Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
PEMERIKSAAN PENYALAHGUNAAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI PUSAT
PASAR KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH :
WINDA KIRANA ADE PUTRI NIM. 050804053
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
PEMERIKSAAN PENYALAHGUNAAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI PUSAT
PASAR KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
WINDA KIRANA ADE PUTRI NIM 050804053
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Judul:
PEMERIKSAAN PENYALAHGUNAAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI PUSAT
PASAR KOTA MEDAN
Oleh:
WINDA KIRANA ADE PUTRI NIM 050804053
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Maret 2009
Pembimbing I, Panitia Penguji:
(Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt) (Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt)
NIP 131 569 408 NIP 130 672 239
Pembimbing II, (Dr. Julia Reveny., M.Si., Apt)
NIP 131 569 408
(Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt)
NIP 130 809 700 (Dra. Nazliniwati, M.Si., Apt)
NIP 131 831 534
(Dra. Tuti Roida Pardede, M.Si., Apt) NIP 131 810 736
Disahkan Oleh: Dekan,
(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 131 283 716
(4)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis haturkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Agung yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B sebagai Pewarna pada Sediaan
Lipstik yang Beredar di Pusat Pasar Kota Medan” sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahandaku Abandi. SE dan Ibundaku Nurdayati yang telah memberikan semangat dan cinta yang teramat tulus, untuk adik-adik ku tersayang Benny Tasti Alam dan Venny Tri Ananda, Keluarga Besar H. Napsun serta Keluarga Besar Marik atas semua doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melindungi kalian semua.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof.Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Dr. Julia Reveni, M.Si., Apt. dan Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
(5)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
3. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi
USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.
4. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt, Ibu Dra. Nazliniwati, M.Si, Apt, Ibu Tuti
Roida Pardede, M.si, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Drs. Suryanto, M.Si, Apt yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan saran, masukan, semangat dan pembelajaran kepada penulis di saat-saat yang menentukan.
6. Ibu Dra. Masfria, M.Si, Apt selaku Kepala Laboratorium Kimia Farmasi
Kualitatif dan semua staf yang telah memberikan arahan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian
7. Bapak dan Ibu staf Laboratorium Teknologi Formulasi Steril yang telah
memberikan arahan dan pengalaman berharga penulis sebagai asisten dosen 8. Sahabat-sahabat penulis: Syabrina, Jeng Astri, Tata, Suji, Yade, Honey, Ida,
Kak Nisa, Hendra dan rekan-rekan mahasiswa Farmasi khususnya stambuk 2005 atas dukungan, semangat, bantuan dan persahabatan selama ini serta seluruh pihak yang telah, memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
(6)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Medan, Maret 2009 Penulis,
(7)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
ABSTRAK
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Nomor 00386/C/SK/II/90 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.445/MENKES/PER/V/1998 mengenai bahan berbahaya yang tidak boleh dipergunakan untuk pewarna kosmetik serta temuan Balai POM tahun 2006 tentang masih adanya Rhodamin B yang digunakan sebagai salah satu pewarna; maka dilakukan pemeriksaan penyalahgunaan Rhodamin B sebagai pewarna lipstik.
Pemeriksaan kualitatif Rhodamin B dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan pengembang n-butanol, amoniak, etil asetat (55:25:20) yang menghsilkan noda berwarna merah muda jika dilihat secara visual dan memberikan fluoresensi kuning jika dilihat di bawah sinar UV 254 nm. Penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 544 nm.
Ada delapan sampel yang dianalisis yaitu Lindor lipstik no 24, Olay, Raffini no 12, Pond’s no 02 dan 09, Miss Rose, Quina, dan Valentine Ruby lipstik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pemeriksaan kualitatif terdapat 2 sampel yang mengandung Rhodamin B. Kadar Rhodamin B pada sampel yang diperiksa adalah 0,6096 ± 0,00052 mg/g untuk sampel F (Miss Rose), dan 1,4314 ± 0,0497 mg/g untuk sampel A (Lindor no 24)
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yag biasa digunakan untuk pewarna kertas, tekstil maupun tinta. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan merupakan karsinogenik. Rhodamin B dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
Dari penelitian ini diketahui bahwa Rhodamin B masih digunakan sebagai pewarna pada lipstik
(8)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
ABSTRACT
Based on the desicion of General Director of Food and Drug Supervising number 00386/C/SK/II/90 and the Minister of Health Regulation number RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 about dangerous materials banned from use to cosmetics dye, along with the resent discovery of Balai POM abaut the still axiting usage of Rhodamin B as coloring agent; a research about the abuse of Rhodamin as coloring agent has been conducted
The Qualitative identification of Rhodamine B have been done with Thin Layer Chromatography were use n-butanol, amonia, etil asetat (55:25:20) as eluens. It has been given the pink bold if it seen visual and given yellow fluorescence if seen in UV spectrum 254 nm. Quantitative analysis was done by visible spectrofotometricat maximum weavelength of 544 nm.
There are eight samples that have been analized. They were Lindor Lipstic, Olay lipstic, Pond’s lipstic no 02 and 09, Raffini lipstic, Valentine Ruby lipstic, Quina lipstic, Miss Rose lipstic
The results indicated that two of samples contained Rhodamine B. Rhodamine B consentration in sample F (Miss Rose) was 0,6096 ± 0,00052 mg/g and sample A (Lindor no 24) was 1,4314 ± 0,0497 mg/g
Rhodamine B is sintetic dye that used to dye paper, cotton, and ink. Rhodamine B can made irritation to the inhalation, and carsinogenic. Rhodamine B in high concentration can made chronic exposure.
From this research, that known Rhodamin B still used as coloring agent in lipstik
(9)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ...iii
KATA PENGANTAR...iv
ABSTRAK...vii
ABSTRACT...viii
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL...xii
DAFTAR GAMBAR...xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Perumusan Masalah...5
1.3 Hipotesis...5
1.4 Tujuan Penelitian...5
1.5 Manfaat Penelitian ...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6
BAB III METODOLOGI ...27
3.1 Alat...27
3.2 Bahan...27
3.3 Sampel...27
3.4 Pembuatan Pereaksi...28
(10)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
3.5 Prosedur Penelitian...28
3.5.1 Pemeriksaan Kualitatif rhodamin B pada Sampel...28
3.5.1.1 Pembuatan Larutan Uji (A)...28
3.5.1.2 Pembuatan Larutan Baku (B)...28
3.5.1.3 Pembuatan Larutan campuran (C)...28
3.5.1.4. Identifikasi Sampel...28
3.5.2 Penentuan Kadar Rhodamin B...29
3.5.1.1 Pembuatan Larutan Rhodamin 1000 ppm...29
3.5.1.2 Pembuatan Larutan Rhodamin 50 ppm...29
3.5.1.3 Penentuan panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B...30
3.5.1.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi...30
3.5.1.5 Penentuan Kadar Rhodamin B pada Sampel...30
3.6 Penentuan Uji Validasi Metode Analisis...31
3.6.1 Penentuan Uji Perolehan Kembali...31
3.6.2 Penentuan Batas Deteksi dan Perolehan Kembali...32
3.7 Analisa Data secara Statistik ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...34
4.1 Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B pada Sampel...34
4.2 Penetapan Kadar...36
4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum Rhodamin B...36
4.2.2 Kurva Waktu Kerja Larutan Rhodamin B...37
4.2.3 Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin... 37
(11)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
4.3. Uji Validasi Metoda Analisis...40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...41
5.1 Kesimpulan...41
5.2 Saran...41
DAFTAR PUSTAKA...42
(12)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Zat Warna Sebagai Bahan Berbahaya dalam Obat,
Makanan, dan Kosmetika ...19
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B pada Sampel
Menggunakan Kromatografi lapis Tipis...34
(13)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumus Bangun Rhodamin B...20 Gambar 2. Diagram Blog Spektrofotometer...24 Gambar 3. Kurva Serapan Maksimum Larutan Rhodamin B
Dengan Konsentrasi 2 ppm secara Spektrofotometri
Sinar Tampak pada Panjang Gelombang 400-800 nm...36
Gambar 4. Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B
Dengan Berbagai Konsentrasi secara Spektrofotometri
(14)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Perhitungan Harga Rf...45
Lampiran 2. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Rhodamin B...46
Lampiran 3. Data Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B Pada Panjang Gelombang 544...47
Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi...48
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Rhodamin B dalam Sampel...49
Lampiran 6. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam Lipstik Miss Rose...50
Lampiran 7. Analisa Data Statistik untuk menghitung Kadar Rhodamin B dalam Lipstik Lindor...52
Lampiran 8. Hasil Analisa Kadar Rhodamin B dalam Sampel...55
Lampiran 9. Perhitungan Perolehan Kembali (%)...56
Lampiran 10. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi...57
Lampiran 11. Surat Sertifikasi Bahan Baku POM...58
Lampiran 12. Plat KLT Hasil Uji Kualitatif Sampel...59
Lampiran 13. Sampel...61
(15)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 445/Menkes/Per/V/1998 bahwa kosmetika adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. ( Ditjen POM RI, 2004)
Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan jenis kosmetik tertentu, bukan hanya obat. Selama kosmetik tersebut tidak mengandung bahan berbahaya secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit, penggunaan kosmetik jenis ini menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit itu sendiri. Contoh preparat antiketombe, antiprespirant, doedoran, preparat untuk mempengaruhi warna kulit (untuk memutihkan atau mencoklatkan kulit), preparat antijerawat, preparat pengeriting rambut, dll. (Tranggono,2004)
Jika ditilik lebih jauh, beragam produk kosmetika telah beredar di pasaran, baik yang lokal maupun yang impor, yang legal maupun yang ilegal. Semua bisa diperoleh dengan mudah, mulai dari pertokoan papan atas, mal, pasar tradisional hingga lapak di pinggir jalan. (Anonima,2006)
Harga yang ditawarkan juga bervariasi. Mau yang mahal ada, yang murah juga lebih banyak. Di satu sisi, ragam tawaran seperti itu tentu memudahkan konsumen untuk memilih sesuai selera dan kemampuan. Tapi disisi lain
(16)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
banyaknya peradaran produk tersebut, terutama yang ilegal, patut dicermati
kualitasnya agar tidak membahayakan konsumen. (Anonima,2006)
Produk yang diproduksi di dalam negeri, umumnya produk resmi yang sudah lulus pemeriksaan dan mendapat nomor pengesahan. Sementara yang ilegal, biasanya masih berbahasa asing dan tanpa nomor regiastrasi apapun. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kosmetik yang asli pun dipalsukan. Nomor registrasinya dibuat sendiri sehingga dapat menipu konsumen. (Anonima, 2006)
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 00386/C/SK/II/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika terdapat beberapa zat warna yang dilarang penggunaannya; merupakan pewarna untuk tekstil, dalam sediaan kosmetika karena berpengaruh buruk terhadap kesehatan sang pemakai. Zat warna tersebut salah satunya adalah Merah K10 (Rhodamin B, C.I. Food Red 15, D&C Red No.19) (Anonimb, 1990)
Dari hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia pada tahun 2005 dan 2006 di beberapa provinsi, ditemukan 27 (dua puluh tujuh) merek kosmetika yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam sediaan kosmetika. (Anonima 2006)
Lipstik adalah produk kosmetik yang paling luas digunakan. Mungkin karena bibir dianggap sebagai bagian penting dalam penampilan seseorang. Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up) yang terbentuk dari minyak, lilin dan lemak. (Wasitaatmadja,1997)
Fungsi dari lipstik ini adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat nan menarik. Tetapi
(17)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
kenyataan kemudian warna lain pun mulai digemari orang, sehingga corak warna cat bibir bervariasi mulai mulai dari warna kemudaan hingga warna sangat tua dengan corak warna dari merah jambu, merah jingga, hingga merah biru, bahkan ungu. (Depkes RI, 1985)
Rhodamin B adalah zat warna sintetis yang biasa digunakan untuk pewarnaan kertas, tekstil atau tinta. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat yang bersifat karsinogenik
( dapat menyebabkan kanker). Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati (lever). (Anonima, 2006)
Pemeriksaan Rhodamin B dapat dilakukan dengan menggunakan bulu domba dan kromatografi lapis tipis (KLT). Identifikasi dengan bulu domba dapat dilakukan jika zat yang akan kita tentukan merupakan zat tunggal. Identifikasi dengan KLT dapat dilakukan untuk menentukan zat tunggal maupun campuran, dimana suatu campuran yang dipisahkan akan terdistribusi sendiri diantara fase-fase gerak dan tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa lain. (Hardjono, 1985). Rhodamin B akan memberikan fluoresensi kuning jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan berwarna merah muda jika dilihat secara visual. (Ditjen POM, 1997)
Penentuan kadar Rhodamin B dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan kromatografi preparatif, dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Spektrofotometri sinar tampak. Dalam penelitian ini digunakan spektrofotometri sinar tampak karena metode tersebut sederhana dan juga memiliki tingkat ketelitian yang baik. (Ditjen POM,2001)
(18)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Dari survei yang dilakukan di pusat-pusat pasar Kota Medan,ditemukan bahwa masih terdapat lipstik yang dijual dengan harga yang sangat murah, dimana pada kemasannya menggunakan bahasa selain Bahasa Indonesia dan tidak memiliki nomor bats dan nomor register dan dikhawartirkan produk tersebut mengandung zat warna berbahaya. Berdasarkan hal tersebut peneliti meemeriksa ada atau tidaknya bahan pewarna berbahaya yang digunakan khususnya Rhodamin B dalam lipstik yang beredar di masyarakat khususnya untuk wilayah Kota Medan.
(19)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
I.2. Perumusan Masalah
1. Apakah lipstik yang beredar di wilayah Kota Medan masih mengandung zat warna berbahaya Rhodamin B?
2. Berapakah kadar Rhodamin B yang terdapat dalam sediaan lipstik tersebut?
I.3. Hipotesa
1. Lipstik yang beredar di wilayah Kota Medan masih ada yang mengandung
zat warna berbahaya Rhodamin B
2. Rhodamin B yang terdapat dalam sediaan lipstik dalam jumlah tertentu
I.4. Tujuan Penelitian
1. Melakukan uji kualitatif terhadap Rhodamin B yang terdapat pada lipstik
2. Melakukan penetapan kadar Rhodamin B pada lipstik
I.5. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada masyarakat dan instansi terkait tentang adanya zat warna berbahaya yang masih terkandung di dalam lipstik yang beredar di Kota Medan melalui dunia pendidikan.
(20)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetika
2.1.1. Pengertian Kosmetika
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. (Tranggono, 2007)
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini , dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. (Wasitaatmadja, 1997)
Pada tahun 1955 Lubowe menciptakan istilah “cosmedik” yang merupakan gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal kulit secara positif, namun bukan obat.
Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi” yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan efek samping kosmetika. ( Wasitaatmadja, 1997)
2.1.2. Penggolongan Kosmetik
Dewasa ini terdapat banyak kosmetika yang dijual di pasar bebas, baik produk di dalam maupun luar negeri. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa pengolongan kosmetika.
