89 yang negatif dalam arti semakin tinggi rasio BOPO yang menunjukkan kualitas
manajemen yang semakin kurang baik akan menyebabkan turunnya tingkat keuntungan yang diukur dengan ROA. Namun demikian jika dilihat besaran
pengaruh, terlihat bahwa pengaruh perubahan rasio BOPO terhadap ROA tidak terlalu besar, yaitu hanya sekitar 0.05 persen untuk setiap 1 persen kenaikan
rasio BOPO. Pengaruh ASET terhadap ROA jauh lebih besar dibandingkan dengan
pengaruh BOPO. Untuk seluruh persamaan, setiap kenaikan perubahan ASET sebesar 1 persen akan menyebabkan kenaikan ROA sebesar 2.5 persen.
Dengan demikian, strategi untuk meningkatkan jumlah ASET bukan hanya strategis untuk meningkatkan pangsa pasar industri perbankan syariah secara
keseluruhan, tetapi juga sangat strategis untuk meningkatkan tingkat profitabilitas masing-masing bank.
Variabel DPK mempunyai tanda pengaruh yang agak mengejutkan karena bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar Dana Pihak
Ketiga yang dikumpulkan cenderung menyebabkan tingkat profitabilitas yang semakin rendah. Besarnya investasi yang diperlukan untuk meningkatkan DPK
dengan memperluas jangkauan seperti pembangunan kantor cabang diduga menjadi salah satu penyebab tanda yang negatif ini.
6.3. Tingkat Persaingan Industri Perbankan Syariah Indonesia
Model non-struktural P-R untuk industri perbankan syariah Indonesia juga diestimasi dengan menggunakan model FE dan hasilnya disajikan pada Tabel
11. Model Random untuk persamaan ini tidak valid untuk diestimasi karena banyaknya variabel yang bernilai 0 dan 1. Jika variabel dummy dan yang
diinteraksikan dengan variabel dummy dihilangkan, maka model RE dapat diuji
90 Lihat Lampiran 4a. Hasilnya ternyata juga memperlihatkan model FE lebih baik
dengan Chi-sqr = 14.49 dan P-value=0.0059. Oleh karena itu model FE akan digunakan dan untuk mendapatkan kedalaman informasi variabel dummy dan
yang diinteraksikan dengan dummy kembali dimasukkan. Hasil secara rinci disajikan pada Tabel Lampiran 4. Hasil estimasi memperlihatkan goodness of fit
yang baik dengan F-test yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99, R
2
Variabel
hampir 100 dan seluruh koefisien kecuali untuk variabel BTK signifikan pada tingkat kepercayaan 95. Namun sebelum itu, terlebih dahulu disajikan hasil uji
kondisi equilibrium jangka panjang pada industri perbankan syariah Indonesia. Hasil estimasi persamaan untuk uji keseimbangan tersebut disajikan pada Tabel
10. Tabel 10. Hasil Estimasi Persamaan ROA dengan Seluruh Variabel Independen
yang Digunakan pada Persamaan P-R
Koefisien P-value
BBH -0.303857
0.0000
BTK
0.197996 0.0337
BKAP 0.198743
0.0104
D1
0.702562 0.0004
D2BBH
0.342122 0.0003
D2BTK -0.175003
0.0847
D2BKAP
-0.254413 0.0020
BOPO -0.017150
0.0000
C
2.137001 0.0000
R-squared 0.922854 Adjusted R-squared 0.891628
F-statistic 29.55432 ProbF-statistic 0.000000
Durbin-Watson stat 2.048146 Dari data pada Tabel 10 dapat dikalkulasi bahwa total nilai koefisien
BBH, BTK dan BKAP pada persamaan ROA menghasilkan angka sebesar 0.09 yang berarti tidak persis sama dengan 0 yang menunjukkan posisi keseimbangan
jangka panjang, walaupun cukup mendekati. Namun pada Bab IV sudah
91 diuraikan bahwa apapun hasil uji tingkat keseimbangan ini tidak akan
mengganggu terlalu serius nilai H-stat industri perbankan syariah Indonesia yang diperoleh, kecuali jika diperoleh H-stat yang negatif dan kasus negara maju.
Dengan demikian, perhitungan H-stat dapat dilanjutkan. Kalkulasi H-stat dari hasil estimasi pada Tabel 11 menghasilkan angka
0.92 yang merupakan penjumlahan dari koefisien BBH dan BKAP. Koefisien BTK tidak dimasukkan karena nilainya tidak signifikan atau sama dengan nol yang
terlihat dari nilai Prob. yang jauh di atas 0.05. Walaupun angka H-stat tidak sampai persis sama dengan 1 yang menunjukkan pasar yang bersaing
sempurna, tetapi nilai yang mendekati satu tersebut mengindikasikan bahwa industri perbankan syariah berada pada struktur pasar persaingan monopolistik
dengan tingkat persaingan yang sangat tinggi. Hasil ini semakin memperkuat hasil estimasi dengan pendekatan struktural yang menunjukkan bahwa walaupun
struktur pasar terkonsentrasi sangat tinggi, industri perbankan syariah tidak menggunakannya untuk menghambat persaingan.
Dengan demikian, necessary condition untuk pembuktian bahwa prinsip persaingan yang sehat pada perbankan syariah tetap berlangsung terlepas dari
struktur pasar yang terjadi sudah terpenuhi. Hanya saja, tingkat persaingan yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama, industri
perbankan syariah secara sadar mengikuti tuntunan landasan normatif syariah yang tidak membolehkan persaingan yang tidak sehat walaupun mereka
mempunyai kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Kemungkinan kedua penyebab tingginya tingkat persaingan adalah besarnya tekanan persaingan
yang semakin tinggi contestability baik dari perbankan konvensional yang pasarnya tidak terpisah secara tegas maupun jumlah bank syariah yang tumbuh
secara progresif serta keberadaan potential entrants yang besar karena relatif
92 kecilnya hambatan persyaratan untuk mendirikan bank syariah. Untuk
membuktikan kemungkinan mana yang terjadi, diperlukan pendalaman lebih lanjut terhadap indikasi awal tersebut dan ini merupakan sufficient condition
tingkat kepatuhan perbankan syariah terhadap landasan syariah dalam perilaku bersaingnya. Sayangnya, tahapan pembuktian sufficient condition di atas, di luar
ruang lingkup penelitian ini karena diperlukan dukungan informasi data primer tentang perilaku bersaing masing-masing bank dan persepsi konsumen terhadap
berbagai strategi yang dijalankan oleh perbankan syariah. Tabel 11. Hasil Estimasi Model P-R Industri Perbankan Syariah Indonesia
Variabel Koefisien
P-value
BBH 0.141015
0.0009 BTK
-0.036018 0.6775
BKAP 0.768720
0.0000 D2BBH
0.352603 0.0000
D2BTK 0.188113
0.0338 D2BKAP
-0.405440 0.0000
BOPO -0.011822
0.0000 D1
0.842287 0.0000
C 2.588527
0.0000 R-squared 0.999509
Adjusted R-squared 0.999310 F-statistic 5026.928
ProbF-statistic 0.000000 Durbin-Watson stat 2.104536
Keterangan:- Seluruh variabel dalam bentuk Ln kecuali BOPO yang sudah dalam bentuk persen.
- D2 adalah variabel Dummy bank dominan BMI dan BSM = 1; selainnya = 0.
- D1 adalah variabel Dummy jenis bank BUS = 1; UUS = 1.
Analisis lebih lanjut dengan menginteraksikan variabel-variabel biaya dengan D2 hanya memberikan indikasi awal bahwa bank syariah yang dominan,
yaitu BMI dan BSM, mempunyai tingkat persaingan yang tidak sama dengan tingkat persaingan yang berjalan pada industri perbankan syariah secara umum
seperti terlihat pada signifikannya semua koefisien variabel-variabel biaya yang
93 diinteraksikan dengan D2. Hal ini diduga karena mereka dapat mengkapitalisasi
keunggulan yang dimiliki baik dari segi nilai aset, jangkauan, pelayanan maupun sejarah yang sudah lebih panjang dibandingkan dengan bank syariah
pesaingnya untuk membuat nasabahnya lebih loyal. Bank syariah besar yang diwakili oleh BSM dan BMI mempunyai tingkat elastisitas penerimaan total yang
lebih besar dibandingkan dengan bank-bank kecil terhadap perubahan beban bagi hasil dan beban tenaga kerja. Bank besar secara berturut-turut mempunyai
elastisitas 0.35 dan 0.19 lebih tinggi untuk setiap perubahan beban bagi hasil dan beban tenaga kerja. Untuk elastisitas terhadap perubahan beban kepital
sebaliknya, bank besar mempunyai elastisitas 0.41 poin lebih rendah dibandingkan dengan elastisitas bank kecil.
Selain dummy kemiringan, model ini juga memasukkan variabel dummy intersep untuk melihat perbedaan kelompok BUS dan UUS. Hasilnya
memperlihatkan bahwa BUS mempunyai penerimaan total yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan bank yang berstatus UUS. Hal ini ditunjukkan
oleh koefisien D1 yang bernilai positif 0.84 dan P-value 0.00. Walaupun informasi utama yang ingin didapatkan dari persamaan ini
adalah angka H-Stat, tetapi persamaan juga memberikan informasi lain yang berharga untuk diungkapkan. Penerimaan total bank ternyata mempunyai
elastisitas paling tinggi terhadap perubahan beban kapital, yaitu 0.77. Elastisitas ini memperlihatkan bahwa setiap kenaikan biaya kapital sebesar 1 persen akan
meningkatkan penerimaan total bank syariah sebesar 0.77 persen, atau tidak elastis. Respon penerimaan total lebih tidak elastis lagi terhadap perubahan
beban bagi hasil, yaitu hanya 0.14, bahkan tidak terpengaruh oleh perubahan biaya tenaga kerja.
94 Variabel terakhir adalah BOPO yang juga signifikan berpengaruh negatif
terhadap penerimaan total, walaupun besaran pengaruhnya tidak terlalu berarti. Memburuknya kualitas manajemen yang digambarkan oleh kenaikan rasio BOPO
sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan penerimaan total sebesar 0.01 persen.
95
VII. DETERMINAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA