3.2 Hewan Percobaan
Marmut jenis lokal dengan berat 200-500 gram yang berumur 3 bulan dan telah dikondisikan selama seminggu.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kelopak bunga rosella Hibiscus Sabdariffa L. yang masih segar berwarna merah dan cukup tua yang diperoleh dari Pasar I Kampung
Tapanuli, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi Tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, USU, Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 1 halaman 33.
3.3.3 Pengolahan Sampel 3.3.3.1 Pengolahan Sampel Segar
Sampel kelopak bunga rosela yang masih segar dikumpulkan, dibersihkan disortasi basah, dicuci dengan air sampai bersih, kemudian ditiriskan lalu
disebarkan, setelah itu dikeluarkan bijinya, lalu kelopak ditimbang sebagai berat basah.
3.3.3.2 Pengolahan Sampel Kering
Sampel kelopak bunga rosela yang masih segar dikumpulkan, dibersihkan disortasi basah, dicuci dengan air sampai bersih, kemudian ditiriskan lalu
disebarkan, setelah itu dikeluarkan bijinya, lalu kelopak ditimbang sebagai berat
Universitas Sumatera Utara
basah. Kemudian kelopak dikeringkan di oven dengan suhu ± 50°C sampai kelopak kering dan mudah rapuh, berat kelopak yang kering ditimbang. Kemudian
disimpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari.
3.4 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, dan penetapan kadar sari
yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan pemeriksaan kadar abu yang tidak larut dalam asam DitJen POM, 2000.
3.4.1 Pemeriksaan Makrokospik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada simplisia segar yang meliputi pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna. Gambar simplisia dapat dilihat pada
lampiran 3 halaman 35.
3.4.2 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluen. Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penyambung dan tabung penerima. Cara penetapan:
Ke dalam Labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air pada
tabung penerimaan dibaca. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15
menit. Setelah toluena mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan
penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah 2 jam didestilasi,
Universitas Sumatera Utara
kemudian toluen dibiarkan dingin, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen Ditjen POM, 2000.
kadar air = x 100
3.4.3 Penetapan Kadar Sari Yang Larut dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling 100
ml dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering
dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Ditjen POM, 2000.
kadar sari larut dalam air = x
x 100
3.4.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam etanol 95 dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok
selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.
Universitas Sumatera Utara
Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara DitJen POM, 2000.
kadar sari larut dalam etanol = x
x 100
3.4.5 Penetapan Kadar Abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara DitJen POM, 2000.
3.4.6 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara DitJen POM, 2000.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Penyiapan Hewan Hiperkolesterolemia
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah marmut yang sehat dan dewasa sebanyak 18 ekor yang terlebih dahulu dikondisikan selama 1 minggu
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kemudian diukur kadar kolesterol awalnya. Setelah itu marmut tersebut dibuat hiperkolesterolemia
dengan memberikan campuran pakan, nasi putih, telur, dan hati ayam yang
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu dimasak secara bersama-sama sebagai makanan marmut sehari- hari. Selain itu, setiap pagi marmut juga diberi induksi campuran kuning telur,
minyak sisa penggorengan, hati ayam dan air secukupnya yang diblender terlebih dahulu. Marmut diinduksi selama 5 minggu berturut-turut. Diukur kadar
kolesterolnya. Bagan alur pengerjaannya dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 42.
3.5.2 Pembuatan Infus Kelopak Bunga Rosella 10
Untuk pembuatan infus rosella kering dilakukan dengan cara menimbang 10 gram kelopak bunga rosella lalu dimasukkan dalam panci infus, kemudian
ditambahkan aquadest 100 ml, setelah itu dipanaskan pada suhu 90
o
C, ditunggu selama 15 menit sambil diaduk minimal 3 kali, kemudian diserkai dengan kain
flanel, kemudian filtrat dicukupkan dengan aquadest melalui ampas sampai diperoleh volume keseluruhan 100 ml. Untuk pembuatan infus rosella segar
dilakukan dengan cara yang sama seperti pada rosella kering. Bagan alur pengerjaannya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 43.
3.5.2 Pemberian Infus Kelopak Bunga Rosella Pada Marmut Hiperkolesterolemia
Marmut dibagi menjadi 3 kelompok: 1. kelompok pertama diberikan aquadest sebagai kontrol
2. kelompok kedua diberikan infus kelopak bunga rosella segar 10 dengan dosis 3,2 gKgBB secara oral, penentuan dosis dilakukan setelah orientasi.
3. kelompok ketiga diberi infus kelopak bunga rosella kering 10 dengan dosis 3,2 gKgBB secara oral, penentuan dosis dilakukan setelah orientasi
Kadar kolesterol darah marmut diukur setelah 6 jam.
Universitas Sumatera Utara
3.5.4 Pengambilan Darah
Waktu pengambilan sampel darah harus dicegah kontaminasi oleh debu, rambut atau pengotor lainnya. Cara pengambilan darah;
Marmut dipuasakan terlebih dahulu selama 10-14 jam. Lalu bulu-bulu kaki marmut dipangkas, kemudian kuku kaki dibersihkan dengan sikat gigi basah
untuk membuang pasir dan sisa pengotor lainnya. Lalu kuku dan kaki marmut dibersihkan dengan etanol 70. Setelah itu kuku marmut dipotong dengan
pemotong kuku sampai berdarah kemudian darah yang menetes ditampung hingga 0,5 ml dalam politube berisi heparin, dibiarkan selama 30 menit, dimasukkan
dalam pendingin. Bagan alur pengambilan darah marmut dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 44.
