BAB IV PERANAN DAN KEWENANGAN HAKIM
DALAM MEMBERANTAS KORUPSI
A. Kewenangan Hakim Dalam Usahanya Memberantas Tindak Pidana
Korupsi Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2001
Kewenangankekuasaan merupakan
suatu hak yang diberikan oleh undang-undang yang mana dibenarkan menurut peraturan yang ada. Semua
tingkat pengadailan yang menurut wilayahnya dapat mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan memperhatikan kewenangan absolute yakni
kekuasaan atribusi yang ada serta kekuasaan relatifnya yaitu ketentuan jenis pengadilan yang mana kesemuanya diatur dalam udang-undang.
Kewenangan pengadilan mengacu pada ketentuan peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 12 Ayat 1 yang mana
terdapat dalam Undang-undang Peradilan umum. Hukum pidana merupakan ilmu yang berkembang mengikuti perkembangan zaman dan dibuat berdadarkan
substabsial artinya hukum pidana adalah ilmu yang bersifat mengikuti perkembangan dengan perkataan lain sangat universal tetapi dapat juga secara
Universitas Sumatera Utara
khusus. Dari sinilah muncul peran serta hakim dalam memberantas tindak pidana korupsi tetapi belum begitu secara optimal dalam melakukan pemberantasan
korupsi namun usaha yang dilakukan oleh para hakim dalam taraf peoptimalan usaha tersebut, dikarenakan Undang-undang yang ada mengenai tindak pidana
korupsi telah ada dan memberikan kekuasaankewenangan bagi para hakim dalam memberantasnya.
Alat-alat bukti yang diajukan oleh para penggugat-penggugat dalam pengajuan gugatan di Pengadilan kehadapan Majelis Hakim yaitu :
1. Bukti 1 : satu unit CPU Pentium 166, 16 RAM; 2. Bukti 2 : satu buah monitor IBM 14 Inch;
3. Bukti 3 : satu pasang speaker; 4. Bukti 4 : satu buah meja computer
5. Bukti 5 : satu unit mouse computer 6. Bukti 6 : satu unit mouse digetech 3 tombol;
7. Bukti 7 : satu unit printer BJC 8. Bukti 8 : satu unit Digetezer Wacoom, Artz, A4;
9. Bukti 9 : satu buah kamera Cannon digital Powershot 350 10. Bukti 10 : satu buah VCD compo Sonny V-800
11. Bukti 11 : satu unit writer Mitshubishi Cdr-74 keyboard 104 keys; 12. Bukti 12 : satu buah lemari es Samsung SR 258, 2 pintu
Disinilah letak peranan penting alat bukti yang dibutuhkan untuk memperkuat dalil-dalil gugatan dari penggugat agar dapat dimenangkan olehnya.
Dalam prakteknya sangat sulit mengakui surat gugatan sebagai suatu kebenaran
Universitas Sumatera Utara
tetapi untuk mengulur dan memperlambat waktu seorang tergugat biasanya dengan cara berpura-pura ingin melakukan perdamaian dengan mengakui
kebenaran permohonan gugatan atau lebih mudah lagi dengan tidak menghadiri sedang dan tidak mengirimkan kuasa khusus untuk perkara perdata tersebut.
Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat pertama telah melakukan bagian penting dalam setiap
pengadilan dan proses peradilan yang mana kegunaannya sangat erat untuk terkuaknya suatu keberaran dari setiap perkara yang tengah disidangkan di
pengadilan. Pemeriksaan merupakan serentetan pertanyaan yang dikemukakan oleh masing-masing kuasa hukum dari kedua pihak yang tengah menjalani proses
peradilan di dalam sidang pengadilan. Membuktikan adalah memberikan memperlihatkan bukti, melakukan
sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyatakan bahwa sesuatu benar telah terjadi mengenai perkara yang tengah disidangkan di
pengadilan. Tujuan dari pembuktian ini dilakukan untuk menyelesaikan perkara tadi dengan mendengarkan keterangan dari masing-masing pihak yang
bersengketa. Hal inilah yang yang dilakukan oleh hakim dalam memutuskan kasus tindak pidana korupsi yang diserahkan padanya.
Pada saat proses pemeriksaan disinilah para pihak diharuskan mengungkapkan kebenaran melalui bukti-bukti yang ada dengan dalil-dalil yang
nyata. Dalam proses persidangan di pengadilan seorang hakim haruslah bahkan dituntut untuk bersifat teliti dalam mendengarkan kesaksian yang diutarakan oleh
masing-masing saksi yang dihadirkan oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
Universitas Sumatera Utara
Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat tidak berhasil
membuktikan dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan wanprestasi yang diajukannya ke muka persidangan pengadilan akan ditolak, sedangkan apabila
berhasil, gugatannya akan dikabulkan. Kemudian hal-hal pembuktian apabila terbukti dimasukkan juga di dalam putusan hakim yaitu pada alasan-alasan yang
cukup. Berbicara tentang korupsi yang terjadi di negeri ini tidak akan pernah ada
habisnya karena sudah merupakan jadi budaya di kalangan masyarakat luas. Dalam tulisan ini, penulis ingin menunjukan bahwa masalah korupsi adalah
masalah budaya sekaligus juga masalah pendefenisian, pemaknaan dimana tergantung relasi kekuasaan sebagaimana defenisi teoris.
28
Gejala sosial korupsi tidak dapat dipahami tanpa memahami hal-hal yang bukan korupsi, artinya tindakan korupsi berada dalam kerangka perangkat yang
jika berdiri sendiri tidak akan terlihat korupt. Dengan kata lain, korupsi hanya dapat dipahami secara kontekstual dan realsional dengan gejala lain.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa budaya politik tradisional jaman dulu mempengaruhi budaya politik kita sekarang ini. Apa yang kita capai
sekarang adalah buah dari pekerjaan kita dimasa lalu. Sebagai contoh budaya pengkhianatan di era Raja Jawa dulu sampai sekarang masih sering kita jumpai.
Misalnya elit politik saling jegal menjegal untuk mendapatkan kekuasaan, bahkan
28
Jhonson BS Rajagukguk, Op.Cit,Hal 13.
Universitas Sumatera Utara
contoh lebih ketara lagi, begitu gencarnya poros tengah mengolkan Gusdur menjadi Presiden RI yang ke-4, tetapi poros tengah juga yang menjatuhkan.
Begitu juga perbedaan status di era dulu, antara hak anak raja, bangsawan dan anak dari rakyat biasa, sampai sekarang masih sangat teras. Hal ini dibuktikan
jika berurusan dengan birokrasi, rakyat biasa selalu ditelantarkan. Dalam arti belum ada birokrasi yang rasional dan masih banyak lagi contohnya yang tidak
mungkin diungkapkan satu persatu. Organisasi yang sudah berkembang menjadi besar, hubungan antar sesame
anggotanya dapat dikatakan bertambah kompleks dan rumit dengan tumbuhnya organisasi menjadi besar, diperlukan dukungan personil yang juga besar. Namun
disinilah mulai mengintip bahaya. Selain masalah birokrasi yang sering terlampau bertele-tele, muncul pula ekses lain dalam hubungan kerja. Untuk menjalankan
roda pemerintahan, setiap instansi pemerintah sudah menetapkan jenjang karier para pegawainya.
Hubungan antara bawahan dan atasan dengan cara upeti-upetian ataupun pemberian oleh-oleh yang tidka perlu untuk atasan dari bawahan apabila atasan
inspeksi atau berkunjung, adalah kebiasaan yang tidak sehat. Bahkan pemberian upeti semacam ini dapat berdampak negative lagi bagi bawahan, karena mereka
terpaksa harus melakukan perbuatan-perbuatan tercela demi mendapatkan simpati atasan.
Gaya kepemimpinan atasan dan bawahan yang begini sudah sepeatutnya dihapus. Atasan seharusnya lebih dahulu bertindak sebagai bapak yang baik
kepada bawahannya, tanpa lebih dahulu diembel-embeli dengan upeti.
Universitas Sumatera Utara
Korupsi yang terus dibiarkan tumbuh dan bekembang yang akan terus merusak moral sekaligus tatanan kerja yang telah ditetapkan, hasilnya bukan tidak
mungkin menghasilkan ketidak cakapan seseorang dalam produktifitas kerja. Hal inilah yang berusaha diberantas oleh para hakim di pengadilan sebagai tuntutan
kerja para hakim yang juga rentan akan korupsi di dalam lembaga dunia peradilan dan pengadilan.
Kasus-kasus korupsi yang diharapkan kepada para hakim sebagai salah satu aparat yang diharapkan dapat membongkar dan mengembalikan uang Negara
yang dikorup oleh para koruptor serta jalan bagi para hakim untuk dapat mengubah pandangan masyarakat bahwa hakim tidak mampu menyelesaikan
kasus korupsi karena mereka merupakan bagian dari koruptor tersebut. Loyalitas para hakim terhadap undang-undang dan keadilan disini sangat diharapkan guna
dapat memberikan keadilan bagi rakyat, bangsa dan Negara khususnya pengadilan negeri Medan, tempat dimana penulis mencari dan mengumpulkan data dalam
penyelesaian skripsi ini.
B. Peranan Hakim Dalam Upayanya Memberantas Tindak Pidana Korupsi Indonesia
Pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu topik pembahasan yang panjang sejak lama, maka tatkala Jaksa Agung mencanangkan tekad dan
keluarnya keputusan presiden yang tidak lepas dari semangat untuk mewujudkan dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagai salah satu
Universitas Sumatera Utara
perwujudan dari pelaksanaan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen.Ini juga tercermin untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Pemberantasan kasus-kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh pengadilan yang dibebankan pada hakim untuk menyelesaikannya, sejauh ini
dilaksanakan sesuai sebagaimana mestinya walau masih banyak terdapat kendala disana-sini yang dijumpai oleh para hakim dalam upaya pemberantasannya.
Salah satu peranan hakim dalam upaya pemberantasan kasus tindak pidana korupsi terdapat di Pengadilan Negeri Medan yang terdapat dalam No.305Pid.
B1999PN.Mdn, yang mengadili proses kasus korupsi dengan terdakwa Pramono Sigit.
29
Hakim menjatuhkan hukuman kepada Pramono Sigit dengan dasar pertimbangan tentang unsur barang siapa, unsur ini semata-mata untuk
menunjukkan bahwa tindak pidana tersebut umum, satu dilitacomuni tanpa mensyaratkan kualitas tertentu dari pelakunya, karena siapapun orangnya dapat
dipertanggung jawabkan secara dapat dituntut berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 sub Undang-undang No.3 Tahun 1971 tersebut dalam casus in casu.
Pertimbangan hakim juga berdasarkan unsur melawan hukum disini adalah perbuatan yang secara formil dan materil bertentangan dengan ketentuan atau
berlawanan dengan hukum. Undang-undang, peraturan berdasarkan keterangan saksi Ismail Murin SH, Junus Siregar, Ahmad Yuini SH dan saksi-saksi lainnya
bahwa Pramono Sigit sebagai kepala penggajian dan asuransi mempunyai
29
Putusan Pengadilan Negeri Medan No.305Pid.B1999PNMedan
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab untuk membuat daftar gaji, melakukan pemotongan dan pungutan uang iuran Jamsostek. Selain itu juga terdapat unsur memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau badan Pasal 1 Ayat 1 sub b Undang-undang No.3 Tahun 1971.
Berdasarkan fakta-fakta dipersidangan bahwa terdakwa Pramono Sigit
sebagai terdakwa jelas melakukan tindak pidana korupsi yang melwan hokum yang telah mempergunakan sarana yang ada padanya untuk kepentingan dirinya
sendiri telah memperkaya dirinya sendiri secara melawan hak. Berdasarkan hal- hal tersebut yaitu Pasal 1 ayat 1a UU No.3 Tahun 1971 memperkaya diri sendiri
terbukti dengan sah menurut undang-undang.
22
Selain itu majelias hakim juga berpendapat adanya hal-hal yang memberatkan Pramono Sigit yaitu :
Perbuatan terdakwa Pramono Sigit dapat menghilangkan kepercayaan
masyarakat terhadap usaha pemerintah melalui program jamsostek.
Terdakwa telah menikmati hasil perbuatannya yang bertentangan dengan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri.
Menimbang berdasarkan hal-hal inilah hakim mengadili dan menjatuhkan putusan yang menghukum Pramono Sigit terbukti melakukan tindak pidana korupsi
dengan penjara 1 tahun membebankan terdakwa Pramono Sigit untuk membayar biaya perkara.
Dari putusan ini dapat terlihat bahwa hakim berusaha menjalankan tugasnya dengan baik dan konsisten dengan undang-undang. Hakim berupaya
memberikan kinerja yang maksimal dalam pemberantasan korupsi dengan
Universitas Sumatera Utara
mengadili kasus yang diserahkan padanya, serta memberikan putusan yang sesuai dan yang diinginkan oleh undang-undang.
Kendala yang dihadapi oleh para hakim yang ada di pengadilan negeri Medan susahnya atau sulitnya membawa kasus korupsi ke pengadilan. Hal ini
jauh lebih sulit dibandingkan membawa kasus konvensional. Sulitnya membawa kasus korupsi kepermukaan atau ke pengadilan karena dikhawatirkan akan
mengungkap kebobrokan dari para pejabat yang menguasai Negara ini dengan kekuasaan selain tidak sedikitnya aparat penegak hukum yang terlibat di dalam
kasus korupsi tersebut. Masalah para penegak hukum seperti politi, jaksa dan hakim yang
menangani kasus korupsi memang banyak korupsi. Mereka memang cenderung korup dan banyak terbukti di lapangan memperkuat anggapan tersebut. Salah satu
pendorong atau faktor banyaknya pejabat ataupun aparat penegak hukum korupsi disebabkan umumnya melibatkan bisnis miliaran ataupun trilyunan rupiah
maupun dollar. Masalah yang dihadapi oleh seorang hakim selain sulitnya
mengetengahkan kasus korupsi kepermukaan, kendala lain yang dihadapi hakim di pengadilan negeri adalah sulitnya menghadirkan terdakwa kedepankemuka
persidangan guna diadili yang dalam hukum sering disebut in absentia. Kurangnya petugas hukum ataupun aparat hukum yang menangani masalah
korupsi.
Universitas Sumatera Utara
Kendala yang lain yang dihadapi oleh hakim dipersidangan saat di pengadilan terlebih saat pemberian hukuman ataupun putusan yang sering
membuat para hakim jadi bingung adalah belum adanya yuris prudensi tentang pembayaran uang pengganti korupsi yang merupakan pidana tambahan, tetapi
tidak diatur tentanag kurungan pengganti jika tidak dibayar uang pengganti yang dikorupsi, yang ada hanyalah fatwa Mahkamah Agung, jadi timbul pertanyaan
yang tentu akan muncul dari masyarakat bagaimanakah cara menagih uang pengganti tersebut dan apakah cukup hanya fatwa Mahkamah Agung memberi
kepastian hukum. Keberhasilan terhadap pemberantasan korupsi disamping sangat
bergantung kepada kejujuran seorang hakim dan pada ketersediaan instrument- instrument hukum berupa ketersediaan aturan main yang jelas salah satunya
berupa uang pengganti tadi. Perlu adanya juga suatu komitmen yang jelas dan tegas terhadap hukum yang jelas termasuk ketersediaan aparat penegak hukum
yang handal dan tidak korup. Jika hal-hal yang telah dipaparkan tidak tersedia dengan baik dalam arti tidak bersedia tenaga para penegak hukum atau bahkan
para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim melakukan tindakan korup, hal tersebut justru malah menambah jumlah kasus korup, mengingat korupnya para
petugas ataupun aparat hukum tersebut menambah kerugian Negara.
C. Hambatan Bagi Hakim Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Pemberantasan korupsi telah menggema ke seluruh dunia dan telah menjadi salah satu pembahasan yang panjang sejak lama, dan setelah Presiden
Republik Indonesia mengatakan akan memberantas korupsi yang ada di Negara ini, perbincangan soal korupsi tambah menggebu.
Pada dasarnya reaksi yang muncul terhadap pemberantasan korupsi dapat terbagi dua yang menurut penulis antara lain reaksi pertama akan muncul dari
pelaku korupsi itu sendiri yang kedua muncul dari orang yang berusaha mencari keuntungan dari pelaku dengan melindungi pelaku korupsi tersebut.
Satu pihak ada yang optimis jika pemberantasan korupsi, pihak yang optimis jika korupsi diberantas muncul dari masyarakat karena terbayang akan
adanya perubahan dalam hukum dan kesejahteraan masyarakat kita. Dari penelitian yang penulis lakukan dipengadilan, bahwa para hakim pengadilan
Negeri Medan berupaya menjalankan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat.
Hakim memberikan seoptimal mungkin keadilan yang didambakan oleh masyarakat. Dalam kasus korupsi yang penulis amati dari data yang diperoleh dari
pengadilan Negeri Medan, penulis berpendapat walaupun hakim menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang tetapi menurut penulis
penjatuhan hukuman belumlah mampu membuat seorang koruptor itu jera terhadap perbuatannya. Karena korupsi tidak hanya merugikan Negara sebagai
korban dari para koruptor tersebut tetapi hal yang lebih besar lagi daripada kerugian Negara yang timbulkannya, hal yang terbesar akan hilang dari sikap
Universitas Sumatera Utara
yang mengkorupsi uang Negara adalah melarat rakyat dan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah ini.
Usaha kebijakan pemberantasan korupsi untuk membuat para koruptor jera terhadap perbuatannya layaknya pemberian hukuman mati, penulis mengatakan
pemberian hukuman mati karena para koruptor dengan perbuatan yang memperkaya diri sendiri telah membuat rakyat menjadi tersiksa dan sulitnya
mencari pekerjaan yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan mematikan sumber pencarian mereka dengan peningkatan harga kebutuhan hidup,
yang pada akhirnya akan membunuh generasi muda yang masih dalam pertumbuhan.
Permasalahannya sekarang sanggupkah penerapan hukum yang ada sekarang untuk memberantas korupsi guna menyelamatkan bangsa dan negara dan
mengamankan uang rakyat dari para koruptor, serta mengembalikan uang rakyat yang telah dikorup oleh para pejabat negara. Inilah yang akan menjadi tugas berat
dari para hakim yang ada dalam republik ini dalam menunjukkan loyalitas pengabdian kepada negara ini dan meminimkan anggapan masyarakat bahwa
aparat penegak hukum adalah sebagian dari para koruptor.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN