejak tahun 1992, perkembangan industri perbankan di Indonesia mencatat sejarah baru perkembangan perbankan di Indonesia. Pada tahun tersebut berdiri Bank Muámalat sebagai bank dengan dasar syariah Islam yang pertama. Sistem perbankan islam yang di Indonesia dikenal dengan perbankan syariah ini diinisiasi sebagai antitesa terhadap berbagai kelemahan yang dimiliki oleh sistem perbankan konvensional, sekaligus untuk mengakomodasi permintaan dari segmen umat Islam yang selama ini tidak nyaman bertransaksi dengan sistem perbankan konnensional.

Perbankan syariah di Indonesia dapat dikatakan berkembang agak terlambat dibandingkan dengan perkembangan di negara lain seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah. Perbankan syariah di beberapa negara tersebut sudah berkembang satu dekade lebih awal dan ternyata menunjukkan perkembangan yang sangat cepat sehingga pada saat ini sudah menguasai pangsa pasar cukup signifikan dalam perekonomian.

Berkaca dari pengalaman negara lain yang telah terlebih dahulu mengembangkan perbankan syariah, tidak berlebihan jika Indonesia merasa optimistis bahwa perbankan syariah di Indonesia juga akan tumbuh dengan pesat, bahkan lebih baik dari negara lain yang sudah lebih dahulu. Hal ini tergambar dari berbagai target tinggi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan


(30)

3

para pemangku kepentingan perbankan syariah untuk dicapai pada berbagai tahapan periode. Untuk jumlah aset, misalnya, BI menargetkan perbankan syariah sudah dapat mencapai pangsa pasar lima persen pada akhir tahun 2008.

Target optimistis perbankan syariah di Indonesia bukan tanpa justifikasi mengingat Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sangat besar untuk berkembangnya industri perbankan syariah. Sampai sensus penduduk tahun 2010, Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam. Dengan persentase 85.1 persen dan jumlah total penduduk sekitar 240 juta, maka jumlah umat Islam di Indonesia mencapai lebih dari 202 juta orang. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Selain jumlah penduduk muslim, sektor rill yang bernuansa Islam atau mempraktekkan prinsip syariah Islam juga sudah sejak lama berkembang pesat. Rumah Sakit, Sekolah dan banyak perdagangan serta kegiatan sektor riil yang berlabel Islam logikanya menuntut sistem pendanaan dan transaksi yang sejalan, yaitu yang didasari prinsip syariah. Namun demikian, berbagai lembaga dan kegiatan ekonomi yang bernuansa syariah ini sebelum didirikannya perbankan syariah terpaksa bertransaksi dengan perbankan konvensional yang pada dasarnya tidak sepenuhnya sesuai. Masyarakat dan kegiatan seperti ini sejatinya akan otomatis berpindah ke perbankan syariah sebaik layanan tersedia.

Data pada Tabel 1 memperlihatkan ternyata memang perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan umumnya lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan perbankan konvensional. Laju pertumbuhan aset perbankan syariah selalu mencatat angka double digit, bahkan jarang sekali lebih rendah

dari 30 persen sehingga aset yang hanya berjumlah Rp. 1.8 Trilyun pada tahun 2000 berkembang menjadi Rp. 97.5 Trilyun sepuluh tahun kemudian. Nilai aset


(31)

4

ini hampir mengejar tingkat aset perbankan syariah di Malaysia yang telah berdiri satu dekade lebih awal. Sementara itu, perbankan konvensional tidak pernah mencapai laju pertumbuhan 20 persen bahkan tidak jarang hanya single digit.

Namun karena jumlah aset yang sudah sangat besar, pertumbuhan perbankan konvensional yang relatif lebih kecil tersebut tetap menghasilkan angka nominal yang sangat besar dibandingkan angka nominal peetumbuhan aset perbankan syariah.

Kecenderungan nasional di atas sejalan dengan pertumbuhan di tingkat internasional. Industri perbankan syariah menjadi industri yang mengalami pertumbuhan tercepat (Vayanos et al., 2008). IMF bahkan meramalkan aset

perbankan syariah dunia akan mencapai US$ 1 Trilyun pada tahun 2016 dengan pertumbuhan rata-rata 10-15 persen per tahun. Pertumbuhan yang relatif tinggi tersebut diduga karena semakin meningkatnya permintaan dari umat Islam sendiri, investor non-muslim yang mencari alternatif sistem perbankan yang lebih adil dan besarnya pendapatan minyak dari Timur Tengah (Rohilina dan Wibisono, 2011).

Tabel 1. Perbandingan Nilai dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional di Indonesia Tahun 2000-2010

Tahun Konvensio nal (M Rp)

Growth (%) Syariah (M Rp) Growth (%) Pangsa Syariah (%)

2000 1 039 855 1 794 0.17

2001 1 099 699 5.76 2 728 52.06 0.25

2002 1 112 204 1.14 4 087 49.82 0.37

2003 1 213 518 9.11 7 944 94.37 0.65

2004 1 272 081 4.83 15 210 91.47 1.20

2005 1 469 827 15.55 20 880 37.28 1.40

2006 1 693 850 15.24 26 722 27.98 1.55

2007 1 986 501 17.28 33 016 23.55 1.63

2008 2 310 557 16.31 49 555 50.09 2.10

2009 2 534 106 9.68 66 090 33.37 2.54

2010 3 008 853 18.73 97 519 47.55 3.14


(32)

5

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Terlepas dari tingginya pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia, ada beberapa indikasi yang mendasari dugaan bahwa laju pertumbuhan tersebut masih berada di bawah potensi terbaiknya. Dugaan potensi pasar yang besar dan masih belum tergali sangat berdasar karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Praktek ekonomi yang bernuansa atau didasarkan pada syariah Islam juga telah berkembang lama di tengah-tengah masyarakat, bahkan lebih lama dari mulai dikembangkannya industri perbankan syariah itu sendiri. Oleh karena itu, wajar jika diperkirakan perkembangan perbankan syariah akan disambut dengan antusias oleh masyarakat Indonesia. Pada sisi lain, perbankan konvensional sudah berkali-kali menunjukkan kerentanannya dalam menghadapi situasi krisis. Hal ini menyebabkan masyarakat, muslim maupun non-muslim, mencari alternatif perbankan dengan sistem yang lebih aman dan menenteramkan (adil). Perbankan syariah tampil menawarkan konsep alternatif yang dibutuhkan. Dengan logika tersebut, ditambah dengan pengalaman berbagai negara yang terlebih dahulu mengembangkan perbankan syariah serta kecenderungan laju pertumbuhan di tingkat dunia, maka tidak berlebihan jika Bank Indonesia sempat menargetkan pangsa pasar perbankan syariah akan mencapai 5 persen pada akhir tahun 2008.

Pada kenyataannya, seperti yang terlihat pada Tabel 1, perbankan syariah baru bisa menembus pangsa pasar sedikit di atas 3 persen pada akhir tahun 2010. Walaupun secara nominal pertumbuhan aset industri perbankan syariah sangat tinggi, tetapi laju pertumbuhan pangsa pasarnya sangat lambat. Pertumbuhan pangsa perbankan syariah bahkan sempat menurun cukup tajam


(33)

6

dari tahun 2005 sampai tahun 2007 sebelum kembali meningkat. Hal ini menyebabkan cita-cita awal Indonesia untuk mengembangkan industri perbankan dengan dual-system, masih jauh dari harapan. Tingkat pangsa pasar

yang masih sangat kecil tersebut belum cukup signifikan bagi industri perbankan syariah untuk mengklaim sebagai alternatif bagi sistem perbankan yang sudah ada.

Tantangan ke depan untuk mempercepat peningkatan penguasaan pasar diperkirakan tidak semakin mudah (Fahmi, 2010). Pada saat awal perbankan syariah didirikan sebagian besar nasabah masih merupakan syariah loyalist yang

tidak menjadikan perbankan konvensional sebagai alternatif sehingga tingkat persaingan yang dihadapi masih relatif rendah. Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah dan semakin meluasnya segmen masyarakat yang menjadi nasabah, maka persaingan yang dihadapi oleh masing-masing bank syariah menjadi semakin tinggi. Selain harus bersaing ketat dengan sesama bank syariah, perbankan syariah juga berhadapan dengan nasabah yang mempunyai permintaan yang semakin elastis karena masih menjadi nasabah perbankan konvensional. Dengan kata lain, market boundary industri perbankan syariah

menjadi meluas dengan juga harus menghadapi perbankan konvensional yang mempunyai sejarah dan pengalaman jauh lebih tua. Dalam hal ini, diduga banyak perbankan syariah akan tertinggal dalam hal kemampuan memberikan pelayanan atau fleksibilitas dalam memenuhi berbagai kebutuhan nasabah yang ‘mengambang’ tersebut.

Pertanyaan besar dari fakta yang terlihat anomali di atas adalah kenapa industri perbankan syariah belum mampu mengkonversi potensi pasar yang diduga demikian besar menjadi pasar yang riil secara cepat? Belajar dari pengalaman negara yang telah mampu mencapai pangsa yang cukup signifikan


(34)

7

seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah, lingkungan eksternal yang kondusif sangat membantu percepatan (Vayanos et al., 2008). Malaysia dapat

mencapai tingkat pangsa seperti sekarang karena tingkat keberpihakan yang sangat tinggi dari pemerintahnya kepada perbankan syariah. Keberpihakan tersebut dapat berbentuk penyiapan lingkungan regulasi yang kondusif maupun pendanaan langsung. Negara-negara Timur Tengah diuntungkan oleh tersedianya dana dari minyak yang berlimpah sebagai sumber pertumbuhan pendanaan perbankan syariah. Kedua alasan yang dirasakan oleh Malaysia dan Timur Tengah sayangnya tidak dimiliki oleh Indonesia. Perbankan Syariah Indonesia pada awalnya berkembang dengan usaha sendiri. Keberpihakan pemerintah baru mengikuti belakangan dengan terus memfasilitasi dalam bentuk berbagai peraturan dan perundangan. Indonesia terkesan tidak proaktif dalam menyediakan berbagai fasilitas dan perundangan yang dibutuhkan oleh industri.

Mengingat privelege yang dialami oleh pelaku perbankan syariah

berbagai negara lain dari lingkungan maupun pemerintahnya, maka tidak berlebihan kalau industri perbankan syariah Indonesia juga mengharapkan dukungan yang sama dari pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan yang diharapkan. Dalam hal ini industri perbankan syariah mencatat berbagai keberhasilan dalam melakukan lobi kepada pemerintah seperti dikeluarkannya UU perbankan syariah No.21 Tahun 2008, yang merupakan penyempurnaan dasar yang sebelumnya tidak secara spesifik diatur dan hanya merupakan bagian dari UU Perbankan No. 7/1992 dan UU No. 10/1998. Pengenaan pajak berganda pada transaksi murabahah yang sebelum tahun 2010 membuat Bank Syariah terbebani juga sudah ditiadakan oleh pemerintah. Secara struktural Bank Indonesia sudah mengelevasi pengurusan perbankan syariah ke tingkat Direktorat sehingga produk-produk Bank Indonesia semakin banyak yang


(35)

8

mengakomodasi keperluan perbankan syariah. Pada level masyarakat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara eksplisit mengeluarkan fatwa haramnya bunga bank pada tahun 1995. Industri dan masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) untuk turut melakukan edukasi masyarakat dalam rangka mendorong laju pertumbuhan ekonomi syariah secara umum dan perbankan syariah secara khusus.

Berbagai dukungan eksternal industri yang telah dilakukan ternyata belum cukup untuk mengangkat pertumbuhan industri ke tingkat yang dikehendaki. Pertanyaan yang muncul dari fakta ini adalah seberapa penting sebenarnya peran dukungan faktor eksternal terhadap pertumbuhan industri perbankan syariah. Selain lingkungan makro dan kebijakan pemerintah, peran perilaku konsumen juga diperkirakan merupakan faktor eksternal yang belum sepenuhnya dipahami dan diantisipasi oleh industri perbankan syariah. Jumlah penduduk muslim yang besar ternyata tidak otomatis dapat dikonversi secara langsung menjadi nasabah perbankan syariah. Ratusan tahun interaksi masyarakat dengan perbankan konvensional menyebabkan diperlukan upaya sistematis yang didasarkan pada riset yang kuat untuk mengkonversi potensi yang besar tersebut menjadi nasabah yang riil. Berbagai upaya telah dilakukan untuk itu, tetapi informasi yang didasari oleh riset yang kokoh masih belum banyak tersedia.

