Para ulama berbeda pendapat tentang hamba sahaya, orang fasik dan orang bodoh. Maliki mengatakan bahwa kecerdikan bukan menjadi syarat dalam perwalian.
Sedangkan Syafi’i berpendapat bahwa ianya sebagai syarat dalam perwalian. Sementara mengenai keadilan, fuqaha berselisih pendapat mengenai segi kriterianya
dengan kekuasaan untuk menjadi wali, di mana apabila tidak terdapat keadilan, maka dapat dijamin bahwa wali tidak akan memilihkan calon yang seimbang bagi wanita
yang berada di bawah perwalian. Begitu pula dengan hamba sahaya, diperselisihkan tentang perwaliannya sebagaimana diperselisihkan tentang keadilannya.
59
3. Adanya dua orang saksi
Rukun nikah yang keempat yaitu dua orang saksi. Aqad nikah berbeda dengan akad-akad dalam transaksi yang lain karena kesaksian merupakan salah satu dari
rukun nikah sedangkan kesaksian dalam aqad-aqad muamalah lain hukumnya sunat menurut kebanyakan ulama.
Jumhur ulama berpendapat bahwa kesaksian dalam perkawinan adalah termasuk salah satu rukun perkawinan. Berdasarkan hadist Rasulullah SAW, yang
artinya : ” Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil” H.R. Darul Quuthi.
60
Adapun mengenai syarat yang dapat dijadikan sebagai saksi dalam pernikahan adalah :
a. Baligh. Tidak sah anak-anak yang belum baligh menjadi wali;
b. Berakal. Tidak sah orang gila;
59
Iman Jauhari, Op. Cit, hal. 37.
60
Ibid, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
c. Merdeka. Tidak sah budak orang;
d. Laki-laki. Tidak sah perempuan;
e. Beragama Islam. Tiadak sah orang kafir;
f. Adil. Tidak fasik;
g. Mendengar. Tidak sah orang tuli;
h. Melihat. Tidak sah orang buta;
i. Berkata-kata. Tidak sah orang bisu;
j. Mengerti maksud ijab dan qabul. Tidak sah orang yang tidak mengerti
maksudnya; k.
Tidak kurang betul ingatannya. Tidak sah orang yang tidak dapat mengingat dengan betul;
l. Menjaga maruahnya. Tidak sah orang yang tidak menjaga maruahnya,
yaitu dengan tidak menjaga kesopanan dirinya.
61
Adanya saksi ini penting untuk kemaslahatan kedua belah pihak dan kepastian hukum bagi masyarakat, demikian juga baik bagi suami maupun isteri tidak demikian
juga secara mudah dapat mengingkari ikatan perjanjian perkawinan yang suci tersebut, sesuai pula dengan analogi Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 282.
4. Adanya mahar mas Kawin
Hendaklah suami membayar mahar kepada isterinya, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an surah An-Nisaa’ ayat 25 yang artinya berikanlah mas kawin itu dengan
cara yang patut. Dalam Al-Quran tidak disebutkan berapa besarnya mahar yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai wanita, hanya menyebutkan bahwa
mahar mas kawin merupakan pemberian yang wajib diberikan kepada mempelai wanita, namun Umar bin Khattab mengatakan besarnya mahar tidak boleh kurang
dari 10 dirham.
61
Sunarto, Op. Cit, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
5. Ucapan ijab dan qabul