(21)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
a. Menurut Jellinek (1959) kosmetika dibagi menjadi :
1. Preparat pembersih
2. Preparat deodoran dan antiperspirasi 3. Preparat protektif
4. Emoliaen
5. Preparat dengan efek dalam
6. Preparat dekoratif/superfisial 7. Preparat dekoratif/ dalam 8. Preparat buat kesenangan
b. Menurut Wells FV dan Lubowe (1964) kosmetika dikelompokkan
menjadi:
1. Preparat untuk kulit muka 2. Preparat untuk higienis
3. Preparat untuk tangan dan kaki
4. Kosmetika badan
5. Preparat untuk rambut
6. Kosmetika untuk pria dan toilet
7. Kosmetika lain
c. Menurut Brauer EW (1978) dan Princilles of Cosmetics for The
Dermatologist mengklasifikasikan kosmetika menjadi :
1. Toiletries : sabun, sampo, pengkilap rambut, konsdisioner rambut,
penata, pewarna, pengeriting, pelurus rambut, deodoran, antiperspiran, dan tabir surya
(22)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
2. Skin care : pencukur, pembersih, astringen, toner, pelembab, masker,
krem malam, dan bahan untuk mandi
3. Fragrance : perfume, colognes, toilet waters, body silk, bath powder, after shave agent
d. Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta maksud evaluasi produk
kosmetik dibagi menjadi 2 golongan :
1. Kosmetik golongan I adalah:
a. Kosmetik yang digunakan untuk bbayi
b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan
mukosa lainnya
c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan
penandaan
d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim
serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I
(Badan POM, 2004)
e. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13
kelompok :
1. Preparat untuk bayi, misalnya bedak bayi, minyak bayi, dll 2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll 3. Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dll 4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll 5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll 6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll
(23)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
7. Preparat make-up (kecuali mata),misalnya bedak, lipstik, dll
8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth
washes,dll
9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dll 10.Preparat kuku, misalnya cat kuku, lossion kuku, dll
11.Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung,dll 12.Preparat cukur, misalnyasabun cukur, dll
13.Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen
foundation,dll. (Tranggono, 2004)
f. Penggolongan kosmetik menurut sifat dan cara pembuatan
1. Kosmetik modern,diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern
(termasuk diantaranya adalah cosmedic) 2. Kosmetik tradisional :
a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun-temurun
b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet
agar tahan lama.
c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang
benar-benar tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan tradisional. (Tranggono, 2004)
g. Penggolongan kosmetika menurut kegunaannya bagi kulit
1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya:
(24)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing
cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener)
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mosturizer), misalnya
mosturizer cream, night cream, anti wrinkel cream
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling),
misalnya scrub ceram yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver)
h. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confident). Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 golongan,yaitu :
a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan
dan pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eyes shadow, dll
b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam
baru lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut. (Tranggono, 2004)
(25)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
2.2 Kosmetika Rias Bibir
Sediaan rias bibir terdapat dalam berbagai bentuk, seperti cairan, krayon, dan krim. Cat bibir cair dan krim umumnya akan memberikan selaput yang tidak tahan lama dan mudah terhapus dari bibir. Komposisi cat bibir modern lebih menyerupai komposisi lak kuku, tetapi tidak dilekatkan pada bibir akan memberikan selaput yang kering. Karena itu, cat bibir dan krim tidak begitu digemari orang terutama jika dibandingkan dengan cat bibir krayon. Dewasa ini cat bibir cair dan krim tidak banyak dijumpai dalam peredaran, yang banyak dijumpai adalah cat bibir krayon/ lipstik. (Depkes RI, 1985)
2.2.1 Lipstik
Lipstik adalah produk kosmetik yang paling luas digunakan. Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up) yang terbentuk dari minyak, lilin dan lemak. (Wasitaatmadja,1997)
Lipstik adalah make up bibir yang anatomis dan fisiologisnya agak berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya, stratum korneum-nya sangat tipis dan dermisnya tidak mengandung kelenjar keringat maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah terutama jika dalam udara yang dingin dan kering. Hanya air liur yang merupakan pembasah alami untuk bibir. (Tranggono,2004)
Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikehendaki. Suhu lebur lipstik ideal yang sesungguhnya diatur hingga suhu mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38°C. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap
(26)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
suhu cuaca di sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang 62°, biasanya berkisar antara 55-75°C. (Depkes RI, 1985)
2.2.2 Persyaratan Lipstik
Persyaratan untuk listik yang dituntut masyarakat antara lain :
1. Melapisi bibir secara mencukupi
2. Dapat bertahan di bibir dalam jangka waktu lama 3. Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket 4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
6. Memberikan warna yang merata pada bibir
7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya
8. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau
berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal lain yang tidak menarik. (Tranggono, 2004)
2.2.3 Komposisi Lipstik
Bahan-bahan utama pada lipstik adalah : a. Lilin
Misalnya: carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beewax, candellila wax, spermaceti, ceeresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik
b. Minyak
Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya melarutkan zat- zat eosin. Misalnya, minyak castor, tetrahydrofurfuril alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol, beserta monoethers dan monofatty
(27)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
acid esternya, isopropyl myristate, isopropyl palmitate, butyl stearate, parafin oil.
c. Lemak
Misalnya, krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya hydrogenated castrol oil), cetyl alcohol, oleyil alcohol, lanolin
d. Acetoglycerides
Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik sehingga meskipun temperatyr berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan.
e. Zat-zat pewarna
Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutannya di dalam minyak. Pelarut terbaik untuk eosin adalah castrol oil. Tetapi furfuryl alkohol beserta ester-esternya terutama stearat dan ricinoleat memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid alkylolamides, jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang sangat intensif pada bibir.
f. Surfaktan
Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat
g. Antioksidan
h. Bahan pengawet
Bahan pewangi (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring), harus mampu menutupi bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam
(28)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan. (Tranggono,2004)
2.3 Struktur Anatomi Bibir
Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri karena lapisan jangatnya sangat tipis. Stratum germinatum tubuh dengan sangat kuat dan korium mendorong papila dengan aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir tampak selalu basah. Sangat jarang terdapat kelenjar lemak, sehingga dalam cuaca yang kering dan dinginlapisan jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah penetrasi ke staratum germinativum. ( Depkes RI, 1985)
Karena ketipisan kulit jangat, lebih menojolnya statum germinativum dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Kerena itu hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan bibir, terutama dalam hal memilih lemak, pigmen dan zat pengawet yang digunakan untuk maksud pembuatan sediaan itu. ( Depkes RI, 1985)
2.4 Pewarna Kosmetik
Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas 2 jenis, yaitu :
1. Pewarna yang dapat larut dalam cairan (soluble), air, alkohol, atau minyak. Contoh warna kosmetika adalah:
(29)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Pewarna asam (acid dyes) yang merupakan golongan terbesar pewarna pakaian, makanan dan kosmetika. Unsur terpenting dalam pewarna ini adalah gugus azo.
Solvent dyes yang larut dalam air atau alkohol, misalnya : merah DC, merah hijau No.17, violet, kuning. Xanthene dyes yang dipakai dalam lipstik, misalnya DC orange, merah dan kuning.
2. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas
bahan organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida
Tidak semua zat warna dapat digunakan untuk kosmetika. Kulit di beberapa bagian tubuh sensitif terhadap warna tertentu, sehingga memerlukan warna khusus, seperti kulit di sekitar mata, kulit di sekitar mulut, bibir, dan kuku. (Wasitaatmadja,1997)
Penentuan mutu suatu bahan dapat diamati dengan warna. Warna hasil produksi suatu bahan sangat berpengaruh bagi pemakainya. Sebagai contoh, warna suatu kosmetika sangat berperan secara psikologis bagi pemakainya sebagai pembentuk kecantikan. Adapun maksud dan tujuan pemberian warna pada suatu bahan, baik obat maupun kosmetika bahkan makanan adalah supaya bahan atau hasil produksi itu menarik bagi pemakainya, menghindari adanya pemalsuan terhadap hasil suatu pabrik dan menjaga keseragaman hasil suatu pabrik. (Sudarmadji, 2003)
Yang penting adalah keamanan bagi para pemakai zat warna, sebab pemakaian yang keliru dapat menyebabkan hal-hal yang tidak dikehendaki seperti memberikan efek karsinogenik, teratogenik, alergi dan lain-lain. (Sudarmadji,2003)
(30)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Dalam pemakaian zat pewarna untuk membuat suatu produksi perlu diadakan persyaratan umum, meliputi:
a. Dicantumkan dalam label hasil produksi
b. Tidak boleh disembunyikan
c. Tidak boleh membuat arti tentang mutu dan kualitas karena pemberian zat
warna tersebut.
Sebagai persyaratan khusus adalah :
1. Tercantum dosis pemakaian yang sering dikenal dengan ADI (Acceprable
Daily Intake)
2. Zat warna yang terkandung harus dicantumkan secara resmi, nama umum dan
indeks warna, misalnya : nama resmi Red No.2, nama umum Amaranth, indeks nomor 16:85
Berdasarkan masalah tersebut, maka perlu adanya analisis zat warna dari suatu bahan pemakai zat warna baik obat, kosmetika maupun makanan. Zat warna yang beredar sekarang dapat dibedakan menjadi dua yaitu zat warna alam seperti pandan, kunyit, arang dan zat warna sintetis. (Sudarmadji, 2003)
Pada abad pertengahan zat warna sintetis mulai ditemukan. Perkin pada tahun 1856 menemukan senyawa sintetis pertama kali berupa senyawa violet dan biru kehijauan. Pada tahun 1876 zat warna sintetis juga ditemukan oleh Witte berupa senyawa organik yang mengandung gugus kromofor. Selanjutnya senyawa organik ini berkembang meluas pada pemakaian zat warna sintetis. (Sardjimah,1996)
Dengan meluasnya pemakaian zat warna sintetis menimbulkan hal-hal yang negatif sehingga di negara yang telah maju misalnya Amerika Serikat
(31)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
pemakaian zat warna sintetis harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan. Pengujian tersebut meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis medis. Hal ini dilakukan sehubungan dengan proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan dengan pemberianasam sulfat atau asam nitrat sering terkontaminasi oleh logam berat yang bersifat racun. Di samping hal lain, perlu diingat dalam pembuatan zat warna organik sebelum mencapai produk akhir harus melalui senyawa-senyawa antara terlebih dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan kadang-kadang tertinggal pada hasil akhir atau mungkin dapat terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya bagi kesehatan manusia. (Sardjimah, 1996)
Untuk menganalisa suatu zat warna perlu mengetahui penggolongannya agar memudahkan dalam pelaksanaannya. Menurut Sardjimah (1996), zat warna dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :
a. Berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna alam dan zat warna
sintetis.
b. Berdasarkan penyusunnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna pigmen dan
lakes.
c. Berdasarkan kelarutannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna larut dalam
pelarut lemak/minyak dan zat warna larut air.
d. Berdasarkan sifat keasamannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna bersifat
asam dan zat warna bersifat basa.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan makanan Nomor 00386/C/SK/II/90 bahwa zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika adalah sebagai berikut:
(32)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Tabel I.Zat warna sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika
No Nama Nomor Indeks Warna
1 Jingga K1 (C.I. Pigmen Orange 5, D&C Orange
No. 17)
12075
2 Merah K3 (C.I. Pigmen Red 53, D&C Red No 8) 15585
3 Merah K4 (C.I.Pigmen Red 53:1, D&C Red No 9) 15585 : 1
4 Merah K10 (Rhodamin B, C.I. Food Red 15, D&C
Red No. 19)
45170
5 Merah K11 45170 : 1
Sumber : Skep DirJen POM No. 0036/C/SK/II/90
2.5 Rhodamin B
Rhodamin B ( Tetraethyl Rhodamine) Gambar 1 : Rumus Bangun Rhodamin B
Nama Kimia
:N-[9-(carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3-ylidene]-N-ethylethanaminium clorida
Nama Lazim : tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B clorida; C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170
Rumus Kimia : C28H31ClN2O3
BM : 479
Pemerian : Hablur Hijau atau serbuk ungu kemerahan
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah
kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam
(33)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
larutan alkali. Larutan dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter. ( Budavari, 1996)
Penggunaan : sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat,
kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit, dan pewarna untuk keramik China. Juga digunakan sebagai pewarna obat dan kosmetik dalam bentuk larutan obat yang encer, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun, larutan pengeriting rambut, garam mandi, lipstik dan pemerah pipi. Pewarna ini juga digunakan sebagai alat pendeteksi dalam pencemaran air, sebagai pewarna untuk lilin dan bahan antibeku, dan sebagai reagent untuk menganalisa antimoni, bismut, kobalt, niobium, emas, mangan, merkuri, molibdenum, tantalum, tallium, dan tungsten. (Lyon, 1978)
Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama (kronis) akan mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan ataupun kosmetik, Rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhidup terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang
(34)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. (Yulianti, 2007)
2.7 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kromatogafi kertas (KKt) adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Ide penggunaan kromatografi serapan dalam bentuk lapisan tipis yang dilekatkan pada suatu penyokong telah di ketengahkan dalam tahun 1938. (Hardjono, 1985)
Perkembangan lebih lanjut, Stahl telah membuat cara-cara pembuatan potongan gelas dan cara melapiskannya dan menunjukkan bahwa kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan. (Hardjono, 1985)
Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik alam senyawa organik sintetik, kompleks anorganik-organik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. (Glitter, 1991)
KLT yang dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. (Glitter, 1991) Faktor –faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :
(35)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. (Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap)
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
Ketidakrataaan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak
e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
f. Teknik percobaan
g. Jumlah cuplikan yang digunakan
h. Suhu
Pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fasa.
i. Kesetimbangan
Kesetimbangan dalam lapisan tipis sangat poenting, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, tidak terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian-bagian tepi daripada bagian tengah. Keadaan seprti ini harus dicegah. (Hardjono,1985)
(36)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009 2.8 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu (Day, 2002).
Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm (Rohman, 2007).
Menurut Rohman (2007) dan Day (2002), hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan.
Menurut Day (2002), hukum tersebut dituliskan dengan : A = abc = log 1/T
Keterangan : A = absorbans a = koefisien ekstingsi
b = tebal sel (cm)
c = konsentrasi analit
Pada spektrofotometri sinar tampak, pengamatan mata terhadap warna timbul dari penyerapan selektif panjang gelombang tertentu dari sinar masuk oleh objek yang berwarna (Vogel, 1994).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak terutama untuk senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis yaitu :
(37)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar UV-Vis. 2. Waktu kerja (operating time)
Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.
3. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.
4. Pembuatan kurva baku
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.
5. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya terletak antara 0,2 sampai 0,6.
(38)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Instrumentasi untuk Spektrofotometri (Day, 2002 ; Khopkar, 1990)
Gambar 2. Diagram blok spektrofotometer
a. Sumber cahaya
Sumber energi radiasi yang biasa untuk daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak adalah sebuah lampu wolfram ataupun lampu tabung discas hidrogen (atau deutrium).
b. Monokromator
Monokromator berfungsi mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya yang monokromatis. Alatnya dapat berupa berupa prisma atau kisi difraksi.
c. Sel
Sel yang digunakan untuk daerah tampak terbuat dari kaca sedang untuk daerah ultraviolet digunakan sel kuarsa atau kaca silika. Sel tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, namun tersedia juga sel dengan ketebalan kurang dari 1 milimeter, sampai 10 cm bahkan lebih
(39)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
d. Detektor
Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor yang paling sederhana digunakan ialah tabung foto.
e. Recorder
Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari pengukuran.
2.9 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007).
2.9.1 Perolehan Kembali
Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat
(40)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut (WHO, 1992).
% Perolehan kembali =
A A F C C C *
− x 100%
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan
larutan baku
CA = konsentrasi sampel awal
C∗A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan
2.9.2 Batas Deteksi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko (WHO, 1992). Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Batas Deteksi =
Slope SB
3
2.9.3 Batas Kuantitasi
Batas kuantitasi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi kriteria cermat dan seksama (WHO, 1992).
Batas Kuantitasi =
Slope SB
(41)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah UV Mini 1240 Spektrofotometri UV Visibel (Shimadzu) yang dihubungkan dengan printer Epson LQ 300, neraca analitis (Vibra), Chamber, lampu UV 254 nm, pipet totol, kertas saring, pro pipet, penangas air, dan alat-alat gelas seperti labu takar, pipet volume, gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, corong, maat pipet, tabung reaksi, cawan penguap dan batang pengaduk.
3.2 Bahan- Bahan
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E-Merck kecuali dinyatakan lain yaitu metanol, asam klorida 37%, natrium sulfat anhidrat, Plat silika gel GF 254, amonia, etil asetat, n-butanol, air suling, lipstik A (Lindor no 24), B (Valentime ruby), C (Raffini no 10), D (Pond’s no 09), E (Olay), F (Rose lady), G ( Pond’s no 02), H (Quina lipstik)
3.3 Sampel
Sampel yang digunakan adalah lipstik import yang terdapat di pasar di wilayah Kota Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif didasarkan pada produk yang pada kemasannya menggunakan bahasa selain Bahasa Indonesia, tidak memiliki nomor batch serta tidak mencantunkan nomor izin edar. Pengambilan sampel didasarkan atas pertimbangan bahwa sampel yang diambil
(42)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
dapat mewakili populasi sampel yang beredar dan sampel yang dianalisis dianggap sebagai sampel yang representatif. (Sudjana, 1996)
3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Asam Klorida 4 M
Diencerkan 39,2 ml HCl 37% dengan air secukupnya sampai 100 ml. (Ditjen POM, 1995)
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B pada sampel 3.5.1.1 Pembuatan Larutan Uji (A)
Sejumlah 2 g cuplikan lipstik diletakkan dicawan penguap. Kemudian ditambahkan 16 tetes asam klorida 4 M, ditambahkan 20 ml etanol, dilebur diatas penangas air. Disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah berisi dengan natrium sulfat anhidrat. Kemudian diambil filtratnya dan dipekatkan kembali diatas penangas air. larutan pekatnya dimasukkan kedalam vial 5 ml.
3.5.1.2 Pembuatan Larutan Baku (B)
Sejumlah lebih kurang 5 mg Rhodamin B BPFI dilarutkan dengan metanol kemudian dikocok hingga larut.
3.5.1.3 Pembuatan Larutan Campuran (C)
Sejumlah volume yang yang sama dari larutan A dan B dicampur, kemudian dihomogenkan.
3.5.1.4 Identifikasi Sampel
Plat KLT berukuran 20 x 20 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan di dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit. Larutan A, B, dan C ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah
(43)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
plat. Jarak antar noda adalah 2 cm. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan kedalam chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa n-butanol, etil asetat, dan amoniak (55 : 20 : 25). Dibiarkan fasa bergerak naik sampai hampir mendekati batas atas plat. Kemudian Plat KLT diangkat dan dibiarkan kering diudara. Diamati noda secara visual dan di bawah sinar UV, jika secara visual noda berwarna merah jambu dan di bawah sinar UV 254 nm berfluoresensi kuning,menunjukkan adanya Rhodamin B (Ditjen POM, 2001)
3.5.2 Penetapan Kadar Rhodamin B
3.5.2.1 Pembuatan Larutan Rhodamin B 1000 ppm
Ditimbang 50 mg pewarna Rhodamin B BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ke dalam labu tentukur ditambahkan metanol secukupnya dan dikocok hingga homogen. Kemudian larutan dicukupkan dengan metanol hingga garis tanda dan dihomogenkan
3.5.2.2 Pembuatan Larutan Rhodamin B 50 ppm
Dipipet 2.5 ml larutan Rhodamin B 1000 ppm dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, lalu ditambahkan metanol sampai garis tanda.
3.5.2.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B
Dipipet 2 ml larutan Rhodamin B dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml (konsentrasi 2 ppm), lalu ditambahkan metanol sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang 400-800 nm dengan menggunakan blanko. Blanko digunakan metanol.
(44)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
3.5.2.4 Penentuan Waktu Kerja Larutan Rhodamin
Dipipet 2 ml larutan kerja Rhodamin B 50 ppm dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml (konsentrasi 2 ppm), lalu ditambahkan metanol sampai ke garis tanda dan dihomogenkan. Diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh selama 30 menit.
3.5.2.5Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi
Dipipet larutan Rhodamin B 50 ppm dengan menggunakan maat pipet ke dalam labu tentukur 50 ml berturut-turut 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5ml; dan 3 ml (1; 1,5; 2; 2.5; dan 3 ppm). Ke dalam masing-masing labu tentukur tersebut ditambahkan metanol sampai garis tanda. Dikocok homogen, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh serta menggunakan larutan blanko.
3.5.2.6 Uji Kuantitatif Sampel
Sejumlah lebih kurang 2 gr cuplikan lipstik, diletakkan di dalam cawan penguap, ditambahkan 16 tetes asam klorida 4M, ditambahkan 30 ml metanol, dilelehkan di atas penangas air. Disaring dengan kertas saring berisi natrium sulfat anhidrat dengan membuang 2-5 ml filtrat pertama. Dilakukan berulang-ulang sampai larutan hasil leburan lipstik jernih. Filtratnya ditampung dalam labu tentukur 50 ml. Dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan dihomogenkan. Dipipet 2 ml filtrat hasil leburan lipstik kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml. Dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diukur serapannya pada panjang gelombang 544 nm
(45)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
3.6 Uji Validasi Metode Analisis
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan nahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. (WHO, 1992). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dam tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. (Rohman, 2007). Uji validasi yang digunakan yaitu uji akurasi dengan parameter % perolehan kembali dan uji presisi dengan parameter SD (Standar Deviasi), RSD (Relative Standart Deviasi), batas deteksi dan batas kuantitasi.
3.6.1 Penentuan Uji Perolehan Kembali
Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan larutan baku Rhodamin B 50 ppm sebanya k 1 ml ke dalam sampel kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada sampel.
