membentuk suatu lapisan tipis biofilm yakni lapisan film yang dibuat oleh bakteri Thiobacilli atau jasad renik lain yang membentuk suatu cangkang,
manakala kondisi nutrien melimpah. Bakteri memerlukan C-Organik, unsur humik dan asam uronik dalam jumlah maksimum agar biofilm tumbuh dengan
baik. Perubahan tingkat kepadatan dan komposisi makrozoobentos yang terjadi
tidak dapat dipastikan akibat buangan Lumpur Sidoardjo. Hal ini dikarenakan buangan lumpur belum sampai ke estuaria. Akan tetapi kemungkinan adanya
pengaruh dapat terjadi melalui air buangan yang tebawa bersama lumpur dan limpasan lumpur oleh air sungai yang terbawa menuju estuaria Sungai Porong.
Adanya siklus musiman yang terjadi masih merupakan kemungkinan terbesar terjadinya perubahan struktur komunitas makrozoobentos di estuaria ini.
Siklus musiman berpengaruh terhadap parameter-parameter lingkungan menjadi lebih fluktuatif terlebih pada daerah estuaria yang juga memiliki keadaan
lingkungan yang dinamis. Sehingga toleransi tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan sangat dibutuhkan oleh biota yang hidup di dalamnya.
4.5. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Estuaria Sungai Brantas
Perubahan struktur komunitas antar musim di setiap tahunnya menunjukkan adanya perubahan kualitas lingkungan. Saat musim hujan
komposisi makrozoobentos lebih beragam akan tetapi dengan kepadatan yang rendah dibandingkan dengan musim kemarau dengan dominansi yang sangat
tinggi. Ini menunjukkan bahwa saat musim hujan masukan air tinggi dan membawa bahan organik yang kaya sehingga beragam jenis bentos dapat hidup di
estuaria Sungai Porong. Akan tetapi ketika terjadi musim kemarau hanya organisme tertentu yang dapat hidup dan mendominasi tinggi di daerah mulut
sungai yang memungkinkan masih berinteraksinya aliran sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa aliran sungai membawa banyak bahan organik.
Bahan organik tinggi yang dibawa oleh aliran Sungai Brantas didukung oleh Burhan 1991 yang menyebutkan hasil penelitiannya bahwa pantai timur
Surabaya telah mengalami pencemaran sedang sampai dengan berat. Oleh karena itu memungkinkan bahwa pencemaran di pesisir ini akan terus mengalami
64
penurunan kualitas akibat adanya pembuangan Lumpur Sidoardjo ke arah laut melalui Sungai Porong pada Desember 2006. Selain itu Katmoyo 2008 juga
menyatakan salah satu indikasi bahwa estuaria Sungai Brantas mengalami eutrofikasi adalah kandungan konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada beberapa
tempat seperti pada stasiun 9 pada bulan Juli 2006 dan stasiun 6 pada bulan Maret 2007. Keadaan ini didukung pula oleh tingginya kandungan nutrien N, P, Si di
perairan estuaria Sungai Brantas yang telah melebihi rata-rata konsentrasi nutrien pada perairan alami. Selain itu fitoplankton dengan kelimpahan berkisar antara
10.000 – 150.000 sell yang tergolong mesotrofik – eutrofik, juga merupakan sebuah indikasi awal perairan estuaria Sungai Brantas mengalami eutrofikasi.
Bahan organik memang merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi makrozoobentos sebagai sumber makanannya. Akan tetapi ketika bahan
organik itu melimpah akan menimbulkan tekanan ekologis di lingkungan perairan. Oleh karena itu pengendalian terhadap masukan limbah organik perlu dilakukan
melalui kesadaran masyarakat untuk tidak membuang limbah domestik langsung ke sungai, penggunaan pestisida yang aman bagi lingkungan perairan,
perlindungan hutan di daerah hulu sungai agar tidak menimbulkan erosi dan sedimentasi serta pembuangan limbah industri yang perlu menyesuaikan baku
mutu limbah yang telah ditetapkan. Selain pencegahan, perlu pula dilakukan pemantauan dan perbaikan
kembali daerah estuaria yang merupakan tempat terakumulasinya limbah. Estuaria merupakan daerah dengan nilai fungsi sangat tinggi. Manfaat estuaria
sangat besar dari nilai ekonomi dan ekologinya. Hal terpenting yaitu estuaria sebagai spawning, nursery dan feeding ground bagi ikan-ikan yang merupakan
sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Dugaan adanya masukan bahan organik tinggi ini terjadi selama
dilakukannya penelitian yang berpengaruh tehadap kualitas lingkungan perairan Sungai Brantas. Pada tahun 2007 adanya masukan Lumpur Sidoardjo
kemungkinan juga berpengaruh terhadap kualitas estuaria Sungai Porong. Indikasi ini terlihat pada perubahan struktur makrozoobentos dimana hanya
organisme toleran yang mampu hidup dengan dominansi sangat tinggi serta keanekaragaman yang menurun dari tahun sebelumnya.
65
Terdapatnya perbedaan pola penyebaran secara spasial dan temporal dari segi komposisi dan kepadatan makrozoobentos lebih disebabkan oleh siklus
musiman yang berpengaruh besar terhadap organisme bentik di dalamnya dan juga menjadi indikasi adanya degradasi lingkungan. Sehingga pemantauan secara
berkala sangat diperlukan untuk melihat adanya degradasi lingkungan yang terjadi pada estuaria ini. Adanya pengaruh pembuangan Lumpur Sidoardjo ke laut yang
melalui estuaria Sungai Porong belum dapat dipastikan karena lumpur belum sampai ke daerah estuaria. Buangan Lumpur Sidoardjo masih mengendap di
Sungai Porong akan tetapi terdapat air limpasannya yang masuk ke estuaria. 66
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Secara spasial kepadatan makrozoobentos estuaria Sungai Porong rendah pada daerah mulut sungai kemudian semakin meningkat dan kembali turun ke
arah laut pada musim hujan sedangkan di musim kemarau perubahan terlihat secara linier. Pada estuaria Sungai Wonokromo sebaran kepadatan spasial di
kedua musim mirip dengan sebaran estuaria Sungai Porong di musim hujan. Makrozoobentos yang ditemukan pada estuaria Sungai Porong tersusun oleh 17
jenis dari enam kelas yaitu Pelecypoda sebagai dominan, Polychaeta, Gastropoda, Nemertina, Malacostraca dan Holothuroidea sedangkan estuaria Sungai
Wonokromo tersusun oleh 23 jenis dari lima kelas yaitu Pelecypoda, Malacostraca, Gastropoda, Polychaeta dan Holothuroidea.
Pola sebaran makrozoobentos secara temporal menunjukkan bahwa pada musim hujan memiliki kepadatan yang lebih rendah dibandingkan kemarau.
Perbedaan musim juga berpengaruh terhadap komposisi makrozoobentos pada kedua estuaria ini dimana pada musim hujan komposisi jenis makrozoobentos
lebih beragam dengan dominansi yang lebih rendah dibanding kemarau. Kedua kondisi ini terjadi di kedua estuaria akan tetapi pada estuaria Sungai Porong
perbedaannya lebih signifikan. Setelah adanya buangan Lumpur Sidoardjo terlihat adanya perubahan
komposisi makrozoobentos pada estuaria Sungai Porong yaitu sangat dominannya Pelecypoda terutama jenis Tellina sp. yang merupakan jenis toleran. Pada
sampling makrozoobentos yang sama, estuaria Sungai Porong hanya ditemukan 9
jenis dari 4 kelas sedangkan estuaria Sungai Wonokromo ditemukan 23 jenis dari 5 kelas. Perubahan yang terjadi kemungkinan besar akibat siklus musiman yang
berpengaruh terhadap organisme bentik di dalamnya. Hal ini juga terjadi pada estuaria Sungai Wonokromo akan tetapi tidak terlalu signifikan. Secara umum
komposisi makrozoobentos di estuaria ini hampir sama dengan estuaria Sungai Porong akan tetapi lebih beragam dengan dominansi lebih rendah sebagai indikasi
komunitas yang lebih stabil. Adanya dominansi di estuaria Sungai Porong ini juga mengindikasikan telah terjadi degradasi kualitas lingkungan perairan.