Analisis Yuridis Terhadap Pembayaran Zakat Dalam Pengenaan Pajak Penghasilan

(1)

TESIS

Oleh

SELFIANA EFRIDA LUBIS

117011150/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SELFIANA EFRIDA LUBIS

117011150/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Bastari, MM)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) (Dr. Utary Maharani Barus, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Bastari, MM

Anggota : 1. Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD 2. Dr. Utary Maharani Barus, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

Nama : SELFIANA EFRIDA LUBIS

Nim : 117011150

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBAYARAN

ZAKAT DALAM PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : SELFIANA EFRIDA LUBIS Nim :117011150


(6)

membayar zakat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto mengatur bahwa pembayaran zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) pada PPh. Namun, banyak WP Orang Pribadi pemeluk agama Islam atau muzaki yang belum memanfaatkan pembayaran zakat sebagai pengurang PKP pada PPh.

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni bagaimana zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan Wajib Pajak, bagaimana pemenuhan aspek keadilan dari zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan dan apa faktor-faktor penghambat dalam penerapan zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan.

Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan bersifat deskriptif dengan pendekatan perundang-undangan, yaitu menggambarkan dan menelaah semua undang-undang yang bersangkut paut dengan pembayaran zakat dalam pengenaan PPh. Jenis penelitian yang digunakan metode penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan.

Pembayaran zakat dapat mengurangi besarnya beban PPh melalui pengurangan Penghasilan Neto. Jenis zakat sebagai pengurang PKP adalah semua jenis zakat mal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang pembayarannya dilakukan di Badan Amil Zakat /Lembaga Amil Zakat (BAZ/LAZ) yang dibentuk dan disahkan Pemerintahdimana Bukti Setor Zakat (BSZ) disertakan dalam pelaporan SPT Tahunan WP. Zakat sebagai pengurang PPh memenuhi asas keadilan horizontal dalam pemungutan pajak dimana WP dengan penghasilan neto dan membayar zakat yang sama akan dikenakan PPh yang sama serta asas keadilan vertikal dimana WP dengan penghasilan neto dan pembayaran zakat yang berbeda akan dibebani jumlah PPh yang berbeda. Faktor-faktor penghambat dalam penerapan zakat sebagai pengurang PPh adalah keterbatasan jumlah BAZ/LAZ yang dibentuk dan disahkan Pemerintah, kewajiban menyertakan BSZ yang asli atau fotocopy yang dilegalisir oleh BAZ/LAZ pada pelaporan SPT Tahunan serta kurangnya sosialisasi dari petugas Pajak maupun petugas BAZ/LAZ dalam penyuluhan zakat sebagai pengurang PKP pada PPh. Berdasarkan dari kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut : zakat bukan hanya diposisikan sebagai pengurang PKP pada PPh tetapi dapat sebagai pengurang pajak terutang(kredit pajak), Pemerintah seharusnya mengeluarkan peraturan yang mempertegas bahwa zakat yang dimaksud adalah semua jenis zakat mal. Untuk memenuhi asas keadilan dalam pemungutan pajak, zakat yang tidak dibayar kepada BAZ/LAZ dapat juga sebagai pengurang PKP pada PPh. Pemerintah menambah jumlah BAZ/LAZ dan melakukan penyederhanaan dalam sistem pembuktian pada pembayaran zakat sebagai pengurang PKP pada PPh serta petugas Pajak sewaktu penyuluhan SPT khusus membahas materi zakat sebagai pengurang PKP pada PPh. Kata kunci : Pajak Penghasilan, Wajib Pajak, Zakat, Penghasilan Kena Pajak, Badan Amil


(7)

PPh (Income Tax). Some of Indonesian taxpayers are Muslims who have another obligation which is to be done; that is, paying zakat (obligation to contribute to those in needs or to religious activities). Law No. 36/2008 on PPh and Law No. 23/2011 on Managing Zakat, and the Regulation of Director General of Taxation No. PER-6/PJ/2011 on the Implementation of Payment and Making Proof of Payment on Zakat or Religious Donation, an Obligatory which can be reduced from Gross Earnings regulates that the payment of zakat as the reduction of PKP (Taxable Earnings) on PPh. However, many taxpayers are Muslims or muzaki do not use zakat as the reduction of PKP in PPh.

The problems in the research were as follows: how about zakat as the reduction of Taxpayers’ Income Tax, how about the fulfillment of righteousness aspect of zakat as the reduction of Income Tax, and what retarding factors in implementing zakat as the reduction of Income Tax.

The research used descriptive method with legislation approach which described and analyzed all laws about paying zakat related to PPh. The type of the research was judicial normative or library research.

Paying zakat can reduce the burden of PPh through the reduction of Net Earnings. The type of zakat which can reduce PKP was all types of zakat mal (charity given because one has more than enough). It is stipulated in Law No. 23/2011 on the Management of Zakat in which the payment is done in Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat (BAZ/LAZ), established and validated by the Government by submitting BSZ (Zakat Deposit Receipt) in SPT of annual taxpayer report. Zakat as the reduction of PPh fulfills horizontal righteousness principle in tax revenues in which the taxpayers who have net earnings and pay the same zakat will be subject to the same PPh, and vertical righteousness principal in which taxpayers who have net earnings and pay different zakat will be the subject to different PPh. The retarding factors in implementing zakat as the reduction of PPh are the limitation of the number of BAS/LAZ that has been established and validated by the government, the negligence in submitting authentic BSZ or its copy which has been legalized by BAZ/LAZ in the Annual SPT Report, and the lack of socialization of tax officials and BAZ/LAZ officials in counseling about zakat as the reduction of PKP in PPh. Based on the conclusion, it is recommended as follows: zakat is not only positioned as the reduction of PKP in PPh but also as the reduction of payable tax (tax credit). The government should issue a regulation which emphasizes that the zakat is all types of zakat mal. In order to fulfill the principle of righteousness in tax revenues, zakat which is not paid to BAZ/LAZ can also be the reduction of PKP in PPh. The government should add the number of BAZ/LAZ and simplify the proof of zakat payment as the reduction of PKP in PPh, and tax officials should discuss zakat material as the reduction of PKP in PPh in SPT counseling.

Keywords: Income Tax, Taxpayers, Zakat, Payable Tax Earnings, Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat


(8)

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang dengan rahmat dan inayah-Nya, tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS

TERHADAP PEMBAYARAN ZAKAT DALAM PENGENAAN PAJAK

PENGHASILAN”ini telah selesai, sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan, arahan dan bantuan, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh Dosen Pembimbing yaitu kepada Bapak Dr. Bastari, MM, Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, Ph.D., dan Ibu Dr. Utary Maharani Barus, SH, M.Hum yang telah membimbing demi selesainya tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Komisi Penguji Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum atas saran dan masukannya yang sangat membangun terhadap penulisan tesis ini.

Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih atas semua bimbingan, bantuan, dan dorongan secara khusus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas fasilitas yang diberikan kepada kami


(9)

Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua, Sekretaris dan Staf Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada :

a. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. b. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris

Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. c. Seluruh Staf Biro Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar serta Staf Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis.

5. Seluruh pihak yang telah memberikan informasi selama penulis melakukan penelitian.

6. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda H. Marahanib Lubis Rahimahullah dan Ibunda Hj. Halimatussya’diah Nasution Rahimahullah serta mertua Ayahanda Soewarno Rahimahullah dan Ibunda tercinta Hj. Amnah Badaw Hafizahullah , atas cinta kasih sayangnya dan Bapak Drs. H. Aam Djamhur dan Ibunda Hj. Tuty atas perhatian dan doanya.


(10)

menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh Abangda dan Kakanda serta seluruh Keponakan keluarga besar Ja hampung Lubis atas do’a dan dukungannya.

9. Seluruh teman-teman khususnya kelas Regular Khusus angkatan 2011 atas bantuan dan perhatiannya.

Akhirnya atas segala bantuan semua pihak, semoga mendapat balasan dari AllahSubhanahu Wa Ta’ala. Besar harapan penulis, tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Medan, Januari 2014 Penulis,


(11)

Nama : Selfiana Efrida Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/9 Pebruari 1973

Alamat : Kuantan Regency Cluster Garden

Blok I 11 Pekanbaru

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 40 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Nama Suami : Nanang R. Soewarno

Anak Kandung : Fauzi Ismi Pandapotan

Fadli Afit Pandapotan II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : Negeri 060823 (1979-1985)

Sekolah Menengah Pertama : Negeri 13 (1985-1988) Sekolah Menengah Ekonomi Atas : Negeri 3 (1988-1991)

Universitas : DIII Fakultas Ekonomi

STIE Harapan (1992- 1995)

Universitas : S1 Fakultas Hukum

Universitas Dharmawangsa (2008-2011)

Universitas : S2 Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas SumateraUtara (2011-2014)


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

1. Manfaat Teoritis ... 16

2. Manfaat Praktis ... 16

E. Keaslian Penelitian ... 16

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 18

1. Kerangka Teori ... 18

2. Konsepsi ... 22

E. Metode Penelitian ... 25

1. Spesifikasi Penelitian... 25

2. Teknik Pengumpulan Data ... 26

3. Alat Pengumpulan Data... 29

4. Analisis Data... 30

BAB II ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ... 31

A. Jenis Zakat Sebagai Pengurang Pajak Penghasilan ... 31


(13)

A. Keadilan Menurut Hukum ... 61

B. Keadilan Menurut Fiqih Islam... 65

C. Keadilan Dalam Perpajakan ... 72

D. Aspek Keadilan Pada Zakat Sebagai Pengurang Pajak Penghasilan ... 81

1. Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi 81 2. Keadilan Vertikal... 88

3. Keadilan Horizontal... 96

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENERAPAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK PENGHASILAN ... 101

A. Pembayaran Zakat ... 101

B. Bukti Setor Zakat (BSZ) ... 102

C. Pelaporan Zakat Yang Sudah Dipungut ... 102

D. Sosialisasi Zakat Sebagai Pengurang Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109 LAMPIRAN


(14)

Tabel III.1 Tarif Umum PPh WP OP Dalam Negeri ... 88 Tabel III.2 Perbandingan antara WP Pembayar Zakat... 95 Tabel III.3 Persamaan antara WP Pembayar Zakat ... 100


(15)

membayar zakat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto mengatur bahwa pembayaran zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) pada PPh. Namun, banyak WP Orang Pribadi pemeluk agama Islam atau muzaki yang belum memanfaatkan pembayaran zakat sebagai pengurang PKP pada PPh.

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni bagaimana zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan Wajib Pajak, bagaimana pemenuhan aspek keadilan dari zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan dan apa faktor-faktor penghambat dalam penerapan zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan.

Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan bersifat deskriptif dengan pendekatan perundang-undangan, yaitu menggambarkan dan menelaah semua undang-undang yang bersangkut paut dengan pembayaran zakat dalam pengenaan PPh. Jenis penelitian yang digunakan metode penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan.

Pembayaran zakat dapat mengurangi besarnya beban PPh melalui pengurangan Penghasilan Neto. Jenis zakat sebagai pengurang PKP adalah semua jenis zakat mal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang pembayarannya dilakukan di Badan Amil Zakat /Lembaga Amil Zakat (BAZ/LAZ) yang dibentuk dan disahkan Pemerintahdimana Bukti Setor Zakat (BSZ) disertakan dalam pelaporan SPT Tahunan WP. Zakat sebagai pengurang PPh memenuhi asas keadilan horizontal dalam pemungutan pajak dimana WP dengan penghasilan neto dan membayar zakat yang sama akan dikenakan PPh yang sama serta asas keadilan vertikal dimana WP dengan penghasilan neto dan pembayaran zakat yang berbeda akan dibebani jumlah PPh yang berbeda. Faktor-faktor penghambat dalam penerapan zakat sebagai pengurang PPh adalah keterbatasan jumlah BAZ/LAZ yang dibentuk dan disahkan Pemerintah, kewajiban menyertakan BSZ yang asli atau fotocopy yang dilegalisir oleh BAZ/LAZ pada pelaporan SPT Tahunan serta kurangnya sosialisasi dari petugas Pajak maupun petugas BAZ/LAZ dalam penyuluhan zakat sebagai pengurang PKP pada PPh. Berdasarkan dari kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut : zakat bukan hanya diposisikan sebagai pengurang PKP pada PPh tetapi dapat sebagai pengurang pajak terutang(kredit pajak), Pemerintah seharusnya mengeluarkan peraturan yang mempertegas bahwa zakat yang dimaksud adalah semua jenis zakat mal. Untuk memenuhi asas keadilan dalam pemungutan pajak, zakat yang tidak dibayar kepada BAZ/LAZ dapat juga sebagai pengurang PKP pada PPh. Pemerintah menambah jumlah BAZ/LAZ dan melakukan penyederhanaan dalam sistem pembuktian pada pembayaran zakat sebagai pengurang PKP pada PPh serta petugas Pajak sewaktu penyuluhan SPT khusus membahas materi zakat sebagai pengurang PKP pada PPh. Kata kunci : Pajak Penghasilan, Wajib Pajak, Zakat, Penghasilan Kena Pajak, Badan Amil


(16)

PPh (Income Tax). Some of Indonesian taxpayers are Muslims who have another obligation which is to be done; that is, paying zakat (obligation to contribute to those in needs or to religious activities). Law No. 36/2008 on PPh and Law No. 23/2011 on Managing Zakat, and the Regulation of Director General of Taxation No. PER-6/PJ/2011 on the Implementation of Payment and Making Proof of Payment on Zakat or Religious Donation, an Obligatory which can be reduced from Gross Earnings regulates that the payment of zakat as the reduction of PKP (Taxable Earnings) on PPh. However, many taxpayers are Muslims or muzaki do not use zakat as the reduction of PKP in PPh.

The problems in the research were as follows: how about zakat as the reduction of Taxpayers’ Income Tax, how about the fulfillment of righteousness aspect of zakat as the reduction of Income Tax, and what retarding factors in implementing zakat as the reduction of Income Tax.

The research used descriptive method with legislation approach which described and analyzed all laws about paying zakat related to PPh. The type of the research was judicial normative or library research.

Paying zakat can reduce the burden of PPh through the reduction of Net Earnings. The type of zakat which can reduce PKP was all types of zakat mal (charity given because one has more than enough). It is stipulated in Law No. 23/2011 on the Management of Zakat in which the payment is done in Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat (BAZ/LAZ), established and validated by the Government by submitting BSZ (Zakat Deposit Receipt) in SPT of annual taxpayer report. Zakat as the reduction of PPh fulfills horizontal righteousness principle in tax revenues in which the taxpayers who have net earnings and pay the same zakat will be subject to the same PPh, and vertical righteousness principal in which taxpayers who have net earnings and pay different zakat will be the subject to different PPh. The retarding factors in implementing zakat as the reduction of PPh are the limitation of the number of BAS/LAZ that has been established and validated by the government, the negligence in submitting authentic BSZ or its copy which has been legalized by BAZ/LAZ in the Annual SPT Report, and the lack of socialization of tax officials and BAZ/LAZ officials in counseling about zakat as the reduction of PKP in PPh. Based on the conclusion, it is recommended as follows: zakat is not only positioned as the reduction of PKP in PPh but also as the reduction of payable tax (tax credit). The government should issue a regulation which emphasizes that the zakat is all types of zakat mal. In order to fulfill the principle of righteousness in tax revenues, zakat which is not paid to BAZ/LAZ can also be the reduction of PKP in PPh. The government should add the number of BAZ/LAZ and simplify the proof of zakat payment as the reduction of PKP in PPh, and tax officials should discuss zakat material as the reduction of PKP in PPh in SPT counseling.

Keywords: Income Tax, Taxpayers, Zakat, Payable Tax Earnings, Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, berbunyi : “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial.”1

Dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan pembangunan, Pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kebutuhan akan dana pembangunan dapat diperoleh dengan berbagai cara yang kesemuanya diharapkan dapat memperkuat sektor keuangan negara.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam APBN(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang dibuat oleh Pemerintah terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan, yaitu : pertama, penerimaan dari sektor pajak, kedua penerimaan dari sektor migas(minyak dan gas bumi) dan ketiga, penerimaan dari sektor bukan pajak.


(18)

Dari ketiga sumber penerimaan di atas, penerimaan dari sektor pajak ternyata merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara.2

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga Pemerintah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan negara dalam pembangunan nasional guna tercapainya tujuan negara. Penting dan strategisnya peran serta sektor perpajakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Rancangan APBN setiap tahun yang disampaikan Pemerintah, yaitu terjadinya peningkatan persentase sumbangan pajak dari tahun ke tahun.3

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.4

Jadi pajak merupakan kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

2Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak,(Jakarta:Salemba Empat,2004), hal. 7 3

Ibid., hal. 11

4

Pasal 1 ayat(1),Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.28 Tahun 2007, LN No.85, Tahun 2007.


(19)

di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.

Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat terdiri dari :Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan dan Bea Meterai.

Mulai tahun 2012 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan disebagian wilayah Indonesia dialihkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota.5

Di Indonesia, pajak yang berbasis penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Di mulai dari dikenakannya Patent Recht pada tahun 1887, kemudian dikembangkan dan diubah sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Perubahan mendasar terhadap perundang-undangan perpajakan yang berkaitan dengan pajak berbasis penghasilan dilakukan pada tahun 1983 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang efektif berlaku mulai tahun 1984(tax reform), undang-undang ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Pajak Penghasilan(PPh) dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.6

5Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 28 Tahun 2009. 6Pasal 1,Undang-Undang Pajak Penghasilan, UU No.7 Tahun 1983, LN No.50.


(20)

Beberapa konsep penting yang terdapat dalam pengertian Pajak Penghasilan (PPh), yaitu :Subjek pajak termasuk Wajib Pajak (WP), penghasilan yang diperoleh sebagai objek pajak, dalam tahun pajak serta pengenaannya.

Pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap.7Adapun yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.8Tahun pajak adalah jangka waktu 1(satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.9

Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan(PPh) disebut Wajib Pajak. Subjek pajak menjadi WP bila telah menerima penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sebagian WP Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Para WP yang dimaksud juga mempunyai keawajiban lain yang harus ditunaikan, yaitu membayar zakat.

7

Muhammad Rusjdi, PPh Pajak Penghasilan, (Jakarta: PT.Indeks, 2007), hal. 02-1.

8Ibid., hal. 04-1

9Pasal 1,Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.28 Tahun


(21)

Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyahyang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.10

Diantara firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al Qur’an tentang zakat terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 43 yang artinya :“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”Rasulullah Shallallahu’alayhi wasallam telah bersabda :“Islam itu dibangun diatas lima perkara, yaitu: kesaksian bahwa tiada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji di Baitullah bagi orang yang mampu melakukan perjalanan kepadanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).11

Zakat menurut etimologi (bahasa) adalah suci, tumbuh berkembang dan berkah, sedangkan menurut terminologi, zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.12

Zakat terdiri dari dua yaitu : 1) Zakat Nafs(jiwa) juga disebut zakat fitrah merupakan zakat untuk menguatkan diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan Ramadhan sebelum tanggal 1 Syawal (hari raya Idul Fitri), dan 2) Zakat Mal(harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyatakan harta, apabila

10

Gustian Djuanda (et.all),Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 14.

11

Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, Terjemahan H.Salim Bahreisy, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 2005), hal. 7.

12M.Ali Hasan,Masaul Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta:


(22)

harta itu telah memenuhi ukuran dan syarat-syarat wajib zakat dan terdiri dari zakat emas dan perak, zakat harta perniagaan, zakat hasil pertanian, zakat Ma’din dan kekayaan laut sertarikaz.13

Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan Fatwa mengenai zakat yaitu Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 06 R.Akhir 1424H/07 Juni 2003M tentang Zakat Penghasilan yang antara lain menetapkan bahwa yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yag diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai 85gram emas. Sedangkan waktu pengeluaran zakat penghasilan pada saat menerima jika sudah cukup nishab atau penghasilan dikumpulkan selama satu tahun jika penghasilan bersihnya sudah cukup setahun serta kadar zakat penghasilan sebesar 2,5%(dua setengah persen).

Ditengah menguatnya peranan pajak dalam penerimaan negara, secara bersamaan timbul kesadaran umat Islam akan peranan zakat. Fungsi pajak sebagai alat negara untuk melakukan redistribusi pendapatan atau kekayaan berhadapan dengan fungsi zakat yang secara substansi memiliki beberapa kemiripan.

Zakat dan pajak, berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasarannya, bagiannya serta kadarnya. Zakat dan pajak berbeda pula mengenai prinsip, tujuan


(23)

dan jaminannya, walaupun keduanya sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta. Sesungguhnya umat Islam dapat melihat bahwa zakat tetap menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan hasil pemikiran keuangan dan perpajakan zaman modern, baik dari segi prinsip maupun hukum-hukumnya.

Menurut Yusuf Qardhawi, hakikat pajak itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.14

Adapun hakikat dari zakat adalah merupakan hak tertentu yang diwajibkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap kaum Muslimin yang diperuntukkan bagi mereka, yang dalam Al Qur’an disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan untuk mendekatkan diri kepadaNya, serta untuk membersihkan diri dan harta.

Dalam bukunya yang berjudul Hukum Zakat, Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa persamaan antara Zakat dan Pajak yaitu :

1. Unsur paksaan dan kewajiban 15 yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat.

14

Gusfahmi,Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 31.

15UUD 1945 Bab VIII Hal Keuangan, Pasal 23A, menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain

yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Zakat disini termasuk kelompok pungutan lain yang bersifat memaksa.


(24)

2. Bila pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat(negara), pusat maupun daerah, maka zakat pun demikian.

3. Diantara ketentuan pajak, ialah tidak adanya imbalan tertentu. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Ia hanya memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan kegiatan usahanya. Demikian halnya dalam zakat, Pezakat tidak memperoleh imbalan, hanya memperoleh lindungan, penjagaan dan solidaritas dari masyarakatnya.

4. Apabila pajak pada zaman modern ini mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik di samping tujuan keuangan, maka zakat pun mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih luas.16

Juga dalam bukunya yang sama, Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa perbedaan antara Zakat dan Pajak yang antara lain :

1. Dari segi nama dan etiketnya 2. Mengenai hakikat dan tujuannya 3. Mengenai batas nisab dan ketentuannya 4. Mengenai kelestarian dan kelangsungannya 5. Mengenai pengeluarannya

6. Hubungannya dengan penguasa


(25)

7. Maksud dan tujuan17

Ada empat pendapat yang berbeda yang dikemukakan para ulama mengenai bagaimana hubungan zakat dan pajak . Pendapat pertama mengatakan bahwa zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara, pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi. Pendapat kedua mengatakan zakat adalah kewajiban terhadap agama, dan pajak adalah kewajiban terhadap negara, pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Gazy Inayah. Pendapat ketiga mengatakan zakat adalah roh dan pajak adalah badannya. Roh dan badan tak mungkin dipisahkan, pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Masdar F.Mas’udi. Adapun pendapat keempat mengatakan pajak tidak wajib bahkan haram, pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Hasan Turabi dari Sudan.18

Zakat dan pajak merupakan dua kewajiban bagi warga muslim Indonesia yang diatur oleh perundang-undangan. Kemudian muncul pertanyaan apakah orang yang telah membayar pajak sudah tidak berkewajiban membayar zakat?

Ada tiga pendapat yang dapat dipilih yang merupakan pandangan dari beberapa ulama yaitu pandangan pertama, yang menyatakan antara zakat dan pajak berbeda, pandangan kedua berpendapat bahwa zakat dan pajak hakikatnya sama dan pandangan ketiga prinsipnya sama dengan pertama.19

17

Ibid., hal. 1000-1005.

18Gusfahmi,Op. Cit.,hal. 186.

19Supani, Zakat di Indonesia: Kajian Fikih dan Perundang-Undangan , (Yogyakarta:


(26)

Menurut pandangan pertama yang menyatakan antara zakat dan pajak berbeda, kebanyakan ulama Indonesia menganut pandangan ini. Antara lain Alie Yafie yang berpendapat bahwa antara pajak dan zakat berbeda sekali diantaranya bahwa zakat adalah kewajiban yang ditetapkan Allah sedangkan pajak merupakan kewajiban yang dibebankan negara. Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan pajak merupakan kewajiban dari negara yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadah dan mendekatkan diri. Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus menerus, ia akan berjalan selama umat Islam masih ada di muka bumi dan kewajiban tersebut tidak akan bisa dihapuskan oleh siapa pun, sedangkan pajak tidak memiliki sifat tetap dan terus menerus, baik mengenai macam, persentase atau kadarnya. Tiap pemerintah mengurangi atau mengubah atas dasar pertimbangan cendikiawan, bahkan adanya pajak itu tidak kekal. Ia akan tetap ada selama dibutuhkan dan lenyap bila tidak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu pajak dan zakat satu sama lain berdiri sendiri dan tidak bisa disamakan.

Menurut pandangan kedua, yang berpendapat bahwa zakat dan pajak hakikatnya sama, dimana seorang muslim yang meniatkan pembayaran pajak sebagai pembayaran zakat adalah sah dan ia pun dianggap telah menunaikan kewajiban sosialnya terhadap(lewat) negara. Dengan demikian ini juga telah menegakkan hak politiknya untuk mengontrol negara sebagai sarana penegak kemaslahatan dan keadilan bersama. Pendapat ini paling minoritas yang dikemukakan oleh Masdar Farid Mas’udi. Kesamaan hakikat zakat dan pajak menurut Masdar ini nampak dari


(27)

seluruh isi buku beliau, bahkan judul bukunya pun sudah bisa menggambarkan adanya hal itu yakni “Agama Keadilan : Risalah Zakat(Pajak) dalam Islam.”

Sedangkan pandangan ketiga, yang prinsipnya sama dengan pandangan pertama, zakat tidak sama dengan pajak, namun pembayaran zakat dapat dipandang sebagai biaya usaha. Oleh sebab itu, zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan oleh muzaki dapat diperhitungkan sebagai pengurang besarnya penghasilan kena pajak .

Isu penting yang berkisar tentang permasalahan tersebut di atas ada dua: 1. Aspek eksistensi sampai posisi pajak dan Zakat.

2. Aspek efektivitas penarikannya bagi perekonomian, pengakuan pengeluaran zakat dalam akuntansi pajak dan metode pengkreditan pajak atas zakat.20

Sebagian mendudukkan keduanya dalam hubungan subsitusi. Dengan pendapat ini pajak dan zakat dapat saling menggantikan dan saling menghapus kewajiban. Umat Islam yang sudah membayar pajak, tidak perlu membayar zakat dan sebaliknya. Sementara pendapat yang lain menolak pendapat pertama dan menyatakan bahwa pajak dan zakat bersifat ekslusif satu dengan lainnya. Pembayaran pajak bukan merupakan pembayaran zakatdan zakat bukan merupakan pembayaran pajak.

20www.scrib.com/mobile/doc/16509433, diakses pada tanggal 1 September 2013, pukul


(28)

Dalam kehidupan bernegara kewajiban membayar pajak ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara untuk membiayai terselenggaranya roda pemerintahan dan pembangunan bangsa. Kewajiban seorang muslim untuk taat kepada ulil amri(pemerintah) dan produk hukum pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariat memiliki landasan syar’i yang kuat. Sesuai QS. An Nisaa’ ayat 59 yang artinya :“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah(AlQuran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”21

Meskipun antara zakat dengan pajak terdapat perbedaan status hukum yakni perbedaan status hukum zakat adalah kewajiban agama bagi seorang muslim, sedangkan pajak adalah kewajiban negara. Tetapi dua-duanya mempunyai tujuan yang mulia yaitu untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan bangsa.

Walaupun zakat belum dijadikan sebagai sumber penerimaan negara dan belum diurus oleh negara sebagaimana halnya pajak, namun zakat sudah masuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan terakhir yang berlaku Undang-Undang

21Didin Hafidhuddin, Sinergi Zakat dengan Pajak dalam Membangun Bangsa, Media


(29)

Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat,22serta Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 yang khusus mengatur tentang Badan Amil Zakat Nasional.

Hal tersebut didukung dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 dan berlaku saat ini Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan(PPh), yang menyatakan bahwa zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah dikecualikan dari Objek Pajak, serta zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah sebagai pengurang untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang pelaksanaan pembayaran dan pembuatan bukti pembayaran atas zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada pasal 1 juga menyatakan bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.


(30)

Juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 23 ayat(1) dan (2), mengatur bahwa Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. Bukti setoran zakat tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dalam pengisian SPT Tahunan.

Peraturan perundang-undangan mengenai pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada Pajak Penghasilan telah berlaku sejak tahun 2011,namun masih banyak Wajib Pajak(WP) orang pribadi pemeluk agama Islam atau pembayar zakat (muzaki) yang belum memanfaatkan zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan(PPh).23

Dari uraian latar belakang tersebut di atas, timbul pertanyaan-pertanyaan tentang peraturan-peraturan dalam pelaksanaan pajak dan zakat, terutama dalam hal zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai “Analisis Yuridis Terhadap Pembayaran Zakat Dalam Pengenaan

Pajak Penghasilan.”

23Wawancara dengan Bp. Taufiq, pegawai Direktorat Jenderal Pajak KPP Pratama Pekanbaru


(31)

B. Perumusan Masalah.

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan Wajib Pajak? 2. Bagaimana pemenuhan aspek keadilan dari Zakat sebagai pengurang

Pajak Penghasilan ?

3. Apa faktor-faktor penghambat dalam penerapan Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan Wajib Pajak.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis aspek keadilan dari Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penghambat dalam penerapan Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan.


(32)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam bidang pengetahuan dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan peraturan pelaksanaan dari zakat sebagai pengurang pajak penghasilan. 2. Manfaat Praktis.

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan para praktisi maupun bagi pihak terkait mengenai penerapan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Analisis Yuridis Terhadap Pembayaran Zakat Dalam Pengenaan Pajak Penghasilan, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun beberapa penelitian yang membahas mengenai zakat dan pajak, antara lain diteliti oleh :

1. Fauzah Nur Aksa, NIM 0021050008, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2000, berjudul Zakat dan Pajak Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Berdasarkan Pandangan Para Ulama Dan


(33)

Para Ahli Hukum). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :

a. Bagaimanakah peranan penerimaan dari sektor pajak terhadap pendapatan negara?

b. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan tentang Pajak Penghasilan yang diatur dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2000 diterapkan terhadap Yayasan?

c. Bagaimanakah tata cara pembebanan pajak penghasilan terhadap Yayasan?

d. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan terhadap Yayasan?

2. Nur Oloan, NIM 057011065, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2005, berjudul Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat Al Hijrah Sumut.Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :

a. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat Al Hijrah Sumatera Utara?

b. Apakah Lembaga Amil Zakat Al Hijrah mampu mengurangi masyarakat miskin sekitarnya?


(34)

c. Kendala-kendala apakah yang timbul dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat Al Hijrah Sumatera Utara? Oleh karenanya maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi baik peneliti atau akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalahyang kita bicarakan secara lebih baik.24

Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan(problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.25

Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah “membikin jelas

24Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 259. 25M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Medan: Sofmedia, 2012), hal. 129.


(35)

nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.”26

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada teori keadilan dan kepastian hukum, khususnya keadilan dan kepastian hukum dari zakat sebagai pengurang pajak penghasilan.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 4 ayat(1) dikenal dua jenis zakat yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Namun tidak semua zakat dapat sebagai pengurang dari penghasilan tidak kena pajak dari pajak penghasilan. Adapun syarat zakat agar dapat diperhitungkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada Pajak Penghasilan menurut pasal 9 ayat(1) huruf g Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan(PPh) adalah zakat yang dibayar kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat(LAZ) yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.27

26

Satjipto Rahardjo, Op. Cit.,hal. 260

27Pasal 3 huruf a,Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011, tentang

Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.


(36)

Kenyataan di lapangan kebanyakan para muzaki menyerahkan zakat atas nama individu kepada lembaga amil zakat yang sifatnya lokal atau langsung menyerahkan zakat tersebut kepada mustahiq.

Makna-makna keadilan dalam Islam antara lain : Adil berarti sama, tidak membedakan seseorang dengan yang lain (terdapat QS. An Nisa ayat 58). Adil berarti seimbang (terdapat dalam QS. Al Infithar ayat 6-7). Adil berarti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu pada setiap pemiliknya. Adil yang dinisbatkan pada Ilahi yaitu keadilan Ilahi merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan-Nya mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya.28

Keadilan menurut Islam tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati sebagaimana di masa lampau dan seharusnya di masa mendatang. Dalam Islam, antara keimanan dan keadilan tidak terpisah. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Dalam Al Qur’an, keadilan dinyatakan dengan istilah “adl” dan “Qist”. Pengertian adil dalam Al Qur’an sering terkait dengan sikap seimbang dan menengahi. Dalam semangat moderasi dan toleransi, juga dinyatakan dengan istilah “wasath”(pertengahan). “Wasath” adalah sikap berkeseimbangan antara dua

28Nurul Huda Maarif, Keadilan dalam Islam, Nuhamaarif.blogspot.com, diakses pada tanggal


(37)

ektrimitas serta realitas dalam memahami tabiat manusia, baik dengan menolak kemewahan maupun aksetisme yang berlebihan.29

Keadilan menurut Roscoe Pound dikonsepkan sebagai hasil-hasil konkrit yang bisa diberikan kepada masyarakat. Menurut Roscue Pound, bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Yang mana dengan kata lain semakin meluas atau banyak pemuasan kebutuhan manusia tersebut maka akan semakin efektif menghindari pembenturan antara manusia.30

Menurut Radbruch, hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat tata hukum itu boleh dilepaskan.31

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau

29

Zamakhsyari, Teori-TeoriHukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 99.

30Roscue Pound,Pengantar Filsafat Hukum,(Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1982), hal. 80. 31Theo Huijbers,Filsafat Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal. 163.


(38)

dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “Lex dura, set tamen scripta” (undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).32

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.33

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas.34

“Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.”35

Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

32Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988),

hal. 58.

33Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 1998),

hal. 4.

34Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 34. 35Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,


(39)

Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Analisis yuridis adalah menganalisa secara hukum

2. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.36 3. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.37

4. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak(WP), baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menamah kekayaan WP yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.38

5. Penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti

36Gusfahmi, Op. Cit.,hal. 25. 37

Mohammad Zain dan Suryo Hermana, Himpunan Undang-Undang Perpajakan 2010, (Jakarta: PT.Indeks, 2010), hal. 2

38Pasal 4 ayat(1),Undang-Undang Pajak Penghasilan, UU No. 36 Tahun 2008, LN.No.133,


(40)

pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.39

6. Tarif Progressif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.40

7. Pajak Penghasilan(PPh) dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun.41

8. Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar perhitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang.42

9. Self assessment maksudnya semua Wajib Pajak(WP) diberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak dengan cara menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri.43

39Pertama, Fatwa MUI Zakat Penghasilan, Nomor 3 Tahun 2003.

40Richard Burton dan Wirawan B.Ilyas,Hukum Pajak,(Jakarta: PT. Salemba Empat, 2001),

hal. 25.

41

Pasal 1,Undang-Undang Pajak Penghasilan, UU No.7 Tahun 1983 LN.No. 50.

42Gustian Djuanda, Op. Cit., hal. 101.

43Pasal 12, Undamg-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,UU No.6 Tahun


(41)

10. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuaidengan syariat Islam.44

11. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.45

12. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.46

13. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.47

14. Lembaga Amil Zakat adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.48

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan bersifat deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan49tentang

44Pasal 1 ayat(2),Undang-Undang Pengelolaan Zakat, UU N0.23 Tahun 2011 LN.No.115,

TLN No.5255 Tahun 2011

45Pasal 1 ayat(5),Undang-Undang Pengelolaan Zakat. 46

Pasal 1 ayat(6),Undang-Undang Pengelolaan Zakat.

47Pasal 1 ayat(7),Undang-Undang Pengelolaan Zakat. 48Pasal 1 ayat(8), Undang-Undang Pengelolaan Zakat.


(42)

Analisis Yuridis Terhadap Pembayaran Zakat dalam Pengenaan Pajak Penghasilan.

Jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif(yuridis normatif) atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan secara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.50

Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan(statute approach). “ “Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.”51

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan(library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.52

Bahan utama dari penelitian ini adalah data primer yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:

50

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 13-14.

51Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), hal . 93. 52Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Op. Cit.,hal. 39.


(43)

a. Bahan hukum primer yaitu hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan perundang-undangan,53yaitu :

1. Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

6. Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional.

7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan Zakat Atas Penghasilan Dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan 9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau

Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 12. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas


(44)

Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan sebagai Penerimaan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

15. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan.

b. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.54 Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang terdiri atas :

1. Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai pembayaran zakat dalam pengenaan pajak penghasilan.

2. Hasil-hasil penelitian tentang pembayaran zakat dalam pengenaan pajak penghasilan.

3. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian.


(45)

4. Tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan zakat dalam pengenaan pajak penghasilan.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian,55yaitu :

1. Kamus Bahasa Indonesia 2. Kamus Bahasa Arab 3. Surat Kabar

4. Internet, makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Alat Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan/dokumentasi.

Yaitu dengan menelaah bahan hukum kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang diajukan untuk meneliti lebih jauh, guna memperoleh data sekunder berupa bahan primer dan sekunder.

b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab antara peneliti dengan nara sumber untuk mendapatkan informasi.56

Dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah ditentukan yang ditujukan kepada informanyakni pegawai Direktorat Jenderal Pajak KPP Pratama Pekanbaru Senapelan Pekanbaru.

55Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Op. Cit., hal. 161. 56Ibid., hal. 161.


(46)

4. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke komponen-komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-masing komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut pandang. Penelaah dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diharapkan.57

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis data yang berdasarkan atas peraturan perundang-undangan. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus dengan menggunakan perangkat normatif. Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian ini.

57Sri Mamudji,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas


(47)

BAB II

ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK

A. Jenis Zakat Sebagai Pengurang Pajak Penghasilan

Zakat yang merupakan Rukun Islam yang ketiga yang menurut etimologi (bahasa) adalah suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan apabila dihubungkan dengan harta, menurut ajaran Islam, harta yang dizakati akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah(membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya). Zakat memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.58

Adapun menurut syara’, zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu.59

Zakat dari segi istilah fikih berarti “Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala diserahkan kepada orang-orang yang berhak”. Di samping berarti “mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.” Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.

Arti “tumbuh” dan “suci” tidak dipakaikan hanya buat kekayaan, tetapi lebih dari itu, juga buat jiwa orang yang menzakatkannya, sesuai firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Q.S. At-Taubah ayat 103 yang artinya :“Ambilah zakat

58Gustian Djuanda(et.al),Op. Cit., hal. 14. 59Gusfahmi, Op. Cit..,hal.92.


(48)

dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagiMaha Mengetahui.”

Ibnu Taimiyah berkata, “jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bersih pula: bersih dan bertambah maknanya.60

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.61Zakat merupakan bagian yang ditetapkan jumlahnya dari harta tertentu pada waktu tertentu yang dibayarkan kepada pihak-pihak tertentu.62 Syarat wajib zakat antara lain muslim, aqil yaitu seorang muslim yang telah dapat menggunakan akalnya dan sehat secara fisik dan mental, balighserta memiliki harta yang mencapainishab.

Zakat yang ditetapkan Allah Subhana Wa Ta’ala mempunyai dua fungsi utama , yaitu memberikan manfaat bagi individu(nafs) dan kolektif(jama’i).Manfaat individu dari zakat adalah bahwa ia akan membersihkan dan menyucikan mereka yang membayar zakat. Zakat akan membersihkan hati manusia dari kekikiran dan cinta harta yang berlebihan, dan zakat akan menyucikan atau menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati manusia. Sementara itu, manfaat kolektif dari zakat itu adalah bahwa zakat akan terus mengingatkan orang yang memiliki kecukupan harta bahwa ada hak orang lain dalam hartanya.

60Yusuf Qardawi, Op. Cit., hal. 35.

61Pasal 1 ayat(2), Undang-Undang Pengelolaan Zakat, UU No.23 Tahun 2011, LN.No.115,

TLN No.5255 Tahun 2011.

62Syaikh Abu Malik Kamal, Panduan Beribadah Khusus Wanita, (Jakarta: Almahira, 2007),


(49)

Selain itu, eksistensi zakat dalam kehidupan manusia baik pribadi maupun kolektif pada hakikatnya memiliki makna ibadah dan ekonomi. Disatu sisi, zakat merupakan bentuk ibadah wajib bagi mereka yang mampu dari kepemilikan harta dan menjadi salah satu ukuran variabel utama dalam menjaga kestabilan sosial ekonomi agar selalu berada pada posisi aman untuk terus berlangsung.

Penerapan sistem zakat akan mempunyai berbagai implikasi diberbagai segi kehidupan, antara lain :

1. Memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan. 2. Memperkecil jurang kesenjangan ekonomi

3. Menekan jumlah permasalahan sosial.

4. Menjaga kemampuan beli masyarakat agar dapat memelihara sektor usaha

5. Mendorong masyarakat untuk berinvestasi, tidak menumpuk hartanya.63 Terdapat dua jenis zakat yang diwajibkan dalam hukum Islam, yaitu : - Zakat Fitrah yang dikeluarkan setahun sekali menjelang Iedul Fitri berupa

bahan pangan atau makanan pokok setara 2,5 Kg.

- Zakat Maal yang terdiri dari Zakat Hewan Ternak, Zakat Emas dan Perak, Zakat Harta Perniagaan, Zakat Hasil Pertanian, Zakat Kekayaan Laut, Zakat Barang Temuan, (dan terakhir ada yang disebut dengan Zakat Profesi).


(50)

Zakat sebagai pembayaran tahunan(haul) kecuali atas hasil pertanian, diwajibkan bagi kaum Muslim yang kaya atas kekayaan mereka. Ia ditetapkan atas bentuk-bentuk kekayaaan yang memiliki kemampuan untuk berkembang dari sisi nilainya(emas,perak) atau dapat menghasilkan kekayaan lebih lanjut, seperti ternak, produksi pertanian dan barang dagangan.64

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan(PPh) yang lama65dan diatur pelaksanaannya di dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan Zakat Atas Penghasilan dalam Penghitungan Kena Pajak Pajak Penghasilan , zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada Pajak Penghasilan adalah zakat atas penghasilan. Hal ini terdapat pada pasal 1 ayat(1) KEP-163/PJ/2003 yaitu zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai Ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Dan pada ayat(2) berbunyi penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan Pajak

64Gusfahmi,Op. Cit.,hal. 97.

65Pasal 9 ayat(1) huruf g,Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7


(51)

Penghasilan yang tidak bersifat final, berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat(1) atau ayat(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Dari bermacam-macam zakat yang disebutkan di atas kalau zakat penghasilan disamakan dengan zakat maal sangatlah berbeda, dan kalau didekat-dekatkan dari jenis zakat di atas yang mendekati yaitu zakat profesi dan zakat hasil pertanian. Walaupun di zaman Rasulullah jenis zakat profesi tidak ada, sedangkan zakat hasil pertanian bisa sampai 10% besarnya dari nilai panen( sedangkan dalam KEP-163/PJ/2003 pasal 1 ayat(3) mengatur besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar 2,5%(dua setengah persen) dari jumlah penghasilan). Jenis zakat yang lain(kecuali zakat fitrah) lebih menitik beratkan perhitungan pada sisi bagian neraca (harta) tidak dapat dikurangkan sebagai biaya karena tidak berhubungan langsung dengan penghasilan. Sesuai KEP-163/PJ/2003, perhitungan zakat yang boleh dibiayakan dalam Pajak Penghasilan lebih menitik beratkan perhitungan pada sisi penghasilan(rugi-laba) yang kurang relevan dengan makna Mal sendiri yang berarti harta.66

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan(PPh) berlaku sejak 2009 maka kata “zakat atas penghasilan” diganti menjadi “zakat”. Yaitu zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

66 www.maskokilama.wordpress,com/2008/10/29, diakses pada tanggal 19 Oktober 2013


(52)

pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemeritah.67

Hal ini didukung dengan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 dicabut dengan dikeluarkannyaPeraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto pada Pasal 1 juga menyatakan bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Implikasinya, semua zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi Muslim dan badan dalam negeri yang dimiliki Muslim dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak, termasuk semua jenis zakat maal baik yang perhitungannya dari penghasilan(rugi-laba) atau dari harta(neraca).

67 Pasal 9 ayat(1) huruf g, Undang-Undang Perubahan Keempat atas Undang-Undang


(53)

Di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada pasal 4 ayat(1) menyatakan bahwa zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.

Dilihat dari kedua jenis zakat dalam Undang-Undang tersebut di atas yang dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak pada pajak penghasilan adalah zakat maal. Karena zakat maal inilah yang oleh orang pribadi atau perusahaan(badan)milik muslim diserahkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Lain halnya dengan zakat fitrah yang penyerahannya hanya atas nama individu dan kepada lembaga amil zakat yang sifatnya lokal atau langsung diserahkan oleh muzaki kepada mustahik.

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, pada pasal 1 ayat(1) berbunyi Badan/Lembaga sebagai penerima zakatatau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah badan/lembaga yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Jadi jenis zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada Pajak Penghasilan adalah semua jenis zakat yang terdapat pada zakat mal yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat Pasal 4 ayat(2) meliputi :


(54)

b. Uang dan surat berharga lainnya; c. Perniagaan;

d. Pertanian, perkebunan dan kehutanan; e. Peternakan dan perikanan;

f. Pertambangan; g. Perindustrian;

h. Pendapatan dan jasa; dan i. Rikaz.

Dalam ayat(3) juga manyatakan bahwa zakat mal tersebut diatas merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.

Harta kekayaan yang termasuk dalam zakat mal yang disebutkan di atas dapat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada pajak penghasilan apabila zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.68

B. Kedudukan Zakat Sebagai PengurangPajak Penghasilan

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ada beberapa konsep penting

68Pasal 1 huruf a,Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pelaksanaan dan Pembuatan

Bukti Pembayaran Atas Zakat Atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, Nomor PER-6/PJ/2011.


(55)

yang terdapat dalam pengertian Pajak Penghasilan, yaitu mengenai subjek pajak termasuk Wajib Pajak, penghasilan yang diperoleh sebagai objek pajak, dalam tahun pajak dan dikenakannya.

Objek pajak dalam Pajak Penghasilan adalah penghasilan. Adapun yang bukan objek pajak (pengecualian penghasilan) pada Pajak Penghasilan sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yaitu bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”69

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yang boleh sebagai pengurang adalah zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

69Penjelasan : bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek

pajak sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan. Yang dimaksud dengan “zakat” adalah zakat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai zakat.


(56)

pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.70

Jadi kedudukan zakat dalam Pajak Penghasilan sebagai salah satu pengurang Penghasilan Kena Pajak. Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang.71

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomr 254/PMK.03/2012mengatur bahwa pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri.72

Hal ini juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/201173 Pasal 4 yang berbunyi :

(1) Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

70Pasal 9 ayat(1) huruf g,Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, UU Nomor 36 Tahun

2008.

71

Penjelasan atasUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyebutkan bahwa penghasilan kena pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Dalam Undang-Undang ini dikenal dua golongan Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan.

72Pasal 3 ayat(1) huruf a, Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembebanan

Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

73Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan

Bukti Pembayaran Atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.


(57)

(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut.

(2) Dalam Surat Pemberitahuan(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana ayat(1) dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.

Dari peraturan-peraturan di atas, dapat diketahui bahwa posisi zakat dalam SPT Tahunan adalah setelah Penghasilan Bruto dan berfungsi sebagai pengurang dari Penghasilan Kena Pajak.

Zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada saat SPT tahunan, merupakan zakat yang diserahkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat resmi yang disahkan pemerintah yang Bukti Setor Zakat(BSZ) nya diakui dapat dikurangkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak

Pada umumnya dikenal 3 sistem pemungutan pajak yang terdiri dari :

1. Official Assesment System 2. Withholding System

3. Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang digunakan adalah self assessment system. Dimana Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya, yaitu :

- Mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Pajak.


(58)

- Membayar pajak terutang ke bank/kantor pos

- Melaporkan pembayaran pajak terutang ke Direktorat jenderal Pajak.

- Menetapkan sendiri besar pajak terutang melalui mekanisme SPT dengan benar.

Adapun tugas fiskus dalam sistem ini, berkewajiban untuk memberi pelayanan, melakukan pengawasan serta pembinaan terhadap Wajib Pajak.

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat atau formulir atau sarana yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.74

Fungsi SPT dapat dikategorikan ke dalam tiga hal yaitu bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan, bagi Pengusaha Kena Pajak dan bagi pemotong atau pemungut pajak. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang pembayaran atau pelunasan pajak penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban, dan/atau pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam masa satu masa pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

74Billy Ivan Tansuria,Pokok-Pokok Ketentuan Umum Perpajakan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),


(59)

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT disini sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPnBM) yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sedangkan fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak, adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.75

Untuk memudahkan pemahaman, dimana kedudukan zakat dalam Pajak Penghasilan, dapat dilihat contoh formulir 1770 SPT Tahunan Wajib Pajak (WP) orang pribadi (lihat lampiran 1).

C. Syarat Formal Agar Zakat Dapat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak Pada Pajak Penghasilan.

Di dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat 1 huruf g yang mengatur bagaimana menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang boleh sebagai pengurang Penghasilan Penghasilan Kena Pajak, salah satunya adalah zakat yang


(60)

diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Agar zakat dapat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada pajak penghasilan harus memenuhi beberapa syarat formal yang harus dipenuhi sesuai peraturan-peraturan yang berlaku. Syarat zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada Pajak Penghasilan antara lain76sebagai berikut :

1. Penghasilan atau harta yang dibayar zakatnya merupakan objek pajak sebagaimana definisi objek pajak.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) menyebutkan yang merupakan objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.77

Adapun di dalam zakat, ada beberapa syarat harta yang wajib dizakatkan antara lain :

76Gusfahmi,Op. Cit., hal. 206. 77

Penjelasan Pasal 4 ayat(1) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh : Undang-Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu , tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.


(1)

Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah,PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011.

Halim, A.Ridwan,Tanya Jawab Pokok-Pokok Pajak Penghasilan Indonesia, Pardnya Paramita, 1986.

Hasan, M.Ali, Zakat dan Infak:Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia, Kencana,Jakarta, 2006.

Huijbers, Theo,Filsafat Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1988. Ishaq,Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Ilyas, B.Wirawan dan Richard Burton, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2004. ______________________________, Manajemen Sengketa Dalam Pungutan Pajak,

Analisis Yuridis Terhadap Teori dan Kasus, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012.

Kamal, Syaikh Abu Malik, Panduan Beribadah Khusus Wanita, Almahira, Jakarta, 2007.

Lubis, M.Solly,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, PT.Sofmedia, Medan, 2012. Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009.

Mamudji, Sri, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum UI, Jakarta, 2005.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum(Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988.

Mufrairi, M.Arief, Akuntansi dan Manajemen Zakat:Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan,Kencana, Jakarta, 2006.

Mursyidi,Akuntansi Zakat Kontemporer, Remaja Ruscakarya, 2003.

Pandiangan, Liberti, Pedoman Praktis Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26,Salemba Medica, 2010.

Pound, Roscue,Pengantar Filsafat Hukum,Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1982. Qordawi, Yusuf,Hukum Zakat, Penerbit Mizan, Bandung, 1999.


(2)

111

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006. Ridwan, Syamsuri,Zakat Didalam Islam, Pradnya Paramita, Jakarta, 1988.

Rosdiana Haula dan Edi Slamet Irianto, Pengantar Ilmu Pajak, Kebijakan dan Implementasi Di Indonesia, PT. RajaGRafindo Persada, 2012.

Rosjdi, Muhammad,PPh Pajak Penghasilan, PT. Indeks, Jakarta, 2007. Singaribun, Masri dkk,Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1989.

Sjadzali, Munawir dan Wibowo, Usman B.Yatim, Zakat dan Pajak, Bina Rena Pariwara, Jakarta, 1991.

Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.

________________, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung, 1983.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

Sukarno,Petunjuk Pemotongan Pajak Penghasilan, Mini Jaya Abadi, 2003.

Supani, Zakat Di Indonesia, Kajian Fikih dan Perundang-Undangan, Grafindo Literia Media, Jakarta, 2010.

Suryabrata, Sumadi,Metodelogi Penelitian, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998. Tansuria, Billy Ivan, Pokok-Pokok Ketentuan Umum Perpajakan, Graha Ilmu,

Yogyakarta, 2010.

Widodo, Widi dan Dedy Djefris, Tax Payer’s Rights, Apa yang Perlu Kita Ketahui tentang Hak-Hak Wajib Pajak, Alfabeta, Bandung, 2008.

Wijayanti, Asri ,Strategi Belajar Argumentasi Hukum, CV. Lubuk Agung, Bandung, 2011.

Wuisman, J.J.J.M, penyunting M.Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996.


(3)

Zain, Mohammad dan Surya Hermana,Himpunan Undang-Undang Perpajakan, 2010, PT.Indeks, Jakarta, 2010.

Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, Citapustaka Media Perintis, Bandung, 2013.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945.

2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

6. Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional. 7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan

Zakat Atas Penghasilan Dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.


(4)

113

12. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan sebagai Penerimaan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

15. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan.

C. SUMBER LAIN :

Didin Hafidhuddin,Sinergi Zakat Dengan Pajak Dalam Membangun Bangsa, Media Indonesia edisi Senin 8 April 2013.

http://www.scrib.com/mobile/doc/16509433, diakses pada tanggal 1 September 2013 pukul 20:30 WIB.

http://Maarif,Nurul Huda, Keadilan Dalam Islam,nuhamaarif.blogspot.com, diakses pada tanggal 19 September 2013, Pukul 21:00 WIB.

http://www.qultummedia.com, diakses pada tanggal 24 Oktober 2013, pukul 20:15 WIB.

http://www.maskokilama.wordpress.com, diakses pada tanggal 19 Oktober 2013, pukul 19:00WIB.

http://www.lazuardibiru.org/dunia, diakses pada tanggal 25 Oktober 2013, pukul 20:00WIB


(5)

(6)

Lampiran 2


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Aset Bpjs Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

2 61 116

Analisis Yuridis Terhadap Penyelesaian Konflik Pertanahan Diareal Tanah Garapan (Studi Di Kantor Pertanahan Kabupaten Langkat

5 117 136

Tinjauan Yuridis Terhadap Sistem Pengembalian Uang Kembalian Pelanggan Pada Industri Retail Departemen Store Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1 51 104

Tinjauan Yuridis Terhadap Sistem Pengembalian Uang Kembalian Pelanggan Pada Industri Retail Departemen Store Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

13 98 104

Analisis Yuridis Terhadap Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio

0 27 153

Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 49 145

Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pada KPP Pratama Medan Petisah

19 91 96

Mekanisme Perhitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan ( Pph ) Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan

4 65 73

Tinjauan Yuridis Terhadap Efektifitas Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dan Perdamaian Sebagai Alternatif Penyelesaian Utang Piutang Perusahaan

0 30 156

Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

0 42 128