10
III. METODOLOGI
A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian lapang dilakukan di lokasi wisata Bogor antara lain pasar di sekitar Kebun Raya Bogor dan pasarpusat oleh-oleh khas Bogor di daerah Puncak. Pasar yang menjadi tempat penelitian
di sekitar Kebun Raya Bogor adalah Pasar Bogor dan untuk pusat oleh-oleh khas Bogor adalah Sari Barokah yang terletak di Cibogo. Pemilihan sampel lokasi dilakukan secara sengaja purposive
dengan pertimbangan lokasi-lokasi pasar tersebut terletak di sekitar lokasi wisata yang padat pengunjung yang artinya memiliki peluang pemasaran alpukat lebih besar. Waktu penelitian dilakukan
pada bulan Februari-Juni 2012.
B. JENIS DAN SUMBER DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari masing-masing entitaspelaku aktivitas dalam rantai pasok buah alpukat di
lokasi wisata Bogor. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian berupa data kualitatif dan kauntitatif mengenai struktur rantai pasok, mekanisme rantai pasok, tingkat kerusakan, masa jual,
harga pembelian dan penjualan, jumlah pasokan, biaya pemasokan serta data-data pengukuran yang diperlukan untuk tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian bersumber dari
Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Internet serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tema penelitian.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian diawali dengan tahap eksplorasi awal rantai pasok alpukat sehingga teridentifikasi entitas-entitas dalam rantai pasok. Selanjutnya dilakukan tahap pengumpulan dan analisis data.
Gambar 3 menunjukkan tahap-tahap penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor.
tidak
ya
Gambar 3. Diagram tahapan penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor Selesai
Analisis Pola aliran rantai pasok Analisis Tingkat Kerusakan Mekanis
Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas Analisis Nilai Tambah
a Mulai
Identifikasi anggota rantai pasok Pembuatan daftar pertanyaan untuk pedagang
Wawancara dengan pedagang
Data Lengkap
a
11
1. Metode Pengumpulan Data
Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara. Sistem pengelolaan rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor diteliti lebih lanjut dengan cara
mewawancarai berbagai entitas rantai pasok. Wawancara yang dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur pertanyaan ataupun jawabannya. Metode
pengumpulan data untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan adalah melalui penelusuran rantai pasok yang dimulai dari pedagang pengecer yang ada di sekitar lokasi wisata Bogor. Daftar
pertanyaan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Seluruh pedagang pengecer yang menjual alpukat didata berdasarkan jumlah kapasitas
usahanya, kemudian dari kapasitas usaha tersebut dibagi dalam beberapa kelompok. Sampel dipilih secara purposive dari tiap kelompok dengan pertimbangan kemudahan memperoleh informasi dari
pedagang pengecer tersebut. Penelusuran rantai pasok berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling
dimana entitas lainnya ditentukan berdasarkan keterangan dari pihak pedagang pengecer yang berasal dari lokasi penelitian di lokasi wisata tersebut.
Identifikasi pada entitas berikutnya di pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir dilakukan dengan cara wawancara dengan perwakilan masing-masing entitas. Pedagang pengumpul
besar yaitu pihak pemasok yang membeli alpukat untuk mengumpulnya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedangan pengecer. Pedagang grosir yang dimaksud di sini yaitu pedagang
alpukat baik grosirbandar maupun eceran yang memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Untuk pedagang pengumpul besar peneliti mewawancarai dua orang pedagang pengumpul
yang keduanya berasal dari Bandung. Identifikasi di pedagang grosir diperoleh dari hasil wawancara dengan soerang pedagang di Pasar Induk Cibitung. Kedua pedagang pengumpul besar dan seorang
pedagang grosir ini dapat ditemui di tempat dan mau untuk diwawancarai. Identifikasi pada entitas berikutnya sulit dilakukan karena jauhnya tempat dan kurangnya informasi dari entitas sebelumnya
sehingga batasan penelitian hanya di pedagang pengecer kecamatan, pedagang pengumpul dan pedagang grosir.
2. Metode Analisis Data a. Analisis Deskriptif
Analisis pengelolaan rantai pasok dilakukan dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara
mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan
memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu Ritonga 2005 diacu dalam Hani 2007. Data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisis secara deskriptif tabulasi dan statistik sederhana untuk
menggambarkan keadaan pasar dan aliran rantai pasok alpukat.
b. Analisis Tingkat Kerusakan Mekanis
Pengamatan dilakukan secara visual berdasarkan adanya bentuk-bentuk kerusakan mekanis pada buah. Setiap buah yang mengalami kerusakan baik besar maupun kecil dikategorikan sebagai
buah yang mengalami kerusakan mekanis. Hasil pengamatan ini digunakan untuk identifikasi penyebab kerusakan alpukat dalam rantai pasok berdasarkan besarnya tingkat kerusakan mekanisnya.
12 Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi adalah sebagai
berikut: =
× Dimana :
Km = Kerusakan mekanis Jar = Jumlah alpukat rusak bobot
Tba = Total contoh buah alpukat bobot Pengambilan contoh buah alpukat berdasarkan Menegristek Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2000 ialah setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa
menimbulkan kerusakan, kemudian dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
a Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang diambil 5. b Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang diambil 7.
c Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang diambil 9. d Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 10.
e Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 15. Pada saat di lapangan pengambilan contoh berdasarkan metode di atas sulit dilakukan karena
terkendala kurangnya informasi mengenai waktu datangnya alpukat. Hal ini menyebabkan alpukat yang baru bisa diamati sehari sampai tiga hari setelah alpukat sudah tidak di kemasan. Bahkan jika
pengamatan dilakukan pada hari yang sama alpukat sudah dikeluarkan dari kemasan beberapa jam sebelumnya. Metode di atas juga sulit dilakukan untuk alpukat yang masih di kemasan, karena
biasanya pada saat datang alpukat langsung dikeluarkan dari kemasan untuk disortir. Sementara untuk melakukan metode tersebut dibutuhkan waktu yang lama mulai dari tahap pencampuran sampai
pengambilan dua bagian secara diagonal yang dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan contoh alpukat yang mencapai 3 kg tiap kemasannya.
Pengambilan contoh pada saat di lapangan dilakukan dengan beberapa cara yang prosesnya disesuaikan dengan metode di atas. Metode pengambilan contoh yang dilakukan ialah :
1 Untuk alpukat yang bisa diamati di kemasan pada saat datang, jumlah kemasan yang
diamati sesuai dengan persyaratan metode di atas. Pada saat pengambilan contoh di tiap kemasan diambil 3 kg bagian atas, tengah dan bawah. Untuk tahap pencampuran sampai
pengambilan contoh sebanyak 3 kg tidak dilakukan, tetapi contoh yang diambil lebih banyak yaitu 9 kg dari 3 kg bagian atas, tengah dan bawah.
2 Untuk alpukat yang sudah tidak dalam kemasan atau telah disortir dan dipajang,
pengambilan contoh dilakukan secara acak di tempat pajangan. Jumlah contoh yang diambil disesuaikan dengan metode di atas. Dalam satu kemasan rata-rata jumlah alpukat sebesar 60
kg, jika pengambilan sampai lima kemasan maka jumlah alpukat sebesar 300 kg. Alpukat sebanyak 300 kg tersebut diambil 15 kg sebagai contoh yang dimana tiap kemasan diambil 3
kg. Jadi contoh yang diambil dari 300 kg alpukat sebesar 5 yaitu 15 kg. Jadi untuk pengambilan contoh alpukat yang ada di pajangan diambil 5 dari jumlah
alpukat dari partai yang sama. Jika 5 dari partai lebih kecil dari 3 kg maka minimal contoh yang diambil sebanyak 3 kg. Jika jumlah satu partai lebih besar dari 300 kg maka minimal
contoh yang diambil sebanyak 15 kg. Minimal contoh 3 kg dan 15 kg disesuaikan dengan metode dari Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. 1
13
Masa Simpan
Masa simpan yang dimaksud dalam pengamatan ini adalah lamanya penyimpanan buah alpukat di tingkat pengecer sampai alpukat tidak dapat dijual lagi atau busuk total. Pengamatan ini bertujuan
untuk melihat dampak dari kerusakan mekanis yang dihasilkan terhadap lamanya masa simpan buah alpukat di pedagang pengecer. Contoh buah alpukat yang diamati adalah buah alpukat yang telah
diamati tingkat kerusakannya, buah diambil sebanyak lima buah dalam satu partai secara acak. Kelima buah ini sengaja dibeli tetapi tetap disimpan di pajangan dengan tujuan melihat perubahan yang terjadi
dari hari ke hari sesuai kondisi yang ada di lapangan. Pada tiap pengamatan keterangan berupa kondisi buah dan perubahan harga berdasarkan informasi dari pedagang pengecer, jika menurut pedagang
pengecer buah sudah tidak dapat dijual maka pengamatan tidak dilakukan lagi. Masa simpan yang diperoleh berdasarkan lamanya penyimpanan buah yang telah mengalami
kerusakan mekanis akan dibandingkan dengan kapsaitas penjualan pedagang pengecer. Lamanya masa jual di pengecer sampai barang habis terjual diperoleh dari hasil wawancara.
c. Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas
Analisis biaya produksi dilakukan dengan mengelompokkan biaya kedalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Pengelompokan biaya di tingkat pedagang pengecer, pedagang grosir dan
pengumpul terdapat dalam Tabel 3. Tabel 3. Komponen biaya tiap entitas rantai pasok alpukat
Komponen Biaya Entitas
Pedagang Pengecer Pedagang Grosir
Pengumpul Biaya Tetap
Penyusutan lapak, timbangan dll
Penyusutan timbangan
Penyusutan gudang, kendaraan, timbangan
dll Bunga modal
Bunga modal Bunga modal
Sewa KiosGudang Sewa Tempat
- Retribusi pasar
kebersihan, keamanan dll
Retribusi pasar kebersihan, keamanan
dll Retribusi pasar
pemasukan barang Biaya tera ulang
Timbangan Biaya tera ulang
timbangan -
Beban listrik Beban listrik
Beban listrik Biaya Tidak Tetap
Pembelian alpukat Pembelian alpukat
Pembelian alpukat Upah tenaga kerja
Upah tenaga kerja Upah tenaga kerja
Pengemasan Biaya pengiriman
barang dan bongkar muat
- -
Pengemasan Retribusi tol dan
Penimbangan kenadaraan, bahan
bakar dan pelumas, perbaikan dan
pemeliharaan kendaraan
14 Metode yang digunakan dalam perhitungan biaya penyusutan adalah metode garis lurus yang
tidak memperhitungkan bunga modal, perhitungan bunga modal dilakukan secara terpisah. Persamaaan penyusutan yang tidak memperhitungkan bunga modal adalah :
= −
Dimana : D = Biaya penyusutan Rptahun
P = Harga awal Rp S = Harga akhir Rp
L = Perkiraan umur ekonomis tahun Perhitungan bunga modal menggunakan persamaan bunga modal sederhana. Penggunaan
bunga modal sederhana dimaksudkan sebagai biaya tertitnggi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan perhitungan bunga modal majemuk. Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan
merupakan tingkat bunga deposito karena modal usaha bukan berasal dari modal pinjaman. Besarnya tingkat bunga yang digunakan diacu dari Bank Mayora sebesar 6.75 Pusat Informasi Pasar Uang
yang merupakan tingkat bunga deposito tertinggi. Persamaan bunga modal sederhana adalah :
= ×
Dimana : I = Total bunga modal Rptahun
i = Total tingkat bunga modal tahun P = Harga awal Rp
Semua unsur-unsur biaya tetap dijumlahkan menjadi biaya tetap, dan semua unsur-unsur biaya tidak tetap dijumlahkan menjadi biaya tidak tetap. Untuk menjumlahkan biaya tetap dan tidak tetap
satuan biaya perlu disamakan, dalam perhitungan ini biaya diubah semua ke Rptahun. Setelah seluruh biaya telah dijumlahkan analisis berikutnya adalah menggunakan biaya pokok. Persamaan biaya
pokok adalah :
=
Dimana : BP = Biaya Pokok Rpkg
B = Biaya Total Rptahun K = Kapasitas usaha Kgtahun
Analisis titik impas yang digunakan bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat penjualan tiap entitas dalam rantai pasok telah mengalami keuntungan. Periode yang digunakan dalam perhitungan
titik impas adalah satu tahun penjualan. Harga penjualan yang digunakan menjadi harga penjualan rata-rata dalam setahun. Persamaan titik impas yang digunakan adalah :
= −
Dimana : BEP = Break Even Point atau Produksi pada titik impas kgtahun
BT = Biaya tetap Rptahun H = Harga penjualan alpukat Rpkg
BTT = Biaya tidak tetap Rpkg 2
3
4
5
15
d. Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah yang digunakan pada kajian rantai pasok adalah metode Hayami. Analisis ini digunakan berdasarkan keunggulan metode Hayami untuk mengetahui besarnya
pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasok, yang terdiri atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya.
Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L } dimana : K = Kapasitas produksi
B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan
U = Upah tenaga kerja H = Harga output
h = Harga bahan baku L = Nilai input lain nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk
menambah nilai Tabel 4. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami
No. Variabel
Nilai Output, Input dan Harga
1 Output Kg
1 2
Bahan Baku Kg 2
3 Tenaga Kerja Langsung HOK
3 4
Faktor Konversi 4 = 1 2
5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung HOKKg
5 = 3 2 6
Harga Output RpKg 6
7 Upah Tenaga Kerja Langsung RpHOK
7
Penerimaan dan Keutungan
8 Harga Bahan Baku RpKg
8 9
Harga Input lain RPKg 9
10 Nilai Output RpKg
10 = 4 × 6 11
a. Nilai Tambah RpKg 11a = 10 – 8 – 9
b. Rasio nilai tambah 11b = 11a 10 × 100
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung RpKg
12a = 5 × 7 b. Pangsa Tenaga Kerja Langsung
12b = 12a 11a × 100 13
a. Keuntungan RpKg 13a = 11a – 12a
b. Tingkat Keuntungan 13b = 13a 10 × 100
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Marjin RpKg
14 = 10 – 8 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung
14a = 12a 14 × 100 b. Sumbangan Input lain
14b = 9 14 × 100 c. Keuntungan Perusahaan
14c = 13a 14 × 100
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di dua pasar yaitu Pasar Bogor yang terletak di Kota Bogor dan pasarpusat oleh-oleh Sari Barokah yang terletak di sekitar kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Kota
Bogor terletak di antara 106 derajat 43’30”BT – 106 derajat 51’00”BT dan 30’30”LS – 6 derajat 41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak
dari ibukota kurang lebih 60 kilometer. Pada tahun 2009 curah hujan rata-rata Kota Bogor sebesar 239 mm dengan rata-rata 10 hari hujan per bulan. Luas wilayah Kota Bogor 118.50 km
2
dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :
1. Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor 2. Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
3. Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor
4. Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kota Bogor
Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan
Tanah Sareal. Kedudukan topografis Kota bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan
dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Pasar Bogor terletak di Kecamatan Bogor
Tengah yang merupakan kecamatan terpadat, yaitu 13,828 jiwakm
2
. Pasar Bogor terletak berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sehingga daerah sekitar pasar sangat ramai karena
merupakan tujuan wisata. Pertumbuhan penduduk Kota Bogor dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari data BPS pada
tahun 2009 jumlah penduduk Bogor mencapai 946,204 orang. Tabel 5 menunjukkan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor selama tahun 2005 – 2009.
Tabel 5. Jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun 2005 – 2009 Jenis Kelamin
2005 2006
2007 2008
2009 Laki-laki
431,862 444,508
457,717 476,476
481,559 Perempuan
423,223 434,630
447,415 465,728
464,645 Total
855,085 879,138
905,132 942,204
946,204
Sumber : Badan Pusat Statistik 2010
Jika ditinjau dari pendapatan regional struktur ekonomi Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29,54 dan sektor industri pengolahan sebesar 28,25.
Kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan perdagangan nasioanal di Kota Bogor mencapai 9,460 dan didominasi oleh
perdagangan kecil sebesar 7,874 buah. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota RI
dan secara geografis terletak pada posisi 6 derajat 19’ – 6 derajat 47’ LS dan 106 derajat 1’ – 107
17 derajat 103’ BT. Curah hujan tahunan antara 2,500 mm sampai lebih dari 5,000 mmtahun, kecuali di
wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2,500 mmtahun. Dari data BPS pada tahun 2006 luas wilayah Kabupaten Bogor adalah
2,301.95 km
2
dengan batas-batas wilyahnya : 1
Di Utara : Kota Depok 2
Di Barat : Kabupaten Lebak. 3
Di Barat Daya : Kabupaten Tangerang. 4
Di Timur : Kabupaten Purwakarta. 5
Di Timur Laut : Kabupaten Bekasi. 6
Di Selatan : Kabupaten Sukabumi. 7
Di Tenggara : Kabupaten Cianjur. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Megamendung
yang berada di kawasan Puncak Bogor. Kawasan Puncak merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Bogor. Banyak terdapat pusat oleh-oleh khas Bogor di kawsan Puncak ini, salah satunya
adalah Sari Barokha yang terletak di Kecamatan Megamendung. Berdasarkan hasil sensus daerah tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat
4,215,436 jiwa. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar di antara jumlah penduduk kabupatenkota di Jawa Barat Departemen Perindustrian 2007. Dilihat dari sebaran tenaga kerja,
penduduk Kabupaten Bogor didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Data Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Bogor dapat di lihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data tenaga kerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin Kabupaten Bogor tahun 2006
No Usaha Utama Laki-Laki
Perempuan Jumlah
1 Pertanian
205,009 53,622
258,631 2
Pertambangan Galian 17,934
817 18,751
3 Industri
192,437 91,394
283,831 4
Listrik gas Air Minum 1,634
817 2,451
5 Konstruksi
64,398 1,624
66,022 6
Perdagangan 238,826
117,478 356,304
7 Komunikasi
120,606 2,451
123,057 8
Keuangan 16,335
10,611 26,946
9 Jasa-jasa
152,464 96,281
248,745 10
Lainnya 3,263
1,629 4,892
Jumlah 1,012,906
376,724 1,389,630
Sumber : Departemen Perindustrian 2007
2. Gambaran Umum Usaha Penjualan Alpukat
Kota dan Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu tempat tujuan wisata, yang artinya kedua daerah ini sangat strategis untuk pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dilihat dari pendapatan ekonomi
dan sebaran tanaga kerja kedua daerah sangat didominasi oleh dua sektor yaitu perdagangan dan pertanian. Banyaknya tempat wisata menjadi salah satu peluang untuk melakukan kegiatan jual-beli
yang salah satunya komoditas pertanian, seperti kedua pasar yang menjadi tempat penelitian yaitu Pasar Bogor dan Sari Barokah.
