Nangka Artocarpus heterophyllus Jenis Kayu yang Digunakan

pekerja mempunyai tugas yaitu memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya. Gambar 2 Kasta Pekerja Nandika et al. 2003. C. Kasta Reproduktif Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual; ratu yang tugasnya bertelur dan jantan raja yang tugasnya membuahi betina. Kasta ini memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dibandingkan kasta yang lain hal ini dikarenakan tugas dari kasta reproduktif itu sendiri. Peningkatan tubuh ini terjadi melalui penggelembungan abdomen karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh. Pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak mampu bergerak aktif dan tampak malas. Gambar 3 Kasta Ratu Nandika et al. 2003.

2.5 Jenis Kayu yang Digunakan

2.5.1 Nangka Artocarpus heterophyllus

Nangka memiliki nama botani A. heterophyllus Lamk. Menurut Verheij dan Coronel l992, Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit Inggris, Jacquier Prancis, Nongko Javanese, Langka Filipina, Khanun Thailand. Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau nangka Jawa, anaane Ambon, panaih Aceh, lumasa atau malasa Lampung, dan nama lainnya. Verheij dan Coronel 1992, mengklasifikasikan Nangka sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus Species : Artocarpus heterophyllus Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, memiliki tinggi 20 – 30 m, diameter batang mencapai 100 cm, seluruh bagian mengeluarkan getah putih bila dilukai. Daun tunggal, tersebar, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik hingga jorong memanjang. Ukuran daun 5 – 25 cm x 3,5 – 12 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin. Kayu nangka telah banyak digunakan di Srilangka, India, dan Eropa Verheij dan Coronel 1992. Menurut Burgess 1989 dalam Isrianto 1997, Kayu nangka memiliki struktur anatomi antara lain porinya tersebar secara tata baur, 30 – 80 berpori soliter dan sisanya bergabung secara radial. Porinya berbentuk bulat sampai oval dengan jumlah pori sekitar 7 – 8 per mm 2 . Diameter tangensial rata-rata adalah 200 – 360 mikron dan tidak ada tilosis namun sering kali ada endapan deposit. Jumlah parenkim kayu cukup sampai banyak dengan bentuk selubung sampai aliform dan kadang-kadang bergabung serta berisi resin berwarna terang sampai oranye. Jari-jari berukuran sedang sampai cukup lebar 50 – 150 mikron dan jumlahnya antara 4 – 6 per mm 2 , heteroseluler, tidak ada silika. Kemudian sel serabut mempunyai dinding yang tipis sampai cukup tipis. Saluran radial terdapat pada jari-jari dan kadang terlihat titik-titik coklat pada bidang tangensial Pandit dan Kurniawan 2008. Menurut Isrianto 1997, kayu Nangka memiliki berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum adalah 0,55 dengan berat jenis rata-rata 0,61 sehingga masuk dalam kelas kuat II. Kayu yang masuk dalam kelas kuat II – III 9 baik digunakan untuk tujuan struktural. Kayu nangka dapat digunakan untuk pembuatan meubel, konstruksi bangunan pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas, dan alat musik. Heyne 1987, menjelaskan bahwa kayu nangka di Pulau Jawa banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung, dan bahan untuk meubeul. Kayu nangka mempunyai serat halus sampai agak kasar. Warna kayu nangka mengalami perubahan warna dari kuning muda pada waktu kayu gubal menjadi kuning sitrun pada kayu teras. Kandungan bagian teras Nangka termasuk besar, semakin besar persentase bagian teras maka kayu tersebut memiliki keawetan alami yang semakin baik Isrianto 1997.

2.5.2 Angsana Pterocarpus indicus