Bagaimanapun kondusifnya lingkungan eksternal untuk pertumbuhan industri perbankan syariah, tetap saja karakter faktor eksternal adalah tidak sepenuhnya di bawah kendali industri. Faktor yang lebih berada di bawah kendali tentu saja adalah faktor internal industri yang dapat dimodifikasi untuk merespon berbagai perkembangan eksternal dalam rangka untuk mencapai tujuan.


(36)

9

Disinilah dinamika struktur pasar perbankan syariah dan perilaku masing-masing bank maupun perbankan secara industri menjadi sangat menentukan kinerja industri secara keseluruhan.

Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) merupakan salah satu

pendekatan dalam Ekonomi Industri yang banyak digunakan untuk menganalisa dinamika suatu industri. Namun untuk dapat menggunakan pendekatan ini secara valid, terlebih dahulu harus jelas batasan pasar dari industri yang akan dianalisa. Hal ini penting untuk diklarifikasi dalam kasus industri perbankan syariah karena pangsanya yang masih kecil dan pesaing utamanya, perbankan konvensional, sudah mempunyai sejarah panjang melayani masyarakat dan mempunyai pangsa pasar yang sangat dominan. Setelah batasan pasar jelas, barulah analisis persaingan yang terjadi dalam industri dapat dianalisa. Tingkat persaingan dan berbagai faktor lain yang relevan kemudian perlu dikaji pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri sebelum berbagai implikasi dan strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah dapat dirumuskan secara baik.

Secara akademis, dinamika industri perbankan syariah di Indonesia merupakan laboratorium yang menarik untuk dikaji karena masih dalam periode awal pertumbuhan. Pada saat-saat awal pertumbuhan, perbankan syariah mungkin menikmati masa-masa menjadi perusahaan dominan baik karena masih sedikitnya kompetitor maupun oleh karakter nasabah yang masih termasuk idiologis. Semakin berkembangnya industri diperkirakan akan mengurangi kekuatan pasar yang dimiliki oleh perbankan sedikit demi sedikit dengan semakin banyaknya perbankan pesaing dan pada saat yang sama semakin mengambangnya nasabah perbankan syariah. Nasabah yang diperebutkan tidak lagi mereka yang secara idiologis akan loyal kepada perbankan syariah saja,


(37)

10

tetapi juga mereka yang pragmatis masih tetap bertransaksi dengan bank konvensional. Dengan kata lain market boundary dari perbankan syariah tidak

hanya terbatas pada industri perbankan syariah saja, melainkan sudah meluas kepada industri perbankan secara keseluruhan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:

1. Apakah industri perbankan syariah merupakan industri yang terpisah dengan industri perbankan konvensional?

2. Bagaimana hubungan struktur pasar dengan tingkat keuntungan bank syariah?

3. Bagaimana tingkat persaingan industri perbankan syariah?

4. Apa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan industri perbankan syariah?

5. Apa implikasi kebijakan bagi pelaku industri maupun pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pilihan kebijakan yang dapat digunakan oleh industri perbankan syariah maupun pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah. Tujuan umum tersebut akan dicapai dengan secara bertahap mencapai beberapa tujuan antara sebagai berikut:

1. Menganalisa batas pasar (market boundary) industri perbankan syariah.

2. Menganalisa hubungan struktur pasar dengan kinerja industry perbankan syariah Indonesia.


(38)

11

4. Menganalisa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan industri perbankan perkembangan syariah Indonesia.

5. Merumuskan pilihan implikasi kebijakan bagi industri perbankan syariah dan pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi industri perbankan syariah untuk merumuskan berbagai strategi untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri secara keseluruhan. Strategi yang dapat dirumuskan dapat berupa strategi individual di tingkat masing-masing perusahaan ataupun strategi yang dapat dikerjasamakan di tingkat industri.

Dalam hal strategi yang dirumuskan berada di luar kendali perusahaan atau industri, maka pilihan strategi dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang dapat mengakselerasi pertumbuhan industri syariah ke depan. Implikasi kebijakan ini dapat berupa affirmative action yang

diperlukan ataupun intervensi kebijakan yang tidak diperlukan agar tidak mengganggu laju pertumbuhan yang terjadi.

Mengingat belum banyaknya studi Struktur-Perilaku-Kinerja di industri perbankan syariah, kajian ini diharapkan memperkaya khasanah koleksi kajian ekonomi industri dalam sektor yang relatif baru ini. Masih relatif mudanya umur industri perbankan syariah ini menyebabkan berbagai keterbatasan terhadap upaya kajian yang ingin dilakukan. Keterbatasan data yang tersedia memberikan tantangan tersendiri dalam merumuskan model yang digunakan dan menginterpretasi hasil yang diperoleh. Terlepas dari berbagai keterbatasan yang


(39)

12

ada, kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dinamika sebuah industri pada tahapan dua dekade awal pertumbuhannya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Karena terbatasnya data time series yang tersedia, maka dalam

penelitian ini akan digunakan metode ekonometrika yang diterapkan terhadap panel data. Sebagai akibatnya, tidak seluruh data dapat digunakan. Beberapa tahapan awal terpaksa dihilangkan, demikian juga beberapa perbankan yang baru berdiri untuk mendapakan panel yang seragam. Hal ini menyebabkan beberapa informasi penting akan luput dari tangkapan model yang dirumuskan. Katerbatasan ini akan dicoba untuk diatasi semaksimal mungkin dengan analisis kualitatif.

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga tidak seluruhnya variabel yang diukur dapat diukur sesuai dengan konsep yang ideal. Berbagai upaya manipulasi variabel akan digunakan untuk menghasilkan variabel yang dapat menjadi proksi variabel yang diinginkan. Variabel-variabel perilaku pasar khususnya akan memberi tantangan sendiri untuk dapat dirumuskan dengan data sekunder yang tersedia. Bagaimanapun hasilnya, penelitian lanjutan dengan menggunakan data primer diperkirakan akan menjadi pelengkap yang sangat berharga baik untuk menegaskan, memperkaya atau menjawab berbagai aspek yang tidak dapat dijangkau oleh model dan data yang digunakan dalam penelitian ini.

Keterbatasan data juga yang menyebabkan ruang lingkup perbankan yang dianalisa pada penelitian ini hanya mencakup kategori Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak dimasukkan dengan justifikasi paling tidak hal. Pertama, BPRS mempunyai


(40)

13

karakteristik operasional yang berbeda dengan BUS dan UUS. BPRS tidak dapat memberikan pelayanan jasa dalam lalu lintas pembayaran atau transaksi dalam lalu lintas giral seperti halnya BUS dan UUS. Kedua, pangsa pasar BPRS dalam industri perbankan syariah masih sangat kecil, yaitu hanya 2.7 persen dari total industri perbankan syariah, sehingga diperkirakan tidak akan terlalu mengganggu gambaran keseluruhan industri jika diabaikan. Ketiga, data yang tersedia untuk BPRS tidak selengkap yang tersedia untuk BUS dan UUS sehingga tidak akan terlalu banyak membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas data panel yang diperlukan dalam penelitian. Terkahir, walaupun segmen pasar yang digarap oleh BPRS dan BUS serta UUS sebagian besar adalah sama-sama UMKM, namun diperkirakan nasabah UMKM yang digarap oleh BUS dan UUS tidak sepenuhnya berimpit dengan nasabah yang digarap oleh BPRS.

Keterbatasan terakhir dari penelitian ini adalah dalam hal implikasi kebijakan yang dirumuskan. Pilihan yang dirumuskan sifatnya hanya berupa masukan yang perlu dikaji lebih dalam untuk menjadi kebijakan akhir. Strategi untuk tingkat perusahaan, misalnya, tentu saja harus mempertimbangkan kondisi internal dan keragaman yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Demikian juga untuk pemerintah, kebijakan yang dirumuskan perlu mempertimbangkan dampak lebih makro dari kebijakan yang ditujukan untuk industri perbankan syariah.


(41)

(42)

15

II. PERSAINGAN PASAR DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI: SEBUAH KAJIAN TEORI

Prinsip mikroekonomi yang menjadi dasar organisasi industri menyatakan bahwa persaingan merupakan keharusan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat, kecuali untuk beberapa kasus khusus seperti monopoli alami. Persaingan sempurna dalam jangka panjang memastikan produk yang dihasilkan akan berada pada titik efisiensi alokatif dan efisiensi produktif tertinggi. Oleh karena itu, pasar harus diupayakan agar mempunyai atau menerapkan tingkat persaingan yang sesempurna mungkin untuk menghasilkan kinerja industri yang terbaik.

Paradigma Struktur-Perilaku dan Kinerja (SCP) merupakan pendekatan umum yang telah banyak digunakan untuk mengkaji hubungan dinamika persaingan suatu industri dengan kinerjanya. Awalnya paradigma ini digunakan untuk industri manufaktur, namun dalam perkembangannya paradigma yang sama juga digunakan untuk industri jasa seperti perbankan. Pada Bab ini akan disajikan pengertian paradigma SCP dan perkembangannya sejalan dengan perkembangan kajian empiris terhadap konsep awalnya. Setelah perkembangan secara umum, penerapan SCP pada industri jasa, khususnya industri perbankan, akan diulas lebih dalam pada bagian tersendiri. Bab ini akan diakhiri dengan uraian tentang konsep perbankan syariah dan perbedaannya dengan perbankan konvensional serta implikasinya terhadap konsep persaingan yang Islami. 2.1. Teori SCP dan Perkembangannya

Paradigma SCP pada awalnya merupakan salah satu pendekatan dalam mengkaji pembentukan organisasi industri. Namun dalam perkembangannya kerangka SCP telah menjadi kerangka umum pendekatan kajian organisasi


(43)

16

industri (Carlton dan Perloff, 2000). Model-model mikroekonomi digunakan untuk menjelaskan berbagai interaksi yang kompleks antar komponen dalam kerangka SCP. Model mikroekonomi yang berlaku dapat berbeda antara satu industri dengan industri lainnya sehingga model mana yang berlaku lebih merupakan masalah empiris.

2.1.1. Pengertian Komponen SCP

Pendekatan SCP pertama kali diperkenalkan oleh Edward S. Mason dan dikembangkan oleh muridnya Joe S. Bain dari Harvard University pada tahun 1940an dan 1950an. Pendekatan yang dikenal dengan pendekatan strukturalis ini mempunyai postulat bahwa Kinerja (P) secara linier ditentukan oleh Perilaku (C) perusahaan yang berada dalam suatu industri dan perilaku ditentukan oleh Struktur Pasar (S) dimana perusahaan itu berada.

Struktur pasar adalah bentuk pasar yang mempengaruhi tingkat persaingan yang terjadi dalam suatu industri. Untuk pasar produk, struktur pasar dikenal mulai dari kondisi yang paling bersaing karena terdiri dari banyak penjual dan pembeli (pasar bersaing sempurna) sampai ke bentuk yang paling tidak bersaing karena hanya ada satu penjual (monopoli). Namun demikian tidak banyak pasar yang dapat digolongkan ke dalam dua bentuk struktur pasar yang ekstrim tersebut. Kebanyakan industri masuk ke dalam bentuk pasar oligopoli dan persaingan monopolistik. Pada kedua bentuk pasar terakhir ini, dinamika persaingan sangat tinggi sehingga masing-masing perusahaan harus kreatif merancang strategi agar dapat bertahan di pasar.