Tempat penelitian di Pasar Bogor adalah pedagang buah di lapak-lapak kaki lima yang berada di sekitar Kebun Raya. Untuk di Sari Barokah tempat penelitian adalah pedagang buaholeh-oleh khas
18 Bogor yang berada di sekitar jalur Puncak. Tempat usaha di Sari Barokah merupakan kios-kios yang
dikelolah oleh pihak swasta dan disewakan per tahun. Gambar 4 menunjukan tempat usaha buah di Pasar Bogor dan Sari Barokah.
a b
Gambar 4. a Lapak kaki lima di Pasar Bogor, b kios buaholeh-oleh di Sari Barokah Gambar di atas jelas memperlihatkan penataan pasar di Pasar Bogor yang masih sangat
sederhana. Lapak-lapak di Pasar Bogor sebagian besar didirikan sendiri oleh pedagang pengecer. Pendirian lapak terlihat tidak tertata rapi dan keadaan sekitar yang kurang bersih. Hal-hal seperti ini
perlu mendapat perhatian, karena dari penjelasan sebelumnya diketahui perdagangan yang berbasis pertanian mempunyai potensi besar dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai contoh untuk pemasaran
alpukat sampai ke pasar terdiri dari berbagai pelakuentitas yang masing-masing menciptakan peluang tenaga kerja. Penataan pasar yang tepat dan dilakukan secara terus menerus dapat meningkatkan
pengembangan perdagangan hasil pertanian melalui peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan dimulai dari pasar dimana meningkatnya konsumen dipengaruhi oleh kondisi pasar yang lebih
kondusif. Peningkatan penjualan ini akan diikuti entitas-entitas yang lainya dalam suatu aliran pemasaran alpukat.
Pedagang pengecer di Pasar Bogor dikenakan biaya berupa pemeliharaan kebersihan, ketertiban dan keamanan dan penarikan retribusi per hari jika pedagang berjualan. Sementara untuk
Sari Barokah selain dikenakan biaya sewa pertahun terdapat juga biaya-biaya lain berupa retribusi dari Pemda, DLLAJ, kebersihan dan keamanan, serta komisi untuk supir-supir bus.
Pedagang pengecer yang diamati di Pasar Bogor umumnya pedagang buah dan biasanya hanya menjual satu komoditas yaitu alpukat. Pedagang buah di Sari Barokah lebih bervariasi dalam
dagangan buahnya, terdapat juga pedagang oleh-oleh khas Bogor yang sekaligus berjualan buah seperti alpukat, pisang dan manggis. Terdapat tiga jenis varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor
dan Sari Barokah, yaitu Ijo Bundar, FuerteIjo Lonjong dan Ijo Panjang. Varietas yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah dapat dilihat di Gambar 5. Untuk karakteristik ketiga jenis alpukat ini
terdapat pada Tabel 7.
a b
c Gambar 5. a Hijau Bundar b Hijau Lonjong c Hijau Panjang
19 Tabel 7. Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah
Karakteristik Jenis Alpukat
Hijau Panjang mentega
Hijau Bulat mentegasusu
Hijau Lonjong fuerte
Bentuk Pear
Bulat Bulat lonjong
Leher Panjang
Tidak ada Pendek
Ujung buah Tumpul
Bulat Tumpul
Pangkal buah Runcing
Tumpul Runcing
Warna kulit Hijau bintik
kuning Hijau licin berbintik
kuning Hijau agak kasar
berbintik kuning Tebal kulit mm 1.5
1.0 1.5
Daging buah : -Warna
-Diameter -Panjang
Kuning 6.5
11.5 Kuning hijau
7.5 9.0
Kuning 7.5
11.0
Biji : Bentuk
-Ukuran cm Jorong
5.5 x 4 Jorong
5.5 x 4 Lonjong
5.0 x 4 -Hasiltahun
16.1 kgpohon 22.0 kgpohon
45.1 kgpohon
Sumber : Baga 1997 diacu dalam Kusniati 2011
Hampir semua pedagang yang melakukan usaha penjualan alpukat bermula dari mengikuti orangtua atau keluarga berdagang buah sejak kecil. Terdapat juga responden di Sari Barokah yang
merupakan pedagang oleh-oleh khas Bogor yang menambahkan dagangan alpukat agar lebih bervariasinya dagangannya dan dapat memancing pembeli. Terdapat bermacam-macam kesulitan
yang dihadapi pedagang dalam memasarkan alpukat di antaranya adalah proses tawar menawar harga pembelian alpukat dengan konsumen, persaingan penentuan harga jual, kualitas alpukat yang kurang
bagus sehingga cepat busuk dan matangnya tidak sempurna serta tergantung musim. Biasanya pada saat panen raya alpukat sangat melimpah, kondisi ini terjadi pada saat musim hujan. Hal ini
menyebabkan banyak alpukat yang tidak terjual karena cenderung permintaan buah alpukat menurun pada saat terjadi musim hujan.
Tidak terdapat suatu perkumpulan usaha dagang baik di Pasar Bogor maupun Sari Barokah. Kegiatan-kegiatan berkumpul antara pedagang di Sari Barokah sering dilakukan, tetapi dalam rangka
kegiatan di luar masalah perdagangan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha penjualan alpukat berkisar dari satu sampai tiga orang yang merupakan keluarga dekat atau masyarakat sekitar. Dari
berbagai penjelasan pedagang, usaha penjualan alpukat kedepannya masih bisa berkembang karena permintaan konsumen yang masih banyak, ketertarikan para wisatawan terhadap buah dan makin
banyanya usaha catering dan warung makan yang membutuhkan alpukat.
3. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari sepuluh pedagang pengecer, dua pedagang pengumpul serta satu pedagang grosir. Kesepuluh pedagang pengecer berasal
dari dua pasar sekitar lokasi wisata yaitu lima orang di Pasar Bogor dan lima orang di Sari Barokah di Cibogo. Untuk pedagang pengumpul masing-masing berlokasi di Bandung kemudian untuk pedagang
grosir berlokasi di Pasar Induk Cibitung. Sebagian besar dari responden tersebut berusia 31 – 40 tahun. Pengelompokan responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 8.
Data dalam tabel menunjukkan bahwa dari 13 responden sebanyak 7 orang 53.85 berusia di antara 31 – 40 tahun. Untuk responden yang berusia di antara 20 – 30 tahun dua di antaranya
bukan pemilik usaha, keduanya merupakan keluarga dekat dari pemilik usaha. Selain dari dua orang
20 tersebut seluruh responden merupakan pemilik usaha. Kemudian di antara responden terdapat satu
orang yang merupakan pedagang pengumpul yang berjenis kelamin wanita. Tabel 8. Pengelompokkan umur responden
No. Kelompok
Umur Jumlah
Orang Persentase
1 20 – 30
5 38.46
2 31 – 40
7 53.85
3 41 – 50
1 7.69
Total 13
100.00
Sumber : Data Diolah
Tingkat pendidikan responden bervariasi, akan tetapi sebagian besar merupakan lulusan SD. Pengolompokan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat pendidikan responden No.
Tingkat Pendidikan Jumlah
Orang Persentase
1 Tamat SD
8 61.54
2 Tamat SMP
3 23.08
3 Tamat SMASMK
2 15.38
Total 13
100.00
Sumber : Data Diolah
Para responden yang merupkan pedagang tidak pernah mendapatkan jenis pendidikan lain selain pendidikan formalnya. Mereka memperoleh keahlian berusaha alpukat dari pengalaman mereka
selama beraktivitas di bidang usaha ini, serta dari pengalaman usaha bersama orangtua atau saudara mereka. Disamping bermata pencarian selain pedagang alpukat, sebagian dari responden memiliki
mata pencarian lain. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 10. Tabel 10. Mata pencarian lain responden di pasar sekitar lokasi wisata Bogor
No. Jenis Mata Pencarian
Jumlah Orang
Persentase 1
Tidak Ada 4
30.77 2
Wiraswasta 1
7.69 3
Berkebun 2
15.38 4
Berdagang selain alpukat 6
46.15 Total
13 100.00
Sumber : Data Diolah
Data di atas menunjukkan bahwa dari 13 responden sebagian besar 6 orang atau 46.15 berdagang selain alpukat. Komoditas lain yang diusahakan berupa buah-buahan dan sayuran seperti
pisang, jambu, manggis, talas dll. Khusus di pasar wisata di puncak juga menjual macam-macam oleh-oleh berupa jajanan ringan. Untuk responden yang berkebun keduanya merupakan pedagang
pengumpul, komoditas yang diusahakan berupa padi dan bawang. Kemudian responden yang berwiraswasta merupakan pedagang grosir. Responden yang tidak memiliki mata pencarian lain
adalah pedagang pengecer yang berasal dari Pasar Bogor. Hampir semua pedagang melakukan usaha
21 dari modal sendiri. Hanya terdapat dua responden pedagang pengecer yang pernah melakukan
pinjaman ke koperasibank dalam rangka memperluas kapasitas usaha mereka.
B. IDENTIFIKASI ANGGOTA RANTAI PASOK 1. Entitas Rantai Pasok
Entitas dalam rantai pasok yang menjadi fokus penelitian adalah entitas dalam rantai pasok yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial. Entitas rantai pasok yang
dimaksud adalah entitas rantai pasok yang terlibat langsung dalam saluran pemasaran alpukat. Entitas yang tidak terlibat langsung tetapi menyediakan sumber daya seperti jasa transportasi, pedagang
kemasan, penyedia bahan bakar merupakan entitas sekunder. Entitas primer yang menjadi fokus penelitian dalam rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor yaitu pedagang pengumpul
besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. 1. Pedagang pengumpul besar
Pedagang pengumpul besar merupakan pihak pemasok yang melakukan pembelian alpukat untuk mengumpulkannya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedagang pengecer. Untuk
mendapatkan alpukat sesuai jumlah yang dibutuhkan pedagang pengumpul besar perlu membeli alpukat dari beberapa pengumpul lagi pedagang pengumpul kecil atau dari beberapa petani.
2. Pedagang grosir Pedagang grosir yaitu pedagang alpukat baik grosirbandar maupun eceran yang
memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Pedagang grosir medapatkan alpukat dari beberapa pengumpul di berbagai pulau yang merupakan sentra produksi alpukat. Responden
pedagang grosir melakukan batasan kapasitas pembelian yang dilakukan sebanyak 1 truk fusohari atau rata-rata 5 tonhari.
3. Pedagang pengecer Pedagang pengecer adalah pihak yang melakukan pembelian alpukat dari petani, pedagang
pengumpul atau dari pedagang grosir dan menjualnya ke konsumen. 4. Konsumen
Konsumen rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor antara lain yaitu wisatawan, rumah makancatering, hotel, supermarket serta penduduk secara umum untuk
konsumsi harian.
2. Aktivitas Entitas Rantai Pasok
Aktivitas pertama dalam rantai pasok dimulai dari pedagang pengumpul besar yang memperoleh alpukat dari beberapa pedagang pengumpul kecil atau beberapa petani. Sortasi dan
grading dilakukan oleh pedagang pengumpul besar setelah alpukat sampai di gudang. Kegiatan sortasi
dilakukan dengan memisahkan alpukat yang tidak layak untuk dijual, sementara grading dilakukan dengan mengelompokkan alpukat berdasarkan ukuran dan beratnya. Pengemasan dilakukan
bersamaan dengan kegiatan sortasi dan grading, setiap alpukat yang telah disortir langsung dimasukkan ke karung untuk dikemas. Bagian atas karung dijahit dengan tali membentuk jaring
dengan tujuan alpukat tidak terjatuh pada saat kegiatan pendistribusian. Pemuatan alpukat dilakukan setelah mencapai jumlah alpukat yang dibutuhkan, sehingga kadang-kadang dilakukan penyimpanan
dalam semalam untuk menuggu jumlah pasokan yang sesuai. Rata-rata pengiriman yang dilakukan sebanyak 2 ton yang disesuaikan kapasitas alat angkut untuk mengurangi biaya angkut per kg alpukat
Pengumpulan alpukat yang dilakukan sekitar pukul 8 pagi dan selesai sekitar pukul 3-4 sore. Pengiriman dilakukan sekitar pukul 4 sore dan sampai di Bogor sekitar jam 9 malam. Pada saat
22 kondisi barang sedikit, kadang pengiriman dilakukan siang hari dan sampai di Bogor sore hari.
Kegiatan pascapanen di pedagang pengumpul besar dapat dilihat dalam Lampiran 4. Pedagang grosir membeli alpukat dari pedagang pengumpul besar yang ada di sentra-sentra
produksi alpukat dan dijual ke pedagang pengecer. Alpukat diangkut oleh pedagang pengumpul besar dan telah dikemas dengan peti kayu, sehingga pedagang grosir tidak melakukan pengemasan lagi.
Pengadaan alpukat hampir dilakukan setiap hari dengan tujuan agar kontinuitas stoknya terjaga. Penyimpanan dilakukan jika jumlah yang dibutuhkan belum sesuai pasokan pengiriman ataupun tidak
terjualnya barang pada hari itu. Penyortiran dan grading tidak dilakukan jika alpukat dapat terjual dihari yang sama pada saat alpukat diterima. Hal ini dikarenakan penyortiran dan grading telah
dilakukan oleh pedagang pengumpul besar. Penyortiran dan grading akan dilakukan pada alpukat yang telah disimpan dan mengalami kerusakan. Pengiriman menggunakan jasa angkutan yang
biayanya ditanggung pedagang pengecer. Penerimaan barang dimulai pada saat pagi hari sekitar pukul 5 pagi, kemudian pengiriman dilakukan sekitar pukul 7 pagi. Alpukat akan sampai sekitar pukul 10
pagi untuk tujuan pengiriman ke Bogor. Tabel 11 memperlihatkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh entitas rantai pasok.
Tabel 11. Aktivitas entitas rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor Aktivitas
Entitas Rantai Pasok Pengumpul
besar Pedagang
Grosir Pengecer
Pertukaran Penjualan
Pembelian Fisik
Pengangkutan -
- Penyimpanan
Pengemasan -
Fasilitas Sortasi
Grading Pengolahan
- -
-
Keterangan : dilakukan -
tidak dilakukan - dilakukan oleh sebagian anggota
Pada pedagang pengecer terdapat perbedaan pada saat pembelian dari pedagang pengumpul besar atau pedagang grosir. Jika melalui pedagang pengumpul maka biaya pengangkutan ditanggung
pengumpul, sementara jika dari pedagang grosir harga beli belum termasuk dengan biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer. Penyimpanan alpukat dilakukan di kios-kios atau lapak dari pedagang
pengecer. Jika penyimpan di tempat jajakan sudah penuh, alpukat diletakkan di lantai-lantai kios dengan alas kardus atau disimpan begitu saja di lantai kios. Untuk di Pasar Bogor yang berupa lapak,
penyimpanan diletakkan di kontainer atau keranjang bambu dan diletakkan di sekitar lapak. Terdapat satu responden di Pasar Bogor yang melakukan penyimpanan di gudang sewaan, penyimpanan
tersebut dilakukan karena besarnya kapasitas pembelian yang dilakukan.
23
C. POLA ALIRAN RANTAI PASOK
Berdasarkan penelitian, pola aliran rantai pasok yang terdapat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor dapat dilihat pada Gambar 6.
Analisis Kuantitatif
Entitas dalam border adalah batasan penelitian, sehingga analisis kuantitatif hanya dilakukan di tingkat pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer
Pedagang pengecer memperoleh alpukat tidak hanya dari satu aliran rantai pasok, melainkan dari berbagai pola aliran. Walaupun terdiri dari berbagai pola aliran tapi seluruh pedagang pengecer
responden memperoleh pasokan alpukat melalui pedagang pengumpul besar. Seperti terlihat pada Gambar 5, terdapat 4 pola aliran rantai pasok. Penjelesan secara terperinci sebagai berikut :
1. Pola Aliran Rantai Pasok 1
Petani Pedagang Pengumpul kecil
Pedagang Pengumpul besar Pedagang Grosir
Pedagang Pengecer Konsumen
Pola aliran rantai pasok satu merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang grosir. Pola aliran rantai pasok ini terdiri dari lima entitas pemasok yaitu petani,
pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Banyaknya entitas yang terdapat dalam pola aliran ini menjadikan sebagai pola aliran rantai pasok
yang terpanjang di antara empat pola aliran rantai pasok yang ada. Pedagang pengecer responden yang menggunakan pola aliran ini yaitu tiga orang di Pasar
Bogor. Ketiga pedagang pengecer di Pasar Bogor ini memliki skala usaha yang besar dengan kapasitas pembelian alpukat di atas 30 tontahun yang diperoleh dari berbagai pola aliran rantai pasok.
Pedagang pengecer responden memperoleh alpukat dari beberapa pedagang grosir di dua pasar Induk yaitu Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Cibitung. Pedagang pengecer tidak secara rutin
memasok alpukat dari pedagang grosir. Jumlah alpukat yang dipasok disesuakan dengan situasi pasar saat itu.
Pedagang grosir yang menjadi responden adalah seorang pedagang yang berasal dari Pasar Induk Cibitung. Biaya pengiriman dari pedagang grosir ke pedagang pengecer ditanggung oleh
pedagang pengecer dengan menggunakan jasa angkutan. Terdapat dua sistem pembayaran yang diberlakukan pedagang grosir ke pedagang pengecer yaitu pembayaran dilakukan setelah barang habis
terjual dan sistem cash. Jika pedagang pengecer membayar dengan sistem cash pada saat barang datang maka diberikan potongan harga sebesar Rp. 500kg.
