3 0,51. Angka kesakitan dan kematian tersebar di 31 kecamatan dengan 163
kelurahan. Wilayah endemis DBD sebanyak 154 kelurahan, 9 kelurahan sporadis sedangkan kelurahan yang potensial belum ada DinKes Kota Surabaya, 2009.
Pengambilan sampling berdasarkan endemisitas kasus DBD yakni kasus tinggi, sedang dan rendah. Jumlah kasus DBD rata-rata sebesar
≥ 100 kasustahun tersebar pada 12 kecamatan, jumlah kasus rata-rata 50-99 kasustahun tersebar pada 16
kecamatan dan jumlah kasus rata-rata ≤ 49 kasustahun tersebar di 3 kecamatan.
Berdasarkan tingginya jumlah kasus demam berdarah dan penyebaran yang tidak merata disebabkan oleh permukiman yang begitu padat dan mobilitas yang
cukup tinggi antar kota serta arus urbanisasi yang tidak terkontrol, maka untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah, dilakukan
upaya pengendalian vektor nyamuk dengan pengasapan fogging focus menggunakan malation. Penggunaan malation secara terus menerus memungkinkan
terjadinya galur Aedes aegypti yang resisten terhadap malation. Resistensi serangga terhadap insektisida telah lama terjadi di beberapa penjuru
dunia, sehingga banyak insektisida yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Adanya resistensi merupakan satu hambatan utama dalam pengendalian vektor
secara kimia dengan insektisida. Hambatan ini sangat mengganggu keberhasilan usaha yang dilakukan,
sehingga perlu dilakukan pelacakan terhadap timbulnya galur A. aegypti yang resisten terhadap malation. Penggunaan malation di Kota Surabaya sudah cukup
lama yakni ± 20 tahun, evaluasi terhadap efektivitas malation belum pernah dilakukan serta uji toleransi terhadap insektisida jarang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan uji status kerentanan nyamuk A. aegypti terhadap insektisida malation untuk mengetahui.
Untuk mengetahui status kerentanan suatu serangga terhadap insektisida dilakukan uji Susceptibility yang mengikuti standar WHO demikian pula halnya
untuk mengetahui status toleransi nyamuk A. aegypti terhadap insektisida di Kota Surabaya dilakukan uji tersebut.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi status kerentanan nyamuk A. aegypti
terhadap insektisida malation di Kota Surabaya.
4
1.3. Manfaat Penelitian.
Sebagai masukan kepada instansi setempat dalam upaya pengendalian populasi nyamuk A. aegypti dalam kaitannya pemberantasan penyakit demam
berdarah dengan menggunakan insektisida.
1.4. Hipotesis.
Ada pengaruh pemakaian insektisida tunggal terhadap status kerentanan nyamuk A. aegypti di Kota Surabaya.
1.5. Analisis Data.
Data yang diperoleh dari penelitian di olah menurut analisis regresi Anova dan analisis probit kemudian dilanjutkan menggunakan uji beda nyata Duncan yang
dilengkapi dengan gambar maupun tabel.
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Masalah Resistensi
Populasi suatu serangga yang dikendalikan, pada mulanya rentan terhadap insektisida yang digunakan untuk memberantasnya. Pada beberapa generasi,
keampuhan dari insektisida itu semakin menurun sebab serangganya semakin toleran terhadap insektisida dan akhirnya tidak berdayaguna lagi sebab serangga
yang diberantas sudah menjadi resisten terhadap insektisida yang digunakan Brown dan Pal, 1971.
Menurut Darwin dalam Villee, 1957; Bishop, 1982 di alam terjadi seleksi alamiah terhadap makhluk hidup, yang dapat meningkatkan daya penyesuaian
populasi terhadap lingkungannya. Hal ini mungkin terjadi bila faktor-faktor yang menentukan daya penyesuaian itu mempunyai keragaman. Darwin mengatakan
bahwa faktor-faktor itu juga diwariskan kepada keturunannya. Mendel dalam Villee, 1957 menyatakan bahwa hanya karakter yang diatur oleh gen yang dapat
diwariskan. Fisher dalam Bishop, 1982 menyatakan bahwa laju pertambahan daya penyesuaian sebanding dengan keragaman genetik yang mengatur daya penyesuaian
itu. Toleransi suatu spesies serangga terhadap insektisida sangat beragam, dapat
terbukti dengan terjadinya berbagai presentasi kematian bila beberapa kelompok serangga dari spesies yang sama, dipaparkan dengan berbagai dosis atau konsentrasi
insektisida. Toleransi itu berkisar antara 0 dan 100 yang merupakan distribusi kumulatif normal yang disebut sebaran toleransi sedangkan Macnair 1981
menyebut differential susceptibility. Wood 1981 telah mengumpulkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa toleransi diatur oleh gen R. Misalnya resistensi terhadap
DDT pada A. aegypti diatur oleh gen R
DDT1
dan gen R
DDT2
. Resistensi terhadap dieldrin diatur oleh gen R
dl
, terhadap pyretroid oleh gen R
py
dan terhadap HCHcyclodien diatur oleh gen y. Gen-gen R
DDT1
, y dan R
dl
terdapat pada kromosom II sedangkan gen-gen R
DDT2
dan R
py
terdapat pada kromosom III. Alel lainnya dari gen R adalah gen +. Oleh karena kromosom berpasangan maka gen
juga berpasangan, sehingga dari gen R dan + diperoleh tiga kombinasi genotip
6 yaitu RR, R
+
dan ++, yang paling toleran adalah RR sedangkan yang paling rentan adalah ++. Fenotip dari R
+
tergantung kepada kombinasi dominasi gen R. Bila gen R dominan maka fenotip dari R
+
menyerupai RR, bila gen R resesif maka fenotip dari R
+
menyerupai ++ dan bila gen intermediate maka fenotip dari R
+
beragam diantara RR dan ++. Oleh karena toleransi terhadap pestisida beragam dan diatur oleh gen maka toleransi ini akan mengalami seleksi bila kontak
dengan pestisida sehingga menjadi lebih toleran untuk kemudian menjadi resistensi. Teori Darwin dalam Villee, 1957 menyatakan bahwa seleksi alam
menyebabkan punahnya individu-individu yang daya penyesuainnya lemah, sedangkan yang daya penyesuainnya baik akan terus mempertahankan eksistensi
populasinya. Seperti halnya dengan gen + yang + akan punah sedangkan gen RR akan mampu hidup bila kontak dengan insektisida. Untuk gen R
+
keadaannya tergantung kepada dominasi gen R, bila gen R dominan maka R
+
akan terus hidup bersama-sama RR, sedang bila gen R resesif maka R
+
akan punah bersama-sama ++. Bila gen R bersifat intermediate maka nasib R
+
tergantung pada dosis yang digunakan. Culex pipiens pipiens mempunyai gen R dominan, Anopheles sp
mempunyai gen R resesif sedangkan A. aegypti mempunyai gen R yang intermediate
Wood dan Mani, 1981; Wood, 1981.
2.2. Faktor yang mempengaruhi kerentanan