Pengomposan Lumpur Residu Pengolahan Air

8

2.1.2.2 Landfilling

Landfills mungkin pada lahan publik seperti TPA kota yang dimiliki, atau di lahan pribadi. Operator TPA umumnya membutuhkan 15 sampai 30 persen lumpur padat. Konsentrasi minimum sering ditentukan oleh peraturan daerah sanitary landfill. Untuk endapan tawas, yang paling umum di instalasi pengolahan air minum US penimbunan efektif membutuhkan konsentrasi padatan menjadi setidaknya 25. Pada konsentrasi rendah, aplikasi tanah land application yang lebih sesuai. Pandit and Das, 1998 Evaluasi skala pilot selama enam bulan dilakukan terhadap lumpur yang berasal dari proses menggunakan koagulan alum dan Fe menunjukkan pelindian yang rendah dari arsenik, tembaga, besi, mangan, dan zinc, namun tidak ada konsentrasi logam yang terbawa lindi melebihi tingkat kontaminasi. AwwaRF, 2007

2.1.2.3 Aplikasi tanah Land Application

Lumpur Alum, pada konsentrasi kurang dari 25, adalah tanah yang paling baik diterapkan. Endapan dapat diterapkan untuk lahan pertanian, untuk lahan marjinal untuk reklamasi tanah, untuk lahan hutan atau ke situs khusus. Selain di situs khusus, biasanya tidak lebih dari 20 ton lumpur kering per hektar adalah tanah yang diterapkan. Pandit and Das, 1998 Namun, untuk mengaplikasikan lumpur langsung pada lahan, perlu diketahui konsentrasi pencemar ataupun nutrien yang terkandung di dalamnya. Jumlah total residu yang dihasilkan dapat merupakan fungsi dari dosis koagulan, dan berbagai penggunaan bahan untuk mengurangi dosis koagulan AwwaRF,2007. Untuk mengaplikasikan lumpur residu pada lahan, perlu perhatian khusus pada proses pengolahan yang digunakan. Hasil penelitian Cornwell bersama AwwaRF mengungkapkan bahwa pemilihan, penggunaan, serta pemilihan penyedia dan waktu pengiriman koagulan perlu diperhatikan dengan baik AwwaRF,2007.

2.1.2.4 Pengomposan Lumpur Residu Pengolahan Air

Pengomposan merupakan proses biologis alami yang mempercepat dekomposisi limbah padat organik menjadi material seperti tanah. Kegiatan pengomposan digunakan untuk mendaur ulang limbah padat, sampah halaman, kulit kayu, dan serbuk gergaji menjadi alternatif yang semakin popular untuk proses landfill. Beberapa komunitas 9 mendaur ulang hampir sebanyak 60 persen limbah padat melalui pengomposan. Cornwell et al., 2000 Kegiatan pengomposan telah banyak menggunakan biosolid selama bertahun- tahun sebagai bahan tambahan pada tumpukan kompos. Selama dekomposisi organik panas yang dihasilkan menghancurkan pathogen dan secara efektif mensanitasi biosolid menjadi material yang aman untuk digunakan. Penggunaan biosolid pada pengomposan mengasilkan material penyubur yang bernilai. Cornwell et al., 2000 Belakangan ini, proses pengomposan telah dilakukan dengan menggunakan lumpur residu pengolahan air sebagai bahan pada tumpukan kompos bersama dengan sampah halaman, limbah padat, kulit pohon, dan biosolid. Penambahan lumpur residu ini telah menunjukkan manfaat yang menguntungkan pada proses pengomposan dengan menyediakan kelembaban, sisa mineral, pengaturan pH, dan berguna juga sebagai bulking agent. Pengomposan bersama menggunakan campuran lumpur residu dan biosolid telah terbukti menguntungkan proses pengomposan dan produk akhir dengan menurunkan konsentrasi logam berat yang berhubungan dengan berbagai penggunaan kembali untuk aplikasi lahan. Cornwell et al., 2000 Material kompos yang telah dihasilkan dapat menjadi soil amendment untuk pertanian atau aplikasi lahan komersial yang bernilai dan aman bagi lingkungan. Banyak fasilitas pengomposan perkotaan yang mensuplai material kompos kepada pengguna dengan biaya yang sedikit ataupun tanpa biaya, sementara operasi pengomposan komersil menggunakan kompos yang telah jadi untuk memproduksi lapisan atas tanah dan campuran tanah untuk pot yang telah dikemas dan dijual secara komersil. Cornwell et al., 2000 Proses pengomposan untuk mendaur ulang material organik membutuhkan empat bahan untuk menjaga mikroorganisme yang diperlukan untuk proses dekomposisi material sampah menjadi material seperti tanah. Bahan utamanya adalah udara, air, nutrisimakanan, dan suhu. Jumlah yang tepat untuk setiap elemen bahan ini akan menghasilkan hasil pengomposan yang sukses. Cornwell et al., 2000 Mikroorganisme kompos bakteri, jamur, dll membutuhkan kondisi lingkungan yang spesifik untuk memperbanyk dan mendekomposisi bahan organik secara efektif. Kelembaban, suhu, dan aerasi perlu dipertahankan pada level tertentu untuk pengomposan yang efisien. Tingkat suhu yang optimal untu pengomposan adalah 32 sampai 60 o C. Tumpukan kompos dengan suhu dibawah 32 o C akan menghasilkan proses dekomposisi yang lambat sementara suhu yang melebihi 60 o C akan menghancurkan 10 mikroorganisme. Suhu tumpukan merupakan metode terbaik untuk memonitor status kompos. Sedangkan aerasi tumpukan dibutuhkan sebagai sumber oksigen bagi mikroorganisme. Membalik-balikan tumpukan kompos memberikan kesempatan material untuk tetap teroksigenasi. Cornwell et al., 2000 Lumpur pengolahan air telah sukses digunakan sebagai bulking agent pada proses pengomposan. Material kompos seperti dedaunan dan rumput membutuhkan bulking agent untuk meningkatkan spasi pori untuk aerasi dan distribusi kelembaban. Untuk kompos yang menerima material yang sangat kering, lumpur pengolahan air juga efektif untuk menambah kelembaban pada tumpukan yang sangat penting pada proses dekomposisi. Cornwell et al., 2000 Lumpur pengolahan air yang digunakan perlu dikeringkan sampai dengan kandungan padatan minimal 15 untuk digunakan pada proses pengomposan. Tingkat pengeringan tergantung pada material kompos lainnya yang digunakan dan perlu disesuaikan berdasarkan kasus. Lumpur yang terlalu basah tidak direkomendasikan untuk pengomposan karena masalah pengangkutan dan penyimpanan. Cornwell et al., 2000

2.2 Jerami

Jerami merupakan limbah organik yang banyak dihasilkan dari kegiatan budidaya padi sawah. Di dalam jerami terdapat beberapa unsur hara yang berguna untuk tanaman seperti nitrogen dan kalium sehingga dengan membakar jerami berarti sama saja dengan membakar uang karena jerami yang dibakar tersebut sebenarnya dapat membantu menggantikan pupuk KCl sebanyak 1 sak 50 kg. Dengan mengembalikan jerami padi ke lahan sawah, petani dapat menghemat biaya pupuk karena tidak perlu lagi memberikan pupuk KCl Litbang Deptan, 2010. Kandungan unsur hara jerami terlampir pada Tabel 2.2. Jerami telah banyak digunakan sebagai material kompos. Pengomposan jerami sudah banyak dikenal di Indonesia dan prosesnya telah banyak diteliti di berbagai negara. Tujuan dari pengomposan adalah menurunkan nilai rasio CN sehingga meningkatkan kualitas kompos. Salah satu syarat pengomposan adalah tersedianya nitrogen dalam jumlah yang cukup. Tanaman padi yang memproduksi 5 tonha gabah kering panen mengangkut hara dari tanah sekitar 150 kg N, 20 kg P, 150 kg K, dan 20 kg S. Pada saat panen, jerami mengandung sekitar 13 jumlah hara N, P dan S dari total hara tanaman padi, sedangkan kandungan K rata-rata 89. Oleh karena itu jerami padi dapat dijadikan sebagai sumber hara makro bagi tanaman. Makirim et al., 2007