3 UJI IN VITRO PATOGENISITAS BAKTERI PENYEBAB
ICE-ICE PADA MIKROPROPAGUL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
ABSTRAK Penelitian sebelumnya  menghasilkan delapan  spesies bakteri  yang diduga
menjadi  penyebab  penyakit  ice-ice  pada  rumput  laut  Kappaphycus  alvarezii. Penelitian  ini  bertujuan  untuk  menguji  patogenisitas  masing-masing  isolat
terhadap  mikropropagul  rumput  laut  K.  alvarezii  dalam  menginduksi  serangan ice-ice  berdasarkan  gejala  klinis,  morfologi  dan  secara  histologi.  Analisis  yang
dilakukan  terhadap  gejala  penyakit  ice-ice  adalah  waktu  awal  munculnya bleaching,  jumlah  titik  bleaching  dan  luas  area  bleaching  yang  dihasilkan  pada
akhir  pengamatan.  Mikropropagul  yang  digunakan  berukuran  panjang  2-4  cm dimasukkan  ke  media  yang  mengandung  konsentrasi  bakteri  10
6
cfuml  untuk menentukan  patogenisitas.  Pengamatan  gejala  ice-ice  diobservasi  secara  visual
setiap  hari.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  bakteri  Stenotrophomonas maltophilia memunculkan gejala ice-ice paling cepat yakni lima jam pascainfeksi,
dan  Vibrio  alginolyticus  paling  lambat  yakni  44  jam  pascainfeksi.  Selanjutnya, S.maltophilia  juga  menghasilkan  jumlah  titik  bleaching  paling  banyak  yakni  17
titik,  meskipun  luas  area  bleaching  1.87  mm
2
masih  lebih  kecil  dibanding V.alginolyticus. Dari  tiga analisis dibuat dalam bentuk skala atau  scoring tingkat
keparahan  dan  menunjukkan  S.maltophilia  sebagai  bakteri  paling  ganas  dalam menyebabkan  penyakit  ice-ice.  Penelitian  ini  adalah  yang  pertama  melaporkan
bakteri  S.maltophilia  dikaitkan  dengan  timbulnya  penyakit  ice-ice  pada K.alvarezii,  dan  mungkin  bermanfaat  untuk  ketahanan  rumput  laut  terhadap
penyakit ice-ice. Kata kunci: patogenisitas, bakteri, mikropropagul, K.alvarezii, histologi
IN VITRO PATHOGENICITY ASSAY FOR ICE-ICE CAUSED BACTERIA ON MICROPROPAGULE
Kappaphycus alvarezii
Abstract As found in previous study, there were 8 species of bacteria that may associate to
ice-ice  disease.  This  study  aimed  to  test  the  pathogenicity  of  those  isolates  on micropropagul  seaweed  K.alvarezii  in  inducing  ice-ice  symptoms  based  on
clinical  symptoms,  visual  morphology  and  histology,  and  to  analyze  the  ice-ice disease  transmission  based  on  time  of  occurrence.  Analysis  was  conducted  by
time  early  emerging  ice-ice  disease,  the  number  of  spots  and  the  width  area  of bleaching  in  the  end  of  experiment.  Micropropagules  of  2-4  cm  in  length  were
soaked in seawater containing 10
6
cfuml bacteria to determine the pathogenicity. Onset of ice-ice symptoms was visually observed every day. The results showed
that  fastest  onset  of  ice-ice  symptoms  was  observed  by  Stenotrophomonas
maltophilia  5  hours  post  challenged,  while  the  slowest  was  by  V.  alginolyticus 44 hours post challenged. Furthermore, S.maltophilia also produced the highest
of  number  of  bleaching  spot  was  17  spot,  while  wide  of  bleaching  area  smaller was  1.87 mm
2
than V. alginolyticus. Based on third of analysis, we arranged the level  of  severity  and  concluded  that  S.maltophilia  as  causative  agent  on  ice-ice
disease.   This is the first study reporting S. maltophilia linked to ice-ice disease in K.alvarezii,  and  this  bacterium  might  be  useful  towards  generation  of  ice-ice
resistance seaweed. Keywords: patogenisity, bacterai, micropropagule, K. alvarezii, histology
3.1 Pendahuluan
Patogen adalah mikroorganisme yang mampu menyebabkan penyakit pada tumbuhan,  dan  hewan.  Patogenisitas  adalah  kemampuan  untuk  menghasilkan
penyakit  pada  organisme  inang.  Ada  dua  mekanisme  yang  mendasari  bakteri patogen dapat menyebabkan penyakit, yakni: 1 invasif, yaitu kemampuan untuk
menyerang jaringan. Invasif mencakup mekanisme untuk kolonisasi multiplikasi awal,  produksi  zat  ekstraseluler  yang  memfasilitasi  invasi  invasins  dan
kemampuan  untuk  memotong  atau  mengatasi  mekanisme  pertahanan  inang;  2 toksigenesis,  adalah  kemampuan  untuk  menghasilkan  racun.  Bakteri  dapat
menghasilkan dua jenis racun yang disebut eksotoksin dan endotoksin. Eksotoksin diekskresikan  oleh  mikroorganisme  yang  dapat  menyebabkan  kerusakan  pada
inang  dengan  menghancurkan  sel-sel  atau  mengganggu  metabolismenya. Sementara  itu,  endotoksin  adalah  toksin  pada  bakteri  Gram  negatif  berupa
lipopolisakarida  pada  membran  luar  dari  dinding  sel  yang  pada  keadaan  tertentu bersifat toksin pada inang tertentu.
Kemampuan  bakteri  patogen  dalam  menyebabkan  penyakit  ditentukan oleh faktor virulensinya Gal Mor  Finlay 2006, Hochhut et al. 2005; Fernandez
2011.  Faktor  virulensi  bakteri  dapat  dikelompokkan  ke  dalam  7  kelompok:  a faktor adhesi yang memungkinkan bakteri untuk melekat ke permukaan inang dan
untuk memulai proses infeksi; b siderophores  yang memungkinkan akuisisi  the essential  element  iron;  c  eksotoksin  atau  cytolysins,  yang  menghancurkan  atau
mempengaruhi  fungsi  sel-sel  eukariotik;  d  gen  invasi,  yang  memediasi masuknya  bakteri  ke  dalam  sel  eukariotik;  e  sistem  sekresi  yang  memberikan
protein  efektor  bakteri  untuk  mampu  memodulasi  fungsi  inang;  f  mekanisme pertahanan  yang  memungkinkan  bakteri  mampu  hidup  pada  lingkungan  yang
tidak  menguntungkan  untuk  jaringan  inang,  dan  g  mekanisme  mengelak  yang memungkinkan  bakteri  bertahan  hidup  dan  mengatasi  mekanisme  pertahanan
bawaan dan adaptif inang Gal Mor  Finlay 2006, Hochhut et al. 2005.
Sampai  saat  ini  mekanisme  patogenisitas  bakteri  terkait  penyakit  ice-ice pada  rumput  laut  K.  alvarezii  belum  banyak  dilaporkan.  Yang  sudah  dilaporkan
adalah patogenisitas bakteri terkait dengan luka dan gejala bleaching pada rumput laut  Laminaria  religiosa  Vairappan  et  al.  2001,  dan  patogenisitas  bakteri  yang
dikaitkan  dengan  penurunan  bobot  tubuh  dan  kandungan  karaginan  pada  rumput laut K.alvarezii Aris 2011.  Selanjutnya, mekanisme patogenisitas bakteri dalam
menimbulkan  pertama  kali  gejala  penyakit  ice-ice  pada  rumput  laut  K.  alvarezii masih belum diketahui.
Penelitian  sebelumnya  menggunakan  talus  rumput  laut  yang  didesinfeksi untuk  pengujian  patogenisitas  bakteri.  Penggunaan  talus  dari  budidaya  diduga
masih  terdapat  kekurangan  yakni  kemungkinan  bakteri  masih  terdapat  di  dalam talus  dan  tidak  hilang  akibat  perlakuan  antibiotik.    Alternatifnya  adalah  dengan
menggunakan  mikropropagul.  Mikropropagul  merupakan  hasil  kultur  jaringan  in vitro  dengan  cara  mengkultur  kalus  pada  medium  padat
Provasoli  enriched seawater  PES  0,4  Reddy  et  al.  2008
.  Kemungkinan  besar  mikropropagul terbebas  dari  penyakit.  Dengan  demikian,  mikropropagul  merupakan  bibit  yang
potensial  untuk  digunakan  dalam  pengkajian  patogenisitas  bakteri.  Tujuan penelitian ini adalah menguji patogenisitas isolat bakteri yang diperoleh pada riset
sebelumnya dengan menggunakan mikropropagul rumput laut K. alvarezii.
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  ini  dilakukan  pada  bulan  Januari-Desember  2015,  meliputi tahap  kultur  bakteri  dan  histologi  yang  dilakukan  di  Laboratorium  Kesehatan
Ikan,  Departemen  Budidaya  Perairan  BDP,  Fakultas  Perikanan  dan  Kelautan FPIK,  Institut  Pertanian  Bogor  IPB,  dan  tahap  uji  patogenisitas  dilakukan  di
Laboratorium  Reproduksi  dan  Genetika  Organisme  Akuatik,  Departemen  BDP, FPIK, IPB.
3.2.2 Bahan dan Metode
Kultur bakteri
Bakteri  diisolasi  dengan  mengambil  sebanyak  1  g  dari  bagian  talus  yang tampak  gejala  bleaching  dan  tanpa  gejala  bleaching,  serta  bagian-bagian  talus
yang  mewakili  bagian  ujung  dan  bagian  tengah  talus  rumput  laut  K.alvarezii. Selanjutnya, delapan isolat bakteri yang diperoleh dari penelitian Tahap 1 dikultur
dengan  cara  menumbuhkan  masing-masing  isolat  bakteri  sebanyak  1  Ose  pada media padat sea water complete SWC, dengan komposisi 5 g bacto-peptone, 5 g
yeast  extract,  3  ml  gliserol,  250  ml  akuades,  750  ml  air  laut  steril  dan  20  g bactoagar.  Selanjutnya,  bakteri  diinkubasi  pada  suhu  28
o
C  selama  24  jam. Kemudian, isolat hasil kultur di media padat ditumbuhkan pada media SWC cair.
Sebanyak  satu  Ose  isolat  bakteri  diambil dan dikultur kembali  pada media SWC cair, digoyang menggunakan shaker dengan kecepatan 140 rpm pada suhu 28
o
C selama  24  jam.  Selanjutnya,  dilakukan  penghitungan  konsentrasi  setiap  isolat
bakteri dengan metode total plate count TPC. Uji patogenisitas
Uji  patogenisitas  dilakukan  menggunakan  mikropropagul  yang  diperoleh dari  koleksi  Seameo  Biotrop.  Mikropropagul  adalah  regenerasi  dari  kalus
embriogenik  yang  dihasilkan  dari  teknologi  kultur  jaringan  Sulistiani  dan  Yani