3.5.5 Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut
Darah yang telah diambil disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm, maka akan dihasilkan 2 lapisan yaitu bagian serum dan padatan.
Dipipet bagian serum sebanyak 20 μl kemudian dimasukkan ke dalam tabung
yang telah berisi 20 μl kolesterol kontrol perbandingan 1:1. Dihomogenkan dengan alat vortex lalu dipipet 10 µ l dengan mikropipet, lalu diteteskan pada slide
berisi reagen kolesterol yang kemudian diinkubasikan dalam alat vitros DT 60. Diukur kadar kolesterol pada alat vitros DT 60. Bagan alur pengukuran kadar
kolesterol darah marmut dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 45.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA analisis variansi. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS Statistical
Product and Service Solution versi 13.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelopak rosella, yang gambarnya dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 35. Hasil identifikasi yang
dilakukan di Laboratorium Taksonomi, Departemen Biologi, FMIPA USU, menunjukkan bahwa rosella termasuk dalam suku Malvaceae spesies Hibiscus
sabdariffa L., seperti yang tertera pada lampiran 1 halaman 33. 4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia
Hasil karakterisasi simplisia dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia
No Karakterisasi simplisia
Hasil Persyaratan MMI
1 Pemeriksaan makroskopik
Rasa: asam, kelat Warna: merah kehitaman
2 Kadar air
7,94 10
3 Kadar sari larut dalam air
19,49 16
4 Kadar sari larut etanol
17,53 6
5 Kadar abu total
7,51 9
6 Kadar abu tidak larut dalam asam
0,12 1,5
Dari tabel 1 diperoleh hasil, bahwa simplisia yang digunakan memenuhi persyaratan MMI. Menurut MMI, persyaratan kadar air kurang dari 10, kadar
sari larut air lebih dari 16, kadar sari larut dalam etanol lebih dari 6, kadar abu total kurang dari 9, kadar abu tidak larut dalam asam kurang dari 1,5. Hasil
Universitas Sumatera Utara
dan perhitungan karakterisasi simplisia dapat dlihat pada lampiran 4 halaman 37 sampai lampiran 7 halaman 40.
4.3 Hasil penentuan kadar kolesterol
Kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia dan setelah pemberian infus rosella dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia dan setelah
pemberian infus rosella Perlakuan
kadar kolesterol mgdl±SD normal
hiperkolesterolemia setelah 6 jam
A 4,50±2,22
39,17 ± 13,72 59,17 ± 10,57
B 4,83±2,86
39,83 ± 10,72 38,17 ± 10,25
C 4,50±3,27
39,50 ± 6,66 35,00 ± 6,19
Keterangan : A: untuk perlakuan tanpa pemberian infus aquadest
B: untuk perlakuan dengan pemberian infus rosella segar dosis 3,2 gkg BB C: untuk perlakuan dengan pemberian infus rosella kering dosis 3,2 gkg BB
SD: standar deviasi
Gambar1. Diagram kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia
mgdl dan setelah Pemberian infus rosella ± SD
Universitas Sumatera Utara
Grafik kadar kolesterol dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik kadar kolesterol darah marmut hiperkolesterolemia mgdl dan setelah Pemberian infus rosella mgdl ± SD
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa marmut mengalami hiperkolesterolemia pada pemberian campuran telur, hati ayam, minyak sisa
penggorengan, pakan dan nasi putih selama 5 minggu berturut-turut jika dibandingkan dengan rata – rata kadar kolesterol darah marmut normal.
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol pemberian aquadest mengalami peningkatan kadar kolesterol marmut. Menurut
Yakubovskaya 1960, keadaan puasa mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol yang sangat signifikan. Peningkatan kadar kolesterol-LDL
plasma pada keadaan puasa disebabkan oleh menurunnya reseptor LDL hepatik van der wal et al., 1997.
Dibandingkan dengan kontrol, pemberian infus rosella menunjukkan terjadinya penurunan kadar kolesterol sekaligus penghambatan peningkatan kadar
kolesterol dalam darah dalam keadaan puasa.
Universitas Sumatera Utara
Rodríguez-Medina, et al., 2009 memeriksa kandungan ekstrak air rosella dengan menggunakan HPLC dengan deteksi sinar dioda yang digabung dengan
ESI dan ion trap MS dengan hasil seperti pada tabel 3. Hampir semua kandungan ekstrak air rosella dari tabel 3 bersifat menurunkan dan menghambat peningkatan
kadar kolesterol. Kandungan flavonoid yang tinggi dalam ekstrak air rosella bersifat menurunkan peroksidasi lipid dengan cara meningkatkan aktivitas enzim
antioksidan sehingga berefek pada menurunnya kadar kolesterol darah. Tabel 3. Kandungan ekstrak air Sabdariffa calyx dengan menggunakan HPLC
dengan deteksi sinar dioda yang digabung dengan ESI dan ion trap MS
Tabel 4.2. Mass spectral and UV data positive mode and negative mode in the Hibiscus sabdariffa aqueous extract DAD-ESITOFIT
.
Babalola 2001, juga melaporkan adanya kandungan vitamin C yang cukup hingga 54,8 mg100g untuk rosela berwarna merah gelap. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Fernandez 2001, efek antioksidan seperti vitamin C pada marmut dapat meningkatkan jumlah LDL-reseptor hepatik, sehingga dapat menurunkan jumlah
kolesterol dalam darah.
4.4 Perbandingan Efek Antikolesterolemia dari Infus Rosella Kering dan Segar