Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik Dan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B Di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

(1)

Lampiran

KUESIONER ANALISA ZAT PEWARNA RHODAMIN B PADA LIPSTIK DAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PEDAGANG KOSMETIK TENTANG BAHAYA RHODAMIN B DI PASAR RAMAI

KOTA MEDAN TAHUN 2013 KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nama :

Umur :

Pendidikan Terakhir :

Lama Berjualan :

I. Pengetahuan

1. Lipstik adalah pewarna bibir yang di kemas dalam bentuk batang yang digunakan untuk mewarnai bibir.

Ya Tidak

2. Salah satu syarat lipstik yang baik adalah tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.

Ya Tidak

3. Bahan-bahan utama pada lipstik adalah lilin, minyak, lemak, antioksidan, surfaktan, bahan pengawet dan zat pewarna.

Ya Tidak

4. Rhodamin B adalah bahan kimia yang digunakan sebagai zat pewarna dalam industri tekstil dan kertas.

Ya Tidak

5. Rhodamin B dapat digunakan sebagai zat pewarna dalam pembuatan lipstik.

Ya Tidak

6. Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis untuk bahan campuran lipstik.

Ya Tidak

7. Rhodamin B menghasilkan warna yang lebih cerah dibandingkan pewarna alami


(2)

Ya Tidak

8. Rhodamin B adalah salah satu zat warna berbahaya yang tidak diperbolehkan pemakaiannya di Indonesia.

Ya Tidak

9. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan jika tertelan melalui makanan.

Ya Tidak

10.Rhodamin B dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernafasan seperti batuk, sakit tenggorokan, jika terhirup.

Ya Tidak

11.Rhodamin B dapat menimbulkan iritasi jika mengenai kulit.

Ya Tidak

12.Rhodamin B juga dapat menimbulkan iritasi yang ditandai mata kemerahan jika terkena mata

Ya Tidak

13.Iritasi kulit dan alergi kulit merupakan kondisi yang lazim ditemui akibat paparan Rhodamin B terhadap kulit

Ya Tidak

14.Rhodamin B dapat menimbulkan efek kronis seperti gangguan fungsi hati dan kanker.

Ya Tidak

15.Efek kronis yang ditimbulkan zat pewarna rhodamin B dapat terlihat setelah 10 sampai 20 tahun kemudian.


(3)

II.Sikap

Berilah tanda centang (˅) pada salah satu kolom setiap pertanyaan di bawah ini.

No. Pernyataan

Jawaban

S TS

1. Lipstik merupakan kosmetik dekoratif yang digunakan untuk mewarnai bibir sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. 2. Lipstik yang baik adalah lipstik yang tidak hanya

mempercantik bibir tetapi mampu memberikan nutrisi dan melembabkan bibir.

3. Zat pewarna memiliki peranan besar dalam setiap fungsi kosmetik dekoratif.

4. Zat warna dalam kosmetik harus memenuhi syarat keamanan.

5. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang digunakan untuk pewarna tekstil bukan kosmetik 6. Rhodamin B bersifat racun dan dapat

menimbulkan kanker.

7. Lipstik yang mengandung zat pewarna seperti rhodamin B termasuk golongan kosmetik berbahaya.

8. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit

9. Jika terpapar pada bibir, rhodamin B dapat menyebabkan bibir pecah-pecah, kering, gatal dan terkelupas.

10. Rhodamin B dapat menyebabkan kanker dan gangguan fungsi hati


(4)

Keterangan : S = Setuju


(5)

III. Tindakan

Berilah tanda centang (˅) pada salah satu kolom setiap pertanyaan di bawah ini.

No .

Pertanyaan

Jawaban

P TP

1. Apakah anda pernah menjual lipstik yang tidak memiliki izin BPOM?

2. Apakah anda pernah membaca komposisi dari bahan kosmetik seperti lipstik yang anda jual? 3. Apakah anda pernah menawarkan produk lipstik

yang tidak memiliki daftar komposisi?

4. Apakah anda pernah membaca informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang tidak diperbolehkan untuk bahan campuran kosmetik seperti lipstik?

5. Apakah anda pernah mencari informasi bahwa rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit?

6. Apakah anda pernah mencari informasi bahwa rhodamin B dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker?

7. Apakah anda pernah membaca informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna berbahaya yang dilarang pemakaiannya di Indonesia?

8. Apakah anda pernah menemukan bahan rhodamin B pada lipstik yang anda jual?

Keterangan : P = Pernah


(6)

Lampiran

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Kromatografi

A n-butanol 40 bagian volume

Asam asetat glasial 10 bagian volume

Air suling 20 bagian volume

B Iso-butanol 30 bagian volume

Etanol air suling 20 bagian volume

Air suling 20 bagian volume

Pada 99 bagian volume campuran, tambahkan 1 bagian volume amonia pekat

C Fenol 80 gram

Air suling 20 gram

D Etil metil keton 350 bagian volume

Aseton 150 bagian volume

Air suling 150 bagian volume Amonia pekat 1 bagian volume

E Etil metil keton 50 bagian volume

Aseton 30 bagian volume

Air suling 30 bagian volume

Faktor-faktor Etil asetat 11 bagian volume

Piridin 5 bagian volume

Air suling 4 bagian volume

Gambar Encerkan 5 ml ammonia pekat dengan air suling hingga 100 ml tambahkan 2 gr trinitrium sitrat dan larutkan


(7)

Lampiran

Harga Rf Untuk Berbagai Macam Pelarut

Pewarna Pelarut

A B C D E F G

Merah Ponceau Mx

Ponceau 4R Carmoisme Aamaranth Red 10 B Erytrosine

Red 2 G Red 6 B Red F B Ponceau SX Ponceau 3 R Fast Red E

0.33 0.55 0.35 0.41 0.41 0.23 0.19 0.18 0.26 0.13 0.26 0.25 0.07 0.57 0.44 0.17 0.37 0.28 0.55 0.30 0.15 0.14 0.19 0.11 0.17 0.16 0.04 0.33 0.26 0.30 0.23 0.37 0.37 0.21 0.20 1.00 0.58 0.47 0.57 1.00 0.56 0.06 0.35 0.35 0.38 0.39 0.41 0.18 0.46 0.18 0.17 0.37 0.22 0.22 0.10 0.28 0.25 0.11 0.49 0.13 0.58 0.24 0.01 0.39 0.30 0.41 0.39 0.51 0.26 0.32 0.38 0.47 0.35 0.45 0.58 0.21 0.11 0.38 0.47 0.45 0.49 0.51 0.24 0.19 Jingga

Orange G Orange RN Sunset yellow

FCF

0.35 0.47 0.48 0.52 0.46 0.23 0.66 0.59 0.75 0.74 0.75 0.78 0.57 0.28 0.28 0.45 0.40 0.43 0.46 0.22 0.43 Kuning

Tartrazine Naphthol yellow S

Yellow 2 G Yellow FRS

Yellow RY

0.12 0.17 0.09 0.20 0.25 0.04 0.70 0.44 0.54 0.17 0.68 0.73 0.44 0.40 0.44 0.41 0.41 0.37 0.65 0.31 0.76 0.33 0.47 0.30 0.43 0.47 0.22 0.54 0.77 0.04 0.18 0.07 0.16 0.03 0.27 Hijau, Biru, Ungu

Green S Blue VRS Indago karimue

Violet BNP

0.44 0.44 0.70 0.41 0.67 0.30 0.83 0.54 0.07 0.76 0.64 0.70 0.32 0.79 0.14 0.20 0.30 0.28 0.34 0.14 0.11 0.54 0.63 0.80 0.68 0.75 0.32 5 Coklat, Hitam

Brown FK Chocolate brown

0.18 0.34 0.36 0.57 0.61 0.27 0.03 0.49 0.75 0.77 0.49 0.18


(8)

Lampiran

TAMPILAN OUT PUT TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PEDAGANG KOSMETIK TENTANG BAHAYA RHODAMIN B

DI PASAR RAMAI KOTA MEDAN TAHUN 2013. Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 20-24 7 23.3 23.3 23.3

25-29 13 43.3 43.3 66.7

30-34 9 30.0 30.0 96.7

>35 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pendidikan terakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SMA 29 96.7 96.7 96.7

SMP 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Lama berjualan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-4 14 46.7 46.7 46.7

5-8 13 43.3 43.3 90.0

>9 3 10.0 10.0 100.0


(9)

Pengetahuan pedagang kosmetik Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 14 46.7 46.7 46.7

Sedang 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sikap pedagang kosmetik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 17 56.7 56.7 56.7

Kurang 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Tindakan pedagang kosmetik Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 6 20.0 20.0 20.0

Kurang 24 80.0 80.0 100.0


(10)

Lampiran

Dokumentasi Penelitian


(11)

Gambar lampiran 2. Neraca Analitik untuk menimbang sampel


(12)

Gambar lampiran 5. Chamber untuk proses pergerakan zat warna


(13)


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2012. Kosmetik Murah Biasanya Mengandung Zat Berbahaya. . Diakses pada tanggal 15 Juli 2013.

Anonimus. 2013. Minamata, Kasus Pencemaran Limbah Merkuri.

Adlany,M.2010.DefinisiPengetahuan pada tanggal 15 juli 2013.

Azwar, S. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Bestable, S, B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik : Prinsip-Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran. EGC. Jakarta.

BPOM RI, 2011. Waspada Keracunan Akibat Kandungan Logam Berat pada Kosmetik

30 Oktober 2013.

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Depkes RI. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Ditjen POM. Jakarta.

_________ 2006. Bahaya Penggunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Makanan.

Djarismawati. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamin B di Pasar Tradisional DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan.

Fai. 2010. Pedagang Medan Lebih Senang Jual Produk Impor.

Hamdani, S. 2012. Rhodamin B. Diakses pada tanggal 15 juli 2013.


(15)

Illiyan. 2010. Inilah Sejarah Lipstik Dari Masa Kuno Hingga Sekarang.

Iradisa. 2011. Kosmetik Mengandung Pewarna Terlarang. Diakses pada tanggal 14 Juli 2013.

Irsan, T, A. 2011. Identifikasi Pewarna Rhodamin B (CI 45170) Dalam Berbagai Jenis Kosmetik Secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri UV-Visible di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Medan. FMIPA USU.

J,Chin. 2011. Detection of Rhodamine Dyes by HPLC-FLD. Departement of Chemistry. National Central University. Taiwan.

Kartika, U. 2012. BPOM Umumkan Produk Kosmetik Berbahaya.

BPOM.Umumkan.Produk.Kosmetik.Berbahaya.html. Diakses tanggal 13 Juli 2013.

Keputusan Dirjen POM, Nomor 00386 Tahun 1990 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya Dalam Obat, Makanan dan Kosmetika.

Mubarak, W, I. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Metode Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Muliyawan, D. 2013. A-Z Tentang Kosmetik. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Nurfebriyani, W. 2009. Dilema Diantara Kawan dan Lawan. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta _____________ 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Peraturan Menkes RI, Nomor. 220/Men.Kes/Per/IX/76 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan.

___________________, Nomor. 239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.


(16)

___________________, Nomor. 722/Men.Kes/Per/IX/88 tentang Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia.

Pratomo, H, dan Sudarti. 1986. Pedoman Ususlan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga Berencana. Depdikbud. Jakarta.

Putri, E, 2011. Higiene Sanitasi Industri Rumah Tangga Pengolahan Terasi dan Analisa Rhodamin B Pada Terasi Berbagai Merek di Pasar Kota Medan Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Putri, W, K,A. 2009. Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik yang Beredar di Pusat Pasar Kota Medan. Fakultas Farmasi USU.

Rahmat, J. 1992. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung

Riyanto, S. 2008. Identifikasi Zat Warna Rhodamin B Pada Lipstik Berwarna Merah. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.

Rokhim, F. 2011. Tempat Perbelanjaan Kota Medan. Diakses pada tanggal 15 Juli 2013.

Sakamoto, M. 1991. Inhibitory Effect of Rhodamine B on The Proliferation of Human Lip Fibroblast in Culture. Hokoriku Kanazawa. Japan. 2013.

Sardjimah,A. 1996. Analisis Zat Warna. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Surabaya.

Sarwono, S. 2003. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep dan Aplikasinya. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sinurat, M. 2011. Analisa Kandungan Rhodamin B Sebagai Pewarna Sediaan Lipstik yang Beredar di Masyarakat. Poltekes Depkes Medan.

Sudarmadji, S. 2003. Analisa Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Tranggono, R.I.S. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(17)

Tim Penyusun Kamus Pusat. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Valen. 2012. Rhodamin B : Zat Pewarna Makanan.

Wasitaatmadja, S,M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit UI Press. Jakarta.

Widyastuti, P, 2005. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan. EGC. Jakarta.

Yahya, Y. 2000. Pengetahuan dan Sikap Remaja SMU Tentang Penularan HIV/AIDS Melalui Suntikan Narkoba. Skripsi. Medan

Yulianti, N. 2007. Awas! Bahaya dibalik Lezatnya Makanan. Edisi Pertama. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

Zainuddin, D,A. 2012. Dampak penggunaan Zat Pewarna Tekstil Rhodamin B

pada Makanan.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui keberadaan zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada lipstik dan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Ramai Kota Medan. Yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi ini adalah bahwa pasar tersebut merupakan pasar yang banyak menjual produk kosmetik dan ramai dikunjungi masyarakat. Selanjutnya sampel dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan bulan Agustus-September 2013. 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah lipstik yang beredar di Pasar Ramai Medan. Adapun objek penelitian yang akan diteliti adalah sebanyak 10 sampel lipstik. Sampel lipstik diambil secara purposive sampling yaitu lipstik tersebut banyak diminati konsumen dan produk lipstik yang tidak memiliki nomor izin edar BPOM.


(19)

Produk-produk lipstik tersebut sebagai berikut : 1. Mac no. 332

2. Fanbo no. 05

3. Docteur glamour no. 06

4. Creamy moisture lipstik no. 682 5. Rouge pure shine no. 23

6. Lindor no. 42 7. Calvin klein no. 01 8. Trusstee no. 49 9. Dolby no.151 10.Mirabella chic no. 03 3.4. Sampel Penelitian

Metode pengambilan sampel untuk pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang kosmetik adalah dengan metode total sampling yaitu seluruh pedagang kosmetik yang berdagang di Pasar Ramai Medan sebanyak 30 pedagang kosmetik. 3.5. Metode Pengumpulan Data

3.5.1. Data Primer

Data primer yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap rhodamin B yang terdapat dalam lipstik dan kuesioner tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Medan.


(20)

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder berupa literatur-literatur yang menjadi bahan masukan bagi penulis dan studi kepustakaan.

3.6. Pelaksanaan Penelitian

Pemeriksaan uji kualitatif lipstik dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggunakan metode Kromatografi Kertas dengan prosedur sebagai berikut:

1. Timbang 3 gr sampel kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia 100ml. 2. Tambahkan 10ml asam asetat 10% kemudian masukkan bulu domba

sebanyak 5 gr, didihkan selama 30 menit sambil di aduk.

3. Bulu domba dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang hingga bersih.

4. Pewarna dilarutkan dari bulu domba dengan penambahan amonia 10% di atas penangas air.

5. Larutan berwarna yang dapat dicuci lagi dengan air hingga bebas amonia. 6. Totolkan pada kertas kromatografi dan masukkan ke dalam chamber yang

berisi zat pelarut (eluen) selama 30 menit.

7. Hitung Rf zat warna kemudian dibandingkan dengan standar zat warna

Rf = ���� ������ ����� ������ �� ����� ���������


(21)

3.7. Definisi Operasional

1. Zat pewarna Rhodamin B adalah zat pewarna sintetis yang digunakan dalam industri cat, tekstil, kertas dan tinta.

2. Lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang yang terbentuk dari minyak, lilin, lemak, antioksidan, bahan pengawet, dan zat pewarna.

3. Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

4. Tingkat pengetahuan adalah pemahaman seseorang tentang suatu teori atau objek.

5. Sikap adalah reaksi suatu respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

6. Tindakan adalah respon dari pengamatan dan persepsi terhadap suatu objek. 7. Pedagang kosmetik adalah orang-orang yang menjual sediaan kosmetik.

8. Uji kualitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan suatu zat.


(22)

3.8. Aspek Pengukuran

3.8.1. Pemeriksaan Rhodamin B

Adapun aspek pengukuran dari pemeriksaan zat warna rhodamin B pada lipstik berdasarkan Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara adalah :

1. Ditemukan rhodamin B artinya pada pemeriksaan secara kromatografi kertas ditemukan bercak warna yang sama dan jarak Rf yang sama dengan baku rhodamin B pada sampel lipstik.

2. Tidak ditemukan rhodamin B artinya pada pemeriksaan secara kromatografi kertas tidak ditemukan bercak warna yang sama dan jarak Rf yang sama dengan baku rhodamin B pada sampel lipstik.

3.8.2. Pengetahuan

Pengetahuan mengenai lipstik yang mengandung rhodamin B dapat diukur dengan memberikan jawaban dari kuesioner yang telah diberi bobot. Dimana jawaban yang benar akan diberi nilai = 2 dan jawaban yang salah akan diberi nilai = 0. Jumlah pertanyaan sebanyak 15 dengan total skor tertinggi adalah 30. Selanjutnya dikategorikan baik, sedang dan kurang dengan definisi sebagai berikut (Pratomo, 1986) :

a. Tingkat pengetahuan baik apabila jawaban responden benar > 70% atau memiliki skor > 21 dari seluruh pertanyaan yang ada.

b. Tingkat pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar 40-70% atau memiliki skor 12-21 dari seluruh pertanyaan yang ada.


(23)

c. Tingkat pengetahuan kurang apabila jawaban responden benar < 40% atau memiliki skor < 12 dari seluruh pertanyaan yang ada.

3.8.3. Sikap

Untuk mengetahui sikap responden, diajukan 10 pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian dilakukan dengan memberikan kategori “Baik “ apabila responden memberikan pernyataan setuju sebanyak 6-10 pernyataan dan kategori “Kurang” apabila memberikan pernyataan setuju 0-5 pernyataan.

3.8.4. Tindakan

Untuk mengetahui tindakan responden, diajukan 8 pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian dilakukan dengan memberikan kategori “Baik “ apabila responden menjawab dengan benar sebanyak 5-8 pertanyaan. Kategori “Kurang” apabila responden menjawab dengan benar 0-4 pertanyaan.

3.9. Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium pada sampel lipstik disajikan dalam bentuk tabel dan hasilnya dibandingkan dengan Permenkes RI Nomor: 239/Men.kes/Per/V/1985 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Dan data hasil kuesioner tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang kosmetik akan dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dinarasikan.


(24)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pasar Ramai merupakan salah satu pasar tradisional yang terdapat di kota Medan. Pasar ini berada di kelurahan Sei Rengas II kecamatan Medan Area. Kelurahan Sei Rengas II kecamatan Medan Area memiliki batasan-batasan wilayah tertentu. Adapun batasannya adalah :

1. Sebelah utara : berbatasan dengan kelurahan Pandau Hulu II

2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Sei Rengas Permata

3. Sebelah barat : berbatasan dengan Kelurahan Sei Rengas I

4. Sebelah timur : berbatasan dengan Kelurahan Sukaramai II

Luas wilayah Kelurahan Sei Rengas II adalah 0,35,37 Ha km yang dibagi menjadi: luas pemukiman penduduk (0,21 Ha km), Sarana Perkantoran (0,25 Ha km) dan sarana umum lainnya (14,53 Ha km). Jumlah penduduk yang berada di Kelurahan Sei Rengas II adalah 8428 jiwa. Pendidikan penduduk setempat masih didominasi tingkat SLTA dan SLTP. Pegawai swasta dan pedagang merupakan pekerjaan yang paling mendominasi penduduk di Kelurahan Sei Renggas II. Mayoritas agama yang dianut penduduk di Kelurahan Sei Renggas II adalah agama budha, karena di Kelurahan ini etnis cina paling mendominasi pemukiman penduduk.


(25)

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Hasil Analisa Zat Pewarna Rhodamin B pada Lipstik

Hasil analisa zat pewarna rhodamin B pada lipstik dengan cara kromatografi kertas yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara terdapat pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Hasil Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik

No. Kode Sampel Nama Sampel Rf Keterangan

1. A Mac No. 332 0.21 Rhodamin B (-)

2. B Fanbo No. 05 0.21 Rhodamin B (-)

3. C Docteur Glamour No. 06 0.15 Rhodamin B (-) 4. D Creamy Moisture Lipstik

No. 682

0.23 Rhodamin B (-) 5. E Rouge Pure Shine No. 23 0 Rhodamin B (-)

6. F Lindor No.42 0.11 Rhodamin B (-)

7. G Calvin Klein No. 01 0.23 Rhodamin B (-)

8. H Trusstee No 49 0.23 Rhodamin B (-)

9. I Dolby No.151 0.10 Rhodamin B (-)

10. J Mirabella Chic No.03 0.15 Rhodamin B (-) Keterangan :

Baku Rhodamin B memiliki harga Rf = 0,375

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua sampel lipstik yang berasal dari pedagang kosmetik di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 yang telah diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan alat kromatogarafi kertas tidak ada yang mengandung rhodamin B. Hal ini ditunjukkan dengan harga Rf pada masing-masing sampel < 0,375.


(26)

4.2.2. Karakteristik Pedagang Kosmetik

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap karakteristik pedagang kosmetik di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :

Tabel 4.2. Distribusi Pedagang Kosmetik Berdasarkan Umur di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013.

No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persen (%)

1. 20-24 7 23.3

2. 25-29 13 43.3

3. 30-34 9 30

4. > 35 1 3.3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi pedagang kosmetik berdasarkan umur di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 yaitu 20-24 tahun sebanyak 7 orang (23.3%), 25-29 tahun sebanyak 13 orang (43.3%), 30-34 tahun sebanyak 9 orang (30%), dan di atas 35 tahun sebanyak 1 orang (3.3%).

Tabel 4.3. Distribusi Pedagang kosmetik Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persen (%)

1. SMA 29 96.7

2. SMP 1 3.3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi pedagang kosmetik berdasarkan tingkat pendidikan di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 yaitu tingkat pendidikan SMA sebanyak 29 orang (96.7%) dan SMP sebanyak 1 orang (3.3%). Tabel 4.4. Distribusi Pedagang Kosmetik Berdasarkan Lama Berjualan di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

No. Lama Berjualan (tahun) Jumlah (orang) Persen (%)

1. 1-4 14 46.7

2. 5-8 13 43.3

3. >9 3 10


(27)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi pedagang kosmetik berdasarkan lama berjualan di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 yaitu lama berjualan 1-4 tahun sebanyak 14 orang (46.7%), 5-8 tahun sebanyak 13 orang (43.3%) dan di atas 9 tahun sebanyak 3 orang (10%).

4.2.3. Pengetahuan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

Untuk mengetahui pengetahuan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013, peneliti mengajukan 15 pertanyaan kepada pedagang kosmetik, dan untuk jawaban benar diberi skor 2, sedangkan untuk jawaban salah diberi skor 0. Adapun pertanyaan yang diajukan kepada pedagang kosmetik adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5. Distribusi Kuesioner Pengetahuan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

No. Pertanyaan Ya Tidak

Jumlah (%) Jumlah (%) 1. Lipstik adalah pewarna bibir yang

dikemas dalam bentuk batang yang digunakan untuk mewarnai bibir.

29 96.7 1 3.3

2. Salah satu syarat lipstik yang baik adalah tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.

26 86.7 4 13.3

3. Bahan-bahan utama pada lipstik adalah lilin, minyak, lemak, antioksidan, surfaktan, bahan pengawet dan zat pewarna.

23 76.7 7 23.3

4. Rhodamin B adalah bahan kimia yang digunakan sebagai zat pewarna dalam industri tekstil dan kertas.

22 73.3 8 26.7

5. Rhodamin B dapat digunakan sebagai zat pewarna dalam pembuatan lipstik.

22 73.3 8 26.7

6. Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis untuk bahan campuran


(28)

lipstik.

7. Rhodamin B menghasilkan warna yang lebih cerah dibandingkan pewarna alami.

29 96.7 1 3.3

8. Rhodamin B adalah salah satu zat warna berbahaya yang tidak diperbolehkan pemakaiannya di Indonesia.

14 46.7 16 53.3

9. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan jika tertelan melalui makanan

18 60 12 40

10. Rhodamin B dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernafasan seperti batuk dan sakit tenggorokan jika terhirup.

22 73.3 8 26.7

11. Rhodamin B dapat menimbulkan iritasi jika mengenai kulit.

17 56.7 13 43.3

12. Rhodamin juga dapat menimbulkan iritasi yang ditandai mata kemerahan jika terkena mata.

24 80 6 20

13. Iritasi kulit dan alergi kulit merupakan kondisi yang lazim ditemui akibat paparan rhodamin B terhadap kulit.

17 56.7 13 43.3

14. Rhodamin B dapat menimbulkan efek kronis seperti gangguan fungsi hati dan kanker

23 76.7 7 23.3

15. Efek kronis yang ditimbulkan zat pewarna rhodamin B dapat terlihat setelah 10 sampai 20 tahun kemudian.

28 93.3 2 6.7

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan peneliti terhadap pengetahuan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 diperoleh hasil yaitu sebanyak 29 orang (96.7%) menjawab ya bahwa lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang yang digunakan untuk mewarnai bibir, sebanyak 26 orang (86.7%) menjawab ya bahwa salah satu syarat lipstik yang baik adalah tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi


(29)

pada bibir, sebanyak 23 orang (76.7%) menjawab ya bahwa bahan-bahan utama pada lipstik adalah lilin, minyak, lemak, antioksidan, surfaktan, bahan pengawet dan zat pewarna, sebanyak 22 orang (73.3%) menjawab ya bahwa rhodamin B adalah bahan kimia yang digunakan sebagai zat pewarna dalam industri tekstil dan kertas, sebanyak 22 orang (73.3%) menjawab ya bahwa rhodamin B dapat digunakan sebagai zat pewarna dalam pembuatan lipstik, sebanyak 19 orang (63.3%) menjawab ya bahwa rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis untuk bahan campuran lipstik, sebanyak 29 orang (96.7%) menjawab ya bahwa rhodamin B menghasilkan warna yang lebih cerah dibandingkan pewarna alami, sebanyak 14 orang (46.7%) menjawab ya bahwa rhodamin B adalah salah satu zat warna berbahaya yang tidak diperbolehkan pemakaiannya di Indonesia, sebanyak 18 orang (60%) menjawab ya bahwa rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan jika tertelan melalui makanan, sebanyak 22 orang (73.3%) menjawab ya bahwa rhodamin B dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernafasan seperti batuk dan sakit tenggorokan jika terhirup, sebanyak 17 orang (56.7%) menjawab ya bahwa rhodamin B dapat menimbulkan iritasi jika mengenai kulit, sebanyak 24 orang (80%) menjawab ya bahwa rhodamin juga dapat menimbulkan iritasi yang ditandai mata kemerahan jika terkena mata, sebanyak 17 orang (56.7%) menjawab ya bahwa iritasi kulit dan alergi kulit merupakan kondisi yang lazim ditemui akibat paparan rhodamin B terhadap kulit, sebanyak 23 orang (76.7 %) menjawab ya bahwa rhodamin B dapat menimbulkan efek kronis seperti gangguan fungsi hati dan kanker, sebanyak 28 orang (93.3%) menjawab ya bahwa


(30)

efek kronis yang ditimbulkan zat pewarna rhodamin B dapat terlihat setelah 10 sampai 20 tahun kemudian. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013.

No. Pengetahuan Jumlah (orang) Persen (%)

1. Baik 14 46.7

2. Sedang 16 53.3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi tingkat pengetahuan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 yaitu pengetahuan baik sebanyak 14 orang (46.7%), pengetahuan sedang sebanyak 16 orang (53.3%) dan pengetahuan kurang 0 (tidak ada).

4.2.4. Sikap Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

Untuk mengetahui sikap pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013, peneliti mengajukan 10 pertanyaan kepada pedagang kosmetik. Adapun pertanyaan yang diajukan kepada pedagang kosmetik adalah sebagai berikut :

Tabel 4.7. Distribusi Kuesioner Sikap Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

No. Pertanyaan Setuju Tidak Setuju

Jumlah (%) Jumlah (%) 1. Lipstik merupakan kosmetik

dekoratif yang digunakan untuk mewarnai bibir sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah.


(31)

2. Lipstik yang baik adalah lipstik yang tidak hanya mempercantik bibir tetapi mampu memberikan nutrisi dan melembabkan bibir.

22 73.3 8 26.7

3. Zat pewarna memiliki peranan besar dalam setiap fungsi kosmetik dekoratif.

26 86.7 4 13.3

4. Zat warna dalam kosmetik harus memenuhi syarat keamanan.

27 90 3 10

5. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang digunakan untuk pewarna tekstil bukan kosmetik

18 60 12 40

6. Rhodamin B bersifat racun dan dapat menimbulkan kanker.

17 56.7 13 43.3

7. Lipstik yang mengandung zat pewarna seperti rhodamin B termasuk golongan kosmetik berbahaya.

16 53.3 14 46.7

8. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit

15 50 15 50

9. Jika terpapar pada bibir, rhodamin B dapat menyebabkan bibir pecah-pecah, kering, gatal dan terkelupas.

19 63.3 11 36.7

10. Rhodamin B dapat menyebabkan kanker dan gangguan fungsi hati

25 83.3 5 16.7

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan peneliti terhadap sikap pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 diperoleh hasil yaitu sebanyak 17 orang (56.7%) setuju lipstik merupakan kosmetik dekoratif yang digunakan untuk mewarnai bibir sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah, sebanyak 22 orang (73.3%) setuju lipstik yang baik adalah lipstik yang tidak hanya mempercantik bibir tetapi mampu memberikan nutrisi dan melembabkan bibir, sebanyak 26 orang (86.7%) setuju zat pewarna memiliki peranan besar dalam setiap fungsi kosmetik dekoratif, sebanyak 27 orang (90%) setuju zat warna dalam kosmetik harus memenuhi syarat keamanan, sebanyak 18 orang (60%) setuju rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang


(32)

digunakan untuk pewarna tekstil bukan kosmetik, sebanyak 17 orang (56.7%) setuju rhodamin B bersifat racun dan dapat menimbulkan kanker, sebanyak 16 orang (53.3%) setuju Lipstik yang mengandung zat pewarna seperti rhodamin B termasuk golongan kosmetik berbahaya, sebanyak 15 orang (50%) setuju rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit, sebanyak 19 orang (63.3%) setuju Jika terpapar pada bibir, rhodamin B dapat menyebabkan bibir pecah-pecah, kering, gatal dan terkelupas dan sebanyak 25 orang (83.3%) setuju Rhodamin B dapat menyebabkan kanker dan gangguan fungsi hati. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sikap pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.8. Distribusi Sikap Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013.

No. Sikap Jumlah (orang) Persen (%)

1. Baik 17 56.7

2. Kurang 13 43.3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi sikap pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 yaitu pada sikap baik sebanyak 17 orang (56.7%) dan sikap yang kurang baik sebanyak 13 orang (43.3%).

4.2.5. Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

Untuk mengetahui tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013, peneliti mengajukan 8 pertanyaan kepada pedagang kosmetik. Adapun pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut:


(33)

Tabel 4.9. Distribusi Kuesioner Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan peneliti terhadap tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 diperoleh hasil yaitu pernah menjual lipstik yang tidak memiliki izin BPOM sebanyak 16 orang (53.3%), pernah membaca komposisi dari bahan kosmetik seperti lipstik yang dijual sebanyak 20 orang (66.7%), pernah menawarkan produk lipstik yang tidak memiliki daftar komposisi sebanyak 17 orang (56.7%), pernah membaca

No. Pertanyaan Pernah Tidak Pernah

Jumlah (%) Jumlah (%) 1. Apakah anda pernah menjual lipstik

yang tidak memiliki izin BPOM?

16 53.3 14 46.7

2. Apakah anda pernah membaca komposisi dari bahan kosmetik seperti lipstik yang anda jual?

20 66.7 10 33.3

3. Apakah anda pernah menawarkan produk lipstik yang tidak memiliki daftar komposisi?

17 56.7 13 43.3

4. Apakah anda pernah membaca informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang tidak diperbolehkan untuk bahan campuran kosmetik seperti lipstik?

7 23.3 23 76.7

5. Apakah anda pernah mencari informasi bahwa rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit?

0 0 30 100

6. Apakah anda pernah mencari informasi bahwa rhodamin B dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker?

0 0 30 100

7. Apakah anda pernah membaca informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna berbahaya yang dilarang pemakaiannya di Indonesia?

13 43.3 17 56.7

8. Apakah anda pernah menemukan bahan rhodamin B pada lipstik yang anda jual?


(34)

informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang tidak diperbolehkan untuk bahan campuran kosmetik seperti lipstik sebanyak 7 orang (23.3%), pernah mencari informasi bahwa rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit sebanyak 0, pernah mencari informasi bahwa rhodamin B dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker sebanyak 0, pernah membaca informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna berbahaya yang dilarang pemakaiannya di Indonesia sebanyak 17 orang (56.7%) dan pernah menemukan bahan rhodamin B pada lipstik yang anda jual sebanyak 0. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan tahun 2013 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.10. Distribusi Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013.

No. Tindakan Jumlah (orang) Persen (%)

1. Baik 6 20

2. Kurang 24 80

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 yaitu tindakan baik sebanyak 6 orang (20%) dan tindakan kurang baik sebanyak 24 orang (80%).


(35)

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium secara kromatografi kertas menunjukkan bahwa semua sampel lipstik yaitu Mac no. 332, Fanbo no.05, Docteur Glamour no. 06, Creamy moisture lipstik no 682, Rouge pure shine no. 23, Lindor no. 42, Calvin klein no. 01, Trusstee no 49, Dolby no.151 dan Mirabella chic no. 03 yang diperoleh dari pedagang kosmetik di pasar Ramai Medan memiliki hasil negatif yaitu dari 10 sampel lipstik tidak ada yang mengandung rhodamin B. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 239/Men.Kes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya

Hal ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Putri (2009) di Pusat Pasar Kota Medan adalah dari delapan sampel lipstik terdapat dua sampel lipstik yang positif mengandung rhodamin B yaitu miss rose dan lindor no.24 dan hasil penelitian Irsan (2011) di BPOM Medan adalah dari delapan sampel terdapat satu sampel yang positif mengandung rhodamin B yaitu lipstik raffini no. 14. Keberadaan sampel lipstik yang positif mengandung rhodamin B pada penelitian terdahulu tidak diperdagangkan di Pasar Ramai Kota Medan. Oleh karena itu, kemungkinan besar lipstik yang beredar di Pasar Ramai Kota Medan tidak ada yang mengandung rhodamin B, ini dibuktikan dengan hasil laboratorium pada 10 sampel lipstik dari pedagang kosmetik di Pasar Ramai Kota Medan tidak ada yang mengandung rhodamin B.


(36)

Dalam kosmetik dekoratif, peran zat pewarna sangat berperan. Pemakaian kosmetik dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan kulit. Dengan memakai kosmetik dekoratif, seseorang ingin menyembunyikan kekurangan pada kulitnya atau ingin memberikan penampilan yang lebih cantik, lebih menarik kepada dunia luar (Tranggono, 2007).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 239/Men.kes/Per/V/85, Zat warna adalah bahan yang digunakan untuk memberi warna dan atau memperbaiki warna bahan atau barang. Rhodamin B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang pemakaiannya.

Rhodamin B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamin juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik (Zainuddin, 2012).

5.2. Pengetahuan Pedagang Kosmetik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengetahuan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai kota Medan tahun 2013 yaitu pengetahuan baik sebanyak 14 orang (46.7%) dan pengetahuan sedang sebanyak 16 orang (53.3%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang kosmetik tidak mengetahui informasi tentang rhodamin B. Seperti yang terdapat pada hasil kuesioner pengetahuan pedagang kosmetik,


(37)

sebanyak 16 orang (53.3 %) tidak mengetahui bahwa rhodamin B merupakan zat warna berbahaya yang tidak diperbolehkan pemakaiannya di Indonesia. Sebanyak 22 orang (73.3%) tidak mengetahui bahwa rhodamin B tidak dapat digunakan dalam pembuatan lipstik, dan sebanyak 19 orang (63.3%) menjawab rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis untuk bahan campuran lipstik.

Cara orang yang bersangkutan mengukapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban yang baik secara lisan atau tertulis. Bukti atau jawaban tersebut merupakan reaksi dari suatu stimulus yang dapat berupa pertanyaan lisan maupun tulisan. Seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi apabila mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar. Demikian juga bila seseorang hanya mampu menggunakan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka dikategorikan berpengetahuan rendah tentang objek tersebut (Machfoedz, 2005).

Pengetahuan merupakan hasil dari mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarak, 2007).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi karena setelah seseorag melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia melalui mata dan telinga (Bestable, 2002). 5.3. Sikap Pedagang Kosmetik


(38)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh sikap pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai kota Medan tahun 2013 yaitu sikap baik sebanyak 17 orang (56.7%) dan sikap kurang baik sebanyak 13 orang (43.3%). Hal ini menunjukkan bahwa sikap pedagang kosmetik di Pasar Ramai kota Medan adalah baik. Seperti yang terdapat pada hasil kuesioner sikap pedagang kosmetik yaitu 18 orang (60%) setuju bahwa rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang digunakan untuk pewarna tekstil, sebanyak 17 orang (56.7%) setuju bahwa rhodamin B bersifat racun dan dapat menimbulkan kanker, sebanyak 15 orang (50%) setuju bahwa rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan 25 orang (83.3%) setuju bahwa rhodamin B dapat menyebabkan kanker dan gangguan fungsi hati.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).


(39)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

5.4. Tindakan Pedagang Kosmetik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B di Pasar Ramai kota Medan tahun 2013 yaitu tindakan baik sebanyak 6 orang (20%) dan tindakan kurang baik sebanyak 24 orang (80%). Hal ini menunjukkan bahwa tindakan pedang kosmetik di Pasar Ramai kota Medan adalah kurang baik. Seperti yang terdapat pada hasil kuesioner yaitu sebanyak 16 orang (53.3%) menjawab perrnah menjual lipstik yang tidak memiliki izin BPOM, sebanyak 17 orang (56.7%) pernah menawarkan produk lipstik yang tidak memiliki daftar komposisi, sebanyak 23 orang (76.7%) tidak pernah membaca informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang tidak diperbolehkan untuk bahan campuran lipstik, sebanyak 30 orang (100%) tidak pernah mencari informasi bahwa rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan sebanyak 17 orang (56.7%) tidak pernah membaca informasi bahwa rhodamin B merupakan zat warna berbahaya yang dilarang penggunaannya di Indonesia.


(40)

Zat warna rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Efek kronis Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Cahyadi, 2008). Tindakan pedagang kosmetik yang kurang baik terhadap bahaya rhodamin B dapat membahayakan kesehatan konsumen ataupun kesehatan dirinya.


(41)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut yaitu :

1. Pada sampel lipstik yang dijual beredar di Pasar Ramai Kota Medan, tidak ada yang mengandung rhodamin B. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan rhodamin B pada lipstik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara adalah negatif.

2. Pada sampel lipstik yang dijual beredar di Pasar Ramai Kota Medan, tidak terdapat kadar rhodamin B dikarenakan hasil pemeriksaan rhodamin B pada lipstik secara kualitatif di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara adalah negatif.

3. Pengetahuan pedagang kosmetik terhadap bahaya rhodamin B tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53.3%), sikap pedagang kosmetik terhadap bahaya rhodamin B tergolong baik yaitu sebanyak 17 orang (56.7%).dan tindakan pedagang kosmetik tentang bahaya rhodamin B tergolong kurang baik yaitu sebanyak 24 orang (80%).

6.2. Saran

1. Diharapkan bagi pedagang dan konsumen kosmetik lebih teliti dalam membaca komposisi dari bahan kosmetik.


(42)

2. Diharapakan bagi pedagang dan konsumen lebih teliti dalam memperhatikan izin edar bahan kosmetik yang dijual.

3. Bagi dinas kesehatan kota Medan hendaknya mengadakan penyuluhan tentang bahaya rhodamin B kepada pedagang kosmetik.

4. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali terhadap produk kosmetik yang beredar di kota Medan.


(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kosmetik

Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 september 1976 menyatakan bahwa kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1. Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit 1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)

Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya:

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser), misalnya: sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mosturizer), misalnya: mosturizer cream, night cream, anti wrinkel cream.


(44)

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya: sunscreen cream, sunscreen foundation dan sun block cream/lotion.

d. Kosmetik untuk menipiskan kulit (peeling), misalnya: scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver).

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confident). Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar (Tranggono, 2007).

2.1.2. Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif hanya melekat pada alat tubuh yang dirias dan tidak bermaksud untuk diserap kedalam kulit serta merubah secara permanen kekurangan (cacat) yang ada. Dengan demikian kosmetik dekoratif akan terdiri atas bahan dasar dengan pelengkap bahan pembuat stabil dan parfum (Wasitaatmadja, 1997).

Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit (Tranggono, 2007).


(45)

2.1.2.1 Pembagian Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :

1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain.

2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan pengeriting rambut (Tranggono, 2007).

2.1.3. Zat Pewarna dalam kosmetik

Zat warna telah dikenal manusia sejak 2500 tahun sebelum masehi, zat warna pada masa itu digunakan oleh masyarakat China, India dan Mesir, mereka membuat zat warna alam dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan, binatang dan mineral untuk mewarnai serat, benang dan kain. Peningkatan mutu sumber daya manusia dan teknologi saat ini menjadikan zat warna kian berkembang dengan pesat. Keterbatasan zat warna alam membuat industri tekstil menggunakan zat warna buatan (sintetik) sebagai pewarna bahan tekstil, karena zat warna sintetik lebih banyak memiliki warna, tahan luntur dan mudah cara pemakaiannya ketimbang zat warna alam yang kian sulit diperoleh (Zainuddin,2012).

Zat warna yang sudah lama dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan atau daun sirsak untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologitelah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaanya lebih praktis dan harganya lebih murah (Cahyadi, 2008).


(46)

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika, zat pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan/atau memperbaiki warna pada kosmetika.

Zat warna dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :

1. Berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis.

2. Berdasarkan penyusunannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna pigmen dan lakes.

3. Berdasarkan kelarutannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna larut dalam pelarut lemak/minyak dan zat warna larut dalam air.

4. Berdasarkan sifat keasamannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna bersifat asam dan zat warna bersifat basa (Sardjimah, 1996).

Adapun jenis-jenis zat pewarna yang terdapat dalam kosmetik adalah : a. Zat warna alam yang larut

Zat warna jenis ini sebenarnya lebih aman bagi kulit, namun pada produk-produk kosmetik saat ini, zat warna alam sudah jarang digunakan. Zat warna alam larut ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu kekuatan pewarnanya relatif lemah, tidak tahan lama dan relatif mahal. Beberapa contoh zat warna alam yang larut yaitu alkalain, carmine, ekstrak klorofil daun-daun hijau, henna, carrotene, dan lain-lain.


(47)

b. Zat warna sintetis yang larut

Zat warna sintetis adalah zat warna yang dihasilkan melalui proses sintetis senyawa kimia tertentu. Adapun sifat-sifat zat warna sintetis antara lain : 1) Intensitas warnanya sangat kuat, sehingga dalam jumlah sedikit sudah

memberikan corak warna yang kuat.

2) Larut dalam air, minyak, alkohol, atau salah satu darinya.

3) Daya lekat terhadap rambut, kulit, dan kuku berbeda-beda. Zat warna untuk rambut dan kuku biasanya daya rekatnya lebih kuat dari pada zat warna untuk kulit.

4) Beberapa bersifat toksik, sehingga perlu hati-hati menggunakan produk kosmetik yang mengandung zat warna jenis ini (Mulyawan, 2013).

c. Pigmen-pigmen alam

Alam memiliki pigmen-pigmen alam yang sudah umum digunakan dalam kosmetik. Pigmen-pigmen alam itu adalah pigmen warna yang terdapat pada tanah, contohnya aluminium silikat. Gradasi warna yang terdapat pada aluminium silikat sangat dipengaruhi oleh kandungan besi oksida atau mangan oksidanya, misalnya: kuning, cokelat, cokelat tua, merah bata dan sebagainya. Keunggulan pigmen-pigmen alam sebagai zat pewarna adalah zat warna ini murni dan sama sekali tidak berbahaya. Sementara kelemahannya yaitu warna yang dihasilkan tidak seragam. Sangat bergantung pada sumber asalnya dan tingkat pemanasannya. Pigmen-pigmen ini pada pemanasan yang kuat menghasilkan pigmen-pigmen baru.


(48)

d. Pigmen-pigmen sintetis

Warna yang dihasilkan dari pigmen sintetis lebih terang dan cerah. Pigmen – pigmen sintetis yang digunakan dalam industri kosmetik misalnya: besi oksida sintetis yang menghasilkan warna sintetis (kuning, coklat, merah dan warna violet), zinc oxide dan titanium oxide (pigmen sintetis putih), bismuth oxychloride untuk warna putih mutiara, cobalt hijau untuk pigmen hijau yang kebiruan, cadmium sulfide dan prussian blue.

Penentuan mutu suatu bahan dapat diamati dengan warna. Warna hasil produksi suatu bahan sangat berpengaruh bagi pemakainya. Sebagai contoh, warna suatu kosmetika sangat berperan secara psikologis bagi pemakainya sebagai pembentuk kecantikan. Adapun maksud dan tujuan pemberian warna pada suatu bahan, baik obat maupun kosmetika bahkan makanan adalah supaya bahan atau hasil produksi itu menarik bagi pemakainya, menghindari adanya pemalsuan terhadap hasil suatu pabrik dan menjaga keseragaman hasil suatu pabrik (Sudarmadji, 2003).

Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna. Zat pewarna yang diizinkan penggunannya disebut permitted color atau certified color. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis media terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007).


(49)

Tabel 2.1. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia.

Pewarna Nomor Indeks

Warna (C.I.No)

Batas Maksimum Penggunaan Amaran Amaranth : CI Food Red 9 16185 Secukupnya Biru Berlian Brilliant blue FCF: CI 42090 Secukupnya Eritrosin Food red 2 Erithrosin : CI 45430 Secukupnya Hijau FCF Food red 14 Fast green FCF :

CI

42053 Secukupnya Hijau S Green FCF : CI

Food Green 3 Green S : Cl.Food

44090 Secukupnya

Indigotin Green 4

Indigo : CI.Food

73015 Secukupnya

Ponceau 4R Blue I

Ponceau 4R:CI

16255 Secukupnya

Kuning Food red 7 74005 Secukupnya

Kuinelin Quieneline yellow CI.Food yellow 13

15980 Secukupnya Kuning CFC Sunset yellow FCF

CI.Food yellow 3

- Secukupnya

Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya

Tartrazine Tartrazine Secukupnya

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun.Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam proses akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001,sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2009).


(50)

Tabel 2.2. Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya Dalam Obat, Makanan dan Kosmetika.

Nama Nomor Indeks Warna

(C.I.No) Jingga K1 (C.I. Pigment Orange 5,D&C Orange No. 17) 12075 Merah K3 (C. I Pigment Red 53,D&C Red No. 8) 15585 Merah K4 (C. I. Pigment Red 53 : 1,D&C Red No. 9) 15585 : 1 Merah K10 (Rhodamine B, D&C Red No. 9,C.I. Food

Red 15)

45170

Merah K11 45170:1

Sumber : Kep Dirjen POM 00386/C/SK/II/90

2.2. Logam Berat dalam Kosmetika

Logam berat yang terkandung dalam kosmetik umumnya merupakan zat pengotor (impuritis) pada bahan dasar pembuatan kosmetik. Pada umumnya, logam berat dapat dijumpai di alam seperti terkandung di dalam tanah, air, dan batuan. Bahan-bahan alam tersebut digunakan sebagai bahan dasar atau pigmen dalam industri kosmetik. Kandungan logam berat dalam kadar yang berlebih dalam kosmetik baik yang ditambahkan dengan sengaja ataupun tidak sengaja sangat tidak dibenarkan karena logam berat tersebut akan kontak dengan kulit secara berulang dan apabila terabsorbsi, logam berat akan masuk ke dalam darah dan menyerang organ-organ tubuh sehingga menimbulkan gangguan kesehatan. Adanya risiko logam berat ini tertelan (kontaminasi dari tangan) atau terhirup memungkinkan timbulnya gangguan kesehatan lainnya. Logam berat yang perlu diwaspadai sering terkandung dalam kosmetik diantaranya adalah timbal, arsen, kadmium, dan merkuri (BPOM RI, 2011).


(51)

2.2.1. Timbal

Timbal secara alami terdapat di kerak bumi. Timbal dapat berada di lingkungan akibat proses alami (misal: erosi) ataupun kegiatan industri manusia (misal: pengeboran minyak atau akibat penambangan emas). Timbal kemudian digunakan sebagai bahan pembuatan batu baterai, solder, pipa, produk perunggu, pigmen pada cat, dan peralatan militer. Pada kosmetik, timbal sering ditemukan pada lipstik, eye shadow, dan eye liner. Kandungan timbal dalam kosmetik dapat diakibatkan oleh kontaminasi dari bahan baku yang digunakan atau penggunaan pigmen yang mengandung timbal. Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, tertelan atau kontak dengan mata kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan terakumulasi dalam jaringan, terutama tulang. Selain itu, timbal juga dapat terakumulasi di hati, ginjal, pankreas, dan paru-paru.

Di dalam tubuh, timbal merupakan neurotoksin yang terbukti dapat menyebabkan tingkat IQ rendah dan menimbulkan masalah perilaku seperti meningkatnya agresivitas. Bayi, balita, anak-anak, janin, dan ibu hamil merupakan kelompok yang paling rentan mengalami keracunan timbal akibat paparan kronis rendah. Timbal sangat mudah menembus plasenta dan dapat ditransfer melalui air susu ibu (ASI). Pada paparan kronis tingkat rendah, timbal dapat mempengaruhi ginjal, sistem kardiovaskuler, darah, sistem kekebalan tubuh, serta sistem saraf pusat dan perifer. Pada paparan kronis tingkat tinggi, timbal dapat menyebabkan keguguran, perubahan hormon, mengurangi kesuburan pada pria dan wanita, gangguan menstruasi, menurunnya daya ingat, serta gangguan pada saraf,


(52)

persendian, otot, jantung, dan ginjal. Waktu paruh timbal di dalam tubuh adalah dua sampai enam minggu, namun dibutuhkan waktu 25 sampai 30 tahun untuk menghilangkan separuh kandungan timbal yang tersisa dalam tubuh (BPOM RI, 2011).

2.2.2. Merkuri

Merkuri merupakan unsur yang relatif terkonsentrasi pada daerah vulkanik dan daerah endapan mineral dari bijih logam berat. Pada umumnya merkuri digunakan sebagai fungisida dan pada beberapa industri termasuk pada proses penambangan emas. Merkuri seringkali disalahgunakan dalam kosmetik, terutama pada krim pemutih dan bedak. Pemakaian kosmetik yang mengandung merkuri dapat menimbulkan iritasi kulit, bintik-bintik hitam, penipisan kulit, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker kulit. Merkuri pada kosmetik ini dapat diserap oleh kulit dan diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Efek toksisitas merkuri terutama pada organ ginjal dan susunan saraf pusat. Merkuri di dalam darah akan mengendap di dalam ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal. Merkuri juga akan menyerang sistem saraf pusat sehingga menimbulkan gangguan sistem saraf seperti tremor, insomnia, pikun, gangguan penglihatan, ataksia (gerakan tangan tidak normal), gangguan emosi, dan depresi (BPOM RI, 2011).

Merkuri tergolong bahan teratogenik atau bahan yang dapat menimbulkan kerusakan pada janin dan gangguan pertumbuhan bayi. Merkuri yang terdapat dalam tubuh ibu yang sedang hamil dapat mengalir ke janin yang dikandungnya dan terakumulasi sehingga mengakibatkan gangguan pada janin bahkan dapat


(53)

menyebabkan keguguran. Merkuri juga dapat masuk ke tubuh anak melalui ASI, sehingga mengakibatkan kerusakan otak, retardasi mental, kebutaan, dan bisu, selain itu dapat juga terjadi gangguan pencernaan dan gangguan ginjal (BPOM RI, 2011). 2.2.3. Kadmium

Kadmium berada di lingkungan secara alami dan dapat terbentuk melalui proses alami seperti kebakaran hutan, emisi vulkanik gunung berapi, dan pelapukan tanah serta bebatuan. Sebagian besat kadmium berasal dari hasil aktivitas manusia, terutama hasil produksi logam, pembakaran bahan bakar, transportasi, dan pembuangan limbah padat dan juga limbah lumpur. Kegunaan kadmium adalah untuk membuat baterai nikel-kadmium, sebagai pigmen pada keramik glasir, polyvinyl chloride (PVC), dan plastik. Pada kosmetik, kadmium dapat ditemukan pada lip gloss, eye liner, produk krim tubuh dan rambut. Kadmium tersebut dapat diserap ke dalam tubuh melalui kontak dengan kulit yang kemudian dapat terakumulasi di ginjal dan hati. Waktu paruh kadmium di dalam tubuh adalah 10 -12 tahun setelah paparan (BPOM RI, 2011).

Paparan tingkat tinggi kadmium secara oral dapat menyebabkan iritasi perut parah yang menyebabkan muntah dan diare. Sementara itu, paparan kadmium secara berulang dalam dosis rendah dapat menyebabkan kerusakan ginjal, deformitas tulang, dan tulang mudah patah. Kadmium memberi efek signifikan pada ovarium dan saluran reproduksi morfologi bahkan dengan dosis yang sangat rendah. Paparan kadmium selama kehamilan dapat mengakibatkan bobot lahir rendah atau kelahiran


(54)

prematur. Sedangkan paparan kadmium jangka panjang secara inhalasi dapat menyebabkan kanker paru-paru dan kanker prostat pada manusia (BPOM RI, 2011). 2.2.4. Arsen

Arsen merupakan logam yang secara alami terdapat di kerak bumi dan secara alami dapat masuk ke dalam sumber air tanah. Di industri, arsen digunakan dalam berbagai produk seperti tekstil, pengawet, pigmen warna, pestisida. Selain itu, arsen dapat juga ditemukan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, terutama batubara, dan pembuangan limbah. Arsen yang terkandung pada produk kosmetik seperti eye shadow dapat memungkinkan terjadinya penyerapan logam berat tersebut melalui kulit. Di dalam darah, arsen akan didistribusikan ke seluruh tubuh dan dapat ditemukan di hati, ginjal, paru-paru, dan limpa. Waktu paruh arsen di dalam tubuh adalah dua sampai 40 hari. Arsen cenderung terakumulasi dalam rambut, kuku, dan kulit (BPOM RI, 2011) .

Badan Internasional untuk Riset Kanker / International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa kanker termasuk kedalam senyawa karsinogenik. Paparan jangka panjang arsen dapat menimbulkan kanker kulit, penebalan atau perubahan warna kulit, penurunan produksi sel darah, kerusakan pembuluh darah, gangguan sistem kekebalan tubuh, mati rasa pada tangan dan kaki, mual dan diare. Paparan jangka panjang akibat menghirup produk yang mengandung arsen dapat gangguan kulit, peredaran darah dan gangguan saraf perifer, peningkatan risiko kanker paru-paru, saluran pencernaan dan kanker sistem kemih (BPOM RI, 2011).


(55)

2.3. Lipstik

Lipstik adalah produk kosmetik yang paling luas digunakan. Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang (roll up) yang terbentuk dari minyak, lilin dan lemak (Wasitaatmadja,1997).

Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikehendaki. Suhu lebur lipstik ideal yang sesungguhnya diatur hingga suhu mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38oC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu cuaca di sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang 62oC, biasanya berkisar antara 55-75oC (Depkes RI, 1985).

Lipstik memiliki fungsi dan manfaat untuk memberikan warna indah bagi bibir sesuai yang diinginkan sehingga tampilan bibir tampak lebih cantik dan cerah. Lipstik yang baik adalah lipstik yang tidak hanya mempercantik warna bibir akan tetapi juga mampu memberikan nutrisi dan melembabkan bibir. Sehingga bibir menjadi lebih sehat dan tidak kering (Muliyawan, 2013).

2.3.1. Sejarah Lipstik

Lipstik adalah kosmetik paling provokatif. Pemulas bibir ini sanggup membangun kepercayaan diri pemakainya. Masyarakat mengenal sejak 5000 tahun silam. Lipstik mengukir sejarah panjang sejak masa prasejarah hingga mencapai bentuknya saat ini. Dalam perjalanannya, lipstik tak hanya mengambil peran penting


(56)

perwujudan kata cantik, tapi juga berbagai simbol yang penuh kontroversi (Illiyan, 2010).

Ikon kecantikan wanita pada Zamannya Cleopatra, ratu paling terkenal di Mesir yang menghancurkan kumbang merah untuk memberikan nuansa merah dibibirnya. Di Cina, para selir kaisar menekan-nekan kelopak bunga yang berwarna merah untuk memberikan kesan merah di bibir. Tradisi ini kemudian menginspirasi manusia untuk menemukan formula yang tepat untuk mempercantik diri (Muliyawan, 2013).

Pada abad ke-16, ratu Inggris Elizabeth I dan wanita-wanita di pengadilan mempercantik warrna bibir mereka dengan mengoleskan campuran sulfida merkuri merah dan cairan lilin dari lebah. Ini merupakan awal dikenalnya lipstik. Adapun lipstik yang berfungsi menebalkan warna bibir mulai dipasarkan pada tahun 1915. Pada masa keemasan islam, lipstik padat yang mengandung parfum dan bahan-bahan bermanfaat lainnya ditemukan oleh tabib Arab Andalusian dan ahli kimia Abu Al-Qasim (Muliyawan, 2013).

Ilmu kosmetik terus berkembang mendukung industri kosmetik yang mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Demikian dengan industri lipstik . berbagai model dan jenis lipstik ditemukan untuk menunjang penampilan wanita. Tahun 1930, Max factor memperkenalkan lip gloss kemudian disusul oleh Hazel Bishop seorang ahli kimia dari Amerika yang mengembangkan lipstik yang tidak mudah menempel, tidak berantakan, dan tahan lama pada tahun 1950 (Muliyawan, 2013).


(57)

2.3.2. Komposisi Lipstik

Bahan-bahan utama pada lipstik adalah : a. Lilin

Lilin berperan penting dalm pengerasan lipstik. Misalnya : carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beewax, candellila wax, spermaceti, ceeresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik.

b. Minyak

Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya melarutkan zat-zat eosin. Misalnya : minyak castor, tetrahydrofurfuril alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol, beserta monoethers dan monofatty acid esternya, isopropyl myristate, isopropyl palmitate, butyl stearate, parafin oil.

c. Lemak

Misalnya : krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya: hydrogenated castrol oil), cetyl alcohol, oleyil alcohol, lanolin. d. Acetoglycerides

Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik sehingga meskipun temperatur berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan.

e. Zat-zat pewarna

Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutannya di dalam minyak. Pelarut terbaik untuk


(58)

eosin adalah castrol oil. Tetapi furfuryl alkohol beserta ester-esternya terutama stearat dan ricinoleat memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid alkylomides, jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang sangat intensif pada bibir.

f. Surfaktan

Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembahasan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat.

g. Antioksidan h. Bahan pengawet

Bahan pewangi (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring), harus mampu menutupi bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan (Tranggono, 2007).

2.3.3. Jenis Lipstik

Berdasarkan bentuknya, lipstik dibagi dalam beberapa jenis yaitu : 1. Sherr/gloss

Lipstik jenis ini adalah lipstik yang ringan dan menciptakan efek mengkilap pada bibir. Lipstik ini bening (transparan). Ketika digunakan pada bibir, warnanya tidak terlalu menonjol, namun cenderung memberikan efek mengkilap pada warna alami bibir. Lipstik ini cocok digunakan untuk aktifitas sehari-hari.


(59)

2. Matte

Lipstik jenis ini kandungan minyaknya lebih sedikit dan mengandung pigmen yang banyak menyerap cahaya. Sehingga, ketika diaplikasikan pada bibir tidak menimbulkan kilap. Salah satu kelebihan lipstik ini adalah warnanya dapat bertahan lama di atas bibir dan tidak mudah menempel pada gelas atau sendok saat bersantap. Kekurangan lipstik ini adalah agak sulit menempel pada bibir yang kering.

3. Satin

Aplikasi lipstik jenis ini memberikan hasil antara glossy dan matte (tidak mengkilap), efek glossy yang dihasilkan tidak terlalu mengkilap, namun warna tetap keluar.

4. Cream

Lipstik jenis ini cocok digunakan di daerah yang beriklim dingin. Untuk daerah tropis seperti Indonesia menggunakan lipstik ini kurang cocok. Hasil polesan terasa lembut di bibir namun agak matte.

5. Transferproof

Lipstik jenis ini mulai banyak diminati saat ini. Sifatnya awet dan tidak mudah menempel di baju atau pipi ketika bersentuhan dengan bibir yang menggunakan lipstik ini, membuat lipstik ini lebih diminati. Sifat tahan lama pada lipstik ini muncul karena menggunakan teknologi silikon non volatil (Muliyawan, 2013).


(60)

2.3.4. Persyaratan Lipstik

Persyaratan lipstik yang dituntut oleh masyarakat antara lain : 1. Melapisi bibir secara mencukupi

2. Dapat bertahan dibibir dalam jangka waktu lama 3. Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket 4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir 5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya 6. Memberikan warna yang merata pada bibir

7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya

8. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal lain yang tidak menarik (Tranggono, 2007).

2.4. Rhodamin B

Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan berwarna merah terang berfluorensi. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan tekstil. Rhodamin B seringkali disalahgunakan untuk pewarna pangan dan pewarna kosmetik, misalnya sirup, lipstik, pemerah pipi, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari dietillaminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini sangat toksik bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol, dan sutra (Djarismawati, 2004).


(61)

Rhodamin B adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang di Indonesia melalui Peraturan Menkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 (Hamdani,2012).

Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.02 g/mol. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi dalam larutan. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, air, HCl, dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th (Valen, 2012).

Gambar 2.1. Struktur Rhodamin B

Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintetis yang tertua dan banyak digunakan sebagai aditif warna dalam kosmetik, makanan, farmasi dan juga digunakan sebagai pewarna dalam industri tekstil dan industri plastik (J.Chin, 2011).


(62)

Nama-nama lain dari rhodamin B diantaranya sebagai berikut : 1. Acid Bruliant Pink B

2. ADC Rhodamine B 3. Aizen Rhodamine BH 4. Aizen Rhodamine BHC 5. Akiriku Rhodamine B 6. Briliant Pink B

7. Calcozine Rhodamine BL 8. Calcozine Rhodamine BX 9. Calcozine Rhodamine BXP 10.Cerise Toner

11.9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)-3H-xantin-3-ylidene]dietil ammonium klorida

12.Cerise Toner X127 13.Certiqual Rhodamine 14.Cogilor Red 321.10

15.Cosmetic Briliant Pink Bluish D conc 16.Edicol Supra Rose B

17.Elcozine rhodamine B 18.Geranium Lake N

19.Hexacol Rhodamine B Extra 20.Rheonine B


(63)

21.Symulex Magenta 22.Takaoka Rhodmine B

23.Tetraetilrhodamine (Depkes, RI, 2006)

Sifat racun yang terdapat dalam rhodamin B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organiknya tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam rhodamin B itu sendiri, bahkan jika rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbal dan arsen. Dengan terkontaminasinya rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya. Di dalam rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Rekasi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna (Hamdani, 2012).

Selain terdapat ikatan rhodamin B dengan klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan konjugasi dari rhodamin B inilah yang menyebabkan rhodamin B bewarna merah. Ditemukannya bahaya yang sama antara rhodamin B dan klorin membuat adanya kesimpulan bahwa atom klorin yang ada pada rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk ke dalam tubuh manusia (Hamdani, 2012).

Penyebab lain senyawa ini begitu berbahaya jika masuk ke dalam tubuh yaitu senyawa tersebut adalah senyawa radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur, rhodamin b mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi, maka dengan demikian senyawa tersebut merupakan senyawa radikal yaitu akan berusaha


(64)

mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia (Putri, 2011). 2.4.1. Jalur Pemaparan Rhodamin B

Jalur pemaparan adalah alur masuknya zat kimia ke dalam tubuh. Jalur pemaparan ada berbagai jenis dan tipe pemaparan itu sendiri dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia. Ada tiga jalur pokok pemaparan yaitu melalui kulit (dermal), melalui paru-paru (inhalasi) dan melalui saluran pencernaan (ingesti) (Widyastuti,2005).

Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat. Jika zat kimia tidak dapat menembus kulit, toksisitasnya akan bergantung pada derajat absorpsi yang berlangsung. Semakin besar absorpsinya, semakin besar kemungkinan zat tersebut untuk mengeluarkan efek toksiknya. Zat kimia lebih banyak diabsorpsi melalui kulit yang rusak atau tergores daripada melalui kulit yang utuh. Begitu menembus kulit, zat tersebut akan memasuki aliran darah dan terbawa keseluruh bagian tubuh (Widyastuti, 2005).

Rhodamin B yang masuk melalui saluran pencernaan akan mengakibatkan iritasi dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Rhodamin B juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan mengakibatkan iritasi pada saluran pernafasan. Selain dapat masuk melalui saluran pencernaan dan pernafasan, Rhodamin B juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melaui kulit, Dimana jika terpapar pada bibir dapat


(65)

menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, dan gatal. Bahkan, kulit bibir terkelupas (Yuliarti, 2007).

2.4.2. Efek Toksik Rhodamin B

Semua zat berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya, yang biasa disebut sebagai efek toksik atau efek yang merugikan. Biasanya, yang menentukan toksik atau tidaknya suatu zat adalah dosis atau kadar zat kimia tersebut. Efek yang merugikan dapat didefinisikan sebagai perubahan abnormal yang tidak diinginkan atau berbahaya akibat pemaparan terhadap zat kimia. Organ tubuh yang spesifik dapat menjadi sasaran zat kimia tertentu atau beberapa bagian tubuh secara bersamaan akan terpengaruh. Akibat yang ditimbulkan efek merugikan tersebut bergantung tidak hanya pada zat kimia ketika seseorang terpapar, tetapi juga tipe paparan dan derajat paparan (Widyastuti, 2005).

Zat warna rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Efek kronis Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Cahyadi, 2008).

Rhodamin B menimbulkan 2 dampak negatif bagi tubuh manusia antara lain : 1. Dampak Akut Rhodamin B

Bila terpapar akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B yaitu :


(66)

a. Jika tertelan melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah ataupun merah muda.

b. Jika terhirup dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan dengan gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, sulit bernapas, dan sakit dada. c. Jika mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi.

d. Jika terkena mata juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata.

2. Dampak Kronis Rhodamin B

Bahaya utama terhadap kesehatan pemakaian dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan radang kulit dan alergi. Penggunaa makanan dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker (Yuliarti, 2007).

Iritasi kulit dan alergi kulit merupakan kondisi yang paling lazim ditemui akibat paparan terhadap kulit. Iritasi adalah kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa waktu, kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami pendarahan dan pecah-pecah. Walaupun iritasi kulit umumnya terjadi setalah pemaparan terhadap suatu zat kimia, efek yang paling dikhawatirkan adalah efek sistematik. Setelah terabsorpsi melalui kulit dan memasuki sirkulasi sistemik, zat kimia dapat menjalar kemana saja di dalam tubuh dan merusak organ serta sistem tubuh. Efek kronis seperti kanker yang ditimbulkan suatu zat kimia biasanya bersifat irreversibel yaitu menetap atau bahkan meluas


(67)

walaupun paparan sudah berhenti. Efek ini dapat terlihat sampai 10 atau 20 tahun kemudian setelah paparan (Widyastuti, 2005).

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Sakamoto di Jepang tahun 1991, Efek Rhodamin B pada kosmetik adalah pada proliferasi dari fibroblas yang diamati pada kultur sistem. Rhodamin B pada takaran 25 mikrogram/ml dan diatasnya secara signifikan menyebabkan pengurangan sel setelah 72 jam dalam kultur. Studi ini menghasilkan bahwa 50 mikrogram/ml dalam Rhodamin B menyebabkan berkurangnya jumlah sel setelah 48 jam dan lebih. Studi ini juga menyarankan bahwa zat warna Rhodamin B menghambat proliferasi tanpa mengurangi penggabungan sel. Gabungan [3H] timidine dan [14C] leusin dalam fraksi asam tidak terlarut dari membran sel secara signifikan dihambat oleh 50 mikrogram/ml Rhodamin B. Rhodamin B secara signifikan mengurangi jumlah sel. Rhodamin B mengurangi jumlah sel vaskuler endothelial pada pembuluh darah sapi dan sel otot polos pada pembuluh darah hewan berkulit duri setelah 72 jam dalam kultur. Sehingga tidak berlebihan jika studi ini menyimpulkan bahwa rhodamine B menghambat proses proliferasi lipo fibroblast pada manusia (Sakamoto, 1991).

2.5. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2003).


(1)

13. Teman-temanku mahasiswa/i Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU stambuk 2011 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Umum ... 9

1.3.2. Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kosmetik ... 11

2.1.1. Penggolongan Kosmetik Menurut Kegunaannya Bagi Kulit ... 11

2.1.2. Kosmetik Dekoratif ... 12

2.1.2.1. Pembagian Kosmetik Dekoratif ... 13

2.1.3. Zat Pewarna Dalam Kosmetik ... 13

2.2. Logam Berat Dalam Kosmetika ... 18

2..2.1. Timbal ... 19

2.2.2. Merkuri ... 20

2.2.3. Kadmium ... 21

2.2.4. Arsen ... 22

2.3. Lipstik ... 23

2.3.1. Sejarah Lipstik ... 23

2.3.2. Komposisi Lipstik ... 25

2.3.3. Jenis Lipstik ... 26

2.3.4. Persyaratan Lipstik ... 28

2.4. Rhodamin B ... 28

2.4.1. Jalur Pemaparan Rhodamin B ... 32

2.4.2. Efek Toksik Rhodamin B ... 33


(3)

2.7. Tindakan ... 43

2.8. Kerangka Konsep ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2. Waktu Penelitian ... 46

3.3. Objek Penelitian ... 46

3.4. Sampel Penelitian... 47

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.5.1. Data Primer ... 47

3.5.2. Data Sekunder ... 48

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 48

3.7. Definisi Operasional ... 49

3.8. Aspek Pengukuran ... 50

3.8.1. Pemeriksaan Rhodamin B ... 50

3.8.2. Pengetahuan ... 50

3.8.3. Sikap ... 51

3.8.4. Tindakan ... 51

3.9. Analisa Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52

4.2. Hasil Penelitian ... 53

4.2.1. Hasil Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik ... 53

4.2.2. Karakteristik Pedagang Kosmetik ... 54

4.2.3. Pengetahuan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 55

4.2.4. Sikap Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 58

4.2.5. Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahu 2013 ... 60

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik ... 63

5.2. Pengetahuan Pedagang Kosmetik ... 64

5.3. Sikap Pedagang Kosmetik ... 66


(4)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 68 6.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia ... 17 Tabel 2.2. Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya

Dalam Obat, Makanan dan Kosmetika ... 18 Tabel 4.1. Hasil Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik ... 53 Tabel 4.2. Distribusi Pedagang Kosmetik Berdasarkan Umur di Pasar Ramai

Kota Medan Tahun 2013 ... 54 Tabel 4.3. Distribusi Pedagang Kosmetik Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 54 Tabel 4.4. Distribusi Pedagang Kosmetik Berdasarkan Lama Berjualan

di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 54 Tabel 4.5. Distribusi Kuesioner Pengetahuan Pedagang Kosmetik Tentang

Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 55 Tabel 4.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pedagang Kosmetik Tentang

Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 58 Tabel 4.7. Distribusi Kuesioner Sikap Pedagang Kosmetik Tentang

Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 58 Tabel 4.8. Distribusi Sikap Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B

di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 60 Tabel 4.9. Distribusi Kuesioner Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang

Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 61 Tabel 4.10. Distribusi Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya

Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013 ... 62


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Kuesioner Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik dan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013.

Lampiran II. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 239/Men.Kes/Per/V/85 Tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.

Lampiran III. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 00386/C/SK/II/90 Tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya Dalam Obat, Makanan dan Kosmetika.

Lampiran IV. Tabel Pelarut Dalam Percobaan Kromatografi Lampiran V. Harga Rf Untuk Berbagai Macam Pelarut Lampiran VI. Dokumentasi Penelitian

Lampiran VII. Tampilan Output Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013.

Lampiran VIII.Permohonan Izin Penelitian.

Lampiran IX. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian. Lampiran X. Hasil Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik.