Tinjauan Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka .1 Produk Domestik Regional Bruto PDRB

16 memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan sarana dan prasarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor sosial budaya sehingga akibatnya kesenjangan pembangunan antardaerah cenderung meningkat karena pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan Sjafrizal, 2008.

2.1.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Bhinadi 2002 melakukan penelitian yang berjudul “Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa dengan Luar Jawa”. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel. Dengan PDRB migas riil, didapatkan bahwa nilai efisiensi atau produktifitas faktor total Jawa lebih rendah daripada luar Jawa. Sedangkan dengan PDRB non migas riil, didapatkan bahwa nilai efisiensi atau produktifitas faktor total Jawa lebih tinggi daripada luar Jawa. Sutarno dan Kuncoro 2003 melakukan penelitan dengan mengambil judul “Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Antarkecamatan: Kasus Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah”. Penelitian ini menggunakan Tipologi Daerah, indeks Williamson, indeks Entropy Theil, hipotesis Kuznets dan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode pengamatan 1993- 2000, terjadi kecenderungan peningkatan kesenjangan, baik di analisis dengan indeks Williamson maupun dengan indeks Entropy Theil. Berdasarkan tipologi daerah, daerahkecamatan di Kabupaten Banyumas dapat diklasifikasikan menjadi 17 empat kelompok daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah yang berkembang cepat, dan daerah yang relatif tertinggal. Dalam penelitian ini hipotesis kurva U-terbaliknya Kuznets berlaku di Kabupaten Banyumas. Sedangkan berdasarkan perhitungan analisis korelasi Pearson antara pertumbuhan PDRB dengan indeks Williamson dan indeks Entropy Theil, didapatkan bahwa ada korelasi yang kurang kuat. Bhakti 2004 melakukan penelitian yang berjudul “Kesenjangan Antardaerah di Pulau Jawa Ditinjau dari Perspektif Sektoral dan Regional”. Alat analisis yang digunakan adalah indeks Williamson dan Theil. Hasil penelitian mengatakan bahwa tahun 1983-2001 masih terjadi kesenjangan antardaerah di Pulau Jawa dan mengalami tren kesenjangan antardaerah yang relatif menaik. Kondisi ini dipicu pula oleh peningkatan besamya kontribusi sektor industri yang mampu mendorong terciptanya peran pada sektor jasa di Pulau Jawa derived demand. Secara empiris terbukti, bahwa di Pulau Jawa telah terjadi transformasi stuktural. Kesenjangan antardaerah pasca pemekaran wilayah di Pulau Jawa cenderung naik. Khusaini 2004 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Disparitas Antardaerah KabupatenKota dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Provinsi Banten”. Dalam penelitiannya menggunakan Indeks Williamson untuk mengukur kesenjangan dan model regresi persamaan tunggal untuk mengetahui dampak kesenjangan dan variabel lain terhadap pertumbuhan regional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indeks Williamson kesenjangan tertinggi di Kota Cilegon pada tahun 2003, dan yang terendah di 18 Kota Tangerang pada tahun 2002. Sedangkan hasil estimasi menunjukkan variabel aglomerasi dan kapital berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi regional. Sedangkan variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Caska dan Riadi 2005 melakukan penelitian yang berjudul “Pertumbuhan dan Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antardaerah di Provinsi Riau”. Analisis data yang digunakan antara lain analisis tipologi Klassen, indeks Williamson, indeks Entropi Theil, dan kurva U terbalik. Selama periode pengamatan 2003- 2005, terjadi kesenjangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson. Sedangkan menurut indeks Entropi Theil, kesenjangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan. Sebagai akibatnya hipotesis Kuznets tentang kurva U terbalik tidak terbukti di Provinsi Riau. Wijayanto 2005 dalam penelitiannya yang berjudul “Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Daerah di Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003”, menggunakan teknik perhitungan LQ, Shift Share dan indeks Williamson. Hasil penelitian mengatakan bahwa sektor unggulan di Semarang yaitu sektor industri, sektor listrik, gas, dan air, sektor lembaga keuangan dan persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Dengan perhitungan indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya kesenjangan. 19 Chrisyanto 2006 juga melakukan penelitian yang berjudul “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Perekonomian Antardaerah di Indonesia”. Untuk menganalisis kesenjangan digunakan indeks Williamson dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan digunakan analisis regresi linier berganda. Dari hasil analisis ditemukan bahwa terjadinya kesenjangan ekonomi antardaerah disebabkan oleh tingginya pendapatan per kapita DKI Jakarta yang menyebabkan kesenjangan di Pulau Jawa dan tingginya pendapatan per kapita di Kalimantan Timur yang menyebabkan kesenjangan di luar Jawa. Saskara 2007 dalam penelitiannya yang berjudul “Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antardaerah KabupatenKota di Provinsi Bali’, menggunakan koefisien disparitas yang sudah dimodifikasi oleh Setyarini 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karangasem merupakan kabupaten yang memiliki kesenjangan yang paling lebar. Sedangkan kabupaten Badung dan Kota Denpasar memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi dan berada di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali. Hartono 2008 dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesenjangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah”, menggunakan alat analisis indeks Williamson dan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah yang diukur dengan indeks Williamson dalam kurun waktu 1981 sampai dengan 2005 cenderung relatif meningkat. Berdasarkan analisis regresi linier, diketahui bahwa variabel investasi swasta per kapita dan rasio 20 angkatan kerja berpengaruh negatif terhadap kesenjangan. Sedangkan alokasi dana pembangunan per kapita berpengaruh positif terhadap kesenjangan. Prasetyo 2008 melakukan penelitian dengan judul “Kesenjangan dan Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kawasan Barat Indonesia”. Beberapa alat analisis yang digunakan antara lain indeks Williamson, tipologi Klassen, analisis Location Quotient, dan analisis regresi data panel. Kesenjangan ekonomi di wilayah KBI dari tahun 1995-2007 cukup besar. Kesenjangan tertinggi terjadi pada tahun 2000 tepat pada saat awal-awal mulai diberlakukannya otonomi daerah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kesiapan masing-masing daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Dengan model fixed effect ditemukan bahwa infrastruktur panjang jalan, listrik, dan air bersih mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan per kapita. Priyanto 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesenjangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten”, menggunakan alat analisis berupa indeks Williamson, tipologi Klassen, analisis regresi data panel. Berdasarkan indeks Williamson diketahui bahwa pada tahun 2001-2008 di Provinsi Banten terjadi kesenjangan antarkabupatenkota yang meningkat, sedangkan menurut tipologi Klassen hanya Kota Tangerang dan Kota Cilegon yang termasuk daerah maju dan cepat tumbuh. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa belanja modal, angkatan kerja berpengaruh nyata positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun angka melek huruf tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten. 21 Bhakti 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Kesenjangan Pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sebelum dan Selama Desentralisasi” menggunakan tipologi Klassen, indeks Williamson, dan indeks Theil dalam analisisnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kesenjangan selama desentralisasi relatif meningkat. Hal ini diduga lebih terkait dengan adanya pemekaran wilayah, karena pada analisis yang tergabung dengan kabupaten induknya, kesenjangannya tidak meningkat. Masli 2009 dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Regional antarkabupatenkota di Provinsi Jawa Barat” menggunakan indeks Williamson, indeks Entropi Theil, dan tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami fluktuasi dan menunjukkan arah negatif jika dibandingkan pada awal penelitian. Menurut tipologi Klassen, pada umumnya kabupatenkota di Jawa Barat termasuk klasifikasi daerah relatif tertinggal. Sedangkan menurut indeks Williamson dan indeks Entropi Theil kesenjangan antarkabupatenkota meningkat. Rani 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesenjangan Antardaerah KabupatenKota di Provinsi Riau Tahun 2003-2009” menggunakan indeks Williamson, indeks Theil, indeks Atkinson dan tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan tipologi Klassen pada tahun 2009 hanya Kota Dumai yang diklasifikasikan sebagai daerah relatif tertinggal karena laju pertumbuhan dan PDRB per kapita dengan sektor migas berada di bawah laju pertumbuhan dan PDRB per kapita dengan sektor migas Provinsi 22 Riau. Jika tanpa sektor migas, tidak ada kabupatenkota yang diklasifikasikan sebagai daerah relatif tertinggal selama tahun 2009. Kesenjangan di Provinsi Riau berdasarkan perhitungan indeks Williamson dengan migas sangat tinggi dan jika tanpa migas kesenjangan rendah. Jika menggunakan indeks Theil, Provinsi Riau berada pada tingkat kesenjangan rendah dengan migas ataupun tanpa migas. Kesenjangan tanpa migas jauh lebih rendah daripada kesenjangan dengan migas. Tren kesenjangan dengan migas dan tanpa migas menunjukkan bahwa tiap tahunnya terjadi penurunan kontribusi kesenjangan antarkelompok sehingga di tahun 2009 sudah mulai seimbang antara kontribusi kesenjangan antar kelompok dan inter kelompok. Indeks Atkinson menunjukkan s ocial welfare loss dengan migas menunjukkan pergerakan yang makin menurun terkecuali pada tahun 2007 ketika terjadi krisis global. Sedangkan bila tanpa migas justru meningkatnya social welfare loss dimulai pada tahun 2005 hingga tahun 2009. Bagi Provinsi Riau, sektor migas memang sangat mempengaruhi perekonomian tetapi sektor migas justru menimbulkan kesenjangan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa sektor migas. Selain kesenjangan yang lebih tinggi, sektor migas juga menyebabkan social welfare loss yang lebih besar bagi masyarakat. Tren kesenjangan tanpa sektor migas terus meningkat tetapi peningkatan tersebut tidak siginifikan dan tidak menyebabkan social welfare loss yang besar. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini bermaksud menganalisis kesenjangan antarwilayah di Provinsi NTT selama kurun waktu 2007-2010. Dalam analisis ini dilakukan penghitungan sampai dengan level 23 kabupatenkota. Untuk mengukur kesenjangan antarwilayah digunakan alat analisis indeks Williamson, indeks Theil dan indeks Atkinson. Adapun tipologi Klassen digunakan untuk mengklasifikasikan daerah berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita.

2.2 Kerangka Pemikiran