Biologi Aedes aegypti Status kerentanan nyamuk Aedes aegypti terhadap insektisida malation di Kota Surabaya

14 Kelembaban udara akan mempengaruhi umur nyamuk. Nyamuk A. aegypti hanya dapat menularkan penyakit demam berdarah bila umurnya lebih dari sepuluh hari, karena masa inkubasi ekstrinsik virus dengue di dalam tubuh nyamuk antara delapan sampai sepuluh hari. Disamping itu faktor curah hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan, dengan demikian populasi vektor akan bertambah dan kemungkinan terjadinya penularan penyakit demam berdarah lebih besar lagi Soedarmo, 1988; Dit.Jen. PPM PLP, 1990. Di Kota Surabaya, dilaporkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit demam berdarah oleh Subdin P2M Dinas Kesehatan Kota dari tahun 2005-2008 seperti lokasi dengan kasus tinggi di Kecamatan Sawahan, tahun 2005 CFR =2,01 dan tahun 2007 CFR =1,92 sedangkan di Kecamatan Tambaksari secara berurutan angka CFR adalah 2,20, 1,06, 0,85 dan 0,79. Pada lokasi kasus sedang di wilayah Wiyung, tahun 2007 CFR =1,37 dan tahun 2008 CFR =1,78. Pada Wilayah Wonocolo, tahun 2005 angka CFR =3,57. Sementara diwilayah Bulak, tahun 2005 CFR = 2,94, tahun 2006 CFR=1,88, dan tahun 2008 CFR = 5,26 pada Lampiran 3. Gambaran kasus penyakit demam berdarah oleh Subdin P2M Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2005-2008 ditunjukkan pada Tabel 1.

2.5. Biologi Aedes aegypti

Siklus hidup vektor yang berperan dalam penularan demam berdarah dengue adalah nyamuk family Culicidae, subfamily Culicinae, genus Aedes spesies aegypti Gubler et al. 1978. Nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna holometabola ditunjukkan pada Gambar 1 berikut : Telur Larva Pupa Dewasa Gambar 1 Siklus hidup nyamuk A. aegypti www.google.com 15 Tabel 1 Insiden dan Case Fatality Rate Demam Berdarah di Kota Surabaya Tahun 2005-2008 No Kecamatan 2005 2006 2007 2008 Kasus CFR Kasus CFR Kasus CFR Kasus CFR 1 Sukomanunggal 86 1,16 163 0 115 1,74 88 1,14 2 Tandes 93 2,15 206 0,97 164 0,61 133 0,75 3 Asemrowo 35 0 66 0 51 0 46 0 4 Benowo 29 0 52 0 62 0 27 0 5 Pakal 26 0 31 0 33 0 31 0 6 Lakarsanti 29 0 41 0 88 0 60 0 7 Sambi Kerep 46 0 71 0 88 0 50 0 8 Genteng 134 0 122 0 67 0 68 0 9 Tegalsari 86 1,16 128 2,34 152 0 41 0 10 Bubutan 93 1,07 150 0,67 147 0,68 68 0 11 Simokerto 122 0,82 118 0,53 76 1,32 58 1,72 12 Pab. Cantikan 61 1,64 119 0 90 1,11 55 0 13 Semampir 178 1,12 181 0.55 124 0.81 140 0.71 14 Krembangan 154 1,30 235 0.42 128 1.56 85 1.18 15 Kenjeran 124 0,81 122 0 129 0.76 80 0 16 Bulak 34 2,94 53 1,88 20 0 19 5,26 17 Tambaksari 227 2,20 378 1,06 236 0,85 127 0,79 18 Gubeng 122 0,82 208 0,48 146 0 80 0 19 Rungkut 70 1,43 152 0 147 0,68 117 0,85 20 Teng. Mejoyo 40 0 122 1.64 87 1.15 83 0 21 G. Anyar 58 0 82 0 58 1.72 74 0 22 Sukolilo 53 1,89 147 0,68 95 1,05 71 1,41 23 Mulyorejo 57 3,51 88 0 83 0 58 0 24 Sawahan 199 2,01 320 0 208 1,92 159 0 25 Wonokromo 74 1,35 232 1.29 95 2,10 60 0 26 Krg.pilang 55 0 85 0 102 0.98 59 0 27 Dukuh Pakis 66 0 71 0 100 0 52 0 28 Wiyung 60 0 122 0 73 1,37 56 1,79 29 Gayungan 39 2,56 108 0,93 68 0 40 2,50 30 Wonocolo 84 3,57 129 0 101 0 47 0 31 Jambangan 32 3,12 85 0 81 1,23 37 0 Jumlah 2568 4187 3214 2169 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Subdin P2M Tahap Telur. Telur A. aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5 – 0,8 mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung dan diletakkan satu per satu pada benda – benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air TPA yang berbatasan langsung dengan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang lepas, sebanyak 85 melekat di dinding TPA, sedangkan 15 lainnya jatuh ke permukaan air . 16 Tahap Larva. Larva nyamuk A. aegypti tubuhnya memanjang dan tanpa kaki dengan bulu – bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Ciri utama larva A. aegypti adalah bentuk siphon oval agak gemuk dan berwarna kecoklatan. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami empat kali pergantian kulit ecdysis, dan larva yang terbentuk berturut – turut disebut larva instar I, II, III dan IV . Tahap Pupa. Pupa nyamuk A. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala – dada cephalothorax lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung dorsal dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air . Tahap Dewasa . Nyamuk A. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk – penghisap piercing – sucking dan termasuk lebih menyukai manusia anthropophagus, sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan phytophagus. Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe mulut plumose . Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, prothorax, mesothorax dan metathorax. Setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur paha, tibia betis dan tarsus tampak. Pada ruas – ruas kaki ada gelang – gelang putih, tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada juga terdapat sepasang sayap tanpa noda – noda hitam. Bagian punggung mesonotum ada gambaran garis – garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut bintik-bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk A. aegypti, tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya. 17 Gambar 2 Ciri-ciri diagnostik untuk membedakan beberapa jenis nyamuk Aedes yang penting di bidang kesehatan Taboada, 1967. Morfologi Larva . Larva A. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu – bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangan mengalami 4 empat kali pergantian kulit ecdysis, dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV sebagai berikut Soegijanto, 2003: Larva instar I memiliki ciri-ciri tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1 – 2 mm, duri-duri spinae pada dada thorax belum begitu jelas, dan corong pernafasan siphon belum menghitam. Larva instar II memiliki ciri-ciri tubuhnya tambah besar, ukuran 2,5 – 3,8 mm, duri belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar III Pada stadium ini telah memasuki siklus perkembangan larva menjadi pupa atau berumur sekitar 4 hari. Larva instar IV Memiliki ukuran tubuh 5 mm dan telah lengkap struktur anatominya, tubuh dibagi menjadi bagian kepala chepal, dada thorax, dan perut abdomen. 18 Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah chewing. Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernafas yang disebut corong pernafasan. Corong pernafasan tanpa duri-duri, berwarna hitam, dan ada seberkas bulu-bulu tuft. Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat brush di bagian ventral dan gigi-gigi sisir comb yang berjumlah 15 -19 gigi yang tersusun dalam 1 satu baris. Gigi- gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air. Lamanya perkembangan larva akan tergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan kepadatan larva pada sarang. Habitat alami larva jarang ditemukan, tetapi dapat mencakup lubang pohon, pangkal daun, dan tempurung kelapa. Di daerah yang yang panas dan kering, tanki air di atas, tanki penyimpanan air di tanah, dan septic tank bisa menjadi habitat utama larva. Di wilayah yang persediaan airnya tidak teratur, penghuni menyimpan air untuk kegunaan rumah tangga sehingga semakin memperbanyak jumlah habitat yang ada untuk larva WHO. 2004. Habitat . Tempat berkembang biak larva A. aegypti adalah kontainer buatan yang berada di lingkungan perumahan. Habitat larva buatan manusia yang banyak ditemukan di dalam rumah dan sekitar lingkungan perkotaan rumah tangga, lokasi pembangunan dan pabrik, misalnya botol minuman, pot bunga, bak mandi, tong kayu dan logam, ban, kaleng, pipa saluran WHO, 2004. Soegijanto 2003 melaporkan nyamuk Aedes hanya senang di air yang cukup bersih dan tidak langsung beralaskan tanah. Tempat perkembangbiakan utamanya ialah tempat-tempat penampungan air di dalam atau di sekitar rumah atau tempat- tempat umum biasanya tidak melebihi jarak 100 meter dari rumah . Habitat larva yang alami seperti pada lubang pohon, bambu, ketiak daun, dan tempurung kelapa merupakan habitat utama larva Aedes . Agustina 2006, melaporkan bahwa A. aegypti dapat hidup di air terkontaminasi deterjen dengan perolehan telur tertinggi 2,7 ppm, kaporit dengan konsentrasi 10 ppm ditemukan perolehan telur tertinggi, pada tanah konsentrasi 30 19 gmml juga memperoleh jumlah telur tertinggi sedangkan air terkontaminasi feses ayam, perolehan telur tertinggi pada konsentrasi 10 grml. Aktifitas menghisap darah. A. aegypti dewasa betina menghisap darah manusia umumnya pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Aktifitas menghisap darah pada nyamuk A. aegypti ini memperlihatkan dua puncak waktu yaitu pukul 08.00 sampai pukul 12.00 dan pukul 15.00 sampai pukul 17.00. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang, yaitu aktifitas menghisap darah dilakukan pada beberapa orang dalam waktu singkat secara bergantian. Hal ini disebabkan karena nyamuk ini sangat sensitif dan mudah terganggu. Pada siang hari manusia aktif melakukan pekerjaan dan selalu bergerak, nyamuk belum kenyang darah, orang sudah bergerak lagi maka nyamuk akan terbang untuk menggigit orang lain sampai cukup mendapatkan darah untuk pertumbuhan dan perkembangan telurnya. Keadaan seperti ini sangat membantu nyamuk tersebut dalam transmisi atau memindahkan virus dengue ke beberapa orang Dit.Jen PPM PLP, 1990. Perubahan suhu dan kelembaban udara dan angin dapat mempengaruhi aktifitas nyamuk dalam hal menghisap darah Bruce Chwatt, 1980. Menurut Marchoux dan Simond dalam Christopher, 1960 nyamuk A. aegypti pada suhu 15 C tidak dapat melakukan aktifitas menghisap darah. Umumnya jarak terbang A. aegypti sekitar 50 meter Horsfall, 1955; Dit.Jen. PPM PLP. 1990 dengan demikian populasi nyamuk ini penyebarannya akan terpencar – pencar atau tersebar. Menurut Howard, 1923 dalam Christopher 1960 pada suhu 13 - 14 C nyamuk akan susah terbang dan kakinya akan lemah. Jangka hidup. Lama hidup A. aegypti ditentukan terutama oleh tinggi rendahnya suhu dan kelembaban udara, persediaan air dan makanan. Makanan di sini darah dan air juga merupakan kebutuhan pokok bagi serangga karena air sangat penting untuk kelangsungan hidupnya Christopher, 1960. Gubler et al. 1978 melaporkan bahwa pada suhu 20 C dan kelembaban 70 umur nyamuk betina dapat mencapai lebih kurang 100 hari dan nyamuk jantan sekitar 35 hari. Nyamuk yang tidak menghisap darah umurnya lebih pendek daripada yang menghisap darah. Lama hidup A. aegypti di laboratorium dipengaruhi oleh jenis makanan. Menurut Fielding dalam Christopher, 1960 20 nyamuk yang dipelihara pada suhu optimum tanpa diberi makan dapat hidup selama tujuh hari, diberi makan larutan gula dapat hidup sampai 20 hari, dengan pemberian makan susu di campur gula dapat hidup sampai 19 hari, dengan pisang sampai 68 hari, sedangkan diberi makan dengan darah manusia mencapai umur 93 hari. Dilaporkan oleh Gould et al. 1970 bahwa rata-rata lama hidup nyamuk A. aegypti dewasa di Malaysia adalah 3 – 6 minggu pada suhu 28 C dan kelembaban nisbi antara 80 sampai 90. Suhu yang tinggi yaitu 35 C akan mengurangi umur nyamuk A. aegypti, sedangkan suhu rendah antara 15– 20 C dengan kelembaban 90 akan memperpanjang lama hidupnya. 2.6. Peranan A. aegypti sebagai vektor penyakit. Chen et al. 1993 di Taiwan mengatakan bahwa A. albopictus dan A. aegypti mempunyai kemampuan sebagai virus dengue 1 dan virus ini telah di isolasi dari A. aegypti yang terdapat di Taiwan sedangkan A. albopictus belum dilakukan Lien et at , 1975. Kemudian dilanjutkan pula dengan percobaan menginfeksikan virus dengue 1 kepada nyamuk A. aegypti dan A. albopictus. Pada hari ke 7 tujuh positif terinfeksi dari 30 ekor A. albopictus dan 30 ekor A. aegypti masing-masing 3,3. Pada hari ke 35,24 dari 28 A. albopictus positif terinfeksi dan pada hari ke 21 terdapat 100 dari 6 ekor nyamuk A. aegypti positif terinfeksi. Selain virus dengue A. aegypti dapat pula terinfeksi oleh virus Sinbis. Virus Sinbis Sin adalah suatu alphavirus yang termasuk Famili Togoviridae Westaway et al . 1985. Virus Sinbis ini dapat merupakan grup yang penting karena dapat menyebabkan penyakit ensefalitis pada manusia dan kuda Jackson dan Johnson, 1987.

2.7. Toksikologi Insektisida.