2 IDENTIFIKASI MOLEKULER BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT
ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT
Kappaphycus alvarezii
ABSTRAK Bakteri sebagai agen penyebab penyakit ice-ice pada rumput laut
Kappaphycus alvarezii. Pendekatan molekuler telah menjadi hal penting untuk mengetahui struktur komunitas dan komposisi filogeni dari makroalga laut yang
berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang memicu serangan penyakit ice-ice pada K. alvarezii. Bakteri diisolasi dari
talus K.alvarezii yang menunjukkan gejala bleaching dan yang diperoleh dari Perairan Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Identifikasi yang dilakukan
adalah pengujian secara biokimia dan analisis sekuen gen 16S rRNA. Hasil penelitian menghasilkan delapan spesies bakteri yang teridentifikasi sebagai:
Shewanella haliotis strain DW01, Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749, Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323, Arthrobacter nicotiannae DSM
20123, Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614, Ochrobactrum anthropic strain ATCC 49188, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 dan Bacillus subtilis
subsp.spizizenii strain ATCC 6633. Berdasarkan filogeninya, spesies S. haliotis, V. alginolyticus, S. maltophilia, P. aeruginosa dan C. thiocycli termasuk
kelompok Gammaproteobacteria; O. antropic masuk ke dalam kelompok Alphaproteobacteria; A. nicotianae termasuk kelompok Actinobacteria dan B.
subtilis masuk ke dalam kelompok Firmicutes. Kata kunci: identifikasi molekuler, bakteri, ice-ice, Kappaphycus alvarezii
ABSTRACT Bacteria are suspected to be the causative agent of ice-ice disease in seaweed
Kappaphycus alvarezii. Molecular approaches have been crucial for an understanding of community structure and phylogenetic composition of different
marine macroalgae. This study was conducted to identify bacteria that induce the onset of ice-ice disease in K. alvarezii. Bacteria were isolated from the thallus of
K. alvarezii exhibited ice-ice symptoms of whitening bleaching collected from the waters of Bulukumba, South Sulawesi, Indonesia. Identification of bacteria
was conducted by biochemical tests and 16S rRNA gene sequence analysis. The results revealed that eight species of bacteria were identified, namely: Shewanella
haliotis strain DW01, Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749, Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323, Arthrobacter nicotiannae DSM 20123,
Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614, Ochrobactrum anthropic strain ATCC 49188, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 and Bacillus subtilis subsp.spizizenii
strain ATCC 6633. The bacteria S. haliotis, V. alginolyticus, S. maltophilia, P. aeruginosa and C. thiocycli were included in Gammaproteobacteria group, O.
IDENTIFICATION OF BACTERIAL CAUSATIVE AGENT OF ICE-ICE DISEASES ON SEAWEED Kappaphycus alvarezii
anthropi was Alphaproteobacteria, and A. nicotianae and B. subtilis were Actinobacteria and Firmicutes groups, respectively.
Keywords: molecular identification, bacteria, ice-ice, Kappaphycus alvarezii.
2.1 Pendahuluan
Rumput laut, khususnya Kappaphycus alvarezii merupakan komoditas penting bagi perikanan budidaya di Indonesia. K. alvarezii merupakan sumber
kappa-karaginan yang dapat digunakan sebagai bahan pangan, kosmetik, farmasi dan fotografi Yu et al. 2002. Pada musim tertentu, kegiatan budidaya rumput
laut dihadapkan pada masalah besar, yaitu serangan penyakit ice-ice. Penyakit ice- ice ditandai dengan munculnya gejala pemutihan bleaching pada permukaan
talus rumput laut. Penyakit ice-ice dapat disebabkan oleh bakteri patogen oportunistik Largo et al. 1995a; Vairappan et al. 2001; Aris 2011. Jenis bakteri
terkait penyakit ice-ice yang dilaporkan dari riset sebelumnya adalah berbeda- beda. Perbedaan sumber isolat diduga menjadi penyebab perbedaan tersebut.
Bakteri membentuk biofilm pada permukaan organisme lain seperti rumput laut karena ketersediaan nutrien berasal dari luar dan hasil fotosintesis yang
dilepaskan oleh organisme inang Seymour et al. 2009; Azanza et al. 2013. Meskipun banyak bakteri yang telah diidentifikasi sebagai patogen makroalga laut
khususnya pada rumput laut, seperti Pseudoalteromonas Wang et al. 2008, Vibrio Fujita 1990; Largo et al. 1995a; Wang et al 2008; Vairappan et al. 2009,
Flavobacterium Sunairi et al. 1995; Largo et al. 1995a, peran fungsional bakteri ini dalam ekosistem alami masih belum jelas. Sebagai epifit oportunistik diketahui
dapat menurunkan dan melemahkan jaringan alga Kupper et al. 2002, Weinberger Friedlander 2000.
Jenis bakteri yang diketahui hidup pada talus rumput laut K. alvarezii adalah bakteri patogen opurtunistik Vibrio sp. P11 dan Cytophaga sp. P25. Bakteri
P11 dan P25 telah diuji patogenisitas pada rumput laut K. alvarezii hasil budidaya yang sudah didesinfeksi Largo et al. 1999. Namun demikian, uji patogenisitas
terhadap rumput laut bebas penyakit belum dilakukan. K. alvarezii bebas penyakit dapat dihasilkan melalui kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan K. alvarezii
telah dilaporkan oleh Sulistiani dan Yani 2014. Pemeliharaan kalus kultur jaringan selama 2 bulan akan dihasilkan mikropropagul Reddy et al. 2008.
Mikropropagul tersebut potensial digunakan untuk menguji patogenisitas bakteri kandidat penyebab penyakit ice-ice.
Teknik identifikasi jenis bakteri yang telah berkembang pesat saat ini adalah teknik molekuler, yaitu analisis sekuen gen 16S rRNA. Penggunaan sekuen gen
16S rRNA untuk studi filogeni bakteri dan taksonomi adalah berdasarkan fakta, yaitu: i Terdapat pada hampir seluruh bakteri, ii fungsi gen 16S rRNA dari
waktu ke waktu tidak berubah, atau perubahannya secara acak sehingga pengukurannya lebih akurat, dan iii panjang sekuen gen 16S rRNA cukup besar
Patel 2001; Janda Abott 2007. Analisis filogenetik menggunakan gen 16S rRNA telah diaplikasikan pada komunitas bakteri yang berasosiasi dengan
makroalga hijau Ulva australis Tujula et al. 2009; Burke et al. 2010, lamun Halophila stipulacea Weidner et al. 2000, dan alga merah Delisea pulchra
Fernandez 2011. Hingga saat ini, belum ada publikasi yang melaporkan analisis filogenetik jenis bakteri penyebab ice-ice menggunakan gen 16S rRNA pada alga
merah Kappahycus alvarezii. Sebelumnya Aris 2011 melaporkan pengembangan metode deteksi secara molekuler untuk bakteri penyebab penyakit ice-ice dengan
primer spesifik PCR berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri kandidat penyebab
penyakit ice-ice melalui uji biokimia dan uji molekuler menggunakan metode sekuensing dengan target gen 16S rRNA.
2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Desember 2015. Sampel rumput laut yang terserang ice-ice dikoleksi dari pembudidaya Kelompok Tani Menara di
Perairan Bulukumba, Sulawesi Selatan. Isolasi bakteri, uji biokimia dan histologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan
BDP, Fakultas Perikanan dan Kelautan FPIK, Institut Pertanian Bogor IPB. Ekstraksi DNA, amplifikasi polymerase chain reaction PCR dilakukan di
Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen BDP, FPIK, IPB dan sekuensing gen 16S rRNA dilakukan di First Base Laboratories,
Malaysia. 2.2.2 Bahan dan Metode
Isolasi dan identifikasi bakteri secara biokimia
Bakteri diisolasi dari talus K. alvarezii yang menunjukkan terserang dan tidak terserang ice-ice. Talus diambil sebanyak 1 g dan digerus. Cairan hasil
gerusan diambil sebanyak 0,1 ml dan disebar ke cawan petri berisi media padat sea water complex SWC yang terdiri dari komposisi 5 g bacto-peptone, 5 g yeast
extract, 3 ml gliserol, 250 ml akuades, 750 ml air laut steril dan 20 g bactoagar. Bakteri dikultur pada suhu 28 °C selama 24 jam. Kemudian, hasil isolasi bakteri
digores ulang beberapa kali untuk memperoleh isolat murni dan dilanjutkan evaluasi tipe koloni dan identifikasi secara biokimia.
Ekstraki DNA genom
DNA genom bakteri diekstraksi menggunakan Presto™ mini gDNA bacteria
kit Geneaid, Taiwan. Lisis sel bakteri Gram negatif dilakukan menggunakan bufer GT berisi proteinase K 20 µl dan diinkubasi pada suhu 60 °C selama 10
menit, sedangkan lisis bakteri Gram positif dilakukan menggunakan bufer GT yang mengandung lisozim 4 mgml dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30
menit. Selanjutnya, 20 µl proteinase K ditambahkan dan inkubasi dilanjutkan pada suhu 60 °C selama 10 menit.
DNA dilarutkan menggunakan 100 µl elution buffer. Hasil isolasi DNA dikonfirmasi dengan pengukuran konsentrasi DNA menggunakan Genquant
Teare et al. 1997 dan pemisahan DNA dilakukan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1. Visualisasi DNA dilakukan menggunakan pewarna etidium