Lokasi dan batasan penelitian Kerangka pemikiran Gambaran umum lokasi

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan batasan penelitian

Penelitian ini berlokasi di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai di Dusun Kalangbahu Desa Jawai Laut Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Ruang lingkup periode pengkajian proyek adalah dalam kurun waktu sejak dimulainya pembangunan fisik proyek pada tahun 1990 sampai dengan kondisi stagnasi tahun 1996. Waktu pengamatan dan inventarisasi tentang kondisi terakhir fisik tambak dilakukan pada bulan Maret 2006.

3.2. Kerangka pemikiran

Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai sejak tahun 1996 dalam keadaan stagnan dan selain itu dari segi fisik tambak mengalami abrasi yang mengakibatkan tambak di sepanjang pantai mengalami kerusakan. Dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali TIR Transmigrasi Jawai secara berkelanjutan, maka dalam penelitian ini akan dikaji mengenai kelayakan bioteknis, finansial dan kelembagaan. Aspek bioteknis akan mengkaji kelayakan kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan dan dari aspek finansial akan dihitung biaya investasi yang dibutuhkan untuk merehabilitasi infrastruktur dan fisik tambak. Hasil analisis bioteknis dan finansial tersebut yang akan menentukan teknologi budidaya yang tepat untuk diterapkan pada lokasi proyek. Sedangkan dari aspek kelembagaan dan pengelolaan akan dibahas pelaksanaan pengelolaan proyek periode sebelum dan pasca pelunasan kredit tambak yang mencakup karakteristik produktifitas plasma dan organisasi tata laksana. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh model pengelolaan TIR yang berkelanjutan dan menjadi rekomendasi dalam rangka untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Skema kerangka pemikiran 3.3. Metode pengumpulan data 3.3.1. Pengumpulan data sekunder Dalam penelitian ini lebih banyak menggunakan data sekunder, hal ini disebabkan karena obyek yang diteliti adalah kejadian masa lampau yaitu pelaksanaan Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1996. Untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan laporan, hasil penelitian, publikasi ilmiah, publikasi daerah, studi kelayakan feasibility study, dan peta yang dipublikasikan. Data tersebut diperoleh dari instansi pemerintah dan swasta antara lain : PT. Ciptawindu Khatulistiwa, KUD. Cipta Bina Sejahtera, Konsultan PT. Lenggogeni, Bank Kalbar, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Bakosurtanal, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Permasalahan Stagnasi Abrasi Bioteknis Finansial Kelembagaan - Kesesuaian lahan - Daya Dukung kawasan - Biaya Investasi - Kelayakan Usaha Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai Pelaksanaan sebelum dan pasca kredit lunas Menentukan teknologi budidaya udang yang tepat Mendapatkan model pengelolaan TIR yang berkelanjutan - Karakteristik Produktifitas Plasma - Organisasi Tata laksana Rekomendasi dalam rangka upaya mengoperasikan kembali TIR Transmigrasi Jawai Kalimantan Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas. Data Sekunder yang dikumpulkan adalah Kondisi bio-fisik, Kebijakan Pemerintah Pusat, Laporan Pelaksanaan Proyek, Data Hasil Panen Plasma, Studi Kelayakan Proyek, Surat Perjanjian Kerjasama Inti Plasma.

3.3.2. Pengumpulan data primer

Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran di lapang. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui dampak abrasi terhadap kondisi petak tambak dan menginventarisir keadaan barang yang tersisa di lokasi proyek, sedangkan pengukuran dilakukan untuk mengetahui dimensi konstruksi saluran irigasi dan tanggul tambak. 3.4. Analisis bioteknis 3.4.1. Kesesuaian lahan Parameter kesesuaian lahan dalam penelitian ini meliputi parameter air dan tanah pada lokasi proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai yang bersumber dari data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari laporan akhir teknis drainase dan penyajian evaluasi lingkungan 1992. Analisis kesesuaian lahan dilakukan secara deskriptif dengan mengacu kepada batas toleransi persyaratan mutu yang baik untuk budidaya udang dan kesesuaian lahan untuk lokasi pertambakan berdasarkan kandungan unsur hara dan fisika tanah. Data sekunder tersebut masih dianggap relevan untuk kondisi saat ini karena 1 data tersebut diperoleh pada saat pelaksanaan operasional budidaya berlangsung, dan 2 proyek ini praktis tidak beroperasi stagnasi sejak tahun 1996.

