Government. Sedangkan pejabat-pejabat kota dan lokal, pada umumnya sangat dalam bergelimang dalam tindak korupsi.
Korupsi itu merupakan produk daripada meluasnya partisipasi politik di kalangan masyarakat luas, berkat meningkatnya taraf pendidikan dan sistem
informasi namun mereka tidak tersosialisir dalam lembaga-lembaga politik yang ada. Dengan kata lain apabila proses mobilitas vertikal ke atas dalam mesin politik
dan birokrasi politik tidak mungkin berlangsung, maka akan terjadi banyak korupsi; sedang cara-cara inkonvensional serta inkonstitusional untuk usaha
mobilitas vertikal, akan lebih merajalela. Pengurangan jumlah korupsi dalam situasi sedemikian ini hanya bisa
berlangsung dengan jalan reorganisasi, dan restrukturalisasi kekuatan-kekuatan sosial yang baru muncul dalam sistem politik tadi. Korupsi juga banyak
berlangsung dalam masyarakat yang mengutamakan egoisme atau pementingan diri sendiri, yaitu kepentingan individual, keluarga, clan, kelompok, kliek, dan
suku sendiri. Pada umumnya peristiwa sedemikian ini disebabkan oleh tidak adanya partai-partai politik yang efektif, contohnya di Negara Iran zaman Syah
Reza Pahlevi, Muang Thai dan Philipina dengan sistem kepartaian yang lemah maka korupsi demi kepentingan individual dan familiar berkembang dengan
suburnya.
B. Praktek-Praktek Korupsi di Indonesia Korupsi Serta Latar Belakang Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang hingga saat kemerdekaan, sebagian besar dari rakyat Indonesia adalah petani dan protelar tanpa harta benda.
Maka di alam merdeka muncullah dorongan yang amat kuat di tengah masyarakat kita untuk menaikkan taraf kehidupan dan memperbaiki status sosial, khususnya
terdapat di kalangan para pemimpin. Sebagai hasil daripada proses pendidikan yang lebih baik di zaman
kemerdekaan ini, muncullah aspirasi-aspirasi materiil, harapan dan ambisi-ambisi yang kuat untuk mengangkat diri. Muncullah kemudian garda pendobrak di alam
Orde Baru, dengan harapan-harapan dan dorongan berprestasi yang kuat. Garda pendobrak tersebut memiliki emosi-emosi yang amat kuat untuk mengubah nasib
hidup sendiri dan nasib bangsanya dengan cara-cara yang radikal. Di tengah gejolak ambisi yang meluap-luap sedemikian itu tidak sedikit
tokoh pemimpin yang dihinggapi obsesi dorongan paksaan yang amat kuat untuk cepat menjadi makmur dan lekas menjadi kaya. Dengan segala daya upaya
orang berlomba menduduki kursi pimpinan yang “renes” atau “basah”, untuk cepat menjadi kaya dan makmur, dengan cara yang paling mudah dan bea yang
paling murah. Sehingga berkembang pola konsumsi mewah dan pola hidup “jet- jet”, tingkah laku menyeleweng, korupsi dan tindak pidana. Korupsi sedemikian
ini cepat berkembang, karena masa transisi itu mengandung banyak kelamahan di bidang hukum, sehingga memberikan banyak kesempatan bagi usaha-usaha
penyelewengan dan perbuatan illegal. Setiap kesempatan, tiap jabatan dan fungsi formal, dipakai sebagai alat untuk memperkaya diri, maka deviasi situasional
berkembang menjadi devisa endemis, ataupun deviasi sistematis.
Universitas Sumatera Utara
Ditambah dengan masuknya arus kebudayaan “modern” di tanah air yang sangat menjunjung tinggi aspirasi materiil dan kebudayaan uang, kebahagiaan
hidup dimulai dengan standard uang. Maka uang mendominir segala pertimbangan, uang menjadi moral kebenaran. Muncullah kemudian kelompok
OKB atau orang kaya baru “nouveaux riches”. Muncullah pula satu society atau kelompok elite megah dengan kekayaan yang melimpah-limpah, sebagai hasil dari
praktek-praktek koruptif. Maka koruptor-koruptor yang kaya raya, politisi yang berani dan ceroboh
pejabat-pejabat yang korupt baik yang sipil maupun yang berbaju uniform dan kaya raya, semua dipuja-puja dan dielu-elukan banyak orang. Tumpukan
kekayaan dan kemewahan hidup tadi menjadi selendang penutup bagi praktek- praktek korupsinya.
Praktek-praktek korupsi dalam bentuk pemerasan dan intimidasi banyak dilakukan oleh pejabat dan penguasa setempat. Tidak jarang mereka itu
menggunakan kekuatan senjata, “penodongan” tersebut terutama sekali ditujukan kepada usaha-usaha setengah legal, seperti perjudian dan pelacuran, perdagangan
narkotika dan minuman keras, serta mperusahaan-perusahaan yang belum disyahkan. Baik kaum politisi, maupun polisi, para penegak hokum, pejabat sipil
dan militer, tidak sedikit yang terlibat dalam praktek semacam ini. Kadang kala, mereka berfungsi sebagai dalang dibalik layar. Maka usaha-usaha tidak legal atau
setengah legal dijadikan sumber untuk merauk kekayaan bagi oknum-oknum yang korupt itu.
Universitas Sumatera Utara
Bank-bank gelap juga bisa menjadi sumber penghasilan bagi pejabat- pejabat lokal, dengan cara memberikan fasilitas pendiriannya. Bahkan juga
memberikan pengamanan dan perlindungan fisik dengan imbalan bayaran uang, atau justru dengan jalan setengah pemerasan dan paksaan. Banyak pula bank-bank
asing menjadi sumber penghasilan inkovensional, dengan dalih adanya keharusan member sumbangan kesejahteraan rakyat “fonds”, sehingga bank-bank tersebut
bisa diperas pada waktu-waktu tertentu. Penyuapan, penyogokan, pembelian dan barter, semua menjadi alat
infiltrasi bagi klas-klas ekonomi baru yang tengah menanjak kaum OKB untuk member kekuasaan politik dan status sosial, agar mereka bisa digolongkan dalam
klas elite. Maka kursi-kursi dan jabatan-jabatan dibidang legislative, eksekutif dan yudikatif ada kalanya diperjualbelikan atau dibarterkan dengan uang.
C. Korupsi Merupakan Iklim Yang Tidak Sehat