Gambar 6. Pola aliran rantai pasok di pasar sekitar lokasi wisata 1, 2
1, 2 3
4 1
2, 3
Konsumen Pedagang Pengecer
Pedagang Grosir Pengumpul besar
Petani Pengumpul kecil
24 Pedagang grosir membeli alpukat dari berbagai pedagang pengumpul besar yang berada di
sentra-sentra produksi alpukat. Pedagang kecamatan yang mengirim ke responden pedagang grosir berasal dari Probolinggo, Lampung dan Bali. Pedagang pengumpul besar mengirim alpukat yang
sudah disortir, grading, dan dikemas dengan peti kayu. Biaya pengiriman dari daerah sentra produksi alpukat ditanggung oleh pedagang pengumpul besar. Pengiriman dilakukan dalam jumlah
yang besar dengan menggunakan truk fuso dengan rata-rata muatan 5-7 ton
Grading yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan berat alpukatnya. Semakin berat alpukat tersebut maka semakin mahal harga jualya. Rata-rata dalam satu partai barang untuk
Grade A sebanyak 70, Grade B 25 dan Grade C 5 dari total. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 3 buah, Grade B sekitar 1 kg untuk 4 sampai 5 buah dan Grade C sekitar 1 kg untuk 6
sampai 7 buah. Jenis pembelian yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan kesepekatan dengan pedagang pengumpul besar, tapi pada umumnya pembelian dengan sistem all gradesatu
harga. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir dapat dilihat di Tabel 12. Tabel 12. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir
Bulan Asal
Pasokan Kapasitas
Pembelian Satuan
Harga Beli Rpkg
Harga Jual Rpkg
Keterangan 1-3
Probolinggo 5,000 Kghari
2,500 5,000
Grade A 4-5
1,000 Kgminggu 4,000
Grade B 2,000
Grade C 6-7
Lampung 3,000 Kg2 hari
6,000 10,000
Grade A 8,500
Grade B 5,000
Grade C 8
Bali 5,000 Kg3 hari
3,000 5,000
Grade A 4,000
Grade B 2,000
Grade C 9-10
Probolinggo 1,500 Kgminggu
10,000 12,000
Grade A 11,000
Grade B 9,000
Grade C 11-12
3,000 Kgminggu 6,000
10,000 Grade A
8,500 Grade B
5,000 Grade C
Musim panen raya alpukat Probolinggo berada di bulan 1-3. Responden pedagang grosir mampu melakukan pembelian setiap hari rata-rata 5 ton. Besarnya kapasitas pembelian responden
pedagang grosir diikuti dengan kapasitas penjulan yang besar juga. Responden pedagang grosir tidak hanya mengirim ke pasar-pasar di Bogor, tetapi juga mengirim ke pasar kota lainnya seperti
Tangerang, Bekasi, Cikarang dan Tanjung Priuk. Alpukat yang berasal dari Probolinggo memiliki harga pembelian yang lebih murah karena
terjadi pada saat panen raya. Pada saat alpukat dari Probolinggo mulai berkurang pedagang grosir memperoleh dari Lampung dan Bali. Bulan 9-10 alpukat dari Probolinggo mulai berbuah lagi tetapi
belum sebanyak pada saat panen raya sehingga harga pembelian masih tinggi. Harga pembelian mulai berangsur turun pada bulan 11-12 karena sudah mulai memasuki masa panen raya. Fluktuasi harga
dipengaruhi oleh banyaknya buah di pasaran, semakin berlimpah jumlah alpukat di pasaran semakin murah harga pembelian.
25
2. Pola Aliran Rantai Pasok 2
Petani Pedagang Pengumpul kecil
Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer
Konsumen
3. Pola Aliran Rantai Pasok 3
Petani Pedagang Pengumpul besar
Pedagang Pengecer Konsumen
Pola aliran rantai pasok dua dan tiga merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang pengumpul besar. Seluruh responden pedagang pengecer memasok alpukat dari
pedagang pengumpul besar. Masing-masing pedagang pengecer umumnya telah memiliki pemasok tetap yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Pedagang pengumpul besar yang memasok ke
Pasar Bogor berasal dari Bandung, Garut dan Cianjur, sementara di Sari Barokah berasal dari Bandung dan Garut. Pedagang pengecer umumnya memasok alpukat secara rutin dari pedagang
pengumpul besar tiap minggunya. Pedagang pengumpul besar yang menjadi responden yaitu satu orang dari Pasar Bogor dan satu
orang dari Sari Barokah. Kedua pedagang pengumpul besar ini masing-masing berasal dari Kabupaten Bandung. Pedagang pengumpul besar di Sari Barokah berasal dari Kecamatan Pangalengan dan
mengumpulkan alpukat di sekitar Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Banjaran, Desa Cihawuk serta dari sekitar kecamatannya sendiri. Selain memuat alpukat, pedagang pengumpul
besar ini juga memuat ubi Cilembu dalam satu partai pengiriman untuk dikirim ke Sari Barokah. Pengiriman alpukat hanya ditujukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah dimana dua orang
merupakan responden pedagang pengecer peneliti. Pembayaran pembelian alpukat pedagang pengecer dilakukan pada hari minggu setelah pengiriman rutin pada hari rabu. Pedagang pengumpul besar
kembali ke Bogor untuk mengambil uang penjualan sekaligus membicarakan kualitas barang pada pengiriman terakhir dan jumlah barang yang akan dikirim pada pengiriman berikutnya.
Pedagang pengumpul besar di Pasar Bogor berasal dari Kecamatan Kertasari dan mengumpulkan alpukatnya di sekitar Kampung Cirawa, Kecamatan Pacet, Kecamatan Arjasari,
Kecamatan Banjaran, Kampung Sayuran, Desa Pasanggrahan dan sekitar kecamatannya sendiri. Pengiriman barang hanya berupa alpukat dan tujuan pasokan alpukat berada di Bogor dan Cipanas.
Untuk di Bogor pedagang pengumpul besar ini mengirim ke satu orang pedagang pengecer di Pasar Anyar dan satu orang di Pasar Bogor yang merupakan responden pedagang pengecer. Selain ke
pedagang pengecer, alpukat juga dikirim ke Supplier di Cipanas sebesar 70 dari total alpukat yang dikumpulkan. Sistem pembayaran di Pasar Bogor dilakukan secara cash setelah barang selesai di
sortir pedagang pengecer. Peresediaan alpukat didasarkan dari pemesanan pedagang pengecer yang dilakukan tiga hari sebelum pengiriman selanjutnya.
Kedua responden pedagang pengumpul besar masing-masing memiliki kendaraan untuk melakukan pengiriman ke pedagang pengecer. Biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer
ditanggung pedagang pengumpul besar. Pengiriman alpukat menggunakan kendaraan mobil pick up dengan kapasitas sekitar 2 ton atau truk colt diesel dengan kapasitas sekitar 4 ton.
Perbedaan pada pola aliran rantai pasok dua dan tiga adalah pedagang pengumpul besar memperoleh barang melalui pedagang pengumpul kecil atau langsung melalui petani. Setiap alpukat
yang dikirim pedagang pengumpul besar tidak dibedakan berdasarkan dari pedagang pengumpul kecil atau petani. Alpukat yang dikirim merupakan alpukat yang telah terkumpul dari pedagang pengumpul
kecil dan petani. Kedua pedagang pengumpul besar memperoleh alpukat lebih banyak dari pedagang pengumpul kecil dibanding langsung dari petani.
Pedagang pengumpul besar mengumpulkan alpukat dari pedagang pengumpul kecil dengan langsung mendatanginya. Pedagang pengumpul kecil sudah melakukan pengemasan dengan karung
tetapi rata-rata pedagang pengumpul kecil belum melakukan penyortiran untuk alpukat yang akan
26 dijualnya. Pedagang pengumpul besar memanen langsung dari pohon-pohon alpukat petani. Alpukat
yang dikumpulkan dari pedagang pengumpul kecil dan petani kemudian dibawa ke gudang penyimpanan untuk selanjutnya disortir dan dikemas dengan karung baru jika karung dari pedagang
pengumpul kecil sudah sobek. Sistem pembayaran di pedagang pengumpul kecil dilakukan secara cash
dan di petani umumnya pembelian per pohon. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar dapat dilihat di Tabel 13.
Tabel 13. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar Pengumpul
besar Bulan
Asal Pasokan
Kapasitas Pembelian
Satuan Harga Beli
Rpkg Harga Jual
Rpkg Keterangan
Sari Barokah
1-6 Pengumpul
kecil 2,000 Kgminggu
2,500 4,500
Grade A Petani
200 Kgminggu 1,500
3,500 Grade B
7-12 Pengumpul
kecil 1,000 Kgminggu
5,500 7,500
Grade A 6,500
Grade B
Pasar Bogor
1-6 Pengumpul
kecil 6,000 Kgminggu
1,500 3,000
Petani 4,000 Kgminggu
1,000 7-12
Pengumpul kecil
700 Kgbulan 3,500
4,500 Petani
300 Kgbulan 1,000
Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah melakukan grading berdasarkan ukuran buah. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 4 buah dan grade B dengan berat
sekitar 1kg untuk 5 sampai 6 buah. Rata-rata dalam satu partai barang untuk Grade A sebanyak 75 dan Grade B 25 dari total. Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Pasar Bogor melakukan
grading berdasarkan tingkat kematangan buah. Buah yang dikirim ke pedagang pengecer adalah buah
yang mulai matang dan untuk ke supplier adalah buah yang masih mengkal. Harga beli dari petani ditentukan pedagang pengumpul besar berdasarkan kedekatan lokasi penanaman yang dimiliki petani
dengan lokasi pedagang pengumpul. Harga beli dari pedagang pengumpul kecil didasarkan pada hasil kesepakatan kedua bela pihak.
4. Pola aliran rantai pasok 4
Petani Pedagang Pengecer
Konsumen Pola aliran rantai pasok empat merupakan pola aliran pedagang pengecer yang mendapat
pasokan alpukat secara langsung dari petani. Pola aliran ini hanya terdiri dari dua entitas pemasok alpukat yaitu petani dan pedagang pengecer. Petani pada pola aliran rantai pasok ini adalah petani
dengan skala usaha kecil. Petani atau pemilik pohon tidak membudidayakan tanaman alpukat secara khusus melainkan hanya sebagai tanaman pekarangan. Pedagang pengecer perlu mengumpulkan
alpukat dari beberapa pemilik pohon untuk memenuhi kebutuhan penjualan. Terdapat lima orang responden pedagang pengecer yang menggunakan pola aliran rantai pasok ini, tiga orang pedagang
pengecer di Sari Barokah dan dua orang pedagang pengecer di Pasar Bogor. Responden pedagang pengecer di Sari Barokah memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Cimande, Desa
Ciapus, Desa Cipayung dan Desa Gadog, sementara responden pedagang pengecer di Pasar Bogor memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Tajurhalang, Desa Ciapus dan Kampung
Ciheuleut.
27 Pengambilan alpukat dari petani tidak dilakukan secara rutin, pengambilan alpukat dilakukan
jika kondisi barang sudah mulai sedikit serta pengiriman dari pedagang pengumpul besar sedang menurun. Selain itu pengambilan alpukat juga dilakukan jika petanipemilik pohon menawarkan hasil
panen dari pohonnya ke pedagang pengecer. Umumnya petani menjual alpukatnya ke pedagang pengecer tanpa perlu menanggung biaya-biaya dalam pemanenan serta biaya dalam pendistribusian
hasilnya ke pasar. Terdapat dua sistem pembayaran yaitu pedagang pengecer membayar secara cash setelah memanen dan menimbang alpukat langsung di lahan atau pedagang pengecer membayar
secara cash dengan sistem pembelian per pohon. Harga rata-rata pembelian pedagang pengecer di Sari Barokah sebesar Rp. 4,500kg dan untuk di Pasar Bogor sebesar Rp. 3,500kg. Kapasitas pembelian
tiap pengambilan di Pasar Bogor rata-rata sebanyak satu karung dan di Sari Barokah sebanyak dua karung, dengan jumlah alpukat sekitar 60-70kgkarung.
Kapasitas dan Harga Jual di Pedagang Pengecer
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pedagang pengecer dalam memperoleh alpukat tidak tebatas dalam satu pola aliran rantai pasok. Dalam satu pola aliran rantai pasok pun
pedagang pengecer bisa memiliki beberapa pedagang grosir, pedagang pengumpul besar atau petani. Pedagang pengecer juga membeli alpukat dari pedagang pengecer lain dalam satu pasar atau pasar
yang berbeda jika barang dari tiga pemasok tidak ada. Terdapat pertimbangan masing-masing dalam memasok alpukat dari tiap pola aliran rantai pasok yang ada untuk memenuhi kebutuhan
penjualannya. Bervariasinya pola aliran rantai pasok, pemasok yang berbeda serta modal yang berbeda menjadikan kapasitas pembelian serta harga beli dan jual di pedagang pengecer juga berbeda-
beda. Kapasitas dan harga di pedagang pengecer adalah kapasitas dan harga rata-rata pada dua
kondisi. Informasi kapasitas dan harga diperoleh melalui wawancara. Berdasarkan keterangan dari pedagang pengecer pada tahun-tahun sebelumnya kondisi barang ramai di bulan Januari sampai April.
Banyaknya barang yang masuk ke pasar menyebabkan harga jual lebih rendah jika dibandingkan pada saat kondisi barang sepi di bulan Mei sampai Desember. Kondisi barang kembali berangsur ramai
dimulai pada akhir-akhir tahun. Pada saat penelitian kondisi barang mulai berkurang diakhir Maret. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel 14.
Pengelompokkan pedagang pengecer dilakukan berdasarkan kapasitas pembelian pada saat kondisi ramai bulan 1-4, yaitu kapasitas kecil
= 300 kg, kapasitas sedang
300-900 kg dan kapasitas besar
= 900 kg. Berdasarkan pola aliran rantai pasok yang digunakan pedagang pengecer
di Sari Barokah tidak terdapat perbedaan di antara ketiga skala kapasitas pembelian. Penggunaan pola aliran rantai pasok 2,3 dan 4 digunakan oleh pedagang skala kecil , sedang ataupun besar. Penggunaan
pola aliran rantai pasok 4 atau memasok alpukat dari petani dilakukan bila pengecer merasa jumlah pasokan yang berasal dari pengumpul besar belum mencukupi jumlah alpukat yang diinginkan.
Pada pemasaran alpukat di Pasar Bogor terdapat perbedaan pola aliran antar kelompok skala pembelian. Pedagang pengecer dengan modal yang lebih besar akan membeli dari pihak pedagang
grosir untuk mencukupi persediaan alpukatnya, sementara pedagang pengecer dengan modal yang lebih kecil akan memasok alpukat dari petani. Pengecer dengan modal lebih kecil tidak memilih
memasok dari pedagang grosir, karena pertimbangan biaya pengiriman yang harus ditanggungnya. Penggunaan pola aliran rantai pasok 1 atau memasok alpukat dari pedagang grosir tidak dilakukan
pengecer skala besar di Sari Barokah. Hal ini dikarenakan pedagang pengecer lebih mudah memperoleh alpukat dari petani yang kebanyakan berasal di sekitar lokasi pejualan.
28 Tabel 14. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer
Nama Bulan
Kapasitas Kgminggu
Harga Beli Rpkg
Harga Jual Rpkg
Pola Aliran Rantai Pasok
Pedagang Pengecer Sari Barokah
Dede 1 - 4
300 4,000
7,500 2,3,4
5 - 12 144
6,000 10,000
Pak Asep 1 - 4
300 5,000
7,500 2,3
5 - 12 204
5,500 8,000
Firman 1 - 4
338 3,000
9,000 2,3
5 - 12 203
6,000 12,000
Pak Odin 1 - 4
332 5,000
10,000 2,3,4
5 - 12 250
7,000 13,000
Pak Sayap 1 - 4
1,000 5,000
7,500 2,3,4
5 - 12 569
7,000 10,000
Pedagang Pengecer Pasar Bogor
Pak Udin 1 - 4
600 3,500
7,500 2,3,4
5 - 12 116
5,000 9,500
Pak Jufri 1 - 4
650 3,000
8,500 2,3,4
5 - 12 300
6,000 9,500
Pak Iwan 1 - 4
930 3,500
7,000 1,2,3
5 - 12 500
5,000 8,000
Pak Ibad 1 - 4
1,000 4,000
8,000 1,2,3
5 - 12 702
6,500 12,000
Iwan 1 - 4
2,000 4,000
8,000 1,2,3
5 - 12 1,621
6,500 12,000
Sumber : Data Diolah
D. KERUSAKAN MEKANIS 1. Jenis dan Penyebab Kerusakan Mekanis
Kerusakan pascapanen pada rantai pasok alpukat dapat terjadi saat pemanenan, pengemasan, pendistribusian sampai penyimpanan. Penanganan buah alpukat masih dilakukan seadanya oleh
entitas rantai pasok, sehingga penanganan yang kurang hati-hati mengakibatkan kerusakan buah yang tinggi .Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi dan
mikrobiologis. Kerusakan mekanis dalam rangkaian kegiatan di rantai pasok perlu diperhatikan, karena apabila dibiarkan terjadi merupakan awal bagi kerusakan-kerusakan lain seperti kimiawi dan
mikrobiologi. Beberapa tipe kerusakan mekanis yang terjadi saat pengamatan dapat di lihat di Tabel 15.
Kerusakan mekanis yang terjadi dimulai pada saat pemanenan. Pemetikan buah yang kurang hati-hati dapat mengakibatkan terjatuhnya buah dari pohon dan menyebabkan kerusakan mekanis.
Walaupun pada saat buah terjatuh dan tidak menunjukkan adanya bentuk keretakan atau splitting pada buah tetapi dalam jangka waktu beberapa hari akan terdapat memar pada penampakan buah. Adanya
memar pada buah akan membuat barang dagangan menjadi tidak menarik. Pemanenan yang dilakukan masih sederhana, dimana pemetik langsung memanjat pohon dengan membawa alat seperti galah yang
dilengkapi dengan karung sebagai wadah buah yang telah dipanen. Kerusakan seperti lecet, cutting
29 ataupun puncture sering terjadi diakibatkan buah yang terkena ranting atau ujung alat pada saat
pemetikan dilakukan. Memar yang sering terjadi di pangkal buah juga disebabkan pada saat pemanenan tidak dipetik bersamaan dengan tangkai buahnya. Hal ini menyebabkan luka dan
mengakibatkan memar di ujung buah. Terjadinya getaran pada saat pendistribusian barang mengakibatkan dampak benturan antara
kemasan dengan bagian bawah atau dinding pada bak kendaraan, benturan antar buah dalam kemasan serta benturan antara buah dengan dinding kemasan seperti pada peti kayu. Pada kemasan karung
dampak benturan antara kemasan dengan dinding bak kendaraan berpengaruh langsung terhadap buah karena tipisnya lapisan kemasan. Hal-hal tersebut menyebabkan kerusakan mekanis seperti memar
dan lecet. Kerusakan mekanis seperti retak dan splitting diakibatkan tekanan pada tumpukan yang berlebih dalam kemasan. Cutting juga dapat terjadi pada saat buah dalam kemasan karung berada di
dekat ujung-ujung bak kendaraan ataupun buah yang terletak pada ujung-ujung kayu pada kemasan peti kayu.
Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan Jenis
Kerusakan Mekanis
Gambar
Lecet Abrasion
Memar Bruising
Retak hancur
Shatter cracking
Cutting
30 Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan lanjutan
Jenis Kerusakan
Mekanis Gambar
Puncture
Splitting
Kerusakan mekanis juga dapat terjadi akibat penyusunan buah dalam kemasan yang terlalu penuh 60-80 kg sehingga menyulitkan pada saat kegiatan handling. Pada saat bongkar muatan
penanganan secara hati-hati sulit dilakukan karena beratnya kemasan. Penyusunan buah dengan kemasan karung dalam alat angkut bisa mengakibatkan kemasan yang berada paling bawah akan
mengalami tekanan yang besar dari banyanya tumpukan pada alat angkut. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut Terdapat beberapa cara yang dilakukan sebagian entitas dalam rantai pasok untuk mencegah
terjadinya kerusakan mekanis, di antaranya adalah menggunakan alas karpet pada bak kendaraan dengan tujuan memperkecil benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan
alas bak kendaraan. Menambahkan pelapis dalam kemasan peti kayu seperti koran untuk mengurangi potensi kerusakan mekanis seperti lecet atau cutting. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan
mekanis dapat dilihat pada Gambar 8.
31 a
Penggunaan alas karpet pada bak kendaraan b Penggunaan lapisan koran pada kemasan
Gambar 8. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis
2. Tingkat Kerusakan Mekanis
Pengukuran tingkat kerusakan dilakukan secara manual dengan uji visual pada penampakan luar buah alpukat dan melihat jumlah buah yang rusak pada tiap contoh dalam satu pengiriman
barang. Pada saat pengamatan, besar maupun kecil kerusakan pada buah dikategorikan sebagai buah yang mengalami kerusakan mekanis. Tingkat kerusakan mekanis yang diamati merupakan tingkat
kerusakan mekanis yang terjadi di pedagang pengecer melalui pedagang pengumpul besar, pedagang grosir atau langsung dari petani. Susut yang terjadi merupakan jumlah buah yang rusak total pada saat
pendistribusian dan tidak dapat terjual lagi di pedagang pengecer. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer terdapat di Lampiran 4.
Dari data pengamatan yang dilakukan dari 32 pengiriman barang, rata-rata tingkat kerusakan mekanis yang terjadi sebesar 63.93. Pada saat pengamatan terdapat 11 pengiriman barang dari
petani, 20 pengiriman barang dari pedagang pengumpul besar dan 1 pengiriman barang dari pedagang grosir. Tingkat kerusakan mekanis terbesar yaitu 90 yang berasal dari pedagang pengumpul besar,
sementara tingkat kerusakan mekanis terkecil yaitu 18.18 yang berasal dari petani. Susut yang terjadi dari 32 pengiriman barang rata-rata sebesar 2.12 . Susut terbanyak sebesar 17.5 7kg dari
40kg yang diikuti dengan kerusakan mekanis yang besar juga, yaitu sebesar 80. Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan pemasok dapat dilihat pada Tabel 16. Rata-
rata tingkat kerusakan pada tiap pemasok hampir sama tetapi rata-rata susut yang terjadi berbeda-beda besarnya. Hal ini disebabkan karena pengamatan tingkat kerusakan mekanis tidak dibedakan dari
besar kecilnya kerusakan pada buah. Besarnya tingkat keparahan dari kerusakan mekanis dapat terlihat dari besarnya susut yang terjadi pada saat pendistribusian dari ketiga asal pemasok.
Tabel 16. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan pemasok
Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum di petani dan pengumpul disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.
Besarnya rata-rata tingkat kersuakan mekanis yang berasal dari petani bisa disebabkan karena kurang hati-hatinya pada saat pemanenan. Pada saat pengambilan alpukat di petanipemilik pohon,
pedagang pengecer tidak melakukan penyortiran terlebih dahulu. Alpukat yang dipanen kebanyakan masih belum cukup tua untuk dipanen, sehingga banyak alpukat yang mengalami gagal masak dan
Pemasok Jumlah
Pengamatan Tingkat Kerusakan
Susut Jumlah Rataan Maks
Min Rataan
Maks Min
Petani 11
65.67 86.00
18.18 2.83
17.5 Pengumpul
20 63.51
90.00 42.73
1.83 10
Grosir 1
54.11 54.11
54.11
32 menjadi rusak. Pedagang pengecer tetap membeli alpukat tersebut karena kondisi alpukat di pasaran
sedang sedikit. Pantastico 1986 menyatakan tingkat kemasakan pada saat pemanenan merupakan hal yang sangat penting untuk penyimpanan yang memuaskan bagi alpukat. Pemetikan buah yang terlalu
muda harus dihindari, karena buah muda cenderung mempunyai aroma dan tekstur yang kurang baik pada saat pemasakan.
Pengiriman barang yang berasal dari pedagang grosir belum bisa dibandingkan karena pengamatan hanya dilakukan sekali. Pada saat pengamatan, barang dari pedagang grosir dikemas
dengan peti kayu dan diberi koran dalam kemasan dengan tujuan mengurangi potensi kerusakan mekanis.
Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan jenis kemasan dapat dilihat pada Tabel 17. Rata-rata tingkat kerusakan untuk kemasan peti kayu lebih kecil dibandingkan dengan kemasan
karung. Kemudian susut yang terjadi pada kemasan peti kayu dari dua pengiriman barang yang diamati tidak ada. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alasdinding bak kendaran,
benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih. Tabel 17. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis kemasan
Kemasan Jumlah
Pengamatan Tingkat Kerusakan
Susut Jumlah Rataan
Maks Min
Rataan Maks
Min Karung
30 64.24
90.00 18.18
2.26 17.5
Peti Kayu 2
59.83 65.56
54.11
Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum dalam kemasan karung disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.
Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan alat angkut dapat dilihat pada Tabel 18. Pengiriman barang dengan menggunakan alat angkut berupa motor merupakan alpukat yang berasal
dari petanipemilik pohon. Seperti pada penjelasan sebelumnya besarnya tingkat kerusakan dan susut yang terjadi diakibatkan dari penanganan dari pedagang pegecer yang melakukan pengambilan ke
petani. Tingkat kerusakan mekanis dan susut yang terjadi untuk alat angkut truk colt diesel lebih besar dibandingkan dengan alat angkut pick up. Besarnya tingkat kerusakan dan susut disebabkan
banyaknya muatan yang dibawa alat angkut truk, sehingga tekanan pada tumpukan lebih besar dibandingkan pada alat angkut pick up. Penyusunan tumpukan dalam alat angkut harus dilakukan
secara hati-hati untuk menghindari rusaknya barang akibat kerusakan mekanis pada saat pendistribusian.
Tabel 18. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis alat angkut Alat
Angkut Kapasitas
Muatan Kg Jumlah
Pengamatan Tingkat Kerusakan
Susut Jumlah Rataan
Maks Min
Rataan Maks
Min Motor
140 11
65.67 86.00
18.18 2.83
17.50 Pick Up
2000 12
61.69 90.00
45.71 0.85
1.92 Truk
4000 9
64.90 86.67
42.73 2.94
10.00
Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum alat angkut motor dan pick up disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.
3. Susut
Susut yang terjadi dapat disebabkan beberapa faktor, salah satunya karena adanya kerusakan mekanis pada alpukat. Berdasarkan hasil wawancara, pedagang pengumpul besar yang mengirim ke
Sari Barokah menjelaskan bahwa pengumpulan alpukat yang dilakukan rata-rata sejumlah 2 tonminggu. Dari jumlah alpukat yang dikumpulkan terdapat susut 200 kg pada saat dilakukan
33 penyortiran di gudang. Kemudian susut berikutnya terjadi pada saat pengiriman alpukat dengan rata-
rata 20 kg tiap pedagang pengecer. Pengiriman alpukat dilakukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah, jadi alpukat yang dapat terjual sebesar 1,720 kg dari 2 ton alpukat yang dikumpulkan. Aliran
pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah terdapat di Gambar 9.
Besarnya susut tersebut merupakan rata-rata susut yang biasa terjadi pada saat penerimaan dan pengiriman alpukat. Besarmya susut yang terjadi di lapangan sangat bervariasi, susut yang terjadi bisa
jauh lebih besar atau bahkan tidak terdapat susut sama sekali. Diasumsikan dalam tiap pengiriman alpukat terdapat susut yang terjadi di tiap responden. Berdasarkan hasil wawancara kedua pedagang
pengumpul besar dan seorang pedagang grosir, rata-rata susut yang terjadi pada saat pengambilan dan pengiriman barang dijadikan persentase sebagai acuan usaha pemasaran alpukat dalam setahun.
Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang
grosir No.
Entitas Kapasitas
Pembelian kgtahun
Susut Pengambilan
Kapasitas Pengiriman
kgtahun Susut
Pengiriman Kapasitas
Penjualan kgtahun
1 Bu Nunung
Pengumpul Sari Barokah 76,800
10 69,120
4 66,048
2 Pak Ntus
Pengumpul Pasar Bogor 246,000
6 231,240
0.5 230,010
3 Pak Edi Grosiran
634,000 3
614,980 1
608,640 Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya susut seperti penanganan masing-masing
entitas, kondisi lingkungan serta kondisi alpukat itu sendiri. Pendistribusian alpukat pada saat kondisi hujan bisa sangat merugikan karena kemungkinan susut yang terjadi sangat besar. Kondisi alpukat
seperti tingkat kematangan atau tingkat kerusakan sangat berpengaruh pada saat kegiatan penyimpanan dan pendistribusian.
Besarnya susut yang terjadi di pedagang pengumpul besar dikarenakan umumnya alpukat yang diperoleh dari pedagang pengumpul kecil belum disortir. Selain susut pada saat pendistribusian
terdapat juga susut pada saat penyimpanan. Susut penyimpanan kadang terjadi di pedagang grosir. Pedagang grosir berusaha memenuhi kapasitas gudang untuk menjaga pasokannya, sehingga kadang
dilakukan penyimpanan dalam jumlah besar karena barang belum habis terjual. Susut penyimpanan yang terjadi dikarenakan lama penyimpanan dari banyaknya alpukat yang tersimpan.
Tabel 19 menunjukkan persentase susut yang terjadi pada pengumpul di Pasar Bogor lebih kecil dibanding pengumpul di Sari Barokah. Penggunaan alas karpet pada saat pendistribusian yang
dilakukan pengumpul di Pasar Bogor dapat mencegah kerusakan mekanis yang lebih besar. Alas karpet dapat berfungsi sebagai bantalan dalam menahan tekanan dari tumpukan dan memperkecil
Gambar 9. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah Pengumpul
kecil responden Responeden Pengumpul
besar Bu Nunung Pengecer
Responden Susut Pengambilan
Susut Pengiriman 200 kg
1800 kg 2000 kg
1720 kg 1800 kg
80 kg
34 benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan alas bak kendaraan.
Pedagang grosir yang melakukan pendistribusian dengan kemasan peti kayu menunjukkan susut yang terjadi lebih kecil dibanding susut di kedua pedagang pengumpul besar yang menggunakan kemasan
karung. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alasdinding bak kendaraan, benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih.
Responden pedagang pengumpul besar menanggung sendiri resiko susut pada saat pengambilan dan pengiriman alpukat. Jika susut dari pedagang pengumpul kecil sangat banyak maka
pedagang pengumpul besar akan meminta pengambilan alpukat berikutnya harus lebih baik pada saat pengambilan terakhir. Pedagang pengecer akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susut
yang terdapat dianggap besar dalam satu partai pengiriman. Biasanya pedagang pengecer tidak akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susutnya hanya sekitar 10 kg.
Responden pedagang grosir hanya menanggung resiko susut pada saat pengiriman alpukat. Jika terdapat susut dari pedagang pengumpul besar akan dilakukan pemotongan biaya pembelian alpukat.
Untuk resiko susut pada saat pengiriman terkadang dibagi dua dengan pengecer, pembagian resiko susut tergantung dari kebijakan pedagang pengecer.
Susut yang terjadi di responden pedagang pengecer adalah susut pada saat penerimaaan dan susut pada saat penyimpanan barang. Berdasarkan keterangan di atas resiko susut penerimaan bisa
ditanggung pengumpulgrosir, ditanggung pengecer atau resikonya dibagi dua. Dalam perhitungan biaya pokok dan nilai tambah diasumsikan resiko susut hanya ditanggung oleh pedagang pengecer.
Hal ini dilakukan sebagai pendekatan dalam perhitungan pada saat kondisi susut penyimpanan sewaktu-waktu menjadi lebih besar. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer terdapat di
Tabel 20. Tabel 20. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer
Pengecer Bulan
Kapasitas kgminggu
Susut Pembelian
kgtahun Penjualan
kgtahun
Pedagang Pengecer di Sari Barokah
Dede 1 - 4
300 10.0
9,408 8,736
5 - 12 144
4.2 Pak Asep
1 - 4 300
11.7 11,328
9,904 5 - 12
204 13.2
Firman 1 - 4
338 11.2
11,904 10,880
5 - 12 203
6.4 Pak Odin
1 - 4 332
2.1 13,312
12,720 5 - 12
250 6.0
Pak Sayap 1 - 4 1,000
2.5 34,208
33,264 5 - 12
569 3.0
35 Tabel 21. lanjutan
Pengecer Bulan
Kapasitas kgminggu
Susut Pembelian
kgtahun Penjualan
kgtahun
Pedagang Pengecer di Sari Barokah
Pak Udin 1 - 4
600 4.2
13,312 12,464
5 - 12 116
4.5 Pak Jufri
1 - 4 650
4.5 20,000
19,056 5 - 12
300 5.0
Pak Iwan 1 - 4
930 4.7
30,880 29,952
5 - 12 500
10 Pak Ibad
1 - 4 1,000
7.4 38,464
35,849 5 - 12
702 7.4
Iwan 1 - 4
2,000 6.0
83,872 81,728
5 - 12 1,621
0.4 Informasi nilai susut diperoleh dari wawancara masing-masing responden pedagang pengecer.
Penangangan dalam penyimpanan untuk setiap pedagang pengecer dilakukan secara sederhana. Kegiatan penyimpanan yang dilakukan hampir sama untuk responden dalam satu pasar. Faktor yang
membedakan susut di tiap pedagang pengecer adalah kapasitas pembelian. Semakin besar kapasitas pembeliannya semakin banyak jumlah alpukat yang disimpan. Besarnya susut dipengaruhi dari
banyaknya penyimpanan alpukat, akan tetapi penyimpanan dalam jumlah banyak yang diimbangi dengan masa jual yang cepat dapat mengurangi potensi susut. Jadi selain kapasitas pembelian, masa
jual dari masing-masing pedagang juga mempengaruhi besarnya susut pada saat penyimpanan.
E. MASA SIMPAN
Masa simpan yang dimaksud adalah lamanya masa simpan buah alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis di pedagang pengecer sampai mengalami busuk total atau tidak bisa dijual lagi.
Kerusakan mekanis yang belum terlihat pada saat pendistribusian akan terlihat beberapa hari setelah dijajakan, tergantung dari tingkat keparahan yang dialami. Selain itu kondisi lingkungan dan
penanganan pada saat penyimpanan juga mempegaruhi mutu alpukat dalam masa penjualan di pedagang pengecer.
Pengamatan dilakukan terhadap 12 pengiriman barang di kedua pasar tempat penelitian. Setiap pengiriman barang diamati lima buah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis dan diambil secara
acak. Jumlah dari 12 pengriman barang seharusnya terdiri dari 60 alpukat, sementara yang bisa diamati sampai mengalami kerusakan total hanya terdapat 47 alpukat. Hal ini dikarenakan pada saat
penyimpanan di tempat pajangan terdapat beberapa buah yang tidak sengaja terjual atau hilang. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat kerusakan mekanis yang
terjadi terhadap masa simpan alpukat. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel 21.
36 Tabel 22. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer
Masa Simpan
Jumlah Contoh Alpukat
Persentase H - 4
1 2.13
H - 5 3
6.38 H - 6
2 4.26
H - 7 8
17.02 H - 8
9 19.15
H - 9 1
2.13 H-10
7 14.89
H-11 8
17.02 H-12
4 8.51
H-13 4
8.51 Total
47 100
Catatan : Kondisi alpukat mengalami kerusakan mekanis di awal penjualan
Masa simpan alpukat tercepat yang mengalami kerusakan mekanis sampai alpukat tidak dapat terjual terdapat pada hari ke 4 dan masa simpan terlama terdapat pada hari ke 13. Persentase terbanyak
dari jumlah contoh alpukat yang tidak dapat terjual lagi terdapat pada hari ke 8. Bervariasinya masa simpan ini tergantung dari mutu awal alpukat pada saat penyimpanan. Mutu awal alpukat ini
dipengaruhi dari besarnya tingkat keparahan yang dialami dari kerusakan mekanis. Persentase dari
tiap masa simpan alpukat dikumulatifkan sebagai pendekatan dalam melihat besarnya kerusakan buah yang terjadi dalam selang waktu penyimpanan pada suatu partai barang yang mengalami kerusakan
mekanis. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan Berdasarkan dari wawancara, pedagang pengecer mampu menjual habis alpukat pada hari ke 7
sampai hari ke 14. Bila dibandingkan dengan masa simpan alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis, pedagang pengecer akan mengalami kerugian berupa susut kuantitatif akibat buah yang
rusak total dan tidak bisa terjual sama sekali. Kerugian berupa susut kualitatif juga dialami karena adanya penurunan harga jual alpukat yang mengalami penurunan mutu. Kerusakan mekanis yang
terjadi di awal penjualan berakibat pada tingkat kerusakan buah yang semakin besar seiring lamanya 10
20 30
40 50
60 70
80 90
100
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
K e
r u
sa k
a n
B u
a h
K u
m u
la ti
f
Hari ke-
51.07
37 masa jual. Gambar 9 menunjukkan pada hari ke 9 alpukat yang busuktidak dapat terjual mencapai
51.07, sementara alpukat lainnya mengalami penurunan mutu diikuti dengan penurunan harga jual. Penanganan pascapanen pada rantai pasok alpukat harus dilakukan dengan baik agar dapat
menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis. Dengan menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis, dampak kerusakan total yang dialami alpukat pada masa penyimpanan
juga dapat berkurang. Apabila penanganan dilakukan dengan lebih baik lagi diharapkan masa simpan alpukat dapat diperpanjang demikian juga masa jual alpukat. Contoh perubahan alpukat dengan masa
simpan hari ke 5 dapat dilihat pada Gambar 11.
H-1 Di sekitar pangkal dan bagian bawah
buah terdapat luka lecet dan memar H-5
Sebagian buah melunak dan mengalami perubahan warna
Gambar 11. Perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5
F. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS