Kualitas Logam Kompos Karakteristik Kompos

38 yang didapatkan dan berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa jerami memberikan kontribusi pada peningkatan P dan K yang dimiliki oleh kompos. Pada grafik terlihat bahwa konsentrasi K jauh lebih tinggi peningkatan konsentrasinya dibandingkan dengan peningkatan yang dialami oleh P. Hal ini berbanding lurus dengan pernyataan Makirim et al., 2007 yang menyebutkan bahwa jika dilihat pada kandungan hara jerami seperti yang telah disebutkan di atas, jerami padi tidak efektif dan tidak efisien bila diandalkan sebagai sumber hara P, tetapi cukup efektif sebagai sumber K. Penurunan atau tidak adanya peningkatan P pada kompos yang dihasilkan pada kompos Bogor dan Buaran juga mungkin disebabkan oleh unsur P lebih banyak digunakan oleh mikroorganisme dalam proses pengomposan. Seperti yang disebutkan oleh Cahaya dan Nugroho 2008, kotoran kambing merupakan penyedia unsur P bagi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme yang terdapat dalam tumpukan kompos Bogor dan Buaran dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga proses dekomposisi dan penstabilan unsur-unsur pada kompos dapat berjalan dengan baik pula. Gambar 4. 8 Perubahan Konsentrasi P Gambar 4. 9 Perubahan Konsentrasi K

4.2.4 Kualitas Logam Kompos

Logam berat yang kelimpahannya sangat perlu diperhatikan adalah Pb, Cr, As, Zn, Cd, Cu, dan Hg. Logam berat tersebut sangat penting karena keberadaannya mampu menurunkan produksi tanaman yang disebabkan oleh resiko dari bioakmulasi dan biomagnifikasi pada rantai makanan. Keberadaan dan transport dari logam berat tergantung pada formula dan spesiasi kimianya. Distribusi dari logam berat dikontrol oleh reaksi dari logam berat itu sendiri, seperti presipitasi dan pelepasan mineral; pertukaran 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Bogor Cibinong Buaran K o n se n tr as i Lumpur Kompos 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Bogor Cibinong Buaran K o n se n tr as i Lumpur Kompos 39 ion, adsorpsi, desorpsi; aqueous complexation; imobilisasi dan mobilisasi biologis; dan penyerapan oleh tanaman Wuana dan Okieimen, 2011. Sifat-sifat distribusi logam inilah yang dapat mempengaruhi mobilitas logam pada kompos dan mempengaruhi kualitas dari hasil akhir kompos yang didapatkan. Pada penelitian ini, logam yang diujikan adalah Mg, Fe, Al, Mn, Zn, dan Pb. Pada tabel 4.3, terlihat bahwa parameter Mg mengalami peningkatan konsentrasi dari kualitas lumpur awal. Peningkatan konsentrasi yang terjadi merupakan hasil dari mobilitas serta akumulasi logam yang terdapat pada ketiga bahan baku yang digunakan. Proses pengomposan itu sendiri merupakan proses penghumusan dari material dasar yang digunakan. Proses pengomposan yang terjadi adalah merubah wujud bahan baku dari daun, kotoran kambing dan lumpur menjadi bahan yang memiliki sifat seperti tanah tetapi dengan kandungan hara yang lebih banyak. Namun peningkatan konsentrasi ini bukan merupakan hal yang negatif karena walaupun mengalami peningkatan, konsentrasinya tidak melebihi jauh dari baku mutu yang ditetapkan. Perbedaan tertinggi hanya mencapai 0,54 lebih tinggi dari baku mutu. Hal yang sama terjadi pada parameter Zn dan Mn. Dua dari tiga sampel kompos menunjukkan terjadinya peningkatan konsentrasi dari kualitas lumpur awal. Tidak dapat dijelaskan secara lebih jauh mengenai penyebab terjadinya peningkatan konsentrasi logam-logam tersebut. Namun, pada penelitiannya, Garcia et al., 1995 menyatakan bahwa secara umum peningkatan konsentrasi logam karena pengomposan diakibatkan oleh berkurangnya massa karena mineralisasi. Berkurangnya konsentrasi logam bergantung pada proses pelindian. Peningkatan level logam diakibatkan oleh kehilangan massa pada proses pengomposan mengikuti dekomposisi material organik, pelepasan karbon dioksida dan air, dan proses mineralisasi. Wagner et al., 1990; Canaruttto et al., 1991. Zn memiliki karakteristik amfoter dan senyawanya serta kelarutan yang relatif tinggi pada rentang nilai pH yang lebar Haroun et al., 2007. Karena itu, diasumsikan bahwa Zn secara bersamaan bergerak dan menyebabkan kecenderungan untuk terjadinya pelindian. Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi total Zn menurun. Namun, seperti terlihat pada gambar 4.14, kompos Bogor dan Buaran justru mengalami peningkatan konsentrasi Zn. Hal ini mungkin disebabkan oleh lebih kuatnya Zn berada pada fraksi padat sehingga proses pelindian cukup terhambat. Namun peningkatan ini bukan merupakan hal yang negatif, karena konsentrasi Zn masih berada pada batas yang 40 diizinkan pada SNI. Peningkatan ini sebaliknya memberikan hasil yang cukup baik karena memperkaya hara kompos. Hal sebaliknya terjadi pada parameter logam yang juga merupakan unsur mikro pada kompos. Konsentrasi logam Fe, Al, dan Pb pada kompos mengalami penurunan yang cukup besar jika dibandingkan dengan konsentrasi awal pada lumpur. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengomposan dapat menurunkan kandungan logam pada lumpur resisu pengolahan air termasuk logam berat seperti Pb. Penurunan konsentrasi logam ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya proses pelindian selama pengomposan berlangsung. Leaching atau pelindian oleh air memindahkan material yang larut menjauh dari bahan organik yang terdekomposisi. Pelindian adalah proses fisik yang mana mineral ion dan kecil dari senyawa organik yang mudah larut dalam air, melarut dalam air dan bergerak melalui tanah. Pelindian dimulai ketika jaringan masih hidup dan paling penting adalah ketika masa pembusukan. Kehilangan akibat pelindian dari limbah secara proporsional lebih penting untuk nutrien daripada karbon. Senyawa yang larut pada lindi dari dedaunan adalah gula, asam amino, dan senyawa lain yang labil mudah rusakterpecah atau diserap utuh oleh mikroba tanah. Lindi seringkali mendukung pertumbuhan mikroba dan respirasi. Chapin et al., 2002. Gambar 4.10 Perubahan Konsentrasi Mg Gambar 4.11 Perubahan Konsentrasi Fe 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Bogor Cibinong Buaran K o n se n tr as i Lumpur Kompos 1 2 3 4 5 6 Bogor Cibinong Buaran K o n se n tr as i Lumpur Kompos 41 Gambar 4.12 Perubahan Konsentrasi Al Gambar 4.14 Perubahan Konsentrasi Zn Gambar 4.13 Perubahan Konsentrasi Mn Gambar 4.15 Perubahan Konsentrasi Pb konsentrasi Pb pada kompos 0,8 ppm Penurunan konsentrasi logam berat tergantung pada kehilangan logam akibat proses leaching atau pelindian selama proses pengomposan berlangsung Haroun et al., 2007. Kehilangan ini sebagian besar terjadi pada fase termofilik dan dapat berhubungan dengan suhu juga dapat berhubungan dengan pelepasan logam yang terjadi akibat dekomposisi material organik, peningkatan kelembaban, perubahan kondisi oxidic dan anionik lainnya dalam medium sehingga meningkatkan kelarutan logam Soumare et al., 2003; Zorpas et al., 2003. Menurunkan jumlah logam berat tergantung pada hilangnya logam melalui pelindian. Peningkatan nilai logam terjadi karena penurunan massa dalam pengomposan akibat dekomposisi organik, pelepasan karbon dioksida dan air dan proses mineralisasi. Selain itu, proses pengomposan merupakan proses pengolahan lingkungan yang penting untuk mengeliminasi fraksi logam yang labiltidak stabil, terutama pada saat 2 4 6 8 10 12 14 16 Bogor Cibinong Buaran K o n se n tr as i Lumpur Kompos 20 40 60 80 100 Bogor Cibinong Buaran K o n se n tr as i p p m Lumpur Kompos 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Bogor Cibinong Buaran K o n se n tr as i Lumpur Kompos Bogor Cibinong Buaran Lumpur 11 29 29 Kompos 5 10 15 20 25 30 35 K o n se n tr as i 42 fase dekomposisi aktif. Bahkan setelah fase stabilisasi, konsentrasi logam menjadi steady, mengindikasikan bahwa proses pelindian telah berhenti, menunjukkan adanya keuntungan untuk aplikasi lahan dari kompos matang. Amir et al., 2005; Haroun et al., 2007. Perubahan konsentrasi logam sebagai unsur serta logam berat pada kompos menunjukkan terjadinya penurunan yang bermakna jika dibandingkan dengan konsentrasi logam pada lumpur awal. Pada penelitian ini parameter Pb mengalami penurunan yang cukup bermakna karena pada kompos yang dihasilkan, tidak terdeteksi parameter Pb konsentrasi Pb 0,8 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengomposan bekerja dengan baik dan memberikan reaksi positif dengan menurunkan konsentrasi Pb dalam jumlah yang cukup besar bagi lumpur dengan kandungan logam berat. Pada penelitiannya, Haroun et al., 2007 mendapatkan hasil bahwa Pb lebih giat bergerak selama masa-masa akhir proses dekomposisi. Hal ini memungkinkan bahwa proses dekomposisi membantu menformulasikan species Pb yang lebih mudah larut seperti hydrated oxide dan nitrat, atau species yang tidak larut terbuang bersama lindi, dalam ikatan Haroun et al., 2007. Lebih jauh lagi, hasil penelitian tersebut menunjukkan derajat rendah dari kemampuan retensitinggal dari Pb, hal ini mengagetkan mengingat faktanya pada lingkungan, keberadaan Pb biasanya bersifat tidak larut atau memiliki kemampuan larut sebagian saja. Hal ini dimungkinkan baik proses dekomposisi membantu formasi Pb menjadi lebih mudah larut. Tandy et al., 2009 menyatakan adanya kemungkinan terjadinya kerusakan bahan organik yang menyebabkan pelepasan Pb. Indikasi-indikasi seperti yang telah diuraikan di atas yang mungkin menyebabkan terjadinya penurunan yang juga masih meninggalkan sisa konsentrasi Pb ataupun logam lainnya. Hasil penelitian ini tidak dapat menjelaskan penurunan yang terjadi pada logam secara keseluruhan dan mendetail karena tidak dilakukan penelitian lebih jauh mengenai hal tersebut. Namun, dapat dikatakan bahwa penurunan konsentrasi logam yang terjadi, secara umum dimungkinkan terjadi akibat sebagian konsentrasi logam terlarut oleh air dan terbuang bersama lindi dalam ikatan. Sedangkan sisanya tidak bergerak dalam fraksi padat. Implikasi dari ini adalah bahwa pelindian terhambat, baik secara kimia atau fisik, karena peningkatan retensi dalam fraksi padat. Perbandingan dilakukan untuk mengetahui proses dan mobilitas kandungan hara maupun logam selama masa pengomposan sampai kompos matang dihasilkan. Setelah melakukan perbandingan, dapat terlihat bahwa telah terjadi distribusi logam yang diantaranya diakibatkan oleh berbagai reaksi logam seperti adsorbsi, desorbsi, pertukaran 43 ion, maupun mobilisasi logam. Pengomposan merupakan proses lingkungan yang penting untuk mengeliminasi fraksi logam yang tidak stabil, utamanya pada saat fase dekomposisi aktif. Setelah fase stabilisasi, konsentrasi total logam menjadi stabil, mengindikasikan proses eliminasi melalui lindi telah selesai, dan menandakan kompos matang dan dapat diaplikasikan. Haroun et al., 2007. Sayangnya, pada penelitian ini, konsentrasi logam tidak diperiksa secara berkala, sehingga hanya dilihat hasil akhirnya saja. Berdasarkan hasil yang didapat, reaksi yang terjadi belum dapat dikatakan memberikan hasil yang baik dalam rangka menstabilkan kandungan lumpur, tetapi material yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai kompos karena telah memiliki hara dan kualitas yang sesuai dengan baku mutu kompos. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengomposan memberikan pengaruh yang positif bagi lumpur. Proses pengomposan meningkatkan kandungan hara makro pada lumpur yang telah menjadi kompos dan menurunkan konsentrasi logam yang awalnya dikandung oleh lumpur. Perubahan konsentrasi dari lumpur menjadi kompos yang dihasilkan tidak berbanding lurus dengan kualitas lumpur awal. Konsentrasi pencemar yang sama pada lumpur belum tentu menghasilkan konsentrasi kompos yang sama pula. Hal ini tergantung pada proses dekomposisi yang terjadi pada setiap tumpukan kompos yang juga dipengaruhi oleh kualitas bahan tambahan jerami dan kotoran kambing, sifat dan reaksi dari bahan-bahan yang digunakan terhadap proses pengomposan yang berlangsung serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi yang terjadi. Metode pengomposan yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode pengomposan natural static pile composting yang merupakan metode pengomposan yang mudah dan tidak memerlukan banyak perlakuan, sehingga pada prakteknya tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Pengomposan ini merupakan penelitian awal mengenai pengomposan lumpur pengolahan air. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui pengaruh atau reaksi lumpur terhadap proses pengomposan, sehingga tidak dilakukan banyak variasi perlakuan ataupun rasio pencampuran. Metode ini merupakan metode yang diusahakan dapat dilaksanakan dan berjalan dengan sealami mungkin. Proses pertukaran udara yang dialami oleh tumpukan kompos ini pun terjadi secara alami atau tanpa dorongan atau tambahan udara. Begitu pula dengan bahan-bahan yang digunakan, bahan mentah ditumpuk tanpa dilakukan pencacahan ataupun perlakuan apapun sebelum proses pengomposan. 44 Dapat dilakukan pengembangan ataupun perbaikan mutu kompos yang belum memenuhi baku mutu SNI 19-7030-2004. Perbaikan dan pengembagan dapat dilakukan dengan menerapkan rasio masa pada bahan baku yang digunakan untuk mengetahui rasio masa yang paling efektif. Penggantian sumber bulking agent dan bio-activator juga dapat dilakukan untuk mendapatkan material kompos yang mengandung hara yang lebih baik.

4.3 Perhitungan Perkiraan Kompos