Spatial autocorrelation Konsep kemitraan

uang rupiah yang dibagikan, melainkan ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat anggota yang terlibat.

2.3.2. Spatial autocorrelation

Spatial autocorrelation adalah suatu metode analisis statistika spasial yang digunakan untuk mengetahui pengaruh hubungan hasil produksi berdasarkan pola sebaran spasial lahan dalam suatu kawasan. Menurut John Odland 1988, deskripsi dari hasil perhitungan analisis autocorrelation tersebut dibagi dalam 3 tiga kemungkinan, yaitu apabila 1 I I random disebut auto correlation positif, yaitu suatu hubungan yang mencerminkan pola sebaran searah, 2 I = Random, yaitu suatu hubungan yang tidak mencerminkan suatu pola sebaran tertentu acak, 3 I I random disebut auto correlation negatif, yaitu hubungan yang mencerminkan pola sebaran dengan pengaruh yang saling berkebalikan.

2.3.3. Konsep kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan bisnisnya. Kemitraan adalah suatu set kelembagaan dan rencana-rencana organisasi yang menentukan bagaimana pihak- pihak yang terlibat stake holder bekerjasama. Sebuah rencana kemitraan bukanlah struktur hukum tentang hak-hak dan peraturan-peraturan yang statis, tetapi ia merupakan proses yang dinamis untuk menciptakan struktur-struktur kelembagaan baru. Dengan demikian kelembagaan kemitraan dapat didisain sebagai kelembagaan yang sama sekali baru atau yang berdasarkan pada struktur kelembagaan yang telah ada. Di Indonesia, kemitraan diartikan sebagai hubungan bapak-anak angkat foster father partnerships . Pola kemitraan semacam ini dapat dikategorikan menjadi empat macam, yaitu 1 Pola Perkebunan Inti rakyat PIR, di mana bapak angkat sebagai inti sedangkan petani kecil sebagai plasma, 2 Pola dagang, di mana bapak angkat bertindak sebagai pemasar produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya, 3 Pola vendor, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak memiliki hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan produk yang dihasilkan oleh bapak angkatnya, 4 Pola subkontrak, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat merupakan bagian dari proses produksi usaha yang dilakukan oleh bapak angkat, selain itu terdapat interaksi antara anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaitan teknis, keuangan dan atau informasi. Pola kemitraan dalam bentuk kontrak produksi umumnya dapat dibentuk dengan pola semacam Perikanan Inti Rakyat PIR, yaitu bentuk kemitraan antara perusahaan inti dan plasma, dimana perusahaan inti berkewajiban menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi serta mengusahakan permodalan. Pola kemitraan kegiatan produksi perikanan yang dapat dilakukan adalah; 1 Pola kemitraan dengan kesepakatan jaminan sarana produksi dan pemasaran hasil, kontrak harga sarana produksi dan harga output, jaminan pendapatan pada plasma, sistem bonus kenaikan harga output dan sistem bonuspinalti jika terdapat mortalitas, 2 Pola kemitraan dengan kesepakatan penyediaan sarana produksi dan pemasaran output, kontrak harga, jaminan pendapatan plasma dan sistem bonus kenaikan harga output, 3 Pola kemitraan dengan kesepakatan jaminan penyediaan sarana produksi dan pemasaran output dan kontrak harga, 4 Pola kemitraan yang hanya memiliki kesepakatan jaminan penyediaan produksi dan pemasaran output. Menurut Siregar et all 2004, kelembagaan dalam usaha budidaya udang berkembang secara alami karena bertemunya kepentingan yang saling melengkapi antara petani pemilik tambak dan pedagangpengusaha lokal. Selanjutnya disebutkan bahwa, bentuk organisasi pertambakan udang secara garis besar dibagi menjadi 3 jenis yakni; usaha tani tambak, perusahaan tambak, pola hubungan perusahaan dan petani. Pada pola hubungan perusahaan dan petani terdapat pola bapak angkat langsung, pola bapak angkat tidak langsung dan pola tambak inti rakyat TIR. Pola bapak angkat dapat berlangsung secara alamiah karena pertimbangan keuntungan teknis dan ekonomis yang saling mengisi antara petani dan pengusaha. Sementara pola tambak inti rakyat TIR muncul belakangan berdasarkan kebijakan pemerintah. Ketiga pola ini terjadi karena latar belakang yang sama, yakni minimnya kemampuan keuangan dan keahlian petani dalam hal budidaya maupun akses pasar. Secara teoritis, suatu kemitraan akan terjadi dan berjalan langgeng bila memenuhi dua syarat, yaitu; 1 Syarat keharusan necessary condition yaitu ada peluang saling menguntungkan atau win-win situation melalui pelaksanaan kemitraan. Artinya, melalui kemitraan ada manfaat ekonomi yang dapat dinikmati bersama melalui aksi bersama collective action, dimana manfaat tersebut tidak dapat dinikmati bila bertindak secara individu individual action, 2 Syarat kecukupan sufficient condition yaitu kebersamaan cohesiveness. Artinya, suatu kemitraan akan berjalan langgeng dan berhasil meraih posisi yang paling menguntungkan bila pihak-pihak yang bermitra bersedia dan disiplin untuk melakukan aksi bersama dalam upaya pencapaian kondisi yang saling menguntungkan. Suatu kemitraan akan berjalan langgeng bila memenuhi kedua syarat tersebut. Kemitraan yang tidak menghasilkan kondisi yang saling menguntungkan meskipun ada aksi bersama kebersamaan sulit bertahan dalam jangka panjang. Demikian juga kemitraan yang saling menguntungkan tanpa didasari oleh kebersamaan juga akan diragukan kelanggengannya, karena kemitraan akan dirongrong oleh free rider. Bila kedua syarat tersebut dipenuhi maka kemitraan akan secara otomatis terlaksana dan kelanggengannya juga dapat terjamin tanpa campur tangan dari pihak lain. Bila kedua syarat tersebut dipenuhi maka kemitraan akan secara otomatis terlaksana dan kelanggengannya juga dapat terjamin tanpa campur tangan dari pihak lain. Dengan demikian, pola kemitraan yang memenuhi kedua syarat tersebut merupakan kemitraan the first best. Suatu kemitraan dapat juga terjadi bila dikondisikan atau ada peraturan yang memaksa law enforcement. Dengan asumsi pelaku bisnis adalah rasional, dimana keuntungan merupakan insentif bagi kegiatan bisnis, maka karena win- loose situation , secara otomatis kebersamaan juga sulit dicapai. Kelanggengan kemitraan yang bersifat win-loose situation ini ditentukan oleh pengawasan yang ketat dan pelaksanaan sangsi pelanggaran. Karena itu, kemitraan yang demikian cenderung menciptakan distorsi ekonomi high cost economics dan cenderung mengarah pada konflik yang berkepanjangan. Meskipun demikian, kemitraan yang dipaksakan ini masih dapat bertahan sebagai kemitraan second best bila disertai dengan kebijaksanaan kompensasi, yaitu mengkompensasi pihak yang worse off , sehingga paling sedikit tidak ada pihak yang dirugikan untuk membuat pihak lain better off.

2.3.4. Konsep tambak inti rakyat TIR