Indikator utama yang digunakan untuk menentukan struktur pasar adalah jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk bagi perusahaan baru dan hambatan keluar bagi perusahaan incumbent, diferensiasi dan diversifikasi


(44)

17

produk. Jumlah penjual dan pembeli biasanya diukur dengan konsentrasi penjual baik dengan menggunakan rasio konsentrasi beberapa perusahaan terbesar maupun indeks Herfindhal-Hirschman. Hambatan masuk merupakan berbagai kekuatan yang menciptakan disadvantage bagi calon pesaing yang ingin masuk

ke dalam industri. Hambatan masuk dapat bersifat legal seperti hak paten maupun aturan pemerintah atau dapat juga berbentuk berbentuk skala usaha yang besar untuk mendapatkan keuntungan. Jika perusahaan incumbent

mempunyai keunggulan biaya, strategi penetapan harga dapat digunakan untuk menghambat calon pesaing masuk ke dalam industri dengan cara menetapkan harga yang memaksa perusahaan baru harus beroperasi pada tingkat harga rugi. Strategi ini disebut dengan limit pricing. Besarnya skala usaha selain dapat

berfungsi sebagai hambatan masuk juga dapat sekaligus berfungsi hambatan keluar bagi perusahaan incumbent. Diferensiasi produk merupakan salah satu

unsur penting dalam struktur pasar, khususnya pasar persaingan monopolistik. Diferensiasi ini juga yang menentukan market boundary dengan produk

pesaingnya. Semakin terdifrensiasi produk suatu industri atau perusahaan, semakin besar kekuatan yang dimiliki oleh industri atau perusahaan tersebut terhadap konsumen. Diversifikasi menggambarkan keragaman produk yang ditawarkan oleh industri yang dapat berfungsi sebagai pengurang resiko yang dihadapi oleh perusahaan.

Pembentukan struktur pasar dipengaruhi oleh interaksi antara kondisi permintaan dan penawaran produk yang diusahakan dalam industri. Kondisi permintaan dan penawaran seperti elastisitas harga, keberadaan barang substitusi, pertumbuhan pasar, jenis barang, teknologi, bahan baku, skala ekonomi dan lain-lain akan mewarnai struktur pasar yang akan terbentuk.


(45)

18

Perilaku pasar menggambarkan apa yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan untuk bersaing satu sama lain. Komponen ini mencakup berbagai strategi harga maupun produk yang dilakukan oleh perusahaan ataupun industri. Termasuk dalam perilaku pasar adalah iklan, riset dan pengembangan, kerjasama antar perusahaan untuk mengeksploitasi pasar dalam bentuk kolusi atau bahkan merger. Bentuk dan intensitas perilaku yang dapat dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat tergantung kepada struktur pasar dimana mereka beroperasi.

Kinerja pada akhirnya akan menggambarkan hasil dari perilaku perusahaan yang dimungkinkan oleh struktur pasar yang terbentuk. Secara teoretis, struktur pasar yang relatif terkonsentrasi akan menimbulkan kekuatan pasar bagi perusahaan dominan untuk menetapkan harga dan menghambat masuk calon pesaing. Jika kekuatan pasar ini dimanfaatkan, keuntungan yang lebih besar dibandingkan pesaingnya akan dapat diperoleh. Kinerja juga dapat tergambar dari pertumbuhan aset yang jika diakumulasikan untuk seluruh industri akan membentuk pertumbuhan industri secara keseluruhan.

Seluruh komponen SCP dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah baik berupa intervensi langsung terhadap berbagai komponen dalam SCP tersebut maupun mewarnai lingkungan bisnis dimana industri beroperasi. Bentuk kebijakan pemerintah dapat berupa regulasi pada berbagai tingkatan mulai dari UU dan Peraturan Bank Indonesia sampai Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri. Aspek yang diatur dapat berkenaan langsung dengan industri yang bersangkutan seperti penetapan tingkat pajak dan subsidi, anti persaingan usaha tidak sehat dan insentif investasi serta pajak.

Keterkaitan antar komponen dalam pendekatan SCP digambarkan secara ringkas pada Gambar 1.


(46)

19

Sumber: Carlton dan Perloff (2000)

Gambar 1. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri

2.1.2. Interaksi Antar Komponen SCP

Jika dilhat pada Gambar 1, interaksi berbagai komponen pada pendekatan SCP tidak hanya searah dari Struktur mempengaruhi Perilaku dan akhirnya tergambar dalam Kinerja seperti pada saat awal paradigma SCP diperkenalkan. George J. Stigler (dari Chicago School of Economics) dengan

Kondi si Da sar

Perm intaan: Produksi:

Elastisitas Per mintaan Teknologi

Substitusi Bahan Baku

Faktor Musim Serikat Pekerja Laju Pertumbuhan Daya tahan Produk

Lokasi Lokasi

Karakter Pesanan Skala Ekonomi Metode Pembelian Cakupan Ekonomi

Perilaku Iklan R&D Penetapan Harga Investasi Taktik Legal Kolusi Pilihan Produk Merger

Struktur Jumlah Pembeli dan Penjual Hambatan Masuk Diferensiasi Produk Integrasi Vertikal Diversifikasi Kinerja Tingkat Harga Efisiensi Produksi Efisiensi Alokatif Kualitas Produk Nilai Aset Kemajuan Teknologi Tingkat Keuntungan Kebijakan Pemerintah Regulasi Anti Monopoli Hambatan Masuk Pajak dan Subsidi Insentif Investasi Insentif Ketenagakerjaan Kebijakan Makroekonomi


(47)

20

menggunakan Teori Harga berargumen bahwa alur pengaruh yang sebaliknya dapat terjadi. Kinerja dalam bentuk keuntungan yang besar diperoleh oleh beberapa perusahaan tertentu dapat memberikan kemampuan untuk menerapkan strategi (perilaku) yang dapat semakin memantapkan keberadaan mereka di pasar. Dominasi pasar beberapa perusahaan ini bahkan dapat digunakan untuk menggusur pesaingnya dalam industri ke luar sehingga akhirnya terbentuk struktur pasar yang semakin terkonsentrasi. Pada Gambar juga terlihat bahwa kebijakan pemerintah tidak hanya bersifat mempengaruhi kompnen SCP, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh komponen SCP khususnya komponen Perilaku.

