30
Tabel 4.2 Perubahan Massa Tumpukan Kompos
Kompos Massa Awal
Tumpukan kg
Massa Kompos Halus disaring
kg Massa Sisa
Kompos kg
Massa Tumpukan yang Hilang
kg
Bogor 600
231,9 252,4
115,7 Cibinong
600 220,0
239,4 140,6
Buaran 600
220,0 237,8
142,2
Kompos  yang  telah  matang  berbau  seperti  tanah  karena  material  awal  kompos telah bercampur dan berubah menjadi material yang meyerupai tanah dan berwarna coklat
kehitam-hitaman.  Hal  ini  terbentuk  akibat  dari    proses  penghumusan  dan  perubahan bahan organik yang menjadi  stabil selama proses pengomposan. Selain itu, tekstur akhir
kompos  yang  lebih  halus  dan  tidak  terlihat  bantuk  material  awalnya  disebabkan  oleh leburnya material awal akibat penguaian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam
kompos.  Karakteristik  fisik  kompos  yang  dihasilkan  pada  penelitian  ini  sesuai  dengan standar SNI 19-7030-2004.
4.2.2 Suhu dan Tingkat Stabilisasi Kompos
Kompos  dinyatakan  telah  matang  ketika  suhunya  telah  mencapai  atau  hampir sama  dengan  suhu  lingkungannya.  Perubahan  suhu  kompos  dapat  dilihat  pada  gambar
4.3.  Data  menunjukkan  bahwa  suhu  kompos  dipengaruhi  oleh  waktu  pengomposan, ketiga  tumpukan  kompos  menunjukkan  peningkatan  suhu  yang  cepat  dan  cukup  tinggi
pada  minggu  awal  pengomposan  dan  mengalami  penurunan  pada  minggu-minggu berikutnya.  Penurunan  suhu  kompos  yang  terjadi  lalu  diikuti  dengan  kondisi  suhu  yang
dapat  dikatakan  konstan  dan  mendekati  suhu  udara  ambien  pada  akhir  pengomposan. Perubahan suhu pada proses pengomposan pada  umumnya terjadi dalam  tiga fase,  yaitu
fase  mesofilik,  fase  termofilik,  serta  fase  pendinginan  dan  pematangan.  Seperti  yang terlihat  pada  Gambar  4.3,  perubahan  suhu  yang  terjadi  mengindikasikan  fase  yang
dialami  oleh  ketiga  kompos  berbeda-beda.  Fase  yang  terjadi  merupakan  fase pertumbuhan  dan  perkembangan  mikroorganisme  dalam  mendegradasi  bahan  organik
yang terdapat pada bahan baku kompos.
31
Gambar 4.3 Grafik Perubahan Suhu Kompos
Variasi perubahan suhu yang terjadi pada proses pengomposan dapat terjadi akibat perbedaan jumlah material organik yang dapat terdegradasi serta kemampuan dan jumlah
mikroorganisme  yang  terdapat  pada  tumpukan  kompos.  Seperti  yang  terlihat  pada  data, masing-masing kompos yang diamati mengalami tiga fase:
i  Fase  mesofilik  25-40
o
C  merupakan  fase  awal  di  mana  senyawa  yang  kaya akan energi, melimpah, dan mudah terdegradasi seperti gula dan protein terdegradasi oleh
fungi dan bakteri yang umumnya disebut sebagai dekomposer utama Insam et al., 2009. Pada permulaan pengomposan, bakteri mesofilik  dan fungi mendegradasi  senyawa  yang
mudah  larut  dan  terdegradasi,  seperti  monosakarida,  pati,  dan  lipid.  Suhu  mulai meningkat  secara  spontan  sebagai  panas  dilepaskan  dari  reaksi  degradasi  eksotermis.
Fase ini berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari Rudnik, 2008. Kompos 1  PDAM  Bogor  mengalami  fase  ini  selama  4  hari  pertama,  kompos  2  PDAM
Cibinong mengalami fase ini selama 9 hari, dan kompos 3 PDAM Buaran mengalami fase ini selama 10 hari.
ii Kompos memasuki fase termofilik ketika suhu mencapai 40
o
C. Bakteria dan fungi termofilik mengambil alih, dan tingkat degradasi limbah meningkat Rudnik, 2008.
Fase  termofilik  40-65
o
C  seperti  yang  terlihat  pada  grafik,  suhu  campuran  kompos  1 PDAM  Bogor  berkembang  memasuki  fase  termofilik  pada  hari  ke  5  dan  bertahan
10 20
30 40
50 60
10 20
30 40
50 60
T e
m p
e rat
u r
o
C
Waktu Hari
PDAM Tirta Pakuan PDAM Cibinong
PDAM Buaran
32
selama  17  hari  dan  mencapai  suhu  tertinggi  55
o
C  pada  hari  ke  9  dan  10.  Kompos  2 PDAM  Cibinong  dan  kompos  3  PDAM  Buaran  juga  melewati  suhu  40
o
C,  namun tidak  melewati  suhu  55
o
C.  Suhu  tertinggi  pada  kompos  2  hanya  mencapai  45
o
C, sedangkan untuk kompos 3 hanya mencapai 48
o
C. Suhu tinggi memberikan keuntungan kompetitif  untuk  mikroorganisme  termofilik  yang  mengalahkan  mikrobiota  mesofilik.
Organisme  mesofilik  tidak  aktif  karena  suhu  tinggi,  dan  bersama  dengan  substrat  yang mudah  terdegradasi,  ikut  terdegradasi  oleh  mikroorganisme  termofilik.  Insam  et  al.,
2009.  Bakteria  dan  fungi  termofilik  mengambil  alih,  dan  tingkat  degradasi  limbah meningkat.  Fase  termofilik  dapat  bertahan  selama  beberapa  hari  sampai  beberapa  bulan
Rudnik, 2008. iii  Fase  pendinginan  fase  mesofilik  kedua  dan  pematangan  curing  terjadi
setelah  ketiga  tumpukan  kompos  melewati  suhu  tertinggi  dan  menurun  sampai  dengan suhu yang hampir sama dengan suhu lingkungan. Pada fase ini, suhu ketiga kompos turun
dari  suhu  tertinggi  sampai  dengan  kisaran  suhu  28-32
o
C.  Ketika  aktivitas  organisme termofilik  berhenti  karena  kehabisan  substrat  dan  sumber  karbon  yang  mudah
terdegradasi  dikonsumsi,  suhu  mulai  menurun.  Setelah  mendingin,  kompos  menjadi stabil. Bakteria mesofilik dan fungi muncul kembali, dan diikuti dengan fase pematangan.
Namun,  sebagian  besar  speciesnya  berbeda  dengan  species  pada  fase  mesofilik  awal Rudnik,  2008.  Fase  pematangan  atau  juga  disebut  fase  stabil  yang  mengindikasikan
tidak terukurnya perubahan suhu yang berarti, dimana suhu akan tetap terus berada pada kisaran  suhu  28-32
o
C.  Proses  biologi  sekarang  menjadi  lambat,  tetapi  kompos  menjadi lebih  humus  dan  menjadi  matang.  Pada  fase  curing  akhir,  kompos  menjadi  matang
melalui aktivitas mikroba lebih jauh menjadi produk yang stabil. TurovskiÄ et al., 2006. Tinggi  rendahnya  suhu  kompos  dan  durasi  suhu  berada  pada  suatu  nilai
mengindikasikan kuantitas material organik yang dapat terdegradasi. Semakin tinggi suhu dan  semakin  lama  kompos  berada  pada  suhu  tinggi,  mengindikasikan  bahwa  material
organik  yang  dapat  terdegradasi  semakin  banyak.  Data  menunjukkan  bahwa  material organik  yang  dapat  terdegradasi  oleh  proses  pengomposan  cukup  banyak.  Aktivitas
mikroorganisme menyebabkan meningkatnya temperatur dari campuran bahan baku yang digunakan. Penurunan suhu menunjukkan penurunan aktivitas mikroorganisme yang juga
berhubungan  dengan  semakin  habisnya  material  organik  yang  dapat  terdegradasi.  Pada penelitiannya, Haroun et al., 2007 menyatakan bahwa jumlah mikroorganisme menurun
karena semakin berkurangnya jumlah nutrisi dari medium dan atau dari menurunnya suhu
33
tumpukan  kompos  selama  masa  termofilik.  Pada  suhu  tinggi  yang  sampai  pada  60
o
C, pathogen yang ada pada tumpukan kompos akan lebih cepat mati.
Peningkatan  suhu  erat  hubungannya  dengan  stabilisasi  material  kompos  untuk menentukan  kelayakan  suatu  material  digunakan  sebagai  kompos  pada  tanah.  Telah
diketahui  sebelumnya  bahwa  penggunaan  praktis  kompos  pada  pertanian  membutuhkan pengetahuan yang baik mengenai kematangan dan level stabilisasi material organik yang
dapat dicapai pada akhir pengomposan. Penggunaan material dengan kandungan material organik  yang  tidak  stabil  pada  tanah  dapat  menyebabkan  kompetisi  dalam  pengambilan
oksigen  antara  mikroorganisme  dan  akar  tanaman  Grigatti  et  al.,  2011.    Jika  hanya dilihat melalui perubahan suhu yang terjadi, proses pengomposan dapat dikatakan terjadi
dengan  baik.  Penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  setelah  melalui  60  hari  pengomposan, semua parameter  yang diamati mengalami penguraian dan mencapai tingkat  yang relatif
stabil  yang  mencerminkan  stabilitas  dan  kematangan  produk  akhir.  Hal  ini mengungkapkan  bahwa  biodegradasi  komponen  yang  dapat  dengan  mudah  dibaur  oleh
mikroorganisme.  Hal  yang  sama  juga  dialami  dan  diuraikan  oleh  Haroun  et  al.,  2009 pada  penelitiannya.  Pada  masa  akhir  pengomposan  juga  terlihat  bahwa  suhu  mencapai
suhu  yang  stabil  dan  mendekati  suhu  ambien,  sehingga  kompos  yang  dihasilkan  dapat dikatakan telah matang dan mencapai kestabilan.
Pada Gambar 4.2, suhu kompos mengalami penurunan setelah kompos mengalami suhu  tertinggi,  namun  penurunan  suhu  yang  terjadi  tidak  terlalu  tajam.  hal  ini  mungkin
disebabkan  oleh  metode  pengomposan  yang  digunakan.  Berbeda  dengan  proses pengomposan konvensional  yang juga menyertakan proses pembalikan atau pengadukan
sebagai usaha sirkulasi oksigen yang baik dan merata pada semua bagian kompos, metode natural  static  pile  composting  ini  mendapatkan  suplai  oksigen  hanya  dari  celah  pada
konstruksi  bak  yang  berfungsi  sebagai  ventilasi.  Namun,  hasil  yang  didapatkan perubahan suhu, memenuhi proses yang perlu dilalui sebagaimana umumnya. Hasil ini
menyatakan  bahwa,  metode  natural  static  pile  composting  merupakan  metode  yang mudah namun dengan proses yang cukup baik.
4.2.3 Kualitas Hara Kompos