Hasil dan Pembahasan .1 Uji Patogenisitas

S. maltophilia yang diisolasi dari rumput laut Laminaria saccharina merupakan sumber antibiotik aktif Wiese et al. 2009. Selanjutnya, bakteri O. anthropi dan P. aeruginosa merupakan bakteri dengan jumlah titik dan luas bleaching terbanyak kedua dan ketiga di antara delapan isolat bakteri pada penelitian ini. Bakteri lain yang sudah dilaporkan menjadi penyebab penyakit ice-ice, yaitu Cytophaga-Flavobacterium Largo et al. 1995a, Vibrio sp. Largo et al. 1995a; Aris 2011, Pseudomonas sp., Plesiomonas sp. dan Flavobacterium sp. Aris 2011. Pseudomonas sp. diketahui juga telah diisolasi dari rumput laut K. alvarezii yang terserang penyakit ice-ice Largo et al. 1995b; Aris 2011. Namun demikian, S. maltophilia dan O. anthropi belum pernah dilaporkan terdapat pada rumput laut K. alvarezii yang terserang ice-ice. Gambar 5. Jumlah titik dan luas bleaching pada mikropropagul pascainfeksi bakteri. Tanda panah kuning menunjukkan jumlah titik bleaching dan luasan bleaching yang dihasilkan pada mikropropagul pascainfeksi bakteri S.maltophilia Selanjutnya, bakteri yang paling lambat memunculkan bleaching adalah S. haliotis dan V. alginolyticus dengan waktu rata-rata awal muncul bleaching masing-masing adalah 38 dan 44 jam pascainfeksi Gambar 4. Namun demikian, V.alginolyticus menghasilkan luas bleaching tertinggi, yakni 2.29 mm 2 Gambar 6. Bakteri S. haliotis dan V. alginolyticus diisolasi dari talus sehat, sehingga kedua bakteri ini diduga tidak terkait dengan penyakit ice-ice. Kedua bakteri tersebut berpotensi sebagai bakteri baik. Pembuktian sebagai bakteri baik perlu diteliti lebih lanjut melalui uji kultur bersama dengan bakteri patogen. Beberapa bakteri yang diisolasi dan diidentifikasi dari rumput laut K.alvarezii telah dilaporkan juga pada tanaman air lainnya seperti pada mangrove. Bakteri jenis Bacillus juga ditemukan pada mangrove Avicennia nitida mangrove putih dan Rhizophora mangle mangrove merah, Stenotrophomonas dan Ochrobactrum telah diisolasi dari mangrove R.mangle Castro et al. 2014. Meskipun demikian, V. alginolyticus juga ditemukan sebagai bakteri patogen pada rumput laut K. alvarezii Aris 2011, namun strainnya berbeda dengan yang diperoleh pada penelitian ini Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749. Panjang talus dengan gejala bleaching 1 mm terlihat pertama kali pada jam ke-12 pascainfeksi dengan bakteri V. alginolyticus PNGK 1 Aris 2011. Perbedaan waktu muncul bleaching mendukung bahwa kedua V. alginolyticus tersebut adalah berbeda. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada kontrol terlihat gejala bleaching yakni 23 jam pascainfeksi. Waktu ini lebih cepat dibandingkan beberapa bakteri uji. Munculnya gejala bleaching pada kontrol diduga pada mikropropagul kontrol didiami bakteri endofit. Asosiasi bakteri endofit dan rumput laut telah dilaporkan sejak 40 tahun yang lalu. Bakteri endofit dikaitkan dengan gall pada rumput laut merah Correa et al. 1993; Ashen Goff 2000 dan juga telah ditunjukkan secara mikroskopis ada di daerah vakuola dan sitoplasmik pada alga hijau Caulerpa Delbridge et al. 2004. Selain itu, mikropropagul sebagai hasil kultur jaringan digambarkan sebagai indeks negatif atau bebas dari kontaminan yang dapat terdeteksi Leifert et al. 1994, tidak ditunjukkan secara langsung bahwa benar-benar tidak ada bakteri. Indikator-indikator munculnya bleaching pada mikropropagul dicatat dan dinominalkan dalam bentuk skala untuk menentukan tingkat keparahan infeksi mikropropagul yang terserang gejala bleaching Tabel 3. Tabel 3. Skala tingkat keparahan infeksi pada mikropropagul sebagai akibat penginfeksian jenis bakteri yang berbeda Jenis bakteri Skoring 1-3 Total Waktu awal muncul bleaching jam Jumlah titik bleaching n Luas bleaching mm 2 Shewanella haliotis 2 2 Vibrio alginolyticus 3 3 Stenotrophomonas maltophilia 3 3 3 9 Arthrobacter nicotianae 1 1 2 Pseudomonas aeruginosa 1 2 2 5 Ochrobactrum anthropi 1 1 3 5 Catenococcus thiocycli 1 1 Bacillus subtilis subsp. spizizenii Keterangan: Skala waktu awal serangan Skala jumlah titik serangan Skala luas serangan 21 jam 6 0.25 1 15-21 jam; 1 6-10 1 0.25-0.75 2 7-14 jam; 2 10-16 2 0.75-1.5 3 6 jam 3 16 3 1.5 Penyakit ice-ice pada rumput laut K.alvarezii yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri yang berbeda dapat menghasilkan gejala bleaching pada satu maupun seluruh bagian talus. Selain itu, seperti disajikan pada Gambar 5 dan 6, waktu muncul gejala bleaching, jumlah titik dan luas bleaching berbeda-beda untuk setiap jenis isolat bakteri. Karena itu, untuk lebih meyakinkan kandidat utama penyebab ice-ice, maka pada disertasi ini, diusulkan skoring dengan skala 0-3. Skala yang tertinggi diindikasikan sebagai infeksi yang parah atau infeksi yang paling tinggi. Dengan skoring yang diajukan pada disertasi ini, gejala bleaching dengan skor tertinggi diperoleh pada isolat S. maltophila Tabel 3. Dengan demikian, skor tersebut membuat keyakinan semakin kuat bahwa S. maltophilia sebagai kandidat utama bakteri penyebab ice-ice. Selanjutnya, untuk penggunaan tingkatan skala yang konsisten, interaksi dengan faktor lingkungan, dan interaksi antarisolat bakteri perlu diteliti lebih lanjut Postman et al. 2010. Selain itu, pada tanaman, resistensi suatu genotipe dapat dipengaruhi oleh poligenik dan diwariskan oleh tetuanya Postman et al. 2010. Rumput laut K. alvarezii mempunyai dua strain hijau dan coklat, dan dapat bereproduksi secara generatif pada kondisi spesifik. Oleh karena itu, pada studi selanjutnya, pengaruh genotipe dan daya tahan terhadap infeksi ice-ice dari generasi ke generasi menarik untuk diteliti Postman et al. 2010. Pada Tabel 3 juga menunjukkan total skor yang dihasilkan setiap isolat bakteri. Bakteri S. maltophilia memiliki total skor tertinggi dari tiga indikator kemunculan gejala bleaching yakni 9, disusul Pseudomonas aeruginosa dan Ochrobactrum anthropic dengan total skor 5. Hal ini mengindikasikan bahwa bakteri S.maltophilia adalah bakteri yang ganas dalam menyebabkan penyakit ice- ice pada rumput laut K. alvarezii. Beberapa penelitian belum ada yang melaporkan keterlibatan bakteri S. maltophilia menyebabkan gejala bleaching pada rumput laut. Meskipun, bakteri S. maltophilia diketahui sebagai bakteri yang belum umum pada rumput laut, namun bakteri ini sudah diisolasi dari tanaman air lainnya yakni mangrove Castro et al. 2014. Sampai saat ini belum dilaporkan kejadian penyakit ice-ice pada rumput laut yang disertai tingkat keparahannya. Kombinasi patogenisitas dan tingkat keparahan penyakit ice-ice yang disajikan dalam bentuk skala mungkin berguna dalam mengevaluasi penyakit pada rumput laut yang disebabkan oleh bakteri. 3.3.2 Histologi Kondisi morfologi dan histologi dari mikropropagul yang ditantang dengan bakteri ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Secara morfologi, terlihat perbedaan antara mikropropagul pada perlakuan kontrol 6A, tidak parah 6B, dan sangat parah 6C. Mikropropagul yang menunjukkan gejala tidak parah umumnya titik bleaching pada satu tempat di ujung mikropropagul, sedangkan gejala sangat parah ditunjukkan dengan bleaching terlihat hampir di seluruh permukaan mikropropagul. Secara histologi juga menunjukkan perbedaan jaringan mikropropagul yang terindikasi sedikit parah, dan parah setelah perlakuan uji patogenisitas Gambar 7A-7C. Jumlah protoplasma P, warna oranye pada mikropropagul sehat dan tidak parah adalah lebih banyak dibandingkan dengan mikropropagul terinfeksi parah. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Quere et al. 2015 bahwa alga yang terserang penyakit ditandai dengan berkurangnya protoplasma sel. Protoplasma sel adalah bagian hidup dari sebuah sel dan menghilang seiring kematian sel. Secara mikroskopis mikropropagul perlakuan kontrol menunjukkan adanya populasi bakteri Gambar 7D. Hal ini menyimpulkan bahwa pada rumput laut sudah didiami bakteri endofit. Ini mengindikasikan bakteri endofit juga hidup pada talus rumput laut K. alvarezii. Selanjutnya, interaksi bakteri patogen dengan stres lingkungan terkait penyakit ice-ice pada K.alvarezii sudah dilakukan dengan penurunan salinitas 20 gL dan konsentrasi bakteri 10 3 dan 10 4 Largo et al. 1995a. Akan tetapi, interaksi suhu dengan berbagai bakteri patogen penyebab penyakit ice-ice pada rumput laut belum dilaporkan dan hal ini perlu dikaji pada riset selanjutnya. Selain itu, bakteri hasil isolasi pada penelitian ini berpotensi digunakan dalam rangka perakitan rumput laut tahan penyakit ice-ice melalui uji tantang. Gambar 6. Morfologi mikropropagul pascainfeksi bakteri penyebab ice-ice pada rumput laut. A=kontrol; B=tidak parah; C=sangat parah. Tanda panah menunjukkan titik bleaching. Skala bar = 0.5 cm B. C. A. A. B . C CW D Gambar 7. Histologi mikropropagul rumput laut Kappaphyucus alvarezii kontrol A, pewarnaan HE, perbesaran 40 kali, tidak parah B, HE, perbesaran 40 kali, dan parah C, HE, perbesaran 40 kali. Scanning electron microscopic pada eksplan rumput laut K. alvarezii kontrol D CW=jarak antar dinding sel; P=kandungan protoplasma; Bk=bakteri. Perbesaran D= 5000x

3.4 Simpulan

Hasil pengujian patogenisitas secara in vitro menunjukkan bahwa bakteri Stenotrophomonas maltophilia sebagai pemicu utama penyakit ice-ice pada rumput laut K. alvarezii. Bk P P 200µm 200µm 200µm 4 EFEK INTERAKSI BAKTERI Stenotrophomonas maltophlia-SUHUSALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN, STRUKTUR MORFOLOGI DAN JARINGAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii ABSTRAK Penyebab timbulnya suatu penyakit tidak hanya akibat perubahan lingkungan, melainkan juga adanya peran bakteri yang saling berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi faktor lingkungan suhu dan salinitas dan bakteri diduga dapat memperparah penyakit pada inang termasuk rumput laut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek interaksi suhu dan salinitas dengan bakteri patogen terhadap timbulnya penyakit ice-ice pada rumput laut. K. alvarezii ditimbang masing-masing sebanyak 50-51 g, dikultur di dalam akuarium ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan suhu air 25 C dan 28 C serta penginfeksian bakteri S. maltophilia dengan konsentrasi 10 -10 6 cfuml ke media pemeliharaan salinitas 30 gL. Perlakuan salinitas 28 gL, 30 gL, dan 35 gL dengan penginfeksian bakteri yang sama konsentrasi bakteri 10 6 cfuml dan suhu pemeliharaan 28 o C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput laut yang diinfeksi bakteri S. maltophilia dan diinkubasi pada suhu 28 C menunjukkan penurunan bobot lebih besar, dan jumlah cabang talus yang mengalami bleaching lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan suhu 25 C. Pada kedua suhu menunjukkan signifikan terhadap jumlah bleaching pada semua bagian talus, sedangkan perlakuan konsentrasi yang berbeda hanya menunjukkan signifikan terhadap jumlah bleaching di talus sekunder, dan tidak signifikan terhadap jumlah bleaching di talus primer dan tersier. Selanjutnya, untuk interaksi konsentrasi bakteri dan suhu tidak menunjukkan signifikan baik terhadap penurunan bobot basah dan jumlah bleaching pada setiap bagian talus rumput laut K. alvarezii. Lama waktu transmisi penyakit waktu selama perlakuan berpengaruh terhadap struktur morfologi K. alvarezii yang menunjukkan kondisi parah di hari keempat. Salinitas 28, 30, dan 35 gL menunjukkan penurunan bobot yang sama pada talus. Jumlah bleaching yang tinggi pada talus sekunder dan tersier ditunjukkan pada salinitas 28 dan 35 gL. Kondisi jaringan talus pada awal dan akhir pengamatan dapat dibedakan dengan jumlah protoplasma sel menurun dan jarak antar sel yang sangat renggang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa suhu dan salinitas berperan terhadap munculnya penyakit ice-ice. Hasil riset ini belum mengungkapkan secara detail interaksi antar faktor biotik dan abiotik dalam menyebabkan penyakit ice-ice sehingga kedepannya perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menginvestigasi efek interaksi kedua faktor tersebut. Kata kunci: Stenotrophomonas maltophilia, Kappaphycus alvarezii, suhu, salinitas, talus, bleaching, pertumbuhan