Hubungan antara konsentrasi pasar dengan tingkat keuntungan yang positif juga tidak selalu membenarkan teori SCP. Hubungan yang sama dapat diperoleh seandainya konsentrasi industri yang tinggi menyebabkan perusahaan dominan dapat mencapai skala usaha yang ekonomis sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih besar (Efficient Structure Hypothesis). Untuk itu perlu diuji

apakah keuntungan yang diperoleh disebabkan oleh perusahaan memanfaatkan dominasinya untuk mengeksploitasi pasar secara tidak sehat atau disebabkan oleh efisiensi yang diperoleh dari skala usaha. Untuk membedakannya perlu dilihat apakah dominasi pasar menyebabkan kenaikan harga dan keuntungan atau justru menyebabkan penurunan harga karena skala usaha yang semakin ekonomis namun tetap mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Teori Contestable Markets merupakan salah satu pendekatan yang

mencoba melihat hubungan struktur dan kinerja secara berbeda. Struktur pasar yang terkonsentrasi tidak selalu berakibat perusahaan dominan menaikkan harga untuk meningkatkan keuntungan. Dalam kondisi pasar yang contestable,


(48)

21

kompetitif karena ancaman calon pesaing. Dengan demikian, pada pasar seperti ini struktur pasar dapat saja terkonsentrasi (tidak kompetitif) tetapi berperilaku sangat kompetitif.

Walaupun sebagai kerangka umum, SCP telah banyak digunakan karena terbukti sangat membantu dalam menganalisa suatu industri, kajian terhadap komponen perilaku (conduct) cenderung tidak sekuat analisis terhadap struktur

pasar. Padahal sudah lama disadari bahwa perilaku dapat membentuk lingkungan persaingan tanpa merubah struktur pasar. Kalaupun analisis perilaku dilakukan biasanya hanya berbentuk kualitatif tanpa didasarkan pada kerangka analisis yang kuat dan terintegrasi dengan kerangka SCP secara keseluruhan (Smith et al., 2007). Smith et al. (2007) merekomendasikan pengintegrasian

pendekatan Analisis Industri yang dirumuskan oleh Porter ke dalam pendekatan SCP untuk memperkuat lingkungan persaingan industri, khususnya untuk menangkap dinamika perilaku strategik. Pendekatan analisis industri yang dikenal dengan Porter’s Five Forces ini menyatakan bahwa ada lima kekuatan

yang menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri seperti terlihat pada Gambar 2. Kelima kekuatan tersebut adalah kekuatan rebut-tawar (bargaining)

pembeli, kekuatan rebut-tawar pemasok, ancaman masuk pesaing baru, ancaman produk substitusi dan kekuatan persaingan antar perusahaan dalam internal industri itu sendiri.

2.2. Penerapan SCP pada Industri Perbankan

Pada awalnya paradigma SCP diterapkan untuk industri manufaktur. Namun dengan mempertimbangkan karakteristik khasnya, paradigma yang sama juga dapat diterapkan pada industri jasa, termasuk industri perbankan. Pada industri perbankan yang terkonsentrasi, ceteris paribus, akan terlihat jumlah


(49)

22

pinjaman dan tabungan yang lebih kecil dengan tingkat bunga yang lebih tinggi di sisi pinjaman dan lebih rendah di sisi tabungan. Kombinasi jumlah dan tingkat bunga tersebut akan menyebabkan tingkat keuntungan bank yang lebih besar.

Sumber: Smith et al. (2007)

Gambar 2. Model Lima Kekuatan Porter

Industri jasa mempunyai kekhasan yang membuatnya berbeda dengan produk manufaktur. Karakteristik produk jasa adalah intangible, perishable,

inseparable, simultaneous dan variable (Zeithaml et al., 1990). Produk jasa

adalah intangible karena tidak dapat dipegang atau disentuh serta tidak dapat

ditransfer atau dimiliki untuk dijual kembali. Perishable karena produk jasa sekali

dikonsumsi tidak mungkin lagi tersedia bagi konsumen lain. Produk jasa juga

inseparable karena antara pemberi jasa dengan konsumen tidak dapat

dipisahkan. Produk jasa harus disediakan dan dikonsumsi pada saat yang sama secara simultan. Terakhir, setiap produk jasa bersifat unik dalam arti setiap jasa

yang diberikan akan tidak bisa diulang dan diberikan dengan kualitas yang persis sama pada waktu dan keadaan yang lain (variable).

Pe masok Pe mbe li

Calon Pesaing

Barang Substitusi

Industri

Pe masok Pe mbe li

Calon Pesaing

Barang Substitusi

Industri

Kekuatan Bargaining Pemasok Ancaman Pendatang Baru


(50)

23

Kalau produk jasa secara umum berbeda dengan produk manufaktur, maka produk perbankan mempunyai kekhasan lebih jauh untuk input maupun produknya sehingga penerapan paradigma SCP pada industri perbankan harus disesuaikan. Kekhasan industri perbankan dan dampaknya terhadap paradigma SCP telah direview secara komprehensif oleh Neuberger (1998). Dalam reviewnya, Neuberger menekankan bahwa bank muncul karena adanya

incomplete dan asymmetric information pada industri keuangan. Oleh karena itu

penggunaan SCP untuk industri perbankan harus menyesuaikan dengan karakteristik ini dalam kerangkanya. Dengan mempertimbangkan keunikan industri perbankan, kerangka SCP dimodifikasi menjadi bentuk seperti terlihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 3 terlihat bahwa dalam industri perbankan seluruh variabel adalah endogenus karena terjadi saling keterkaitan antara variabel-variabel struktur, perilaku dan kinerja dan pengaruh feedback terhadap kondisi dasar dan

kebijakan publik. Dalam kondisi dasar juga harus dipertimbangkan ketidaksempurnaan pasar dalam industri perbankan seperti ketidakpastian

(uncertainty), asymmetric information dan biaya transaksi.

2.3. Konsep Perbankan Syariah

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah Islam. Menurut jenisnya, bank syariah dapat dikelompokkan menjadi Bank Umum Syariah (BUS) yang berdiri sendiri atau bukan merupakan bagian dari bank konvensional, Unit Usaha Syariah (UUS) yang merupakan unit usaha dari suatu bank konvensional tetapi dalam prosesnya menggunakan prinsip


(51)

24

syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sumber: Neuberger (1998)

Gambar 3. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri untuk Industri Perbankan

Secara umum perbankan syariah mempunyai fungsi yang sama dengan perbankan konvensional. Namun demikian, karena perbankan syariah harus sesuai dengan syariah Islam yang menekankan tidak dibenarkannya ada unsur judi, tipuan dan riba (tingkat bunga) dalam transaksinya maka secara normatif

Kondi si Da sar Ketidakpastian

Asymmetric Information

Biaya Transaksi

Perm intaan: Produksi:

Elastisitas harga Input/Teknologi Sw itching Cost Jasa

Loyalitas Hubungan

Barang Substitusi Principal-Agent Sikap thdp Resiko Eksternalitas Eksternalitas Jaringan Produksi

Perilaku Iklan R&D Penetapan Harga Inovasi Jaringan dan Mutu Kolusi Pengumpulan Info Merger

Struktur Segmentasi Pasar

Hambatan Masuk dan Keluar Diferensiasi Produk Diversifikasi Struktur Biaya Luasan Pasar Kinerja Efisiensi Produksi Efisiensi Alokatif Pertumbuhan Aset Full Employ ment

Kebijakan Publik Regulasi Protektif

Regulasi Prudensial Kebijakan Persaingan


(52)

25

sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan perbankan syariah menjadi sangat berbeda dengan sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan perbankan konvensional.

