Penegakan Diagnosa GAMBARAN KLINIS, DAMPAK SINDROMA WAJAH ADENOID TERHADAP

3.4 Penegakan Diagnosa

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa sindroma wajah adenoid antara lain anamnesa, pemeriksaan klinis, rongga mulut, analisa fungsional dan radiografi. Melalui kelima pemeriksaan tersebut diharapkan diagnosa yang adekuat dapat ditegakkan. 3,8,12 Anamnesa yaitu wawancara kepada pasien dan orang tua pasien mengenai riwayat penyakit dan gejala gejala yang menyertai. Melalui anamnesa, riwayat penyakit dan gejala- gejala yang biasanya didapati antara lain penurunan fungsi pendengaran, penciuman dan pengecapan, sinusitis, mendengkur pada saat tidur, tubuh yang rentan terhadap penyakit, ketidakmampuan dalam berkonsentrasi dan tubuh yang mudah lelah. 8,15 Pemeriksaan klinis pasien terdiri dari pemeriksaan wajah secara menyeluruh dan palpasi. Gambaran wajah pada sindroma wajah adenoid antara lain 13 wajah bagian bawah yang tampak panjang, bentuk wajah dolikofasial, ekspresi dummy face, bibir yang tidak kompeten dan posisi dagu yang retrusi. Pada pemeriksaan palpasi dilakukan pemeriksaan dengan jari telunjuk guna meraba pembesaran adenoid 1,7-12,22-24 Pemeriksaan terhadap rongga mulut pasien dilakukan untuk melihat apakah terdapat gambaran klinis oral sindroma wajah adenoid, antara lain lengkung rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi, mukosa oral yang kering, maloklusi Klas II Angle divisi 1, maloklusi Klas III Angle, gigitan terbuka anterior dan gigitan terbalik posterior. 1,7,22-24 Analisa fungsional terdiri dari pemeriksaan pola bernafas, pola penelanan dan pola bicara pasien. Terdapat dua cara pemeriksaan pola bernafas pasien yaitu pemeriksaan secara langsung dan pemeriksaan dengan kaca mulut. Pada pemeriksaan secara langsung pasien diinstruksikan untuk menarik napas dalam-dalam. Pada pasien yang normal, bibirnya akan terkatup dan lubang hidungnya akan bertambah besar, sedangkan pada penderita sindroma wajah adenoid, mulutnya akan terbuka, bibir atas dan bawah tidak terkatup, lubang hidungnya tidak membesar dan kepalanya akan mendongak ke atas. Pemeriksaan dengan kaca mulut pada pasien normal, jika diletakkan kaca di antara lubang hidung dan mulut, maka permukaan atasnya akan berembun karena bernafas melalui hidung, sedangkan pada penderita sindroma wajah adenoid permukaan bawahnya yang akan berembun karena bernafas melalui mulut. Pada pemeriksaan pola penelanan, yang diperhatikan adalah bibir dan lidah pasien pada saat menelan. Pada pasien yang normal, bibirnya terkatup dan lidahnya tidak menjulur ke depan, sedangkan pada penderita sindroma wajah adenoid bibirnya terbuka dan lidahnya menjulur ke depan. Pemeriksaan pola bicara yaitu penderita biasanya sulit untuk mengucapkan huruf linguodental seperti S, Z, Th, Sh dan Ch karena terdapat gigitan terbuka anterior. Fonasi penderita cenderung hiponasal atau bersuara sengau karena ketidakmampuan katup velofaringeal menutup sempurna pada saat berbicara disebabkan oleh hipertropi adenoid. 3,17,24,25 Analisa radiografi pada sindroma wajah adenoid dilakukan dengan foto sefalometri Gambar 14. Analisa ini bertujuan untuk melihat hipertropi adenoid pada ruang nasofaringeal. Menurut Fujioka 1979, pengukuran besar adenoid didalam ruang nasofaringeal pada foto sefalometri ditunjukkan pada gambar berikut Gambar 15. 3,8,12,15,16 Gambar 14. Gambaran radiografi hipertropi adenoid 8 Gambar 15. Fujioka :Titik A 1 adalah konveksitas maksimal dari bagian inferior adenoid. Garis B digambarkan segaris lurus dengan bagian anterior basioocciput. Besarnya adenoid dapat diukur dari jarak A 1 ke garis B yaitu titik A. 16

BAB 4 PERAWATAN DAN LAPORAN KASUS

4.1 Perawatan

Perawatan anomali ortodonti sindroma wajah adenoid memerlukan kerjasama yang baik antara bidang ortodonti dengan bidang otolaringologi. Tindakan yang terlebih dahulu harus dilakukan sebelum perawatan anomali ortodonti adalah adenoidektomi, yaitu tindakan bedah untuk membuang jaringan adenoid yang menghambat saluran pernafasan atas Gambar 15 - 17. 2,12,19 Tahapan selanjutnya setelah tindakan adenoidektomi adalah perawatan terhadap kebiasaan buruk seperti berbicara dengan suara hiponasal dan bernafas melalui mulut. Koreksi suara hiponasal dilakukan dengan terapi bicara, sedangkan koreksi kebiasaan bernafas melalui mulut dilakukan dengan pemakaian oral screen atau pre-orthodontic trainer Gambar 18 dibantu dengan terapi bernafas. Kedua alat ini berfungsi untuk menutup jalur masuk udara ke rongga mulut sehingga penderita akan beradaptasi dengan bernafas melalui rongga hidung. 1,22 Perawatan lanjutan setelah kebiasaan buruk terkoreksi adalah perawatan lengkung rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi dengan menggunakan pesawat rapid maxillary expansion Gambar 19. Perawatan fase ini bertujuan untuk mengoreksi pertumbuhan bentuk rahang atas yang sempit dan pertumbuhan ruang nasal yang kurang