Bank-bank gelap juga bisa menjadi sumber penghasilan bagi pejabat- pejabat lokal, dengan cara memberikan fasilitas pendiriannya. Bahkan juga
memberikan pengamanan dan perlindungan fisik dengan imbalan bayaran uang, atau justru dengan jalan setengah pemerasan dan paksaan. Banyak pula bank-bank
asing menjadi sumber penghasilan inkovensional, dengan dalih adanya keharusan member sumbangan kesejahteraan rakyat “fonds”, sehingga bank-bank tersebut
bisa diperas pada waktu-waktu tertentu. Penyuapan, penyogokan, pembelian dan barter, semua menjadi alat
infiltrasi bagi klas-klas ekonomi baru yang tengah menanjak kaum OKB untuk member kekuasaan politik dan status sosial, agar mereka bisa digolongkan dalam
klas elite. Maka kursi-kursi dan jabatan-jabatan dibidang legislative, eksekutif dan yudikatif ada kalanya diperjualbelikan atau dibarterkan dengan uang.
C. Korupsi Merupakan Iklim Yang Tidak Sehat
Korupsi itu berkembang parallel dengan pesatnya kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi, usaha dan perdagangan. Kebutuhan-kebutuhan yang menanjak
disektor transport, pertanian, dan irigasi, pendidikan dan kesejahteraan rakyat, pembangunan perumahan, industri-industri berat yang semuanya memerlukan
budget milyaran dollar, memberikan kesempatan bagi kaum koruptor dan profiteer untuk ikut menangguk keuntungan dalam kesibukan pembangunan
tersebut. Kontrak-kontrak berhadiah dengan komisi-komisi tinggi, akan tetapi
dengan prestasi kerja minim dan merupakan bentuk penipuan terselubung,
Universitas Sumatera Utara
berlangsung dimana-mana. Hal ini merugikan Negara dan rakyat banyak namun menguntungkan sekali oknum-oknum dan golongan-golongan penguasa tertentu.
Izin pemberian kontrak dan lisensi-lisensi dengan bermacam-macam fasilitas dan pembebasan, banyak sekali diperdagangkan. Monopoli-monopoli dan
privilege-privilege diberikan oleh pejabat-pejabat atau penguasa kepada para kontraktor, den gan imbalan bayaran uang dalam jumlah besar. Semua itu adalah
penghasilan tambahan illegal yang dilegalkan. Konsentrasi jumlah uang yang sangat besar di tangan beberapa orang atau
sindikat perdagangan sering dipergunakan untuk menggoyahkan iman para pejabatfungsionaris melalui praktek penyuapan. Bahkan tidak sedikit bisa dibeli
dengan rupiah atau dolar. Sebagai contoh terdapat pengadministrasian secara hokum praktek-praktek prostitusi dan perjudian casino, lotto, jack pot, dan black
pot Tahun 1970, syatan paykiu dan koprok macao di kota-kota besar. Juga terdapat perdagangan minuman keras dalam bentuk industri kecil setengah legal.
Semuanya menjadi sumber yang bisa dieksplotir oleh golongan tertentu, misalnya oleh okmun polisi, oknum angkatan bersenjata dan pejabat-pejabat lokal.
Bahkan disamping pembayaran pajak-pajak bisaa, banyak pula merajalela pajak serta iuran-iuran liar diluar ketentuan resmi. Juga banyak intimidasi dan
pemerasan dilakukan oleh “orang-orang dalam”, gerombolan-gerombolan pemuda
Universitas Sumatera Utara
liar dan penjahat. Pemerasan bentuk ini dilakukan, baik terhadap rakyat biasa, maupun terhadap para pengusaha dan pedagang-pedagang.
Tindakan-tindakan penyelewengan
di bidang politik dan ekonomi itu jelas
menurunkan derajat moralitas politik dan moralitas business. Keduanya sama buruknya. Menurunnya kedua moralitas itu menambah berkembangnya praktek-
praktek korupsi. Maka berlangsunglah rangkaian interrelasi diantara kekuatan- kekuatan politik-ekonomi-moralitas-korupsi dalam wujud lingkaran setan atau
vicios circle yang sulit dipecahkan. Disamping itu, ada usaha-usaha untuk mengendalikan dan mengontrol
perdagangan secara intensif oleh pemerintah dan pejabat-pejabat formal, sehingga ikhtiar ini menumbuhkan etatisme ikut campurnya pihak pemerintah secara
berlebih-lebihan. Peristiwa inilah justru menyuburkan praktek-praktek penyelundupan, penyuapan dan korupsi, yang didalangi oleh kaum koruptor,
yaitu: pejabat-pejabat dan para penegak hukum yang korupt. Jelaslah , bahwa relasi “akrab” antara sektor business dan pemerintah
akrab namun sifatnya deviatifmenyimpang dalam periode modernisasi dan pembangunan dewasa ini, membuka banyak kesempatan bagi kaum koruptor
untuk menangguk keuntungan pribadi. Penanaman modal asing dan hadirnya pengusaha-pengusaha asing di tanah
air juga ikut merangsang berkembangnya korupsi. Kekuasaan memberikan perizinan, fasilitas usaha monopoli ekonomi tertentu. Disamping itu juga
membuka kesempatan bagi pejabat-pejabat eksekutif dan tokoh-tokoh politik kunci untuk berbuat korupt, dengan dalih berhak mendapatkan imbalan jasa dalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk jutaan rupih atau milyunan dollar. Maka para penanam modal dan pengusaha asing itu harus pandai-pandai mengikat pertalianaliansi dengan para
“policy makers” dan “decision makers” baik yang lokal maupun yang ada di Pusat. Lalu terbinalah dwi aliansi diantara bidang politik eksekutif dengan
business, atas dasar kerjasama dan saling menguntungkan. Di negara kita ini tampaknya lebih mudah bagi orang muda yang ambisius
untuk menjadi tokoh politik terkemuka, atau menjadi Menteri dalam suatu Kabinet melalui jenjang-jenjang politik, daripada mendapatkan sukses di bidang
usaha dan business. Sebabn ya ialah fungsi politik memberikan kesempatan luas untuk menduduki jabatan eksekutif. Dan jabatan inilah yang memberikan banyak
fasilitas untuk beraliansi dengan tokoh-tokoh business, ataupun membuat macam- macam firma dan perusahaan sendiri.
Maka jalan paling singkat bagi pejabat-pejabat kunci untuk mendapatkan keuntungan pribadi ialah dengan jalan, mengadakan barter, memberikan lisensi
dan fasilitas dengan keuntungan jutaan rupiah atau dollar. Jabatan-jabatan sedemikian inilah yang disebut dengan tempat-tempat basah dalam hierarki
eksekutif. Perkembangan sumber-sumber kekayaan dan keuatan yang baru itu
memang memberikan banyak celah untuk berlangsungnya tindak korup, terutama korupsi materiil dari klas-klas sosial menengah dan tinggi namun jelas bagi kita,
bahwa korupsi itu menjadi tanda-tanda pengukut bagi : 1.
Tidak adanya perlembagaan politik yang efektif 2.
Tidak adanya partisipasi politik dari sebagian besar rakyat Indonesia: khususnya rakyat miskin dan masyarakat di daerah pedesaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Tidak adanya badan hukum dan sanksi yang mempunyai kekuatan riil.
27
Tampaknya tidak ada satu kekuatan atau otoritas di Negara kita ini yang mampu mengendalikan ambisi-ambisi materiil itu. Maka kekuasaan yang secara
impliciat mencakup kekayaan dan kekuatanforce dapat berperan secara maksimal. Tidak jarang berlangsung peristiwa sebagai berikut : tokoh-tokoh
politik itu secara informal merangkap menduduki fungsi-fungsi eksekutif dan yudikatif.
Asosiasi dengan ini, kekuasaan-kekuasaan penentuan anggaran, fungsi- fungsi ekonomis, pengadilan, administratif dan militer secara simultan dirangkap
atau ada di tangan pribadi-pribadi tertentu. Jadi ada fungsi daripada fungsi- fungsimulti-fungsi di tangan pejabat-pejabat tadi. Tokoh-tokoh penguasa
sedemikian inilah yang mempunyai relasi akrab dengan modal-modal dan kekuatan-kekuatan asing. Dalam hal ini para penanam modal asing dan
pengusaha-pengusaha asing itu secara “gallant” memberikan peluang bagi para pejabat untuk menjadi koruptor-koruptor potensial.
27
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, CV. Rajawali, Jakarta, 1991, hal.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERANAN DAN KEWENANGAN HAKIM