Toksikologi Insektisida. Status kerentanan nyamuk Aedes aegypti terhadap insektisida malation di Kota Surabaya

20 nyamuk yang dipelihara pada suhu optimum tanpa diberi makan dapat hidup selama tujuh hari, diberi makan larutan gula dapat hidup sampai 20 hari, dengan pemberian makan susu di campur gula dapat hidup sampai 19 hari, dengan pisang sampai 68 hari, sedangkan diberi makan dengan darah manusia mencapai umur 93 hari. Dilaporkan oleh Gould et al. 1970 bahwa rata-rata lama hidup nyamuk A. aegypti dewasa di Malaysia adalah 3 – 6 minggu pada suhu 28 C dan kelembaban nisbi antara 80 sampai 90. Suhu yang tinggi yaitu 35 C akan mengurangi umur nyamuk A. aegypti, sedangkan suhu rendah antara 15– 20 C dengan kelembaban 90 akan memperpanjang lama hidupnya. 2.6. Peranan A. aegypti sebagai vektor penyakit. Chen et al. 1993 di Taiwan mengatakan bahwa A. albopictus dan A. aegypti mempunyai kemampuan sebagai virus dengue 1 dan virus ini telah di isolasi dari A. aegypti yang terdapat di Taiwan sedangkan A. albopictus belum dilakukan Lien et at , 1975. Kemudian dilanjutkan pula dengan percobaan menginfeksikan virus dengue 1 kepada nyamuk A. aegypti dan A. albopictus. Pada hari ke 7 tujuh positif terinfeksi dari 30 ekor A. albopictus dan 30 ekor A. aegypti masing-masing 3,3. Pada hari ke 35,24 dari 28 A. albopictus positif terinfeksi dan pada hari ke 21 terdapat 100 dari 6 ekor nyamuk A. aegypti positif terinfeksi. Selain virus dengue A. aegypti dapat pula terinfeksi oleh virus Sinbis. Virus Sinbis Sin adalah suatu alphavirus yang termasuk Famili Togoviridae Westaway et al . 1985. Virus Sinbis ini dapat merupakan grup yang penting karena dapat menyebabkan penyakit ensefalitis pada manusia dan kuda Jackson dan Johnson, 1987.

2.7. Toksikologi Insektisida.

Toksisitas pada suatu organisme selalu dinyatakan dalam istilah LD 50 lethal dose yang berarti jumlah racun per unit berat organisme yang dibutuhkan untuk membunuh 50 populasi percobaan. Satuan dari LD 50 dinyatakan dalam mg insektisida per Kg berat organisme. Pada kondisi bahan kimiainsektisida digunakan untuk serangga, maka LD 50 dinyatakan dalam mikrogram insektisida per serangga μ gserangga . Konsentrasi bahan kimia yang digunakan secara eksternal dapat membunuh 50 hewan dinamakan LC 50 lethal concentration. Nilai ini digunakan ketika dosis 21 yang pasti pada serangga tidak dapat ditentukan. Istilah LT 50 lethal time adalah waktu yang dibutuhkan sehingga menyebabkan kematian 50 hewan percobaan pada dosis dan konsentrasi tertentu Perry et al. 1998. Metode ini digunakan ketika jumlah hewan percobaan terbatas dan sering digunakan pada pengujian lapangan dimana sulit mengumpulkan jumlah serangga yang cukup untuk suatu pengujian. Pada kasus tertentu digunakan nilai KD 50 knockdown dose dan KT 50 knockdown time . Beberapa cara untuk melakukan pengujian pada serangga dan metode yang paling banyak digunakan adalah aplikasi topikal, karena insektisida dilarutkan dalam pelarut yang relatif tidak toksik seperti aseton dan larutan yang dihasilkan diteteskan pada permukaan tubuh serangga Perry et al. 1998. Metode lain yaitu metode injeksi yang menggunakan jarum suntik yang halus terbuat dari baja tahan karat 20-30 gauge diameter 0,41 atau 0,3 mm, yang membutuhkan gelas kecil untuk wadah insektisida yang dilarutkan dalam propiles glikol atau minyak kacang tanah dan injeksi dilakukan ke dalam rongga tubuh intraperitoneal. Metode pencelupan digunakan ketika aplikasi topical dipandang tidak praktis untuk dilaksanakan. Pengujian menggunakan metode kontak atau residu dengan cara insektisida dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap volatile kemudian dimasukkan pada kontainer gelas. Pelarut yang mengandung insektisida tersebut akan menguap dan ditampung dalam kontainer yang diputar-putar sehingga menghasilkan lapisan residu pada dinding gelas. Alternatf lain insektisida ditempatkan pada kertas saring, panel kayu atau jenis material bangunan lainnya dan dibiarkan mengering sebelum dipajankan pada serangga percobaan. Deposit residu insektisida tersebut dinyatakan sebagai miligram ramuan aktif per meter persegi mg atau g AIm 2 . Insektisida Organofosfat . Menurut Foley 2005, fungsi sistem syarat adalah perantaraan komunikasi antara sel syaraf dengan sel-sel lain dalam suatu organisme. Komunikasi diawali dengan melepaskan senyawa kimia yang disebut neurotransmiter dari pre sinap sel-sel syaraf. Senyawa ini berdifusi sepanjang sinap diantara sel-sel syaraf dan sel-sel pengontak postsynaptic dan berikatan pada protein reseptor di dalam membran sel. Ikatan tersebut menstimulasi perubahan saluran ion dalam membran yang difasilitasi oleh ion-ion spesifik Na + , K + , Ca 2+ 22 atau Cl - yang mengalir sepanjang membran bagian bawah dari gradien konsentrasinya masuk atau keluar dari sel. Gradien konsentrasi ini dapat memicu ataupun menghambat tergantung pada perubahan muatan ion di bagian dalam sel. Pada keadaan absennya neurotransmiter muatan di luar sel menjadi negatif. Pemicu neurotransmiter oleh sel terjadi melalui aliran ion Na + dan dilipatgandakan melalui pembukaan tegangan listrik sensitif pada saluran Na + disepanjang akson sel-sel syaraf. Aliran ini membukakan tegangan listrik sensitif saluran Ca 2+ pada ujung sel syaraf. Aliran Ca 2+ selanjutnya menstimulasi perbedaan neurotransmiter berikutnya yang menghasilkan kontraksi otot. Inhibisi neurotransmiter pada sel disebabkan oleh aliran ion K + atau ion Cl - yang menghasilkan suatu sel lebih resisten dalam mendepolarisasika aliran Ca 2+ . Asetilkolin adalah suatu neurotransmiter yang menstimulasikan pembukaan saluran Na + dan K + . Asetilkolin memberikan sinyal pada sinap yang diakhiri melalui suatu enzim asetilkolinesterase AchE yang berfungsi mengkatalisis reaksi hidroksil asetilkolin menjadi kolin tidak aktif dan asetat seperti ditunjukkan pada reaski berikut : AChE CH3NCH2CH2OCOCH3 CH33NCh2CH2OH + CH3CO2H Asetilkolin kolin asam asetat Enzim AchE merupakan kelompok serin esterase yang mengandung sisi aktif serin Ser, histidin His dan residu asam amino glutamat Glu yang bersama-sama mengkatalisis reaksi hidrolisis asetilkolin. Ikatan H antara gugus Glu karboksilat dan N-1 pada histidin meningkatkan kemampuan N-3 His untuk bertindak sebagai basa yang menghilangkan H dari gugus hidroksil Ser. Hal ini menyebabkan oksigen pada Ser merupakan neukleofilik dan mampu menyerang gugus karboksil dari asetilkolin. Organofosfat bekerja dengan cara menghambat enzim AchE, sehingga enzim ini tidak dapat menghidrolisis Ach. Senyawa orgaonfosfat secara luas telah digunakan menggantikan insektisida organoklorin. Senyawa ini merupakan ester atau derifat amida dari asam fosfat dan merupakan zat toksik untuk serangga maupun vertebrata melalui inhibisi enzim kolinesterase. 23 ENZIM-OH + Z-P-OOR 2 ENZIM-O-POOR 2 + ZH Enzim kolinesterase Senyawa organofosfat enzim terinhibisi Senyawa organofosfat diproduksi pada suhu tinggi 150 – 200 o C sehingga pada umumnya mengandung isomer atau produk samping yang menyebabkan bau tidak enak Perry et al. 1998. Gejala keracunan pada serangga mengikuti pola umum dari peracunan syaraf, misalnya keresahan, hyperexitibility, gemetaran, kejang, lumpuh dan mati. Untuk mengetahui mekanisme aksi toksik senyawa organofosfat adalah interaksi enzim asetilkoline dengan asetilkolinesterase AChE. Pertama-tama AChE menghasilkan kompleks E-OH – Ach Asetilkolin – Enzim yang merupakan intermediasi antara enzim dengan substrat kompleks tersebut bersifat reversibel yang membentuk asetilase AChE, selanjutnya asetil AChE dihidrolisis kembali menghasilkan AChE Perry et al. 1998. Reaksi tersebut sangat cepat sehingga tidak terjadi akumlasi asetilkolin sepanjang sinap atau pada sambungan neuromuscular. Bagian kolin kemudian dihilangkan dan asam asetat berkombinasi lagi dengan bantuan enzim lain membentuk asetilkolin dan siklus berulang. Insektisida organofosfat yang diaplikasikan pada serangga bereaksi dengan AChE pada kondisi yang sama. Tahap pertama enzim membentuk kompleks reversibel dengan senyawa organofosfat, kemudian kompleks putus menghasilkan organofosfat dan enzim yang terinhibisi enzim fosforilate. Inhibisi tersebut menghasilkan fosforilat yang eksistensinya cukup sama dengan tahapan terakhir. Kemudian terjadi hidrolisis dan AChE dibebaskan dengan sebuah residu fosfat sebagai dimetil asam fosfat. Tahapan hidrolisis tersebut sangat lambat dibanding dengan kondisi normal substrat asetilkolin sehingga enzim tidap dapat berfungsi secara efektif dengan peningkatan asetilkolin yang masuk ke sinap hasil akhir dari aktivitas syaraf. Mekanisme reaksi inhibisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 3. ENZIM –OH ++ CH 3 3 N + CH 2 OCOCH 3 ÆENZIM-OH ---CH 3 3 N + CH 2 OCOCH 3 CH 3 3 N + CH 2 OCOCH 3 HOCOCH 3 ENZIM-OCOCH 3 A 24 ENZIM-OCOCH 3 = X-P OOR 2 Æ ENZIM-OCOCH 3 ------X-POOR 2 XH ENZIM-O-POOR 2 X-POOR 2 ENZIM-O-POROH Gambar 3 Reaksi enzim asetilkolinesterase A. dalam keadaan normal B. Terinhibisi oleh senyawa organofosfat. Insektisida Malation. Malation termasuk ke dalam golongan insektisida organofosfat, yang pertama kali dibuat di Jerman pada tahun 1934 oleh Schrader. Insektisida ini termasuk jenis yang aman bagi mamalia dengan nilai LD 50 oral akut 900-5800 mgkg berat badan mempunyai tekanan uap 1.25 x 10 -4 mm Hg pada suhu 20 o C. Malation berwujud cair, tidak berwarna dengan titik didih 156 – 157 o C, larut dalam hampir semua pelarut organik dan sedikit larut dalam air. Malation memiliki gugus karboksil yang menyebabkan insektisida ini mudah terhidrolisis dalam tubuh mamalia Matsumura, 1975. Malation merupakan insektisida organofosfat yang telah digunakan sejak tahun 1950 di Amerika Serikat. Pemakaian malation sebagai insektisida di Amerika Serikat mencapai 30 juta pound per tahun. Malation mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1972 dengan metode pengasapan fogging Suroso, 1991 dan Heodojo, 1993. Malation O,O-dimetyl dithiophosphate of diethyl mercaptosuccinate adalah insektisida yang digunakan untuk berbagai tanaman sayuran, buah dan lain-lain. Rumus empirik malation adalah C 10 H 19 O 6 PS 2 dengan berat molekul 330,4 Cox, 2003. Rumus bangun malation gambar 4. Gambar 4. Rumus bangun malation www.google.com B 25 Malation membunuh serangga dengan cara dalam tubuh serangga malation diubah menjadi malaoxon yang menghambat enzim asetilkolinesterase. Tahun 2000 malation diduga sebagai bahan karsinogenik, tetapi tidak cukup berdampak karsinogenik terhadap manusia Cox, 2003. Toksisitas malation dibagi menjadi empat jenis sesuai dengan dosisnya dan ditunjukkan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Empat kriteria toksisitas malation berdasarkan nilai LD 50 Jalur masuk ke dalam tubuh Toksisitas kuat Toksisitas sedang Toksisitas rendah Toksisitas sangat rendah Oral mulut LD 50 -50 mgkg 50-500 mgkg 500-5000 mgkg 5000 mgkg Dermalkulit LD 50 -200 mgkg 200-2000 mgkg 2000-5000 mgkg 5000 mgkg Inhalasi pernapasan LD 50 -0,05 mgl 0,05-0,5 mgl 0,5-2,0 mgl 2,0 mgkg 26 BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi pengambilan sampel.