Joyo Dengkek Tokoh dalam Novel Sirah

mencalonkan diri. Dalam upaya pencalonannya, Joyo Dengkek meminta pertolongannya kepada seorang dukun di Gunung Srumbung yang bernama Mbah Kenci. Oleh dukun itu ia dianjurkan untuk mencari tiga kepala orang meninggal yang sudah dikubur. Tiga orang itu dipilih yang dulunya 1 sangat pandai, 2 orang yang dulunya sangat berwibawa dan 3 orang yang dulunya penjilat atasan serta bengis terhadap bawahan.

4.1 Tokoh dalam Novel Sirah

Tokoh-tokoh dalam novel Sirah: 1 Joyo Dengkek 2 Ir. Fredy Kurniwan 3 Boiman 4 Wijayani 5 Mbah Kenci 6 Carik Kadri 7 Senik

4.1.1 Joyo Dengkek

Joyo Dengkek adalah salah satu calon lurah di Desa Jati Dhoyong. Ia dipanggil oleh tetangganya dengan sebutan Joyo Dengkek karena dipundaknya terdapat gundukan daging yang disebabkan karena dulu ia jatuh saat membantu ayahnya mengangkat beras. Joyo Dengkek adalah warga asli Jati Dhoyong. Pekerjaan sehari-hari Joyo Dengkek adalah menjadi kuli pesuruh tetangganya. Sewaktu kecil ia menjadi kuli panggul beras membantu ayahnya. Joyo Dengkek adalah salah satu calon lurah yang tidak mempunyai modal sedikitpun. Jangankan modal untuk memberikan uang sogokan kepada warga, modal sebagai salah satu syarat untuk pendaftaran calon lurah pun ia tidak punya yaitu ijazah SMP, oleh sebab itu semua warga heran jika Joyo Dengkek mencalonkan diri sebagai lurah, semua warga telah mengetahui jika Joyo Dengkek bodoh dan miskin. ”Sakala ngguyu wurahan. Jenenge Joyo Dengkek pancen wis kulina ing kupinge warga Jati Dhoyong kabeh wis tau utawa kepara kerep kongkon. Siji-sijia ora ana sing bisa mbayangake yen wong sing dianggep pidak pedarakan kuwi reka-reka njago lurah. Njur ketemu pirang perkara. Bener kandhane Paridi apa ora ana jago liyane dene Joyo Dengkek kok dipilih. Lha wong Fredy dalah Boiman sing cetha wela-wela sarjana wae ana, ndadak njujug Joyo Dengkek. Yen ana sing milih paling-paling mung keluwargane dhewe. Fredy lan Boiman uga duwe pikiran mengkono. Jago siji iki babar pisan ora mlebu petungan. Dianggep wae timun wungkuk jaga imbuh, tinimbang ora ana” Sirah, 20. ’Seketika semua tertawa. Yang namanya Joyo Dengkek memang sudah terbiasa terdengar ditelinga warga Jati Dhoyong semua sudah pernah menyuruhnya sebagai pesuruh. Siapapun orangnya tidak menyangka jika orang yang dianggap remeh ini mencalonkan diri sebagai lurah. Benar kata Padri apa tidak ada calon lainnya, sehingga Joyo Dengkek terpilih. Fredy dan Boiman yang jelas-jelas sarjana saja ada. Jika ada yang memilih itu hanya keluarganya saja. Fredy Dan Boiman juga mempunyai pikiran yang sama. Calon satu ini memang tidak masuk hitungan. Dianggap saja sebagai tambah-tambah dari pada tidak ada.’ Cuplikan novel di atas dapat terlihat bahwa Joyo Dengkek yang sudah kebal dengan cemoohan para warga. Joyo Dengkek tidak lagi heran mendengar semua itu, karena dari kecil ia sudah terbiasa hidup sengsara dan apa adanya. Teknik pelukisan tokoh di atas sesuai dengan teknik reaksi tokoh lain, yaitu reaksi warga Jati Dhoyong terhadap Joyo Dengkek.

4.1.2 Ir. Fredy Kurniawan