Sebagaimana diuraikan dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (Bank Indonesia, 2002), perbankan syariah didirikan dengan tujuan akhir untuk mencapai falah, yang dapat diartikan sebagai kemaslahatan

bagi masyarakat secara luas. Tujuan akhir ini dapat dicapai dengan memperhatikan prinsip keadilan, menghindari kegiatan yang dilarang dan prinsip kemanfaatan. Dalam prinsip keadilan termasuk transparansi dan kejujuran, transaksi yang adil, persaingan yang sehat, dan perjanjian yang saling menguntungkan. Kegiatan yang dilarang sehingga harus dihindari adalah produk jasa dan proses yang merugikan serta berbahaya, dan menggunakan sumberdaya yang ilegal dan diperoleh secara tidak adil. Prinsip kemanfaatan ditunjukkan oleh penciptaan produk yang produktif dan tidak spekulatif, menghindari penggunaan sumberdaya yang tidak efisien, dan membuka akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh sumberdaya.

Landasan filosofis di atas menyebabkan aktivitas yang dilakukan oleh perbankan syariah menjadi dibatasi oleh konsep halal dan haram menurut syariah, tidak hanya sekedar menguntungkan atau tidak. Lebih jauh lagi, pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah harus berorientasi falah,

yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kegiatan yang dilakukan oleh perbankan harus memastikan tidak hanya menguntungkan pihak perbankan saja, tetapi juga pihak mitranya. Oleh karena itu, return yang dibayarkan atau

diterima oleh bank syariah hanya boleh berasal dari pendapatan dari bagi hasil atau pendapatan lainnya yang dibolehkan oleh syariah sehingga terhindar dari berbagai ketidakadilan seperti yang terjadi pada sistem bunga atau riba.


(53)

26

Konsekuensi lain dari penerapan syariah adalah dilarangnya berbagai produk derivatif seperti yang banyak diciptakan oleh sistem perbankan konvensional karena unsur spekulatif dan judi yang terkandung di dalamnya, walaupun menjanjikan keuntungan yang besar.

Untuk memastikan bahwa perbankan benar-benar menerapkan syariah dalam praktek bisnisnya, maka setiap perbankan syariah diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai kelengkapan di luar dewan pengawas yang berlaku untuk perbankan konvensional seperti BI, Bapepam, dan Dewan Komisaris. Perbedaan besar yang terakhir, jika ada sengketa antara bank dan nasabah serta musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan, maka penyelesaian akan dibawa ke peradilan agama bukan pengadilan negeri seperti yang terjadi pada perbankan konvensional.

Jika dilihat secara rinci masih banyak lagi perbedaan yang dapat ditemukan pada sistem dan produk perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional. Namun demikian, perbedaan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional seperti yang diringkas oleh Ismail (2011) pada Tabel 2 sudah cukup memadai untuk memperlihatkan perbedaan mendasar kedua sistem perbankan tersebut.

Salah satu aspek mendasar yang secara normatif berbeda antara sistem syariah dengan konvensional namun jarang dibahas secara rinci pada berbagai literatur Ekonomi Islam adalah aspek persaingan industri. Literatur yang ada (diantaranya Khan dan Mirakhor, 2002; Karim, 2003; Mannan, 1997; Iqbal dan Molyneux, 2005; Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam–UII, 2008) pada umumnya berhenti pada tataran normatif dengan mengatakan bahwa persaingan bisnis menurut syariah dibolehkan bahkan dianjurkan, tetapi tidak boleh merugikan apalagi dengan maksud mematikan pesaingnya. Prinsip ini jika


(54)

27

dijalankan mempunyai implikasi bahwa syariah Islam tidak mengatur struktur tetapi mengatur perilaku pasar. Struktur pasar monopoli atau persaingan tidak sempurna lainnya menjadi tidak relevan karena prinsip syariah melarang untuk menggunakan market power yang dimiliki untuk mengeksploitasi pasar sehingga

perilaku persaingan berbagai bentuk struktur pasar tersebut seharusnya sama dengan pasar yang bersaing sempurna.

Tabel 2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional

Sumber: Ismail (2011)

Permasalahannya adalah bagaimana memastikan bahwa pelaku pasar akan patuh terhadap landasan normatif persaingan sementara mereka mempunyai potensi untuk menyalahgunakan kekuatan yang mereka miliki pada saat struktur pasar sangat terkonsentrasi. Sukmana dan Beik (2006)

Bank Syariah Bank Konvensional

Investasi hanya untuk proyek dan produk yang halal dan menguntungkan

Investasi tidak hanya mempertimbangkan halal atau haram

asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan

Return yang dibayar dan atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.

Return baik yang dibayar kepada nasabah penyimpan dana dan return

yang diterima dari nasabah pengguna dana berupa bunga.

Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai dengan syariah Islam

Perjanjian menggunakan hukum positif. Orientasi pembiayaan tidak hanya

untuk keuntungan akan tetapi juga berorientasi falah, yaitu kesejahteraan masyarakat

Orientasi pembiayaan untuk memperoleh keuntungan atas dana yang dipinjamkan.

Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra

Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditor dan debitor

Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, dan Komisaris.

Penyelesaian sengketa diupayakan diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri setempat.


(55)

28

menyimpulkan bahwa para ulama klasik Islam seperti Abu Yusuf (731 - 798 M), Al-Ghazali (1055 - 1111 M), Ibnu Taimiyah (1263 – 1328 M), Ibnul Qayyim al-Jawziyyah (1292 – 1350 M) dan Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M) jauh sebelum Adam Smith telah sepakat bahwa pasar harus dibiarkan beroperasi mengikuti mekanisme pasar. Harga akan naik dan turun berdasarkan interaksi penawaran dan permintaan atau bahkan dikatakan oleh Abu Yusuf sebagai ditentukan oleh kekuasaan Allah SWT sehingga tidak boleh diintervensi oleh pemerintah atau lembaga lainnya. Abu Yusuf bahkan sama sekali tidak menyebutkan perkecualian terhadap tidak bolehnya intervensi terhadap proses pembentukan harga tersebut. Namun ulama klasik selain Abu Yusuf menekankan pentingnya intervensi pemerintah melalui lembaga hisbah (pengawas) atau mekanisme perpajakan apabila terjadi pelanggaran terhadap persyaratan yang memastikan persaingan sempurna. Persyaratan pasar yang bersaing sempurna secara syariah adalah: tingkat informasi tentang harga dan komoditi yang dapat diakses secara seimbang oleh seluruh pelaku pasar, perusahaan bebas untuk keluar dan masuk dari pasar, tidak terjadinya penumpukan atau tindakan lain yang dilarang syariah, tidak terjadi kolusi antara penguasa dan pengusaha, dan adanya kejujuran, aturan main yang adil dan kebebasan memilih bagi pelaku pasar.

Konsep pasar yang dirumuskan jauh sebelum Adam Smith di atas, dengan demikian, lebih sempurna dibandingkan dengan konsep ekonomi klasik Adam Smith yang sama sekali tidak merekomendasikan adanya intervensi pemerintah dan telah merekomendasikan perlunya intervensi pada saat pasar tidak berjalan normal seperti rekomendasi Keynes yang merupakan antitesa ekonomi klasik (Sukmana dan Beik, 2006). Jika diterjemahkan dengan konsep ekonomi konvensional yang telah berkembang maju saat ini, maka jika terjadi persaingan yang sempurna di pasar, prinsip maksimisasi keuntungan (dengan


(56)

29

catatan tidak melanggar koridor syariah) akan menghasilkan tingkat kesejahteraan tertinggi bagi masyarakat sehingga tujuan falah dalam ekonomi Islam akan juga otomatis tercapai. Akan tetapi, maksimisasi keuntungan yang dilakukan oleh pasar yang oligopolistik dan monopolistik akan menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak maksimal. Oleh karena itu, struktur pasar yang tidak bersaing sempurna seperti ini harus diawasi untuk memastikan mereka tetapi berperilaku seperti pasar yang bersaing sempurna.

Berkembangnya New Empirical Industrial Organization (NEIO) membuka

peluang untuk menguji dan menetapkan standar untuk prinsip persaingan dalam industri berbasis syariah, termasuk perbankan syariah. NEIO tidak lagi secara normatif menerima postulat paradigma SCP yang bersifat struktural dengan asumsi bahwa pasar yang terkonsentrasi akan cenderung kolutif dan menggunakan kekuatan yang mereka miliki untuk mendapatkan keuntungan super normal. Teori dan bukti empiris pasar yang contestable, misalnya,

menunjukkan bahwa pasar yang terkonsentrasi tidak selalu berperilaku tidak bersaing.


(57)

(1)

Pasal 57

(1) Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif kepada Bank Syariah atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang melanggar Pasal 41 dan Pasal 44.

(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi ketentuan pidana sebagai akibat dari pelanggaran kerahasiaan bank.

Pasal 58

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah:

a. denda uang; b. teguran tertulis;

c. penurunan tingkat kesehatan Bank Syariah dan UUS; d. pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;

e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk Bank Syariah dan UUS secara keseluruhan; f. pemberhentian pengurus Bank Syariah dan Bank Umum

Konvensional yang memiliki UUS, dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;

g. pencantuman anggota pengurus, pegawai, dan pemegang saham Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS dalam daftar orang tercela di bidang perbankan; dan/atau

h. pencabutan izin usaha.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA Pasal 59

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Simpanan atau Investasi berdasarkan Prinsip Syariah tanpa izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan hukum dimaksud dilakukan


(2)

terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan perbuatan itu dan/atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu.

Pasal 60

(1) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 memaksa Bank Syariah, UUS, atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 61

Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 47, dan Pasal 48 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak

Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pasal 62

(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja:

a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau

b. tidak memberikan keterangan atau tidak melaksanakan perintah yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang lalai:

a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau

b. tidak memberikan keterangan atau tidak melaksanakan perintah yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) tahun dan


(3)

paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 63

(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja:

a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS;

b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS; dan/atau

c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja:

a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang, atau barang berharga untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka:

1. mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas penyaluran dana dari Bank Syariah atau UUS;

2. melakukan pembelian oleh Bank Syariah atau UUS atas surat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang, atau bukti kewajiban lainnya;

3. memberikan persetujuan bagi orang lain untuk

melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas penyaluran dananya pada Bank Syariah atau UUS;

dan/atau

b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling


(4)

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 64

Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 65

Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan Bank Syariah atau UUS tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 66

(1) Anggota direksi atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja:

a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan perbuatan tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi Bank Syariah atau UUS atau menyebabkan keadaan keuangan Bank Syariah atau UUS tidak sehat;

b. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu pemeriksaan yang dilakukan oleh dewan komisaris atau kantor akuntan publik yang ditugasi oleh dewan komisaris;

c. memberikan penyaluran dana atau fasilitas penjaminan dengan melanggar ketentuan yang berlaku yang diwajibkan pada Bank Syariah atau UUS, yang mengakibatkan kerugian sehingga membahayakan kelangsungan usaha Bank Syariah atau UUS; dan/atau

d. tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Penyaluran Dana sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau ketentuan yang berlaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan


(5)

pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Anggota direksi dan pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dana Nasabah, Bank Syariah atau UUS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 67

(3) Bank Syariah atau UUS yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini.

(4) Bank Syariah atau UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.

Pasal 68

(1) Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan sanksi bagi Bank Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 69

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.


(6)

Pasal 70

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 16 Juli 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

ANDI MATTALATTA