3.4.2. Daya dukung kawasan

Daya dukung kawasan dalam penelitian adalah berdasarkan pasokan air laut yang masuk keperairan pantai dimana pasokan air laut tersebut menurut Widigdo 2003 dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : − = tg h 2x hy 0,5 V Dimana: Vo = volume air laut yang masuk ke perairan pantai h = kisaran pasang surut tidal range setempat x = jarak dari garis pantai pada waktu pasang hingga lokasi intake air laut untuk keperluan tambak y = lebar areal tambak yang sejajar garis pantai tang = kemiringan kelandaian dasar laut. Perhitungan volume air yang masuk ke perairan pantai tersebut Vo adalah volume air dalam satu kali pasang yaitu untuk daerah dengan tipe pasut diurnal, jadi jika tipe pasut semi diurnal dimana terjadi dua kali pasang pasang surut dalam sehari, maka volume air yang masuk ke perairan pantai tersebut adalah 2 kali Vo. Jika tinggi air tambak rata-rata adalah 1,0 m, dan pergantian air harian rata-rata 10 maka kebutuhan air tambak 1,0 ha per hari adalah = 10.000 m 2 x 0,1 x 1,0 m = 1.000 m 3 . Allison 1981 dalam Widigdo 2001 menyatakan bahwa agar kualitas perairan umum masih tetap layak untuk budidaya, maka perairan penerima limbah cair dari kegiatan budidaya harus memiliki volume 60 – 100 kali lipat dari volume limbah cair yang dibuang ke perairan umum. Jadi luas tambak ha yang dapat dibangun berdasarkan volume air laut yang masuk ke aliran pantai adalah = V o 100.000.

3.5. Analisis kelayakan usaha

Dengan adanya abrasi yang menyebabkan kerusakan tambak , maka diperlukan kegiatan pengamatan mengenai kondisi tambak di sepanjang pantai. Selain itu akibat proyek ini tidak beroperasi sejak tahun 1996 dilakukan kegiatan mengenai 1 pengukuran dimensi konstruksi tambak seperti pendangkalan yang terjadi pada saluran irigasi tambak dan penyusutan tanggul tambak, serta 2 inventarisir infrastruktur seperti barang-barang dan bangunan yang masih tersisa dilokasi proyek. Metoda pengukuran yang dilakukan meliputi panjang saluran, panjang tanggul, lebar atas, lebar bawah, kedalaman saluran, dan ketinggian tanggul, sedangkan pengamatan dilakukan untuk inventarisir barang dilokasi proyek. Kegiatan tersebut diatas dimaksudkan untuk menghitung rincian kebutuhan biaya investasi dalam rangka rencana pelaksanaan re-design akibat adanya abrasi dan pekerjaan rehabilitasi tambak akibat proyek ini sudah tidak beroperasi dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada Tabel 3 dapat dilihat metoda pengukuran dimensi konstruksi tambak. Tabel 3. Metoda pengukuran dimensi konstruksi tambak Jarak Jumlah Jenis Konstruksi Satuan Volume Pengukuran Pengukuran m kali Saluran Pemasukan 1. Saluran Intake Laut m 1,500.00 100.00 16.00 2. Saluran Primer Ruas I m 885.00 100.00 10.00 3. Saluran Primer Ruas II m 1,650.00 100.00 18.00 3. Saluran Primer Ruas III m 1,225.00 100.00 13.00 4. Saluran Sekunder I m 385.05 100.00 5.00 5. Saluran Sekunder II m 375.05 100.00 5.00 6. Saluran Sekunder III m 41.90 25.00 3.00 7. STP Beton Semen m 5,950.00 100.00 61.00 8. STP Gravitasi Tanah m 450.00 100.00 6.00 J u m l a h 12,462.00 137.00 Saluran Pembuangan 1. Saluran Sekunder I m 2,098.30 100.00 22.00 2. Saluran Sekunder II m 1,419.70 100.00 16.00 3. Saluran Sekunder III m 1,216.80 100.00 13.00 3. Sal. Tersier Pembuangan m 6,146.65 100.00 124.00 J u m l a h 10,881.45 175.00 Petak Tambak petak 247.00 1. Tanggul STD petak 247.00 - 50.00 2. Tanggul Antara Tambak petak 228.00 - 50.00 3. Tanggul STP petak 247.00 - 50.00 J u m l a h 150.00 Untuk mengetahui prospek kelayakan usaha tambak dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan usaha yang dalam penelitian ini digunakan analisis biaya dan manfaat Cost Benefit Analysis. Adapun kriteria yang digunakan dalam analisis ini antara lain :

3.5.1. Net present value NPV

Net Present Value NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : = + = n 1 t t i 1 Ct - Bt NPV Dimana : Bt = Benefit kotor tahunan annual gross benefit Ct = Biaya kotor tahunan annual gross cost, tidak dilihat apakah biaya tersebut merupakan modal atau rutin. 11+i t = Discount Factor DF Dengan Kriteria Usaha : NPV 0, berarti usaha tambak tersebut layak diusahakan NPV = 0, berarti usaha tambak tersebut menghasilkan nilai sama besarnya dengan modal yang ditanam NPV 0, berarti usaha tambak tidak layak diusahakan.

3.5.2. Net benefit cost ratio Net BC

Net Benefit Cost Ratio Net BC adalah perbandingan jumlah nilai kini present value total dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif. Secara matematis Net BC dapat dirumuskan sebagai berikut : Ct - Bt Ct - Bt i 1 Ct - Bt i 1 Ct - Bt BC Net n 1 t t n 1 t t + + = = = Dimana : Bt = Benefit kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t Ct = Biaya kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya dianggap sebagai modal atau rutin n = Umur ekonomis dari usaha tambak i = Tingkat suku bunga bank. Dengan kriteria usaha : Net BC 1, berarti usaha tambak tersebut menguntungkan sehingga layak diusahakan Net BC 1, berarti usaha tambak tidak menguntungkan sehingga tidak layak diusahakan

3.5.3. Internal rate of return IRR

Internal Rate of Return IRR adalah tingkat diskonto dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : i i NPV - NPV NPV i IRR - + = Dimana : i’ = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif ii” = Tingkat suku bunga yang menghsilkan NPV negatif NPV’ = NPV pada tingkat suku bunga i’ NPV” = NPV pada tingkat suku bunga i” Dengan kriteria usaha : IRR i, berarti usaha tambak ini bisa dilanjutkan IRR i, berarti usaha tambak ini tidak layak, dimana i = suku bunga. Dengan kriteria tersebut diatas, maka usaha tambak dikatakan layak untuk diusahakan adalah apabila : NPV 0, Net BC 1, IRR i. 3.6. Analisis kelembagaan 3.6.1. Kelembagaan Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi dalam 2 dua kategori yaitu berdasarkan 1 Pembahasan dalam konteks pola TIR yaitu pada saat pelaksanaan pengelolaan Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai yaitu masa sebelum lunas dan gambaran pasca lunas kredit tambak, 2 Pembahasan mengenai alternatif yang dapat diambil dalam konteks upaya untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Pembahasan dalam konteks pola TIR dilakukan berdasarkan gambaran keadaan nyata yang terjadi di lapangan, sehingga dari gambaran tersebut akan didapatkan solusi terbaik tentang mekanisme managemet pengelolaan tambak yang tepat untuk dapat diterapkan di lokasi. Pembahasan tersebut dilakukan pada saat sebelum lunas kredit tambak yaitu dari mulai awal proyek yaitu pada proses pencairan kredit untuk tambak sampai dengan proyek ini stagnasi pada tahun 1996. Pembahasan pada masa pasca lunas kredit tambak dilakukan berdasarkan hasil kajian dari solusi yang didapatkan pada masa pelaksanaan proyek. Kajian ini bertujuan untuk mempersiapkan KUD dan Plasma dalam mengelola proyek pasca lunas kredit tambak. Pembahasan mengenai alternatif dalam upaya untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai adalah berdasarkan model kontrak usaha tambak contract farming yang bertujuan untuk memberikan beberapa alternatif pilihan yang dapat diambil oleh PemdaBank Kalbar.

3.6.2. Karakteristik produktifitas plasma Target Produksi

Data laporan hasil panen proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai diolah menjadi data hasil panen yang disusun berdasarkan : petak tambak, nama plasma, daerah asal plasma, hasil panen per petak tambak kg dan pola kepadatan penebaran benur yaitu untuk 4, 20 dan 15 ekorm 2 . Dari data hasil panen tersebut akan dianalisis menjadi tabel realisasi hasil panen terhadap target produksi yang memberikan gambaran mengenai besaran dan prosentase hasil panen dalam pencapaian target produksi dari masing-masing pola tebar 4, 20 dan 15 ekorm 2 serta periode I, II, III, IV dan V pada padat penebaran 15 ekorm 2 . Deskriptif hasil panen dilakukan terhadap daerah asal plasma, pola tebar 4, 20 dan 15 ekorm 2 , periode musim tanam I, II, III, IV dan V pada pola kepadatan tebar 15 ekorm 2 . Spatial autocorrelation Spatial autocorrelation adalah suatu metode analisis statistika spasial yang dalam penelitiaan ini digunakan untuk mengetahui pengaruh hubungan hasil produksi antar petak tambak berdasarkan pola sebaran spasial lahan tambak dalam suatu kawasan. Menurut John Odland 1988, deskripsi dari hasil perhitungan analisis spatial autocorrelation tersebut dibagi dalam 3 tiga kemungkinan, yaitu apabila : - I I random disebut Auto Correlation Positif, yaitu suatu hubungan yang mencerminkan pola sebaran searah yaitu pengaruh yang saling meningkatkan antar petak tambak yang berdampingan. - I = Random, yaitu suatu hubungan yang tidak mencerminkan suatu pola sebaran tertentu acak antar petak tambak yang berdampingan. - I I random disebut Auto correlation Negatif, yaitu hubungan yang mencerminkan pola sebaran dengan pengaruh yang saling berkebalikan yaitu apabila salah satu petak tambak hasil produksinya meningkat maka tambak yang berdampingan akan cenderung turun produksinya. Rumus yang digunakan untuk perhitungan auto correlation adalah sebagai berikut: = Σ ΣΣ ΣΣ = 1 - n 1 - random I Z - Zi Z - Zj Z - Zi Wij Wij n I 2 I adalah Indeks Moran, n adalah jumlah petak tambak, Z adalah hasil produksi kg, dan Z adalah hasil produksi rata-rata kg, i = j adalah petak tambak dan Wij adalah matriks spatial autocorrelation. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam melakukan perhitungan dalam penelitian ini adalah menentukan pola sebaran spasial dengan membuat matrik spatial autocorrelation, dimana matrik tersebut diisi dengan notasi angka 0 nol dan 1 satu sesuai dengan pola sebaran yang ingin ditetapkan. Angka 0 berarti mengindikasikan tidak ada korelasi antara petak tambak yang berpasangan, sedangkan angka 1 mengindikasikan adanya korelasi antara petak tambak yang berpasangan. Pola sebaran spatial yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menetapkan notasi angka 1 satu untuk petak tambak yang saling berdampingan, sedangkan angka 0 nol untuk petak tambak yang tidak saling berdampingan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa operasional pelaksanaan budidaya udang dilapangan yaitu hubungan antara petak tambak yang saling berdampingan adalah lebih erat dibandingkan dengan petak tambak yang tidak berdampingan. Penetapan pola sebaran spasial tersebut dimaksudkan agar analisis ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran korelasi spasial produksi tambak yang berada dalam satu kawasan hamparan tambak. Dalam penelitian ini perhitungan auto correlation hanya dilakukan pada pola tebar kepadatan benur 15 ekor per m 2 . Hal ini disebabkan karena pada pelaksanaan pola tebar 15 ekorm 2 ininberlangsung sebanyak 5 lima periode musim tanam sehingga semua petak tambak dapat terwakili, sedangkan pada pola tebar kepadatan benur 4 dan 20 ekorm 2 hanya dilakukan dalam 1 satu periode musim tanam saja sehingga pada pelaksanaannya tidak semua petak pernah terwakili melaksanakan penebaran benur. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan periode musim tanam dan tahun dengan rincian 1 periode musim tanam yaitu : I; II; III; IV dan V dan 2 tahun yaitu : 1993; 1994; 1995 dan total tahun 1993 sampai 1995. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran umum lokasi

Secara administratif lokasi Proyek Perintis Tambak Inti Rakyat TIR Transmigrasi Jawai termasuk dalam wilayah Dusun Kalangbahu, Desa Jawai Laut , Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Ditinjau dari posisi geografis terletak diantara 1°12’13” - 1°16’13” Lintang Utara dan 108°58’03” - 109°00’10” Bujur Timur. Batas batas wilayah lokasi proyek : - Sebelah Utara : Dusun Ramayadi. - Sebelah Timur : Sungai Batang. - Sebelah Barat : Laut Cina Selatan - Sebelah Selatan : Sungai Sambas Besar. Lokasi Tambak Inti Rakyat TIR Transmigrasi Jawai terletak di pantai Barat Kalimantan Barat bagian Utara disekitar muara sungai Sambas yang berbatasan langsung dengan laut Cina Selatan. Untuk mencapai lokasi dari kota Pontianak dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat sejauh ± 185 Km sampai ke kota Pemangkat. Dari kota Pemangkat perjalanan dilanjutkan menyeberangi muara sungai Sambas yang mempunyai lebar cukup besar yaitu ± 1,8 km dengan menggunakan perahu bermotor yang memakan waktu sekitar 0,5 jam untuk sampai ke lokasi. Mata pencaharian masyarakat setempat pada umumnya adalah sebagai petani dengan usaha kebun kelapa. Mata pencaharian lain dari sebagian masyarakat setempat adalah sebagai nelayan dan pedagang kecil. Untuk mengetahui gambaran mengenai lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Peta lokasi penelitian

4.2. Gambaran umum proyek