BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID
2.1. Pengertian
Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer 1868 di Copenhagen sebagai  suatu  kelainan  dentofasial  yang  disebabkan  oleh  obstruksi  saluran
nafas atas jangka panjang karena hipertropi dari jaringan adenoid. Nama lain dari sindroma wajah  adenoid  adalah microrhinodysplasia, sindroma  wajah  panjang atau dummy  face
syndrome.
7,10
Gejala gejala  yang menyertai antara lain pernafasan mulut kronis, obstruksi apnea saat tidur dengan gejala mendengkur, penurunan fungsi pendengaran, penciuman dan
pengecapan, sinusitis, suara hiponasal dan maloklusi Klas  II  Angle divisi 1 dan Klas  III
Angle. Wilhelm  Meyer juga yang  pertama  kali  menyarankan  untuk  membuang  adenoid
yang hipertropi dengan prosedur bedah yang disebut adenoidektomi.
11,12
Menurut  Linder Arosson  2000, sindroma  wajah  adenoid diakibatkan  oleh
penyumbatan  saluran  nafas  atas kronis oleh karena hipertropi  jaringan  adenoid. Penyumbatan  saluran  nafas  atas  kronis  menyebabkan  kuantitas  pernafasan  atas  menjadi
menurun, sebagai penyesuaian fisiologis penderita akan bernafas melalui mulut. Pernafasan melalui  mulut  menyebabkan perubahan  struktur dentofasial  yang  dapat  mengakibatkan
maloklusi,  yaitu  posisi rahang  bawah  yang  turun  dan  elongasi,  posisi tulang  hyoid  yang turun sehingga lidah akan cenderung ke bawah dan ke depan, serta meningginya dimensi
vertikal.
2,5,12,13
Gambaran penderita sindroma wajah adenoid dapat terlihat seperti gambar berikut Gambar 1.
Gambar 1. Penderita sindroma wajah adenoid.
21
Penelitian yang dilakukan oleh Quinn dan Ryan menunjukkan prevalansi sindroma wajah adenoid dapat diperkirakan jumlahnya dari tindakan adenoidektomi yang dilakukan
sejak awal tahun 1960 sampai tahun 1970-an. Setiap tahunnya di Amerika Serikat terdapat 1 sampai 2 juta kasus tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya yang terjadi
pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu,  dimana  pada  tahun  1996 diperkirakan  248.000  anak  86,4  menjalani
tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya 13,6 menjalani tonsilektomi saja. Kasus yang serupa juga terjadi di Skotlandia pada anak anak dibawah usia 15 tahun. Sedangkan pada
usia remaja  sampai  dewasa terjadi  peningkatan  angka  tonsilektomi dari  2.919  operasi 1990 menjadi 3.200 operasi 1996.
14-16
Di Indonesia belum ada data nasional mengenai jumlah operasi adenoidektomi atau tonsiloadenoidektomi, akan tetapi berdasarkan data yang didapat dari Rumah Sakit Umum
Dr. Sardjito Yogyakarta dan dari Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Data dari Rumah Sakit Umum  Dr.  Sardjito  diperoleh  bahwa  jumlah  kasus selama  5  tahun  1999-2003
menunjukkan  kecenderungan  penurunan jumlah  operasi  tonsiloadenoidektomi.  Puncak kenaikan yaitu 275 kasus pada tahun 2000 dan terus menurun sampai 152 kasus pada tahun
2003.  Demikian  pula  dari data Rumah  Sakit  Fatmawati dalam  3  tahun 2002-2004 dilaporkan  bahwa  terjadi kecenderungan  penurunan  jumlah  operasi  tonsiloadenoidektomi
setiap tahunnya.
14,15
2.2. Etiologi dan Predisposisi