Menurut WHO (1992), perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% perolehan kembali = x 100%
Keterangan : Cf = kadar sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
CA = kadar sampel sebelum penambahan larutan baku
(46)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
3.6.2 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitatif
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. ( Harmita, 2004). Batas deteksi dapat diukur dengan rumus sebagai berikut :
Batas deteksi =
Batas kuantitatif adalah kuantitatif terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memiliki kriteria cermat dan seksama (WHO, 1992). Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Batas Kuantitasi =
Keterangan : SB = Simpangan Baku
3.7 Analisa Data secara Statistik
Untuk menghitung kadar Rhodamin B dalam sampel digunakan rumus :
K =
Keterangan : Cs = kadar Rhodamin B sesudah pengenceran (mcg/ml)
V = volume sampel Fp = Faktor pengenceran Bs = Berat sampel (g)
Data diterima jika thitung lebih kecil daripada ttabel pada interval kepercayaan 95%
dengan nilai = 0,05 Rumus yang digunakan :
(47)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
thitung =
keterangan : Xi = kadar Rhodamin dalam satu perlakuan X = kadar rata-rata formalin dalam sampel n = jumlah perlakuan deviasi
SD = standar deviasi = tingkat keparcayaan
Untuk menghitung kadar Rhodamin B secara statistik dalam sampel digunakan rumus :
Kadar formalin ( ) = X ± (t x SD / Keterangan : SD = standar deviasi
X = kadar rata-rata Rhodamin B dalam sampel = kadar Rhodamin B
n = jumlah perlakuan t = harga ttabel sesuai dk
(48)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B pada Sampel
Sebelum dilakukan analisa kuantitatif Rhodamin B pada sampel, perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui ada tidaknya Rhodamin B pada sampel dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menotolkan sampel yang telah dipekatkan pada plat KLT kemudian dielusi dengan menggunakan pengembang etil asetat : n-butanol : amoniak dengan perbandingan 55 : 20 : 25. Kemudian noda hasil KLT dilihat secara visual dan dilihat dibawah sinar UV pada panjang gelombang 554 nm. ( Ditjen POM, 1997)
Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif Rhodamin B pada sampel diperoleh data, seperti ditunjukkan pada tabel 2
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kualitatif Rhodamin B pada sampel menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT)
No Sampel Visual Sinar UV Harga Rf
1 Baku Pembanding
Rhodamin B
Merah jambu Kuning 16,6/17= 0,976
1 Lindor No 24 Merah jambu kuning Sampel+baku =15,8/17=
0,929
Sampel = 15,6/17 = 0,918
2 Violetime Ruby - - -
3 Raffini - - -
4 Pond’s No 09 - - -
5 Olay - - -
6 Miss Rose Merah jambu Kuning Sampel+baku =14,96/17
= 0,88
Sampel =14,89/17= 0,876
(49)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
8 Quina - - -
Suatu senyawa yang mengandung Rhodamin B akan mudah diamati. Secara visual akan memberikan warna merah muda. Dan jika dilihat dibawah sinar UV akan berfluoresensi memberikan warna orange. (Ditjen POM, 1997)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 2 sampel yang memberikan hasil positif jika diamati secara visual dan diamati dibawah sinar UV. Ini berarti sampel tersebut positif mengandung Rhodamin B.
Selain itu, untuk mengidentifikasi suatu senyawa dapat kita lakukan dengan melihat harga Rf-nya. Identifikasi sahih dilakukan jika senyawa yang dianalisis dibandingkan dengan senyawa pembanding dan dengan campuran yang terdiri atas senyawa yang dianalisis dan senyawa pembanding (cara spiking) pada lapisan yang sama. (Glitter, 1991)
Dari tabel dapat dilihat bahwa ada 2 sampel yang memberikan harga Rf yang berdekatan dengan pembandingnya. Sampel no 1 harga Rf dari campuran sampel dan pembanding adalah 0,929 dan harga Rf dari sampel sendiri adalah 0,918. Pada sampel no 6, harga Rf dari campuran sampel dan pembanding adalah 0,88 dan harga Rf dari sampel adalah 0,876.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel nomor 1 dan 6 positif mengandung Rhodamin B.
4.2 Penetapan Kadar
4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B
Penentuan panjang gelombang maksimum larutan Rhodamin B dilakukan pada konsentrasi 2 ppm dengan rentang panjang gelombang 400-800 nm. Hal ini dilakukan karena larutan Rhodamin B merupakan larutan berwarna. Menurut
(50)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Sudjadi (2007), sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Selain itu pengukuran dilakukan pada rentang tersebut karena pada panjang gelombang maksimum kepekaannya juga maksimum dan disekitar panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi (Rohman, 2007). Kurva serapan larutan Rhodamin dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Kurva Serapan Maksimum Larutan Rhodamin B dengan konsentrasi 2
ppm secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada Panjang Gelombang 400 nm – 800 nm
Hasil penentuan panjang gelombang maksimum larutan Rhodamin B
dengan konsentrasi 2 ppm, diperoleh maksimum pada 544 nm. Panjang
gelombang maksimum yang diperoleh ini berbeda dengan yang terdapat dalam litelatur yaitu 543,355 (Aldrich, 1992). Perbedaan panjang gelombang sebesar 1 nm masih dalam batas toleransi yang diperkenankan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yaitu lebih kurang 3 nm. Hal ini berarti bahwa panjang gelombang ini dapat diterima untuk analisis Rhodamin B pada sampel.
(51)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Perbedaan panjang gelombang ini kemungkinan disebabkan karena kondisi dari alat yang digunakan , dimana spektrofotometer yang digunakan untuk pengukuran seharusnya dikalibrasi dengan baik terhadap skala panjang gelombang dan absorbansinya.
4.2.2 Kurva Waktu Kerja Larutan Rhodamin B
Pada penentuan waktu kerja larutan baku Rhodamin B diperoleh waktu pengukuran yang stabil dimulai dari menit ke-15 sampai menit ke-18. (Data pengamatan pada lampiran 1 )
Dari data waktu kerja, tidak diperoleh data yang mempunyai kesamaan angka 4 desimal. Sehingga yang diambil sebagai waktu kerja yang terbaik adalah data yang mempunyai kesamaan angka 3 desimal dan angka ke 4 desimalnya berdekatan satu sama lain.
Tidak diperolehnya kesamaan angka 4 desimal ini kemungkinan disebabkan oleh pemakaian alat yang kurang tepat walaupun alatnya sendiri dalam kondisi baik.
4.3.3 Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B
Pembuatan kurva kalibrasi larutan Rhodamin B dilakukan dengan membuat larutan dengan berbagai konsentrasi pengukuran yaitu 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 ppm, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 544 nm. Linearitas kurva kalibrasi larutan Rhodamin B dapat dilihat pada gambar 2. (Data pengamatan dan perhitungan pada lampiran 3)
(52)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Gambar 4. Kurva kalibrasi Larutan Rhodamin B dengan Berbagai Konsentrasi
secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada Panjang Gelombang 544 nm
Dari hasil perhitungan persamaan regrasi kurva kalibrasi diatas diperoleh persamaan garis y = 0,2053x + 0,004626264 dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara kadar dan serapan. Artinya, dengan meningkatnya konsentrasi maka absorbansi juga akan meningkat. Hal ini berarti terdapat 99,99 % data yang memiliki hubungan linier (Sudjana, 2002)
4.3.4. Kadar Rhodamin B pada sampel
Penetapan kadar Rhodamin B dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri sinar tampak.
Hasil penetapan kadar Rhodamin B pada sampel dapat dilihat pada tabel 2. (Hasil perhitungan kadar, analisa statistik dan analisa kadar Rhodamin B dalam sampel dapat dilihat pada lampiran 4,5 dan 6)
(53)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Tabel 3. Kadar Rhodamin B pada sampel
No sampel Kadar Rhodamin B
(mg/g)
Standar Deviasi (SD)
1. Miss Rose 0,6096 ± 0,00052 0,000791
2. Lindor no 24 1,4461 ± 0,0260 0,0164
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar Rhodamin B dalam kedua lipstik cukup besar. Hal ini sangat menbahayakan para konsumen. Karena semakin besar kemungkinan Rhodamin ini masuk ke dalam tubuh dan memberikan efek toksik. Dimana LD50 dari Rhodamin B ini adalah 89,5 mg/kg.(Lyon, 1978)
Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintetik yang tidak boleh dipergunakan dalam kosmetika. Apabila dipergunakan sebagai sebagai pewarna kosmetika dapat menimbulkan iritasi pada kulit, serta menyebabkan kerusakan hati jika terpapar dengan konsentrasi yang tinggi.
Hal itu disebabkan karena Rhodamin akan menumpuk di lemak sehingga dalam jangka waktu yang lama jumlahnya akan terus bertambah didalam tubuh dan dapat mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh sampai mengakibatkan kematian.
Rhodamin B dilarang digunakan untuk produk kosmetika khususnya pada lipstik. Hal ini disebabkan pada lokasi pemakaian jenis kosmetika tersebut yaitu mulut, merupakan daerah yang paling sensitif terhadap pemakaian pewarna tekstil. Efek Rhodamin pada mulut dapat menimbulkan iritasi sampai terjadi peradangan.
Pengaruh atau efek samping yang ditimbulkan dapat dijelaskan karena proses pembuatan zat warna sintetis umumnya melalui perlakuan dengan
(54)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
pemberian asam sulfat atau asam nitrat sering terkontaminasi oleh logam berat yang bersifat racun. (Sardjimah,1996)
4.3.4. Uji Validasi Metode Analisis
Pada penelitian ini dilakukan juga uji validasi metode dengan maksud untuk melihat sejauh mana kebenaran metode yang digunakan. Salah satu uji validasi tersebut adalah uji perolehan kembali. Dalam hal ini uji perolehan kembali dilakukan pada sampel lipstik lindor no.24, dimana sejumlah larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya ditambahkan ke dalam sampel lipstik yang sudah diketahui kadarnya. Hasil perolehan kembali yaitu 97,78%.(Hasil perhitungan pada lampiran 8)
Rentang rata-rata hasil uji perolehan kembali yang diizinkan untuk 1 ppm unit yang diperiksa adalah 80-110 %. (WHO,1992). Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa persen perolehan kembali dapat diterima dan dapat disimpulkan bahwa metode yang dilakukan cukup akurat.
Untuk uji presisi dilakukan dengan parameter SD dan RSD. Dari perhitungan diperoleh harga SD sebesar 0,0164 dan RSD sebesar 1,1341%. Dimana syarat dari RSD tidak boleh lebih dari 2 %. (WHO, 1992) Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki presisi yang baik. (Hasil perhitungan pada lampiran 6)
Selain itu juga dilakukan parameter uji validasi yang lain yaitu batas deteksi dan batas kuantitasi. Batas deteksi dan kuantitasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah berturut-turut 0,0471 mcg/ml dan 0,1573 mcg/ml. (hasil perhitungan pada lampiran ke 9)
(55)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
1. Bahwa Rhodamin B masih digunakan sebagai bahan pewarna pada lipstik
yang ditemukan di Pusat Pasar Kota Medan
2. Rhodamin B pada lipstik dengan kode A (Lindor) sebesar 1,4461 ± 0,0260
mg/g dan pada lipstik dengan kode F (Miss Rose) sebesar 0,0696 ± 0,00052 mg/g. Hal ini dapat berbahaya bagi kesehatan tubuh mengingat Rhodamin B dapat terakumulasi di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama.
5.2. Saran
1. Disarankan kepada masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih dan
(56)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 1990. Permenkes RI No. 376/Menkes/Per/1990 tentang Bahan, Zat
Warna , Pengawet, dan Tabir Surya pada Kosmetika. Jakarta:
Departemen Kesehatan
Anonimb. 1990. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan makanan
No. 00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri kesehatan No. 239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Jakarta: Departemen kesehatan
Anonimc. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Anonimd. 1997. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang
Kosmetika, Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Jakarta: Departemen Kesehatan
Anonime. 2006. BPOM/Berita-artikel/Kosmetika.
Aldrich. 1992. Aldrich Chemical Catalogue. Milwaukee, USA: Aldrich Chemical Company
Brauer, EW. 1982. The Status of Cosmetic in Society. Dalam: Frost P, Horwitz
SN, eds. Principles of Function for The Dermatologist. St.Louis: The CV
Mosby Co. Pages 2-10
Budavari, Susan. Editor. 1996. The Merck Index. Edisi 12. Whitehouse, USA: Merck & Co., Inc.
Lillie, R.D. Conn’s Biological Stains. Baltimore, MD. USA: Williams & Wilkins Day, R. A. and A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 394, 396-404.
Depkes, RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta. Halaman 744 Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta. Halaman Depkes, RI. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Ditjen POM.
Halaman 195-200
Ditjen POM RI. 2004. Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Kosmetik. Jakarta
(57)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Ditjen POM RI. 2001. Metode Analisis PPOMN. Jakarta
Gritter, Roy J, James M. Robbit. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan kedua. Bandung: Penerbit ITB
Gurr, Edward. 1971. Syntetic Dyes in Biology, Medicine, and Chemistry. London,England: Academic Press.
Jellinek, SJ. 1970. Formulation and Function of Cosmetic. New York: Wiley Interscience. Pages 15-28
Kligman, AM. 1982. Safety and Efficacy of Topical Drugs and Cosmetic. New York: Grune & Straton
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal 216-217.
Lyon. 1978. Monographs on the Evaluation of the carcinogenic Risk of Chemical
to Man. Volume 16. International Agency for Research on Cancer. Pages
221-231
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I.Yogyakarta.Penerbit PustakaPelajar. Hal 255.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1985. Kromatografi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sardjimah, A. 1996. Analisis Zat Warna (Buku Panduan Kuliah Analisis Obat,
Kosmetika dan Makanan). Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. 2003. Analisa Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Edisi Statistika. Edisi Keenam. Bandung. Penerbit Tarsito. Hal 168, 371
Tranggono, R.I., & Fatma, L. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Vogel, A.I.. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. Hal 809-810.
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia Press
(58)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Wells, FV., Lubowe II. 1964. Cosmetic and the Skin. New York: Reinhold Book Co. Pages 23
WHO. (1992). Validation of Analytical Procedures Used in Examination of
Pharmaceutical materials. WHO Technical Report Series. No. 823. Page
117
Yulianti, Nurheti. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Edisi Pertama. Yogyakarta: CV. ANDI Offset. Halaman 92-93
(59)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 1. Contoh Perhitungan harga Rf
(60)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 2. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Rhodamin B
No Menit ke- Serapan (A)
1. 1 0,4117
2. 2 0,4120
3. 3 0,4120
4. 4 0,4122
5. 5 0,4127
6. 6 0,4128
7. 7 0,4131
8. 8 0,4133
9. 9 0,4135
10. 10 0,4139
11. 11 0,4141
12. 12 0,4143
13. 13 0,4148
14. 14 0,4149
15. 15 0,4154
16. 16 0,4154
17. 17 0,4153
18. 18 0,4155
19. 19 0,4163
20. 20 0,4174
21. 21 0,4181
22. 22 0,4194
23. 23 0,4196
24. 24 0,4199
25. 25 0,4202
26. 26 0,4207
27. 27 0,4210
28. 28 0,4213
29. 29 0,4214
30. 30 0,4219
(61)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Waktu kerja larutan Rhodamin B diperoleh pada menit ke-15 sampai menit ke-18
Lampiran 3. Data Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B pada Panjang
(62)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi
No X Y XY X2 Y2
1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
2 1,0000 0,2120 0,2120 1,0000 0,0449
3 1,5000 0,3160 0,4740 2,2500 0,0996
4 2,0000 0,4150 0,8300 4,0000 0,1722
5 2,5000 0,5200 1,3000 6,2500 0,2704
6 3,0000 0,6190 1,8570 9,0000 0,3832
n= 6 ∑X = 10,0000
X = 1,6667
∑ Y = 2,0850 Y = 0,3470
∑XY = 4,6730 ∑X2
= 22,5000 ∑Y2= 0,9706
a =
b = 股– a X
= b = 0,347 – 0,2053 (1,6667)
= 0,2053 b = 0,0046
maka, persamaan regresinya adalah y = 0,2053 + 0,0046 r =
r =
(63)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Rhodamin B pada Sampel
Berat sampel yang ditimbang = 2,011 gram
Serapan (y) = 0,4072
Persamaan regresi y = 0,2053 + 0,0046
Kadar Rhodamin (x) 0,4072 = 0,2053 x + 0,0046
X =
X = 1,9609 mcg/g Rumus Perhitungan Kadar Rhodamin B : K =
Dimana K = Kadar total Rhodamin B dalam sampel (mcg/g)
x = kadar Rhodamin sesudah pengenceran V = Volume sampel (ml)
Fp = Faktor Pengenceran
BS= Berat sampel
Kadar Total Rhodamin B =
= 609,42 mcg/g = 0,609 mg/g
Kadar Rhodamin pada sampel yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.
(64)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 6. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam
lipstik Miss Rose
No Xi Xi- X (Xi-X)2
1 0,6094 0,0005 0,00000025
2 0,6088 0,0011 0,00000121
3 0,6098 0,0001 0,00000001
4 0,6108 0,0009 0,00000081
5 0,6097 0,0002 0,00000004
6 0,6108 0,0009 0,00000081
n=6 X = 0,6099 ∑ ( Xi-X) = 0,00000313
SD =
=
=
= 0,000791Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai ttabel
=2,57. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
thitung data 1 = 1,5479
thitung data 2 = 3,4055 (data ditolak)
thitung data 3 = 0,3095
thitung data 4 = 2,7863
thitung data 5 = 0,6191
(65)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Untuk itu dihitung kembali dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data ke- 2, 4, dan 6
No Xi Xi- X (Xi-X)2
1 0,6094 0,0002 0,00000004
3 0,6098 0,0002 0,00000004
5 0,6097 0,0001 0,00000001
n= 3 X =0,6096 ∑ ( Xi-X) =0,00000009
SD =
=
= 0,00021
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai = 0,05, dk = 2 diperoleh nilai ttabel
= 4,3027. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
thitung data 1 = 1,6393
thitung data 3 = 1,6393
thitung data 5 = 0,8196
(semua data diterima) Kadar Rhodamin B ( ) = X ± ( t x )
= 0,6096 ± ( 4,3027 x 0,00021) = 0,6096 ± 0,00052 mg/g
(66)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 7. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam
lipstik Lindor no 24
No Xi Xi-X (Xi-X)2
1. 1,4592 -0,0102 0.00010404
2. 1,6406 0.1712 0.02930944
3. 1,3913 -0,0781 0,00609961
4. 1,4 222 - 0,0472 0,00222784
5. 1,4529 - 0.0165 0,00027225
6. 1,4499 -0,0195 0.00038025
n= 6 X =1,4694 ∑ ( Xi-X)2 =0,03839343
SD =
=
=
0,0876Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai ttabel
=2,57. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
thitung data 1 = 0,2849
thitung data 2 = 4,7821 (data ditolak)
thitung data 3 = 2,1815
thitung data 4 = 1,3185
thitung data 5 = 0,4609
(67)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Untuk itu dihitung kembali dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data ke- 2
No Xi Xi-X (Xi-X)2
1. 1,4592 0,0241 0,00058081
3. 1,3913 -0,0438 0,00191844
4. 1,4222 -0,0129 0,00016641
5. 1,4529 0.0178 0,00031684
6. 1,4499 0.0148 0,00021904
n =5 X =1,4351 ∑ ( Xi-X)2 =0,00320154
SD =
=
= 0,02829
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai = 0,05, dk = 4 diperoleh nilai ttabel
=2,7765. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
thitung data 1 = 1,8976
thitung data 3 = 3,4760 (Data ditolak)
thitung data 4 = 1,0157
thitung data 5 = 1,4016
(68)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Untuk itu dihitung kembali dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data ke- 3
No Xi Xi-X (Xi-X)2
1. 1,4592 0,0131 0,00017161
4. 1,4222 -0,0239 0,00057121
5. 1,4529 0,0068 0,00004624
6. 1,4499 0,0038 0,00001444
n= 4 X =1,4461 ∑ ( Xi-X)2 =0,00080439
SD =
= = 0,0164
RSD =
= x 100% = 1,1341%
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai = 0,05, dk = 3 diperoleh nilai ttabel
=3,1824. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung data 1 = 1,6015
thitung data 4 = 2,9218
thitung data 5 = 0,8312
thitung data 6 = 0,4646
(Semua data diterima) Kadar Rhodamin B ( ) = X ± ( t x )
= 1,4461 ± ( 3,1824 x 0,00818) = 1,4461 ± 0,0260 mg/g
(69)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 8. Hasil Analisa Kadar Rhodamin dalam Sampel 1. Hasil Analisa Kadar Rhodamin dalam Sampel Miss Rose
No Berat
(gram)
Fp Absorbansi Kadar(mg/g) Kadar Sebenarnya
(mg/g)
1. 2,011 g
25/2
0,4072 0,6094
0,6096 ± 0,00052
2. 2,015 g 0,4076 0,6088
3. 2,009 g 0,4071 0,6098
4. 2,018 g 0,4109 0,6108
5. 2,006 g 0,4110 0,6097
6. 2,023 g 0,4097 0,6108
2. Hasil Analisa Kadar Rhodamin dalam Sampel Lindor no 24
No Berat
(gram)
Fp Absorbansi Kadar(mg/g) Kadar Sebenarnya
(mg/g)
1. 2,054 g
25/1
0,4948 1,4592
1,4461 ± 0,0260
2. 2,093 g 0,5686 1,6406
3. 2,030 g 0,4685 1,3913
4. 2,051 g 0,4844 1,4222
5. 2,057 g 0,4955 1,4529
(1)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
(2)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
(3)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Lampiran 12. Plat KLT Hasil Uji Kualitatif
Plat A
B S(A)+B S(A) S(B) +B S(B) S(C)+B S(C) S(D)+B S(D)
Keterangan : B = baku pembanding
S+B = baku pembanding+sampel
S(A) = sampel A (Lindor No 24)
S(B) = sampel B (Valentime Ruby)
S(C) = sampel C (Raffini)
(4)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Plat B
B S(E)+B S(E) S(F)+B S(F) S(G)+B S(G) S(H)+B S(H)
Keterangan : B = baku pembanding
S+B = baku pembanding+sampel
S(E) = sampel E ( Olay)
S(F) = sampel F (Miss Rose)
S(G) = sampel G (Pond’s 02)
S(H) = sampel H (Quina)
(5)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
(6)
Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.