44
yang tepat karena umumnya sektor pertanian dalam pengelolaannya dapat dengan teknologi yang sederhana dan modal yang relatif kecil.
Berdasarkan komposisi nilai PDRB, dapat diketahui bahwa sektor yang memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan PDRB Provinsi NTT adalah
sektor pertanian 38,45 persen. Kontribusi sektor pertanian mengalami fluktuatif dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, begitu pula secara absolut PDRB
sektor pertanian terus mengalami fluktuatif. Tingginya peran sektor pertanian ini, didukung oleh beberapa subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi
unggulan dari masing-masing daerah dalam meningkatkan nilai tambah. Sektor kedua yang memberikan kontribusi terbesar bagi pembentukan
PDRB Provinsi NTT adalah sektor jasa-jasa 24,69 persen. Sektor ini cenderung meningkat selama kurun waktu 2007-2010. Semakin meningkatnya kontribusi di
sektor ini sebagai akibat dari semakin tingginya aktivitas perekonomian di subsektor pemerintahan umum.
Adapun sektor ketiga yang memberikan kontribusi terbesar bagi pembentukan PDRB Provinsi NTT adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran
16,76 persen. Sektor ini cenderung meningkat selama kurun waktu 2008-2010. Semakin meningkatnya kontribusi di sektor ini sebagai akibat dari semakin
tingginya aktivitas perekonomian di subsektor perdagangan besar dan eceran.
4.2.5 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi NTT dari tahun 2007 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan. Berdasarkan data sensus penduduk BPS, jumlah
45
penduduk Provinsi NTT tahun 2010 sebanyak 4.683.827 jiwa 2,01 persen dari total penduduk Indonesia dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki
jumlah penduduk terbanyak 9,42 persen dari total penduduk Provinsi NTT sedangkan Kabupaten Sumba Tengah adalah kabupaten yang paling sedikit
jumlah penduduknya 1,33 persen dari total penduduk Provinsi NTT. Menurut tingkat kepadatan penduduknya, Kota Kupang tetap menjadi kota
terpadat 12.843 jiwa per kilometer persegi dibandingkan kabupatenkota lainnya di Provinsi NTT. Sebaliknya, Kabupaten Sumba Timur merupakan kabupaten
dengan kepadatan penduduk paling rendah yaitu sebesar 33 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2010.
4.2.6 Keadaan Sosial
Kemiskinan dan kesenjangan merupakan dua masalah dalam konteks pembangunan setiap bangsa. Pengentasan kemiskinan sebagai upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan tidak dengan sendirinya mengatasi kesenjangan. Begitu pula sebaliknya, kemerataan kesejahteraan tidak senantiasa serta merta
mengentaskan semua orang dari kemiskinan. Masalah kemiskinan muncul karena ada sekelompok anggota masyarakat yang secara struktural tidak mempunyai
peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai kehidupan yang layak Prayitno, 1996.
46
Tabel 4.5 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi NTT Tahun 2010
KabupatenKota Persentase Penduduk Miskin
Peringkat
1. Sabu Raijua 41,16
1 2. Sumba Tengah
34,05 2
3. Rote Ndao 32,81
3 4. Sumba Timur
32,42 4
5. Sumba Barat 31,73
5 6. Sumba Barat Daya
29,88 6
7. Timor Tengah Selatan 28,71
7 8. Lembata
26,76 8
9. Manggarai Timur 25,94
9 10. Manggarai
22,91 10
11. Timor Tengah Utara 22,73
11 12. Ende
21,65 12
13. Alor 21,17
13 14. Kupang
20,79 14
15. Manggarai Barat 20,40
15 16. Belu
15,48 16
17. Sikka 13,38
17 18. Nagekeo
12,70 18
19. Ngada 12,05
19 20. Kota Kupang
10,57 20
21. Flores Timur 9,61
21 Sumber: BPS diolah, 2011
Kabupaten Sabu Raijua merupakan kabupaten penyumbang terbesar penduduk miskin di Provinsi NTT yang menduduki peringkat pertama
dibandingkan kabupatenkota lain di Provinsi NTT, yakni sebesar 41,16 persen penduduknya dikategorikan penduduk miskin. Kondisi ini dimungkinkan karena
kabupaten Sabu Raijua adalah kabupaten termuda yang merupakan pemekaran dari kota Kupang.
47
Adapun yang menduduki peringkat terakhir adalah Kabupaten Flores Timur, yakni sebesar 9,61 persen penduduknya dikategorikan penduduk miskin.
Hal ini mengindikasikan adanya pemerataan pembangunan yang dapat dinikmati segenap lapisan masyarakat Kabupaten Flores Timur.
Tabel 4.5 juga menyajikan adanya tingkat kemiskinan yang cukup signifikan di antara kabupatenkota di Provinsi NTT dengan rata-rata persentase
penduduk miskin sekitar 23 persen. Hal ini mengindikasikan adanya trickle down effect berjalan lambat atau tingkat pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya
dirasakan oleh masyarakat lapisan bawah. Oleh karena itu program pengentasan kemiskinan sangat penting, di samping program pemerintah lainnya guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibarengi pemerataan pembangunan yang senantiasa dinikmati berbagai lapisan masyarakat growth with equity.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN