Perumusan Masalah Penelitian PENDAHULUAN

5

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Terlepas dari tingginya pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia, ada beberapa indikasi yang mendasari dugaan bahwa laju pertumbuhan tersebut masih berada di bawah potensi terbaiknya. Dugaan potensi pasar yang besar dan masih belum tergali sangat berdasar karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Praktek ekonomi yang bernuansa atau didasarkan pada syariah Islam juga telah berkembang lama di tengah-tengah masyarakat, bahkan lebih lama dari mulai dikembangkannya industri perbankan syariah itu sendiri. Oleh karena itu, wajar jika diperkirakan perkembangan perbankan syariah akan disambut dengan antusias oleh masyarakat Indonesia. Pada sisi lain, perbankan konvensional sudah berkali-kali menunjukkan kerentanannya dalam menghadapi situasi krisis. Hal ini menyebabkan masyarakat, muslim maupun non-muslim, mencari alternatif perbankan dengan sistem yang lebih aman dan menenteramkan adil. Perbankan syariah tampil menawarkan konsep alternatif yang dibutuhkan. Dengan logika tersebut, ditambah dengan pengalaman berbagai negara yang terlebih dahulu mengembangkan perbankan syariah serta kecenderungan laju pertumbuhan di tingkat dunia, maka tidak berlebihan jika Bank Indonesia sempat menargetkan pangsa pasar perbankan syariah akan mencapai 5 persen pada akhir tahun 2008. Pada kenyataannya, seperti yang terlihat pada Tabel 1, perbankan syariah baru bisa menembus pangsa pasar sedikit di atas 3 persen pada akhir tahun 2010. Walaupun secara nominal pertumbuhan aset industri perbankan syariah sangat tinggi, tetapi laju pertumbuhan pangsa pasarnya sangat lambat. Pertumbuhan pangsa perbankan syariah bahkan sempat menurun cukup tajam 6 dari tahun 2005 sampai tahun 2007 sebelum kembali meningkat. Hal ini menyebabkan cita-cita awal Indonesia untuk mengembangkan industri perbankan dengan dual-system, masih jauh dari harapan. Tingkat pangsa pasar yang masih sangat kecil tersebut belum cukup signifikan bagi industri perbankan syariah untuk mengklaim sebagai alternatif bagi sistem perbankan yang sudah ada. Tantangan ke depan untuk mempercepat peningkatan penguasaan pasar diperkirakan tidak semakin mudah Fahmi, 2010. Pada saat awal perbankan syariah didirikan sebagian besar nasabah masih merupakan syariah loyalist yang tidak menjadikan perbankan konvensional sebagai alternatif sehingga tingkat persaingan yang dihadapi masih relatif rendah. Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah dan semakin meluasnya segmen masyarakat yang menjadi nasabah, maka persaingan yang dihadapi oleh masing-masing bank syariah menjadi semakin tinggi. Selain harus bersaing ketat dengan sesama bank syariah, perbankan syariah juga berhadapan dengan nasabah yang mempunyai permintaan yang semakin elastis karena masih menjadi nasabah perbankan konvensional. Dengan kata lain, market boundary industri perbankan syariah menjadi meluas dengan juga harus menghadapi perbankan konvensional yang mempunyai sejarah dan pengalaman jauh lebih tua. Dalam hal ini, diduga banyak perbankan syariah akan tertinggal dalam hal kemampuan memberikan pelayanan atau fleksibilitas dalam memenuhi berbagai kebutuhan nasabah yang ‘mengambang’ tersebut. Pertanyaan besar dari fakta yang terlihat anomali di atas adalah kenapa industri perbankan syariah belum mampu mengkonversi potensi pasar yang diduga demikian besar menjadi pasar yang riil secara cepat? Belajar dari pengalaman negara yang telah mampu mencapai pangsa yang cukup signifikan 7 seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah, lingkungan eksternal yang kondusif sangat membantu percepatan Vayanos et al., 2008. Malaysia dapat mencapai tingkat pangsa seperti sekarang karena tingkat keberpihakan yang sangat tinggi dari pemerintahnya kepada perbankan syariah. Keberpihakan tersebut dapat berbentuk penyiapan lingkungan regulasi yang kondusif maupun pendanaan langsung. Negara-negara Timur Tengah diuntungkan oleh tersedianya dana dari minyak yang berlimpah sebagai sumber pertumbuhan pendanaan perbankan syariah. Kedua alasan yang dirasakan oleh Malaysia dan Timur Tengah sayangnya tidak dimiliki oleh Indonesia. Perbankan Syariah Indonesia pada awalnya berkembang dengan usaha sendiri. Keberpihakan pemerintah baru mengikuti belakangan dengan terus memfasilitasi dalam bentuk berbagai peraturan dan perundangan. Indonesia terkesan tidak proaktif dalam menyediakan berbagai fasilitas dan perundangan yang dibutuhkan oleh industri. Mengingat privelege yang dialami oleh pelaku perbankan syariah berbagai negara lain dari lingkungan maupun pemerintahnya, maka tidak berlebihan kalau industri perbankan syariah Indonesia juga mengharapkan dukungan yang sama dari pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan yang diharapkan. Dalam hal ini industri perbankan syariah mencatat berbagai keberhasilan dalam melakukan lobi kepada pemerintah seperti dikeluarkannya UU perbankan syariah No.21 Tahun 2008, yang merupakan penyempurnaan dasar yang sebelumnya tidak secara spesifik diatur dan hanya merupakan bagian dari UU Perbankan No. 71992 dan UU No. 101998. Pengenaan pajak berganda pada transaksi murabahah yang sebelum tahun 2010 membuat Bank Syariah terbebani juga sudah ditiadakan oleh pemerintah. Secara struktural Bank Indonesia sudah mengelevasi pengurusan perbankan syariah ke tingkat Direktorat sehingga produk-produk Bank Indonesia semakin banyak yang 8 mengakomodasi keperluan perbankan syariah. Pada level masyarakat, Majelis Ulama Indonesia MUI secara eksplisit mengeluarkan fatwa haramnya bunga bank pada tahun 1995. Industri dan masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga seperti Masyarakat Ekonomi Syariah MES, Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah PKES dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam IAEI untuk turut melakukan edukasi masyarakat dalam rangka mendorong laju pertumbuhan ekonomi syariah secara umum dan perbankan syariah secara khusus. Berbagai dukungan eksternal industri yang telah dilakukan ternyata belum cukup untuk mengangkat pertumbuhan industri ke tingkat yang dikehendaki. Pertanyaan yang muncul dari fakta ini adalah seberapa penting sebenarnya peran dukungan faktor eksternal terhadap pertumbuhan industri perbankan syariah. Selain lingkungan makro dan kebijakan pemerintah, peran perilaku konsumen juga diperkirakan merupakan faktor eksternal yang belum sepenuhnya dipahami dan diantisipasi oleh industri perbankan syariah. Jumlah penduduk muslim yang besar ternyata tidak otomatis dapat dikonversi secara langsung menjadi nasabah perbankan syariah. Ratusan tahun interaksi masyarakat dengan perbankan konvensional menyebabkan diperlukan upaya sistematis yang didasarkan pada riset yang kuat untuk mengkonversi potensi yang besar tersebut menjadi nasabah yang riil. Berbagai upaya telah dilakukan untuk itu, tetapi informasi yang didasari oleh riset yang kokoh masih belum banyak tersedia. Bagaimanapun kondusifnya lingkungan eksternal untuk pertumbuhan industri perbankan syariah, tetap saja karakter faktor eksternal adalah tidak sepenuhnya di bawah kendali industri. Faktor yang lebih berada di bawah kendali tentu saja adalah faktor internal industri yang dapat dimodifikasi untuk merespon berbagai perkembangan eksternal dalam rangka untuk mencapai tujuan. 9 Disinilah dinamika struktur pasar perbankan syariah dan perilaku masing-masing bank maupun perbankan secara industri menjadi sangat menentukan kinerja industri secara keseluruhan. Paradigma Structure-Conduct-Performance SCP merupakan salah satu pendekatan dalam Ekonomi Industri yang banyak digunakan untuk menganalisa dinamika suatu industri. Namun untuk dapat menggunakan pendekatan ini secara valid, terlebih dahulu harus jelas batasan pasar dari industri yang akan dianalisa. Hal ini penting untuk diklarifikasi dalam kasus industri perbankan syariah karena pangsanya yang masih kecil dan pesaing utamanya, perbankan konvensional, sudah mempunyai sejarah panjang melayani masyarakat dan mempunyai pangsa pasar yang sangat dominan. Setelah batasan pasar jelas, barulah analisis persaingan yang terjadi dalam industri dapat dianalisa. Tingkat persaingan dan berbagai faktor lain yang relevan kemudian perlu dikaji pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri sebelum berbagai implikasi dan strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah dapat dirumuskan secara baik. Secara akademis, dinamika industri perbankan syariah di Indonesia merupakan laboratorium yang menarik untuk dikaji karena masih dalam periode awal pertumbuhan. Pada saat-saat awal pertumbuhan, perbankan syariah mungkin menikmati masa-masa menjadi perusahaan dominan baik karena masih sedikitnya kompetitor maupun oleh karakter nasabah yang masih termasuk idiologis. Semakin berkembangnya industri diperkirakan akan mengurangi kekuatan pasar yang dimiliki oleh perbankan sedikit demi sedikit dengan semakin banyaknya perbankan pesaing dan pada saat yang sama semakin mengambangnya nasabah perbankan syariah. Nasabah yang diperebutkan tidak lagi mereka yang secara idiologis akan loyal kepada perbankan syariah saja, 10 tetapi juga mereka yang pragmatis masih tetap bertransaksi dengan bank konvensional. Dengan kata lain market boundary dari perbankan syariah tidak hanya terbatas pada industri perbankan syariah saja, melainkan sudah meluas kepada industri perbankan secara keseluruhan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah: 1. Apakah industri perbankan syariah merupakan industri yang terpisah dengan industri perbankan konvensional? 2. Bagaimana hubungan struktur pasar dengan tingkat keuntungan bank syariah? 3. Bagaimana tingkat persaingan industri perbankan syariah? 4. Apa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan industri perbankan syariah? 5. Apa implikasi kebijakan bagi pelaku industri maupun pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian