Analisis Yuridis Terhadap Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP SERTIFIKASI GURU

BERBASIS PORTOFOLIO

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MHD. TAUFIQURRAHMAN 097005099 / ILMU HUKUM

[

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

NAMA : MHD. TAUFIQURRAHMAN

N.I.M. : 097005099

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

JUDUL TESIS : ANALISIS YURIDIS TERHADAP SERTIFIKASI

GURU BERBASIS PORTOFOLIO

MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H Ketua

Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Anggota Anggota

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum

Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum


(3)

Telah diuji Pada Tanggal 30/07/2011

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M. Hum Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum


(4)

ABSTRAK

Guru merupakan salah satu komponen esensial dan strategis dalam sistem pendidikan nasional. Peran, tugas, dan tanggung jawab guru sangat berarti dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, meliputi kualitas iman/taqwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab. Untuk menjalankan fungsi, peran, dan kedudukan yang strategis tersebut, guru harus diberikan sertifikat pendidik melalui portofolio untuk pengakuan profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam sistem pendidikan nasional.

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimanakah pengaturan sertifikasi Guru berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional? dan Kedua, bagaimanakah pelaksanaan pemberian sertifikasi Guru berbasis portofolio di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif yakni mengacu kepada nilai-nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan meliputi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 022/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan.

Pelaksanaan pemberian sertifikasi guru berbasis portofolio dilakukan berdasarkan penilaian kualifikasi akademik; pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi akademik; karya pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum ilmiah; pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Portofolio tersebut harus diwujudkan berupa bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas sebagai guru. Saran dalam penelitian ini, diharapkan kepada instansi yang terkait harus bekerja secara jujur dan adil dalam melakukan penyelenggaraan dan penilaian dengan memperhatikan bahwa portofolio yang dikumpulkan adalah portofolio riil atau benar-benar aktivitas nyata, bukan rekayasa. Diharapkan pula kepada Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG) untuk melakukan aspek pengawasan secara berkesinambungan terhadap guru-guru yang telah lulus sertifikasi.

Kata Kunci: Sertifikasi Guru, Portofolio, Kompetensi Guru, dan Guru Profesional.


(5)

ABSTRACT

Teacher is one of the essential and strategic components in national education system. Role, duty, and responsibility of a teacher is very meaningful in materializing the goal of national education which is to develop and sharpen the mind of the people of our nation, to improve the quality of the people of Indonesia which includes the quality of their faith /devotion; noble character; mastery of science, technology, and art; and to form a civilized, prosperous, just, and developed Indonesian society. To implement the strategic function, role and position, teachers must be given certificate of teaching through portfolio to acknowledge their professionalism in improving the quality of education in national education system.

The research problems of this study were: first, how was the Teacher Certification based on national regulation of legislation regulated? and second, how was the provision of portfolio-based Teacher Certification implemented in Sumatera Utara Provincial Educational Quality Guarantying Institute?

This study employed normative juridical method which referred to the legal values and norms found in the regulations of legislation including Law No.20/2003 on National Education System, Law No.14/2005 on Teacher and Lecturer, Government Regulation No. 19/2005 on Standard of National Education, Regulation of Minister of National Education No.18/2007 on Certification for In-Service Teachers, and Decree of Minister of National Education No. 022/P/2009 on Appointment of the University Implementing Certification for In-Service Teachers.

The implementation of portfolio-based teacher certification provision was done based on the evaluation of academic qualification, education and training, teaching experience, teaching planning and implementation, evaluation of superior and supervisor, academic achievement, work of professional development, participation in scientific forum, organizational experience in the field of social and education, and reward and appreciation relevant to the field education. The portfolio must be materialized in the form of physical documents describing the work experience/achievement achieved during his/her service as teacher. It is suggested that the related agencies must be honest and fair in implementing the evaluation by paying attention to the portfolio as real documents presenting real activities not engineering. The Teacher Certification Consortium is expected to do a continuous supervision to the teachers who have passed the certification.

Keywords: Teacher Certification, Portfolio, Teacher’s Competency, Professional Teacher


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya yang maha pemurah lagi maha penyayang, penulis dapat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Magister Hukum (MH) di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian yaitu, ”Analisis Yuridis Terhadap Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio ”. Penelitian ini telah dinyatakan lulus dalam yudisium dengan baik dan tepat pada waktunya pada tanggal 30 Juli 2011.

Sehubungan dengan itu, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas, penulis ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, M.Sc(CTM). Sp.A(K);

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung

Sitepu, SH, M.Hum;

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H.

4. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH, sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan motivasi mulai sejak awal perkuliahan sampai pada akhirnya meja hijau tidak pernah lelah dan bosan memberikan petunjuk, arahan, bimbingan, dan semangat yang luar biasa sehingga studi ini dapat selesai tepat waktu dengan nilai yang sangat memuaskan;

5. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Anggota Komisi Pembimbing II yang

telah banyak berupaya memberikan koreksi sehingga menjadi sempurna. Selain itu juga telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis selama penelitian berlangsung;


(7)

6. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Anggota Komisi Pembimbing III juga telah memberikan koreksi untuk perbaikan dan mengarahkan penulis sampai kepada selesainya penelitian ini;

7. Seluruh Staf/Pegawai Adminstrasi yangd telah melancarkan segala urusan yang

berkenaan dengan administrasi dan informasi selama studi berlangsung dan juga pada saat dilakukan penelitian ini;

8. Yang terhormat, Ayah Drs H Amalluddin dan Ibu Hj. Nur’aini SB, setiap waktu

dan sepanjang hari tidak lupa dengan ikhtiar dan berdoa agar penulis dapat mencapai cita-cita yang setinggi-tingginya serta selalu memberikan semangat dan mendukung untuk menyelesaikan studi ini;

9. Istriku yang tercinta Fitria, dengan pengorbanan dan pengertiannya selalu hadir di sanubariku mendampingi dalam keadaan apapun tidak pernah menunjukkan keluh kesahnya walau kadang-kadang ditinggal demi untuk menyelesaikan studi ini;

10.Anak-anakku, si buah hatiku, penawar lelah dan penyejuk gerahku: Zahwa Az

Zuhro Taufiq, Kayyisah Amirah Taufiq, demi merekalah penulis semakin bertambah semangat yang luar biasa menyelesaikan studi ini. Dengan melihat Ayahya yang tidak pernah malas-malas belajar dan terus belajar, hendaknya menjadi dorongan memunculkan semangat bagi mereka dan termotivasi untuk maju menjadi anak yang berprestasi terbaik dan bertaqwa kepada Allah SWT; 11.Abangku, Kakak dan adik-adikku, serta saudara-saudara family dan handai toulan

yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang penulis banggakan dalam keluarga besar Drs H Amaluddin.


(8)

Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan penelitian ini memberi manfaat bagi semua pihak dalam menambah dan memperkaya wawasan Ilmu Pengetahuan. Khusus kepada penulis, mudah-mudahan dapat memadukan dan mengimplementasikan ilmu serta mampu menjawab tantangan atas perkembangan hukum yang ada dalam masyarakat dan menjadikan “Hukum Sebagai Panglima”.

Akhir kata, mohon maaf atas ketidaksempurnaan dalam penelitian ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan ke depannya. Semoga penulis lebih giat lagi menambah wawasan ilmu pengetahuan di masa-masa yang akan datang. Amin ya rabbal’alamin.

Medan, 30 Juli 2011 Penulis

Mhd Taufiqurrahman


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mhd Taufiqurrahman

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 08 febuari 1979.

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Garu VI Gg Merak No 15 A Medan

Pendidikan Formal : S-2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan (Lulus Tahun 2011).

- S-1 Fakultas Hukum UMSU (Lulus Tahun 2003);

- SMU Negeri IX Medan (Lulus Tahun 1997);

- Tsanawiyah Negri (MTsN) I Medan (Lulus Tahun

1994);


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... KATA PENGANTAR... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... DAFTAR ISI... ii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 12

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Landasan Konsepsional... 22

G. Metode Penelitian ... 28

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 28

2. Sumber Data... 29

3. Teknik Pengumpulan Data... 30

4. Analisis Data ... 30

BAB II : PENGATURAN SERTIFIKASI GURU BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL ... 31

A. Pengaturan Tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 31

1. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional ... 31


(11)

2. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan ... 40

B. Pengaturan Tentang Guru Menurut Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2005 ... 46 1. Guru Sebagai Tenaga Profesional... 46

2. Kompetensi Guru Menurut Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2005 ... 55

3. Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Guru Dalam

Menjalankan Tugas ... 62

C. Pengaturan Sertifikasi Bagi Guru Untuk Meningkatkan Kualitas

Pendidikan... 64

D. Instansi Yang Berwenang Menyelenggarakan Sertifikasi Guru

Dalam Jabatan ... 72

BAB III : PELAKSANAAN PEMBERIAN SERTIFIKASI BERBASIS

PORTOFOLIO DILEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA UTARA ... ... 77

A. Latar Belakang Sertifikasi Guru... 77 B. Pelaksanaan Pemberian Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio ... 83

1...P ortofolio dalam Sertifikasi Guru ... 83 2...P

engisian dan Penyusunan Komponen Portofolio ... 89 3...A

lur Pelaksanaan Sertifikasi Terhadap Guru... 91 4...P

eserta Sertifikasi ... 95 C. Prosedur Operasional Standar Pelaksanaan Sertifikasi Guru... 104 D. Permasalahan yang Muncul Dalam Pelaksanaan Sertifikasi ... 113


(12)

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN 1 : ... 131

LAMPIRAN 2 : ... 132

LAMPIRAN 3 : ... 133


(13)

ABSTRAK

Guru merupakan salah satu komponen esensial dan strategis dalam sistem pendidikan nasional. Peran, tugas, dan tanggung jawab guru sangat berarti dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, meliputi kualitas iman/taqwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab. Untuk menjalankan fungsi, peran, dan kedudukan yang strategis tersebut, guru harus diberikan sertifikat pendidik melalui portofolio untuk pengakuan profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam sistem pendidikan nasional.

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimanakah pengaturan sertifikasi Guru berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional? dan Kedua, bagaimanakah pelaksanaan pemberian sertifikasi Guru berbasis portofolio di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif yakni mengacu kepada nilai-nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan meliputi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 022/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan.

Pelaksanaan pemberian sertifikasi guru berbasis portofolio dilakukan berdasarkan penilaian kualifikasi akademik; pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi akademik; karya pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum ilmiah; pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Portofolio tersebut harus diwujudkan berupa bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas sebagai guru. Saran dalam penelitian ini, diharapkan kepada instansi yang terkait harus bekerja secara jujur dan adil dalam melakukan penyelenggaraan dan penilaian dengan memperhatikan bahwa portofolio yang dikumpulkan adalah portofolio riil atau benar-benar aktivitas nyata, bukan rekayasa. Diharapkan pula kepada Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG) untuk melakukan aspek pengawasan secara berkesinambungan terhadap guru-guru yang telah lulus sertifikasi.

Kata Kunci: Sertifikasi Guru, Portofolio, Kompetensi Guru, dan Guru Profesional.


(14)

ABSTRACT

Teacher is one of the essential and strategic components in national education system. Role, duty, and responsibility of a teacher is very meaningful in materializing the goal of national education which is to develop and sharpen the mind of the people of our nation, to improve the quality of the people of Indonesia which includes the quality of their faith /devotion; noble character; mastery of science, technology, and art; and to form a civilized, prosperous, just, and developed Indonesian society. To implement the strategic function, role and position, teachers must be given certificate of teaching through portfolio to acknowledge their professionalism in improving the quality of education in national education system.

The research problems of this study were: first, how was the Teacher Certification based on national regulation of legislation regulated? and second, how was the provision of portfolio-based Teacher Certification implemented in Sumatera Utara Provincial Educational Quality Guarantying Institute?

This study employed normative juridical method which referred to the legal values and norms found in the regulations of legislation including Law No.20/2003 on National Education System, Law No.14/2005 on Teacher and Lecturer, Government Regulation No. 19/2005 on Standard of National Education, Regulation of Minister of National Education No.18/2007 on Certification for In-Service Teachers, and Decree of Minister of National Education No. 022/P/2009 on Appointment of the University Implementing Certification for In-Service Teachers.

The implementation of portfolio-based teacher certification provision was done based on the evaluation of academic qualification, education and training, teaching experience, teaching planning and implementation, evaluation of superior and supervisor, academic achievement, work of professional development, participation in scientific forum, organizational experience in the field of social and education, and reward and appreciation relevant to the field education. The portfolio must be materialized in the form of physical documents describing the work experience/achievement achieved during his/her service as teacher. It is suggested that the related agencies must be honest and fair in implementing the evaluation by paying attention to the portfolio as real documents presenting real activities not engineering. The Teacher Certification Consortium is expected to do a continuous supervision to the teachers who have passed the certification.

Keywords: Teacher Certification, Portfolio, Teacher’s Competency, Professional Teacher


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan nasional dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mewujudkan tujuan nasional, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Sebagaimana dalam Pasal 31

UUD 1945 dinyatakan bahwa:1

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;

2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya;

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua

puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan

1


(16)

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pendidikan sebagai salah satu amanat UUD 1945 diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang dalam visinya untuk mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah yang berdasarkan kepada Pancasila.2

Sementara itu kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia harus dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang baik dan

bermutu.3 Oleh karena itu, kedudukan Guru mempunyai fungsi dan peran yang

sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional.4 Sebagaimana dalam

Pasal 39 Ayat (2) UU Sisdiknas disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Pendidik yang dimaksud adalah Guru yang menurut UU Sisdiknas memiliki visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan

2

Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdikans).

3

M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 67-68.

4

Sahala Aritonang, Hak-Hak Guru dan Dosen Swasta Jika Diberhentikan, Ternyata Guru Termasuk Pekerja/Buruh, (Jakarta: Eka Jaya, 2007), hal. 3.


(17)

prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara

dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.5

Profesionalisme berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat modern. Dimana dituntut beraneka ragam spesialisasi yang sangat diperlukan dalam masyarakat yang semakin kompleks. Spesialisasi yang sangat diperlukan dalam

masyarakat adalah profesi Guru.6 Andi Saondi dan Aris Suherman menyebutkan

bahwa keberadaan Guru di tengah-tengah masyarakat diakui sebagai suatu hal yang

fundamental dan penting guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional.7

Sehubungan dengan itu, disebutkan pula oleh Oemar H. Malik, bahwa:8

Masyarakat merasakan perlunya suatu lembaga pendidikan Guru yang khusus berfungsi mempersiapkan tenaga Guru yang terdidik dan terlatih dengan baik. Implikasi dari gagasan tersebut adalah perlunya dikembangkan program pendidikan guru yang serasi dan memudahkan pembentukan Guru yang berkualifikasi profesional, serta dapat dilaksanakan secara efisien dalam kondisi sosial kultural masyarakat Indonesia.

Pada prinsipnya Guru memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya. Namun, potensi yang dimiliki Guru untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya tersebut, tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul dari dalam pribadi Guru itu sendiri maupun dari faktor luar. Oleh sebab itu, pada tanggal 30 Desember 2005, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan

5

Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), hal. 98-99.

6

Oemar H. Malik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 1.

7

Ondi Saondi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 1.

8


(18)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), dimana bahwa dalam UUGD tersebut Guru dituntut bekerja secara profesional, berstandar kompetensi, dan memperhatikan kesejahteraan Guru tersebut.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kedudukan Guru mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama. Sedangkan misinya adalah untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:9

1. Mengangkat martabat Guru;

2. Menjamin hak dan kewajiban Guru;

3. Meningkatkan kompetensi Guru;

4. Memajukan profesi serta karir Guru;

5. Meningkatkan mutu pembelajaran;

6. Meningkatkan mutu pendidikan nasional;

7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan Guru antar daerah dari segi jumlah,

mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;

8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah; dan

9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Sebagaimana misi dalam UUGD di atas, Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus juga menyebutkan bahwa:10

Kedudukan Guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan perannya sebagai agen pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kedudukan Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung program pemerintah mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (goog governance).

Sehubungan dengan itu, Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

9

Penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD).

10


(19)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.11

Kedudukan Guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja Guru. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan Guru sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, Guru harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya sebagai tenaga pendidik. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis Guru yang meliputi hak dan kewajiban Guru sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi Guru, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja Guru tersebut.

Kedudukan Guru sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan langkah sebagaimana disebutkan dalam UUGD yakni

11


(20)

menyelenggarakan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi.12

Penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai salah satu dari langkah-langkah pemerintah dalam pembangunan sistem pendidikan nasional, bertujuan untuk:13

1. Menentukan kelayakan Guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen

pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional;

2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan;

3. Meningkatkan martabat Guru; dan

4. Meningkatkan profesionalitas Guru.

12

Lihat penjelasan UUGD. Strategi dalam pembangunan sistem pendidikan nasional adalah:

a. Penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;

b. Pemenuhan hak dan kewajiban Guru dan Dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai

dengan prinsip profesionalitas;

c. Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan

pemberhentian Guru dan Dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;

d. Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi Guru dan

Dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para Guru dan Dosen;

e. Peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap Guru dan Dosen

dalam pelaksanaan tugas profesional;

f. Peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan

martabat Guru dan Dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;

g. Penguatan kesetaraan antara Guru dan Dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan Guru dan Dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;

h. Penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam

merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban Guru dan Dosen sebagai tenaga profesional; dan

i. Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban Guru dan Dosen.

13

H. Muhammad Zen, Kiat Sukses Mengikuti Sertifikasi Guru, (Malang: Cakrawala Media Publisher, 2010), hal. 14.


(21)

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru dan

Dosen.14 Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen (UUGD) disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud adalah Guru. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru disebut sertifikasi Guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada Guru yang telah memenuhi standar profesional Guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah agar para Guru di berbagai daerah di tanah air dapat bekerja secara profesional dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai berkas portofolio yang terdiri bukti-bukti prestasi, hasil kinerja dan berbagai hal yang terkait dengan kiprah Guru tersebut.15

Guru merupakan profesi seperti profesi lain yaitu: dokter, akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitasnya perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi Guru. Dasar hukum dalam pelaksanaan sertifikasi Guru adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Selain UUGD, landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan

14

UUGD, Pasal 1 ayat (11).

15

H. Muhammad Zen, Op. cit., hal. 10. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.


(22)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 UUGD disebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam Pasal 11 ayat (1) disebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan kepada Guru yang telah memenuhi persyaratan.

Guru merupakan salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan nasional. Peran, tugas, dan tanggung jawab Guru sangat bermakna dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, meliputi kualitas iman/taqwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab. Untuk menjalankan fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis tersebut, diperlukan Guru yang

profesional.16 Oleh sebab itu, maka sertifikasi Guru dimaksud untuk pengakuan

kedudukan Guru melalui penilaian profesionalisme Guru, guna meningkatkan mutu pendidikan dalam sistem pendidikan nasional yang dinyatakan dalam bentuk pemberian sertifikat pendidik.17

16

Buku II Penyusunan Portofolio Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Mei 2008, hal. 1.

17

Buku I Naskah Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Mei 2008, hal. 3. Lihat juga, http://www.scribd.com/doc/6195422/BUKU-PEDOMAN-SERTIFIKASI-GURU-Buku-1, diakses tanggal 7 Januari 2011.


(23)

Lembaga penyelenggara sertifikasi Guru adalah Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Perguruan Tinggi atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota.18 Salah satu lembaga penyelenggara sertifikasi khusus Guru di

Provinsi Sumatera Utara adalah Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Sebagai lembaga penyelenggara seritikasi Guru, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sumatera Utara melakukan sertifikasi berdasarkan portofolio Guru dalam jabatan dengan kualifikasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (3) Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, terdiri dari: Kualifikasi akademik; Pendidikan dan pelatihan; Pengalaman mengajar; Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; Penilaian dari atasan dan pengawas; Prestasi akademik; Karya pengembangan profesi; Kekutsertaan dalam forum ilmiah; Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. 19

Berdasarkan data dan wawancara dilakukan di LPMP dan LPTK bahwa peserta sertifikasi Guru untuk tahun 2010 berjumlah 4728 orang terdiri dari: jalur langsung 1 orang; jalur portofolio (lulus) 684 orang; tidak lulus (masuk PLPG) 4041 orang; dan 2 orang didiskulifikasi. Terjadi penurunan tingkat kelulusan secara tajam

18

Hoyyima Khoiri, Jitu dan Mudah Lulus Sertifikasi Guru, (Jogjakarta: Bening, 2010), hal. 63.

19

Muhammad Zen, Op. cit., hal. 52-53. Lihat juga: Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan (Permendiknas No.18 Tahun 2007). Portofolio adalah kumpulan prestasi selama menjalankan tugas sebagai tenaga pendidik (Guru dan Dosen).


(24)

peserta portofolio pada tahun 2010 yakni sekitar 20%. Jumlah peserta yang tidak lulus di tahun 2010 yakni 4041 orang direkomendasikan untuk masuk PLPG sehingga peserta yang lulus 3861 orang dan tidak lulus 26 orang serta 154 orang tidak menghadiri PLPG sama sekali.20

Keadaan demikian menggambarkan bahwa pelaksanaan sertifikasi Guru berbasis portofolio dilakukan semakin ketat dengan memperhatikan aspek data portofolio Guru yang dilampirkan. Sebab, masalah yang sering muncul di LPMP

adalah mengenai kelengkapan data peserta (Guru).21 Oleh karena itu, maka perlu

untuk dilakukan penelitian tentang, “Analisis Yuridis Terhadap Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio (Studi Pada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara)”, sebagai judul dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang diteliti adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan sertifikasi Guru berdasarkan peraturan

perundang-undangan nasional?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian sertifikasi Guru berbasis portofolio di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara?

20

Wawancara dengan Bagian Data Sertifikasi Guru di LPMP tanggal 15 Juni 2011.

21


(25)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam melakukan penelitian ini sebagaimana permasalahan di atas adalah:

1. Untuk memahami dan mendalami pengaturan sertifikasi Guru berdasarkan

peraturan perundang-undangan nasional.

2. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pemberian sertifikasi Guru

berbasis portofolio di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan sejumlah manfaat kepada para pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis, manfaat tersebut adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir dalam memahami dan mendalami permasalahan hukum khususnya pemahaman tentang aspek hukum pemberian sertifikasi Guru berbasis portofolio. Selain itu, menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutannya, dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan serta sebagai kontribusi bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai sistem pendidikan nasional khususnya pemberian sertifikasi Guru.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi kalangan Guru-Guru, lembaga

penyelenggara sertifikasi seperti Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPK), Dinas Pendidikan Provinsi dan


(26)

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Perguruan Tinggi Penyelenggara yang telah ditetapkan Pemerintah (LPTK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sumatera Utara, agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang peranannya sebagai institusi/lembaga yang diharapkan dalam menyelenggarakan program sertifikasi Guru meliputi pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya.

E. Keaslian Penulisan

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dengan permasalahan di atas, maka sebelumnya, peneliti telah melakukan penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum USU. Namun, berdasarkan penelusuran tidak ditemukan judul penelitian/tesis yang memiliki kemiripan judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian ini. Oleh karena itu, judul dan permasalahan di dalam penelitian ini, dinyatakan asli dan jauh dari unsur plagiat.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Pekerjaan Guru dan Dosen sebagai tenaga pendidik merupakan suatu jabatan profesional yang memiliki peranan dan kompetensi. Guru dan Dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan profesionalisme yang


(27)

bermartabat.22 Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang manandai atau melukiskan corak suatu profesi. Selain itu profesionalisme juga mengandung pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.23

Profesi pada hakikatnya adalah suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena

orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan tersebut.24 Menurut

Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, profesi lebih dipusatkannya pada keahlian dimana bahwa profesi menurutnya merupakan suatu jenis pekerjaan yang berkaitan dengan bidang keahlian tertentu, semakin ahli di bidangnya, maka semakin profesional pekerjaannya.25

Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan yang diharuskan dalam profesi, tetapi dalam arti ”profession” terpaku juga suatu ”panggilan”. Dengan demikian, arti ”profession” mengandung dua unsur yaitu keahlian dan panggilan. Sehingga seorang yang profesional harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi profesional melainkan bahwa kedua-duanya harus menyatu. Berkaitan dengan profesionalisme ini, ada dua pokok yang

22

Oemar H. Malik, Op. Cit., hal. 8.

23

Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 109.

24

Oemar H. Malik, Op. cit., hal. 1-2.

25


(28)

menarik perhatian mengenai profesi dan profesionalisme. Pertama, bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat digolongkan sebagai kelompok kapitalis atau kelompok kaum buruh. Juga tidak dapat dimasukkan sebagai kelompok administrator atau birokrat. Kedua, bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok tersendiri yang bertugas memutarkan roda lembaga/instansi/perusahaan melalui suatu status dalam kepemimpinan di segala tingkat mulai dari atasan,

menengah sampai ke bawah.26 Dengan demikian, jika berbicara tentang

profesionalisme, tidak dapat dilepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti yang luas.

Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat ditahan-tahan dalam perkembangannya. Talcott Parsons, tidak tahu arah lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya keseluruhan kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil ke depan sebagai sesuatu terkemuka melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.27

Menurut Soegito Reksodihardjo, arti kata ”profesi” adalah suatu bidang suatu kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meskipun lazimnya profesi dikaitkan dengan taraf lulusan akademi/universitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh seorang sarjana. Dalam masyarakat Indonesia pun telah dikenal berbagai profesi non-akademik, seperti pemain sepak bola, dan petinju profesional. Walaupun objek yang ditangani dapat berupa orang

26

Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 109-110.

27


(29)

atau benda fisik, yang menjadi penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik buruknya penanganan fungsi dimaksud. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada taraf kemahiran orang yang menjalankannya. Taraf kemahiran demikian hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat kesempurnaan yang dipersyaratkan tercapai bukan melalui jalan pintas.28

Atasan dalam suatu jabatan seharusnya dalam menilai kemampuan orang lain bukan semata-mata atas dasar gelar akademik (diploma, sarjana, megister), akan tetapi atas dasar kesanggupannya mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang dimiliki. Dalam praktik, dijumpai bahwa tidak semua orang mampu mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang dijumpai seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya, seorang non-sarjana yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif masih terbatas.

Gelar akademik bukan jaminan prestasi seseorang melainkan prestasi harus diukur di satu pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur yang dikaitkan dengan kemampuan semestinya ada pada orang itu. Misalnya Diploma hanya memberi harapan tentang adanya kemampuan itu, tetapi kemampuan nyata harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma tadi dalam pekerjaannya.

28


(30)

Dalam memperoleh kemampuan demikian, pengalaman merupakan guru terbaik. Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses belajarnya dari praktik bekerja akan mengalami kemunduran dalam dunia yang dinamis dan akan tertinggal dari yang lain. Berikut ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme:29

1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil sehingga

dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu;

2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya

dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan;

3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah

puas atau putus asa sampai hasilnya tercapai;

4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh

keadaan terpaksa atau godaan iman, seperti harta dan kenikmatan hidup; dan

5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan

sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Berdasarkan ciri-ciri di atas, dapat dipahami bahwa tidak mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Kriteria di atas, tentu harus didasarkan kepada kompetensi. Tjerk Hooghiemstra, mengemukakan bahwa seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompoten atau memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya. Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra, pada tulisannya yang berjudul Integrated Management of Human Resources, disebutkan bahwa, kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk

29


(31)

kerja yang efektif atau superior pada jabatan tertentu. Kompetensi dapat berupa motif, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan superior.30

Sehubungan dengan itu, Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul

Competence at Work, tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Tjerk

Hooghiemstra sebelumnya. Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan atau menghasilkan untuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Karakteristik pokok mempunyai arti kompetensi yang sangat mendalam dan merupakan bagian melekat pada pribadi seseorang dan dapat menyesuaikan sikap pada berbagai kondisi atau berbagai tugas pada jabatan tertentu. Maka, ada lima karakteristik kompetensi yaitu: motif; sikap; konsep diri (attitude, nilai-nilai atau imajinasi diri), pengetahuan atau keterampilan.31

Kompetensi lebih dititik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja di tempat kerja. Dengan perkataan lain, kompetensi menjelaskan apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu, uraian kompetensi harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan

30

Tjerk Hooghiemstra, dalam Ondi Saondi dan Aris Suherman, Ibid., hal. 112.

31


(32)

efektif bukan hanya mendata tugas. Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat memengaruhi produktivitas.

Pekerjaan manusia yang paling terpandang dan dihormati adalah Guru. Apabila dibandingkan dengan Raja, Presiden, Gubernur, Pejabat, orang kaya, bos, direktur, dan status sosial ekonomi lainnya, maka pekerjaan tersebut tidak semulia

Guru.32 Oemar Hamalik, dalam bukunya berjudul ”Pendekatan Guru Berdasarkan

Pendekatan Kompetensi”, disebutkannya bahwa hingga sampai saat ini, pekerjaan Guru sebagai tenaga pendidik masih diperdebatkan apakah termasuk profesi atau bukan. Sebab sering terjadi seorang Guru gagal dalam mendidik muridnya/siswanya sementara Guru tersebut telah memiliki gelar akademik walaupun ada juga Guru yang berhasil mendidik. Ada pula orang tua berhasil dalam medidik anak-anaknya akan tetapi orang tua tersebut tidak pernah sekalipun mengikuti pendidikan Guru dan mempelajari ilmu mengajar. Oleh sebab itu, dalam melihat hal tersebut, maka profesi Guru hendaknya dipahami dalam hubungannya yang luas sebagai berikut:33

1. Peranan pendidikan harus dilihat pembangunan secara menyeluruh yang

bertujuan untuk membentuk manusia sesuai dengan cita-cita bangsa. Pembangunan tidak mungkin berhasil jika tidak dilibatkan kemampuan yang dimiliki manusianya. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata sistem pendidikan yang relevan. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. Tanpa keahlian yang memadai, maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh tenaga pendidik, tidak dimiliki oleh warga (masyarakat) pada umumnya, melainkan hanya dimiliki

32

Zainal Aqib, Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional, (Bandung: Yrama Widya, 2009), hal. 5.

33


(33)

oleh orang-orang tertentu yang telah menjalani pendidikan Guru secara berencana dan sistematik;

2. Hasil pendidikan memang tidak mungkin dilihat dan dirasakan dalam waktu

singkat, melainkan diperlukan jangka waktu yang lama. Itulah sebabnya proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah. Kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang bukan ahli di bidang pendidikan dapat merusak generasi seterusnya. Oleh sebab itu, tangan-tangan yang mengelola sistem pendidikan mulai dari atas samapi ke tingkat bawah harus terdiri dari tenaga-tenaga profesional dalam bidang pendidikan;

3. Sekolah adalah suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan membentuk

peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkpribadian matang dan tangguh dapat dipertanggungjawabkan dalam masyarakat dan terhadap dirinya. Dimana orang tua peserta didik telah mempercayakan anak-anaknya dididik di sekolah. Tanggung jawab peserta didik tersebut terletak pada Guru-Guru dan tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, para Guru-Guru harus dididik dalam profesi kependidikan, agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efektif. Hal ini dapat dilakukan jika kedudukan, fungsi, dan peran Guru diakui sebagai suatu profesi;

4. Sesuai dengan hakikat dan kriteria profesi, jelas bahwa pekerjaan Guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas sebagai Guru. Pekerjaan Guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian kepada masyarakat dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik tersebut mengatur bagaimana seorang Guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya, baik dalam hubungan dengan anak didiknya maupun dalam hubungannya dengan teman sejawat; dan

5. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, maka setiap Guru

harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan. Dengan demikian Guru memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tentunya seorang calon Guru harus pula menempuh program pendidikan Guru pada suatu lembaga pendidikan Guru tertentu.

Guru harus bekerja secara profesional karena sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), pekerjaan Guru dijadikan sebagai profesi layaknya profesi dokter, pengacara, dan lain-lain. Dalam hal


(34)

ini, E. Mulyasa, menyatakan bahwa Guru harus profesional dengan memposisikan dirinya sebagai:34

1. Orang tua yang penuh kasih sayang terhadap peserta didiknya;

2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik;

3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta

didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya;

4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui

permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan sarana pemecahannya; 5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab;

6. Membiasakan peserta didik untuk saling berkomunikasi atau berhubungan

dengan orang lain secara wajar;

7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya;

8. Mengembangkan kreativitas; dan

9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.

Dalam memenuhi tuntutan di atas, Guru harus mampu memaknai pembelajaran dan menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Maka terhadap Guru tersebut harus pula

memiliki kompetensi profesional.35 Menurut konsep Jerman digunakan istilah

kompetensi profesional. Kompetensi profesional mencakup kumpulan beberapa kompetensi yang berbeda satu sama lain seperti ditunjukkan di bawah ini:36

1. Kompetensi spesialis, yaitu kemampuan untuk keterampilan dan pengetahuan

dalam menggunakan alat-alat yang ada dengan sempurna, mengorganisasikan dan menangani masalah;

2. Kompetensi metodik, yaitu kemampuan untuk mengumpulkan dan

menganalisa informasi, mengevaluasi informasi, orientasi tujuan kerja, dan bekerja secara sistematis;

3. Kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi, kreatif; dan

34

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 36.

35

Ibid., hal. 37.

36


(35)

4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, kerja kelompok, keja sama.

Sehubungan dengan kompetensi profesional tersebut, Guru profesional adalah Guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi dimaksud meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh Guru.37

Kompetensi profesional sebagaimana dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Berkenaan dengan kompetensi profesionalisme Guru tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), Bab III Pasal 7 ayat (1), profesi Guru harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

2. Memiliki Komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,

ketakwaan, dan akhlak mulia;

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan

bidang tugas;

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

37


(36)

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan; dan

9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal

yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Kompetensi Guru dapat diukur dari berbagai aktifitasnya secara aktif, inovatif dalam kegiatan ilmiah untuk dapat berhak sebagai penerima sertifikat dalam sertifikasi Guru. Sertifikasi Guru dimaksud diperhatikan dari portofolio Guru selama melaksanakan tugasnya. Dimana bahwa portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai Guru dalam interval waktu tertentu.38 Oleh karena itu, terhadap Guru yang merupakan tenaga profesional di bidang pendidikan dalam perspektif Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), Guru dituntut untuk bekerja secara profesional yang didasarkan kepada kompetensi Guru yang memadai dan memperhatikan kepada kesejahteraan Guru tersebut melalui sertifikasi.

2. Landasan Konsepsional

Landasan konsepsional digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa istilah untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman atau perbedaan penafsiran mengenai definisi atau pengertian. Landasan konsepsional dimaksud adalah sebagai berkut:

38


(37)

a. Pendidikan adalah mencakup pada pendidikan formal terdiri dari SD/MI, SMP/MTs, dan SMU yang merupakan kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat yang bersangkutan berada.39

b. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.40

c. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru.41

d. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan

kepada Guru sebagai tenaga profesional.42

e. Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman

berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai Guru dalam interval waktu tertentu.43

f. Kompetensi Guru adalah sejumlah kemampuan yang harus dimiliki Guru

untuk mencapai tingkatan Guru profesional.44

g. Guru profesional adalah Guru yang memenuhi persyaratan kompetensi untuk

melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.45

39

M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Op. cit., hal. 8-9.

40

UUGD, Pasal 1 angka 1.

41

Ibid., Pasal 1 angka 11.

42

Ibid., Pasal 1 angka 12.

43

Muhammad Zen, Op. cit., hal. 52.

44


(38)

h. Profesi adalah spesialisasi kerja yang membutuhkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berdasarkan intelektualitas diperoleh melalui studi dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan keterampilan dan keahlian dalam memperoleh imbalan berupa pembayaran upah atau gaji (payment).46

i. Profesionalitas adalah kualitas suatu profesi atau pekerjaan sesuai dengan standar yang diinginkan dan mendapat pengakuan secara positif dari klien/masyarakat atas hasil yang dicapai dari profesi yang dilakukannya.47

j. Profesionalisme Guru adalah kegiatan dan/atau usaha meningkatkan

kompetensi Guru ke arah yang lebih baik dilihat dari berbagai aspek demi terselenggaranya suatu optimalisasi pelayanan kegiatan atau pekerjaan profesi Guru yang memiliki makna penting.48

k. Kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai

sampai dengan Guru mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, dan S3) maupun non gelar (D4 atau Post Graduate diploma), baik di dalam maupun di luar negeri. Bukti fisik yang terikat dengan komponen ini dapat berupa ijazah atau sertifikat diploma.49

l. Pendidikan dan pelatihan yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan

pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan

45

Ibid., hal. 29.

46

Dadi Permadi dan Daeng Arifin, The Smilling Teacher Perubahan Motivasi dan Sikap Dalam Mengajar, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hal. 11.

47

Ibid., hal. 13.

48

M. Surya, Kecenderungan Peranan Guru di Masa Depan, (Bandung: Pikiran Rakyat, 2005), hal. 48.

49


(39)

kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik komponen ini dapat berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan dari lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan (diklat).50

m. Pengalaman mengajar yaitu masa kerja Guru dalam melaksanakan tugas

sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang.51

n. Perencanaan pembelajaran yaitu persiapan mengelola pembelajaran yang akan

dilaksanakan dalam kelas pada setiap tatap muka. Perencanaan pembelajaran ini paling tidak memuat perumusan tujuan/kompetensi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian proses hasil belajar. Bukti fisik dari sub komponen ini berupa dokumen pembelajaran (RP/RPPSP/RPI) yang disahkan oleh atasan.52

o. Penilaian dari atasan dan pengawas yaitu penilaian atasan terhadap

kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi aspek-aspek: ketaatan menjalankan ajaran agama, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, etos

50

Ibid.

51

Ibid., hal. 53-54.

52


(40)

kerja, inovasi dan kreativitas, kemampuan menerima kritik dan saran,

kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan berkejasama.53

p. Prestasi akademik yaitu prestasi yang dicapai Guru, utamanya yang terkait

dengan bidang keahliannya yang mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi lomba dan karya ilmiah.54 q. Karya pengembangan profesi terdiri dari 5 (lima) macam kegiatan, yaitu: (1)

menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI), (2) menemukan Teknologi Tepat Guna, (3) membuat alat peraga/bimbingan, (4) menciptakan karya seni, dan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Namun, dengan berbagai alasan, antara lain karena belum jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian dari kegiatan selain menyusun KTI, maka pelaksanaan kegiatan pengembangan profesi, sebagian terbesar dilakukan melalui KTI. KTI adalah laporan tertulis tentang (hasil) suatu kegiatan ilmiah. Karena kegiatan ilmiah banyak macamnya, maka laporan kegiatan ilmiah (KTI) juga beragam bentuknya. Ada yang berbentuk laporan penelitian, tulisan ilmiah populer, buku, diktat dan lain-lain.55

53

Ibid., hal. 55.

54

Ibid.

55

Suhardjono, “Peningkatan Karir Tenaga Kependidikan, khususnya dalam hal pembuatan Karya Tulis Ilmiah sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi”, Makalah disampaikan pada Temu Konsultasi dalam Rangka Koordinasi dan Pembinaan Kepegawaian Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional, Biro Kepegawaian, Griya Astuti Nopember 2006, hal. 3.


(41)

r. Keikutsertaan dalam forum ilmiah adalah kegiatan-kegiatan Guru yang mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah dapat berupa panitia atau sebagai peserta seminar, lokakarya, dan lain-lain.56

s. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial yaitu

kegiatan-kegiatan yang diikuti melalui organisasi kependidikan misalnya pengalaman dalam bidang pembina pramuka, pembina Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan lain-lain. Dokumen ini dibuktikan dengan surat keterangan dari atas yaitu Kepala Sekolah.57

t. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan yaitu penghargaan yang

diperoleh karena Guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), kualitatif (komitmen, etos kerja), dan relevansi (dalam bidang/rumpun bidang), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik yang dilapirkan berupa fotokopi sertifikat, piagam, atau surat keterangan.58

56

Muhamad Zen, Op. cit., hal. 56.

57

Ibid.

58


(42)

G. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.59 Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan

kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.60 Penelitian hukum

merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.61 Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan atau disebut juga sebagai penelitian doktrinal.62 Alasan penggunaan penelitian hukum normatif ini didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep, dan data

59

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hal. 106.

60

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), hal. 1.

61

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 6.

62

Bismar Nasution, ”Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, Makalah, disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, hal. 1. Penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. Penelitian hukum normatif ini bersifat kualitatif.


(43)

yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Wawancara terhadap pihak terkait (informan) juga dilakukan sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sebagai data pokok yang meliputi:

1. Bahan hukum primer bersifat mengikat yaitu Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (PP SPN), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 022/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan;

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, surat kabar, dan majalah mingguan sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini;63

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk

63

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 24.


(44)

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum dan kamus bahasa Indonesia (ensiklopedia).64

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library

research) terhadap dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di

perpustakaan dengan melakukan identifikasi data yang ada. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal dalam undang-undang terkait dengan sertifikasi Guru yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan. Kemduian melakukan sistematika data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.65

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan membuat sistematika dari data sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Data diseleksi dan diolah kemudian disimpulkan secara deduktif, sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan.

64

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal. 14-15.

65

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 195-196.


(45)

BAB II

PENGATURAN SERTIFIKASI GURU BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

B. Pengaturan Tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan

3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional

Hampir setiap orang pernah memperoleh pendidikan, tetapi tidak semua orang mengerti makna kata pendidikan, pendidik, dan mendidik. Memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mnegarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie bermakna pendidikan sedangkan

paedagogiek bermakna ilmu pendidikan atau ilmu mendidik.66 Tidaklah

mengherankan apabila paedagogik (paedagogics) atau ilmu mendidik adalah ilmu menggunakan teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagai anak sampai pada anak mencapai kedewasaannya.

Secara estimologik, perkataan paedogogie berasal dari bahasa Yunani, yaitu

paedogogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paedogogos adalah hamba atau

orang yang pekerjaannya menghantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput sekolah. Perkataan “paid” merujuk kepada kanak-kanak, yang menjadikan sebab mengapa sebahagian orang cenderung membedakan antara

pedagogi (mengajar kanak-kanak) dan androgogi (mengajar orang dewasa). Padegogi yang juga berasal dari bahasa Yunani Kuno dapat dipahami dari kata

66

Purwanto Ngalim M, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 3.


(46)

“paid” yang bermakna “anak”, dan “egogos” yang berarti membina atau membimbing. Apa yang dipraktikkan dalam pendidikan selama ini adalah konsep dari padegogi yang secara harfiah adalah seni mengajar atau seni mendidikan anak-anak.67

Realitasnya, pendidikan pedogogi dalam dunia modern Menurut Taksonomi Bloom membagi fungsi pembelajaran menjadi tiga area, yakni: Pertama, bidang kognitif, yakni yang berkenaan dengan aktifitas mental seperti ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan mencipta; Kedua, bidang efektif, yakni berkenaan dengan sikap dan rahasia diri; dan Ketiga, bidang psikomotor, yakni berkenaan dengan aktivitas fisik seperti keterampilan hidup.68

Ketiga wilayah tersebut memiliki sifat yang berbeda, tetapi dalam situasi pembelajaran semua menjadi satu. Contohnya apabila seorang Guru ingin mengajar seorang pelajar untuk menulis, Guru tersebut harus mengajar pelajar itu cara memegang pensil (bidang psikomotor); bentuk huruf dan maknanya (bidang kognitif); dan juga harus memupuk minat untuk belajar menulis (bidang efektif). Dengan demikian hakikat pendidikan adalah “handayani” seperti yang dikemukakan oleh Ki Mohammad Said R yang memiliki arti “memberi pengaruh”. Pendidikan merupakan kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan

67

M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Op. cit., hal. 8.

68


(47)

bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat yang bersangkutan berada.69

Efek dari pendidikan adalah gejala perilaku dan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar-dasar primer bertahan hidup, agar lebih bermakna atau bernilai. Gejala pendidikan timbul seketika ketika sekumpulan individu ingin memenuhi kebutuhan makna yang lebih tinggi atau abstrak seperti pengetahuan, nilai keadilan, kemakmuran, dan keterampilan agar terbebas dari kondisi kekurangan seperti kemiskinan, penyakit, atau kurangnya kemampuan berinteraksi dengan alam

sekitarnya.70 Hal demikian lah yang menjadi tanggung jawab pemerintah

sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 yang ditentukan sebagai berikut:

(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran

nasional, yang diatur dengan undang-undang.

Tanggung jawab pemerintah dalam hal ini dimaksud untuk menjamin kualitas pendidikan nasional bagi warga negara Indonesia melalui peran Guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Mengingat hal tersebut, bermakna luhur dalam proses pendidikan. Mendidik menurut Langevald adalah mempengaruhi dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan. Mendidik dapat membantu anak supaya cakap dalam meneyelenggarakan hidupnya.

69

Ibid., hal. 8-9.

70

Idris Zahara dan Lisma Djamal, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1985), hal. 32.


(48)

Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar tumbuh sebagai anggota manusia dan anggota masyarakat dan mencapai keselamatan serat kebahagiaan yang setinggi-tingginya.71

Mendidik memerlukan tanggung jawab yang lebih besar dari pada mengajar. Mendidik adalah membimbing pertumpuhan anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan. Oleh sebab itu, Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, (UU Sisdiknas) disebutkan dengan istilah “pendidikan” bukan “pengajaran”. Dasar pendidikan nasional termaktub dalam Pasal 31 UUD 1945 yang kemudian di atur dalam Pasal 2 UU Sisdiknas, yaitu “pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Plato berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah memberikan penyadaran terhadap apa yang seharusnya diketahuinya yang kemudian pengetahuan tersebut harus dapat direalisasikan sendiri sehingga dapat penelitian serta mengetahui hubungan kausal yaitu alasan dan alur pikirannya.72 Pembahasan tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang penting mengingat perjalanan suatu institusi penyelenggara memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan. Demikian pula pendidikan yang mengarahkan kepada kehidupan yang lebih baik berangkat dari tujuan yang hendak dicapai. Pasal 3 UU Sisdiknas, ditentukan:

71

Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa, 1977), hal. 146.

72


(49)

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sebagaimana tujuan pendidikan nasional di atas, apabila sudah jelas, maka langkah selanjutnya adalah memikirkan perangkat-perangkat lain yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Pentingnya kejelasan tujuan pendidikan, sehingga memudahkan penyiapan perangkat-perangkat lain khususnya mempersiapkan peranan guru-guru yang berkualitas. Dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas, setiap unit atau organisasi atau institusi yang bergerak di bidang pendidikan dalam menjabarkan kegiatannya mengacu kepada tujuan pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan secara institusional sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikannya seperti tujuan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan tujuan pendidikan Perguruan Tinggi. Semua tujuan institusional tersebut harus tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum masing-masing jenjang pendidikan dengan tidak melanggar Pasal 3 UU Sisdiknas di atas.

Tujuan pendidikan nasional tentunya dapat dicapai melalui penetapan standar nasional pendidikan. Pasal 35 UU Sisdiknas, menentukan mengenai standar pendidikan nasional yakni:


(50)

(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan

kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan

pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Standar isi mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan ke dalam persyaratan tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.

Standar tenaga kependidikan mencakup persyaratan pendidikan prajabatan dan kelayakan, baik fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Peningkatan secara berencana dan berkala dimaksudkan untuk meningkatkan keunggulan lokal, kepentingan nasional, keadilan, dan kompetisi antar bangsa dalam peradaban dunia.


(51)

Ada sedikit perubahan tentang pengertian “tenaga kependidikan” dan “tenaga pendidik” antara Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (undang-undang lama) dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (undang-undang yang baru). Pasal 1 angka 7 UU No.2 Tahun 1989 disebutkan “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan”, sedangkan dalam Pasal 1 angka 5 UU No.20 Tahun 2003 disebutkan “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional, pendidik sebagaimana disebutkan dalam UU No.2 Tahun 1989 terdiri dari tenaga pendidik (Guru dan Dosen), pengelola satuan pendidikan, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar, sedangkan pendidik dalam UU No.20 Tahun 2003 terdiri dari Guru, Dosen, Konselor, Pamong Belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai dnegan kekhususannya.73

Tentang pengertian tenaga kependidikan, baik UU No.2 Tahun 1989 maupun UU No.20 Tahun 2003 tetap menggunakan genus “anggota masyarakat” yang bisa sangat luas cakupannya. Hal ini sangat baik karena mencakup sifat inklusif dari pengertian tenaga kependidikan artinya siapapun dapat menjadi tenaga kependidikan tetapi tidak dapat begitu saja menjadi tenaga pendidik tanpa memenuhi persyaratan misalnya pendidikan prajabatan sesuai dengan akta mengajar. Mengenai tenaga

73

Dedi Supriadi, Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangannya Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003), hal. 44.


(1)

Lampiran 4: Mekanisme dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh unit-unit kerja pelaksanaan sertifikasi Guru.

No Kegiatan Uraian Unit Kerja

Pelaksana

Jadwal Kegiatan

1 Menetapkan kuota provinsi

Kuota provinsi ditetapkan oleh Direktorat Jenderal

Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

(Ditjen PMPTK) berdasarkan data jumlah guru yang

memenuhi persyaratan.

Ditjen PMPTK

Oktober 2009

2 Menampilkan Data Guru

a. Data Guru dalam bentuk rekap dan data individu yang terdapat dalam sistem pendataan NUPTK diberikan kepada provinsi dan kabupaten/kota. b. Data tersebut harus disesuaikan

dengan data yang ada di provinsi dan kabupaten/kota sebelum

digunakan sebagai dasar perhitungan kuota kabupaten/kota dan bahan pertimbangan untuk menetapkan peserta.

c. Data Guru dikelompokkan berdasarkan abupaten/kota dan jenjang pendidikan.

LPMP Nopember 2009

3 Membentuk Panitia/Tim Pengelola Sertifikasi Guru

Sebelum semua aktifitas kegiatan dilakukan, yang harus disiapkan adalah pembentukan Panitia/Tim Pengelola Sertitikasi Guru di tingkat LPMP, dinas pendidikan provinsi/Kabupaten/Kota. Panitia/Tim Pengelola sertifikasi guru di LPMP bertugas:

a. Menetapkan kuota kabupaten/kota bersama dengan dinas pendidikan provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota.

b. Sosialisasi pelaksanaan sertifikasi Guru kepada dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan fihak terkait lainnya.

c. Memberikan contoh Format A1

LPMP

Dinas pendidikan provinsi

Dinas pendidikan kabupaten atau kota

Nopember 2009


(2)

kepada dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota untuk digandakan.

d. Melakukan pengecekan daftar peserta dengan kuota.

e. Melakukan pengecekan nomor peserta dengan bidang studi yang disertifikasi.

f. Melakukan redistribusi kuota kabupaten/kota jika ada

kabupaten/kota yang tidak dapat memenuhi kuota dan melaporkan ke Ditjen PMPTK.

g. Melakukan entry data peserta sertifikasi.

h. Mencetak Format A.1,

ditandatangani bersama dengan dinas pendidikan

provinsi/kabupaten/kota untuk digunakan sebagai bagian dokumen portofolio Guru.

i. Membuat dan mengirimkan daftar nama peserta yang telah diverifikasi ke KSG.

j. Koordinasi dengan LPTK terutama berkaitan dengan penyaluran dana sertifikasi Guru.

Tim Sertifikasi Guru di dinas pendidikan provinsi/

kabupaten/kota bertugas:

a. Sosialisasi kepada guru dan masyarakat.

b. Menyusun daftar guru yang memenuhi persyaratan.

c. Menetapkan peserta sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan secara transparan.

d. Mempersiapkan SK Penetapan peserta sertifikasi guru.

e. Menggandakan dan memberikan Format A1 kepada peserta dan memberikan nomor urut peserta.

Dinas Pendidikan provinsi

Dinas Pendidikan Kab/Kota


(3)

f. Menerima Format A1 Asli dari peserta dan melakukan pengecekan kesesuaian nomor peserta dengan bidang studi yang disertifikasi pada Format A1 tersebut.

g. Mencek dan memberikan pengesahan pada Format A1 cetakan LPMP dengan

menandatangani dan membubuhi stempel.

h. Mengirimkan SK penetapan peserta dan Format A1 Asli ke LPMP setempat.

i. Menerima portofolio dari guru dan mengirimkannya ke LPTK.

4 Sosialisasi Sertifikasi Guru tingkat

provinsi/kabupate n/kota

Sosialisasi sertifikasi guru dalam jabatan tingkat provinsi dilaksanakan dengan melibatkan peserta dari LPMP, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota. Materi sosialisasi antara lain mekanisme penetapan peserta, alur pelaksanaan sertifikasi guru, dan penyusunan dokumen portofolio, pengolahan data peserta, serta jadwal pelaksanaan sertifikasi guru.

Ditjen PMPTK

Nopember 2009

5 Menetapkan Kuota

Kabupaten/Kota

a. Kuota kabupaten/kota dihitung bersama oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), dinas pendidikan provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota.

b. Penghitungan kuota kabupaten/kota didasarkan atas jumlah guru yang memenuhi persyaratan pada kabupaten/kota tersebut.

c. Kuota bukan PNS minimal 15% disesuaikan dengan proporsi jumlah guru pada masing-masing daerah. d. Apabila kuota yang sudah

ditetapkan tidak dapat dipenuhi, maka dinas pendidikan

abupaten/kota melaporkan ke LPMP untuk diberikan kepada

LPMP Dinas pendidikan provinsi

Dinas Pendidikan kab/kota

Nopember 2009


(4)

kabupaten/kota lainnya.

e. Kuota tersebut ditandatangani dinas pendidikan kabupaten/kota

dikirimkan ke Ditjen PMPTK Up. Direktorat Profesi Pendidik. 6 Sosialisasi dan

penetapan Peserta

a. Sosialisasi kepada guru yang memenuhi persyaratan sertifikasi guru.

b. Membuat ranking daftar peserta sesuai dengan kriteria urutan prioritas.

c. Menetapkan dan menerbitkan SK Penetapan Peserta.

d. Menggandakan dan memberikan Format A1.1 kepada guru dan Format A1.2 kepada pengawas yang telah ditetapkan, beserta cara pengisian Format A1.

Dinas pendidikan provinsi/ kabupaten/ kota

Januari 2010

7 Pendaftaran Peserta

a. Guru yang telah ditetapkan sebagai peserta mengisi Format A1 sesuai ketentuan dalam Buku 1 Penetapan Peserta.

b. Format A1.1 untuk guru dan Format A1.2 untuk pengawas. c. Kode mata pelajaran pada nomor

peserta harus sama dengan bidang studi/mata pelajaran yang

disertifikasi.

d. Format A1 Asli setelah ditandatangai oleh guru yang bersangkutan, ditandatangani oleh kepala sekolah dan dibubuhi stempel sekolah, diserahkan ke dinas pendidikan

provinsi/kabupaten/kota.

e. SK penetapan peserta dan lampiran daftar nama serta Format A1 Asli oleh dinas pendidikan

provinsi/kabpeten/kota didikirim ke LPMP

Guru Januari 2010

8 Entry Data Peserta Sertifikasi

a. Format A1 yang sudah diisi guru dimasukkan dalam data base

LPMP Februari 2010


(5)

sertifikasi guru menggunakan format aplikasi yang telah disiapkan.

b. Dari data base tersebut LPMP membuat Format A1 Cetakan dan Daftar Peserta.

c. Format A1 hasil entri data, dicetak langsung dari aplikasi untuk masing-masing peserta, kemudian ditandatangani dan distempel oleh LPMP dan pejabat dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota.

d. Daftar Peserta dikirim ke KSG, dinas pendidikan

provisi/kabupaten/kota dan Ditjen PMPTK.

e. Catatan: bagi kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai target ujicoba pendaftaran peserta sertifikasi guru secara online, akan ada penjelasan lebih lanjut tentang tata cara pendaftaran secara online. 9 Menyusun

Portofolio/Dokum en

a. Menyusun portofolio/dokumen mengacu pada buku Pedoman Penyusunan Portofolio.

b. Portofolio/dokumen sertifikasi guru SLB dikirim ke dinas pendidikan provinsi.

c. Portofolio/dokumen sertifikasi guru TK, SD, SMP, SMA, SMK dan pengawas dikirim ke dinas pendidikan labupaten/kota. d. Guru tidak boleh mengirimkan

langsung dokumen portofolio ke LPTK.

Guru Maret 2010

10 Mengumpulkan Portofolio/dokum en

a. Portofolio/dokumen dicatat, dicek nomor peserta dengan bidang studi yang disertifikasi.

b. Format A.1 Cetakan disisipkan dalam portofolio/dokumen guru yang bersangkutan.

c. Portofolio/dokumen disusun sesuai

Dinas Pendidikan Propinsi

April 2010


(6)

dengan nomor urut peserta. Nomor awal ditempatkan paling atas. d. Mengirimkan portofolio/dokumen

beserta rekap peserta ke LPTK, tembusan ke LPMP.

11 Penilaian Portofolio

Portofolio yang diterima LPTK dinilai oleh dua asesor yang memiliki Nomor Induk Asesor (NIA) dan telah

ditetapkan sesuai dengan kewenangannya